NovelToon NovelToon

PACAR TARUHAN

1. Taruhan

...Assalamu'alaikum, selamat datang di novel ke empat aku. Semoga kalian suka ya.. jangan lupa kasih dukungan dengan like, komen, subscribe dan vote! ❤❤...

...----------------...

"Kenalin, ini pacarku, Silvi,"

Kalimat itu diucapkan dengan begitu entengnya oleh Kevin, sembari merangkul mesra seorang wanita cantik yang sudah sangat dikenal Daliya.

"Ya?" Daliya bertanya dengan nada bingung, masih berharap semoga telinganya salah dengar, atau kalau ini mimpi, tolong bangunkan dia sekarang juga!

"Lo kenal Silvi kan? Dia dulu satu kampus sama kita," ucap Kevin menambahkan.

Daliya menelan ludahnya kasar. Mana mungkin dia tidak mengenal Silvi? Musuh bebuyutannya selama kuliah dulu? Daliya pikir hubungannya dengan wanita licik itu sudah berakhir sejak mereka lulus kuliah tiga tahun lalu. Tapi ternyata takdir berkata lain. Mereka malah dipertemukan kembali dengan status Silvi yang telah merebut pria yang disukai Daliya selama sepuluh tahun!

Memang, Daliya diam-diam sudah memendam rasa pada Kevin, sahabatnya sendiri. Mereka bertemu pertama kali di kelas satu SMA, dan sejak saat itu Daliya sudah jatuh hati. Entah Daliya yang buta atau bodoh, yang jelas sejak saat itu dirinya tak pernah melirik lelaki lain. Selama ini Ia tak peduli jika Kevin punya pacar, karena biasanya hubungan mereka tak bertahan lama. Beberapa tahun belakangan Daliya malah sudah percaya diri mengira Kevin juga menyukainya, karena lelaki itu tidak terlihat punya pacar.

Bahkan satu jam sebelum keberangkatan Daliya ke kafe ini, ia sudah seratus persen yakin Kevin akan menembakknya. Pasalnya, lelaki itu mengirimkan pesan sok misterius, meminta bertemu karena ada hal penting yang akan disampaikan.

Kevin: Ketemuan yuk? Udah lama kan kita nggak ngopi bareng? Sekalian ada yang mau Aku sampein ke Kamu❤

"Tuh, kan? Chat-nya aja begini, siapa yang nggak salah paham coba? Kenapa dia pakai emotikon love segala sih?" Daliya menggerutu saat dirinya sedang berada di dalam toilet kafe. Baru lima belas menit duduk bersama Kevin dan Silvi, dia sudah tidak tahan dan ingin cepat-cepat kabur. Alhasil, toilet menjadi tempat pelariannya.

"Kenapa Kamu nggak peka-peka sih Vin?" Daliya mengusap air matanya yang sudah mengalir di pipi. "Apa Aku kurang cantik sampai Kevin nggak ngelirik Aku sama sekali?" ucapnya sembari memandangi wajahnya pada cermin kecil di tangan.

"Nggak bisa begini," Daliya bangkit dari duduknya di atas kloset. "Silvi nggak boleh tahu air mataku. Bisa-bisa malah jadi bahan bulan-bulanan dia,"

Daliya mengambil tisu di dalam tas, kemudian cepat-cepat mengusap pipinya sendiri. Tak lupa ia memperbaiki riasannya yang sudah berantakan karena air mata. Meskipun terluka, Daliya tidak mau memperlihatkan hal itu kepada Silvi. Karena kalau itu terjadi, musuh bebuyutannya itu akan merasa sangat senang.

Permusuhan Daliya dengan Silvi dimulai sejak hari pertama mereka OSPEK dulu. Daliya yang pintar bicara dan punya banyak bakat sering mendapatkan sorotan dari kakak-kakak tingkat, dan itu membuat Silvi merasa iri. Sejak saat itu, dimulailah persaingan tidak sehat di antara mereka. Silvi seakan-akan ingin mengalahkan Daliya dalam hal apapun. Mulai dari IPK, organisasi, sampai mengambil perhatian dosen. Itulah yang membuat Daliya kesal dengan wanita itu sejak dulu. Rasa kesalnya semakin bertambah karena sekarang Silvi bahkan merebut Kevin darinya!

Daliya menghela napas panjang. Dia harus tenang. Jangan sampai Silvi melihatnya kalah. Dia tidak akan sudi jika wanita itu memandangnya dengan tatapan meremehkan.

"Ayo Daliya, Kamu pasti bisa," Daliya menguatkan tekad, kemudian membuka pintu toilet. Baru hendak melangkah keluar, Daliya malah mendengar suara cempreng seseorang.

"Oh, ternyata lagi sembunyi di sini.." ujar Silvi dengan nada mengejek. "Habis nangis ya?"

Sontak Daliya naik pitam. Kesabaran yang sudah ia pupuk sejak tadi hilang seketika. Meski begitu ia berusaha tenang, menampilkan senyum terbaiknya.

"Siapa yang sembunyi? Aku sakit perut," kilah Daliya. Dengan langkah santai ia beranjak melewati Silvi, berniat keluar dari kamar mandi. Jelas Daliya tidak berniat untuk berlama-lama di sana bersama wanita itu.

"Dari dulu pun, Gue yang selalu menang," Silvi berkata dengan suara keras, membuat Daliya seketika menghentikan langkahnya. "Dan Lo selalu kalah,"

Daliya memejamkan matanya sejenak. Sabar Daliya, jangan terpancing emosi.. Orang sabar disayang Tuhan..

Dengan senyum karir yang masih tersemat di wajahnya, Daliya membalikkan badan, menghadap Silvi. "Sorry, maksudnya gimana ya?"

"Nggak usah pura-pura deh," Silvi melipat tangan di depan dadda, kemudian melangkah mendekati Daliya. "Lo udah lama suka sama pacar Gue kan?"

"Hah?"

"Yah, sayangnya, hubungan kalian itu cuma sebatas SA-HA-BAT aja," Silvi menekankan kata 'sahabat', membuat dadda Daliya terasa panas. "Dan nggak akan lebih dari itu, jadi nggak usah coba-coba gangguin hubungan Gue sama Kevin,"

"Jangan salah paham," Daliya menjawab setenang mungkin. "Dari awal, Aku nggak ada niat buat ganggu hubungan kalian berdua. Lagian, Aku udah sibuk sama pacarku sendiri. Nggak ada waktu buat ngurusin percintaan orang,"

"Oh ya?" Mata Silvi terbelalak lebar saat mendengar kalimat terakhir Daliya.

Sial, umpat Daliya dalam hati. Dia tahu betul arti tatapan Silvi itu. Wanita licik itu tidak akan melepaskannya dengan mudah.

"Lo beneran udah punya pacar?" Selidik Silvi dengan semakin mendekatkan wajahnya pada Daliya. "Kok Gue nggak pernah tahu?"

"Sejak kapan urusan pribadiku harus laporan ke Kamu?" sewot Daliya. "Lagian, kok Kamu kaya tahu banget sih tentang kehidupan Aku? Jangan-jangan, selama ini Kamu stalking Aku ya?" serang Daliya sambil tersenyum lebar, membuat Silvi langsung terdiam kikuk. "Ck, ck, ck, aku nggak nyangka kalau selama ini Kamu segitu perhatiannya sama Aku,"

Wajah Silvi sudah memerah saking malunya. Ia tak menyangka kalau perbuatannya selama ini yang selalu memantau kehidupan Daliya akan ketahuan. Tapi bukan Silvi namanya kalau dia pasrah dan menerima begitu saja.

"Kalau Lo emang udah punya pacar! Kasih bukti ke Gue!" teriak Silvi. "Mana bisa Gue percaya begitu aja kalau nggak ada bukti?"

Daliya menghela napas kesal. "Kamu mau bukti kaya gimana sih? Udah lah, nggak usah ngurusin percintaan orang. Kamu urus aja urusan kamu sama pacar kamu!"

"Kenapa? Lo takut ketahuan kalau cuma bohong kan?" Silvi tersenyum penuh kemenangan. "Makanya Lo nggak berani nerima tantangan Gue,"

Tangan Daliya mengepal kuat-kuat. Harga dirinya terasa terluka. Tidak, dia tidak boleh kalah!

"Siapa bilang Aku takut! Kamu minta bukti kan? Oke, aku kasih! Mau bukti apa?"

Silvi menyipitkan matanya, mencari kebenaran dari ucapan Daliya. "Kalau gitu, kita taruhan," Silvi mengambil handphone dari tasnya, kemudian menekan tombol perekam suara.

"Di reuni minggu depan, Lo harus bawa pacar Lo. Kalau Lo nggak bisa bawa dia, Lo harus nembakk Rio di depan anak-anak kampus,"

"Rio?" Alis Daliya terangkat mendengar nama itu disebut. "Rio mantan kamu itu? Si cupu yang suka ngejar-ngejar kamu itu kan?"

"Heh! Dia bukan mantan Gue!" Silvi membantah. "Gue emang pernah pacaran sama dia! Tapi cuma dua hari! Stop ngomong seolah dia beneran mantan Gue!"

"Emang beneran mantan kamu kok, nggak usah menyangkal deh," Daliya mencibir. "Terus, kalau aku bisa bawa pacar, keuntungan aku apa?"

"Gue akan cium kaki Lo,"

"What?" Daliya mendelik. Ia sama sekali tak menyangka pilihan Silvi akan seektrem itu. Yah, meskipun hukuman untuk dirinya tak kalah ekstrem sih. Nembakk anak cupu sekampus di depan teman-temannya sendiri? Big No!

"Oke, aku terima! Jangan sampai kamu mengingkari janji. Aku akan menantikan hari dimana Silvi sang selebgram mencium kaki Gue," Daliya mengulurkan tangan, membuat kesepakatan.

"Gue lebih nggak sabar lagi buat ngeliat Lo nembakk Rio," Silvi tersenyum licik sembari menyambar tangan Daliya.

"DEAL!"

2. Petualangan Mencari Pacar

"Mampus! Kenapa Aku harus bilang kalau udah punya pacar segala sih?" Daliya sibuk merutuk dirinya sendiri sepulangnya dari kafe. "Sekarang Aku harus cari pacar dimana?"

Memang, yang Daliya katakan tentang dirinya sudah punya pacar hanyalah bualan semata. Hal itu semacam reflek yang ia gunakan untuk membalas ucapan Silvi. Tapi ia tak menyangka jika Silvi akan mengajaknya taruhan, dan dengan bodohnya, Daliya setuju!

Daliya sibuk berguling-guling di atas kasur sembari menjambak rambutnya sendiri karena merasa frustasi. Pertemuan reuni dengan teman-teman kampusnya sekitar dua minggu lagi. Mungkinkah dalam waktu sesingkat itu dia dapat pacar?

"Dating online.." Daliya seperti mendapat pencerahan saat melihat iklan itu di salah satu aplikasi media sosial. "Apa Aku coba aja ya?"

Dengan semangat, gadis berusia 25 tahun itu segera duduk dengan tegap di atas kasur. Dengan jantung yang berdegup kencang, ia menginstal salah satu aplikasi dating online yang paling populer.

Tanpa membuang waktu, Daliya segera mendaftar dan mulai berselancar di aplikasi itu mencari laki-laki. Ia bertekad akan menemukan lelaki yang berlipat-lipat lebih tampan dari Kevin agar Silvi merasa iri.

"Ketemu," Daliya tersenyum puas saat ia menemukan foto seorang laki-laki tampan berwajah kebule-bulean. Tak disangka, lelaki itu menerima permintaan kencannya. Mereka akan bertemu besok di sebuah kafe yang dipilih oleh Daliya.

"Aku nggak nyangka ternyata cari pacar bisa semudah ini," Daliya tersenyum sombong. "Lihat aja Silvi, Kamu pasti akan mencium kakiku!"

Sayangnya, harapan memang tinggal harapan.

Laki-laki itu memang benar-benar datang. Meskipun Daliya harus menunggu selama hampir setengah jam, ia dengan sabar menunggu laki-laki yang menjadi teman kencannya itu. Jantungnya sudah berdebar-debar sejak semalam. Hari ini dirinya bahkan tampil cantik dan feminim dengan menggunakan dress selutut yang jarang ia pakai.

"Daliya?"

Suara berat seorang laki-laki dari belakangnya membuat Daliya terhenyak. Daliya tersenyum lebar. Dia datang! Dia datang! Dia datang! Dengan gerakan sok anggun, Daliya memutar tubuhnya dan menghadap laki-laki itu.

"Ya? Kamu—" Ucapan Daliya tertelan di tenggorokan saat melihat pria itu. Ia mengernyitkan dahi karena merasa tidak mengenali wajahnya.

"Maaf, kayanya Anda salah orang. Saya sedang menunggu teman saya," Daliya berkata dengan sopan. Mungkin lelaki itu mau bertemu 'Daliya' yang lain. Nama Daliya di dunia ini tidak hanya satu kan?

"Beneran kamu kok," Lelaki itu malah mendekati meja Daliya dan langsung duduk di depannya. "Aku Fero, yang ngechat kamu di aplikasi dating online,"

Kali ini, Daliya benar-benar melotot kaget. "Fero?" Ia memandangi laki-laki itu dengan seksama. Kemudian membandingkannya dengan foto yang ada di aplikasi. "Hahaha, kamu bercanda kali. Fero yang aku tahu bukan kamu,"

"Hehehe, mungkin kamu kaget ya, tapi aku memang agak fotogenik. Bisa dibilang fotoku jauh lebih ganteng dari aslinya," Fero menjawab santai.

Daliya makin shock mendengar alasan itu. Fotogenik apanya! Ini sih memang beda orang! Nggak ada mirip-miripnya sama sekali!

"Tapi banyak juga kok orang yang bilang kalau aku lebih ganteng aslinya," Fero nyengir, memperlihatkan deretan giginya yang sedikit kuning.

Lebih ganteng ndasmu! Daliya sudah memaki-maki di dalam hati. Bisa nggak sih orang kaya gini dituntut atas penipuan wajah?

"Jadi gimana? Katanya kamu lagi cari cowok buat dibawa ke reuni kampus. Aku bersedia kok. Lima juta aja per jamnya,"

"LIMA JUTA?" Tanpa sadar Daliya berkata dengan nada tinggi, membuat orang-orang yang sedang berada di dalam kafe itu sontak menoleh ke arahnya. Daliya buru-buru menutup mulut.

"Eh, maaf, maaf, kayanya Aku harus ke toilet," Daliya menyambar tasnya dan buru-buru beranjak dari kursi. Tentu saja itu hanya alasan saja. Karena yang sebenarnya, Daliya kabur! Bodo amat kalau Fero menunggunya. Bisa-bisa dirinya yang jadi gila kalau lebih lama berada si sana.

Hari-hari selanjutnya pun, Daliya masih melanjutkan petualangannya mencari pacar. Beberapa kali dia bertemu lagi dengan teman kencan di aplikasi dating online, meskipun semuanya selalu berakhir mengenaskan.

Pernah suatu hari Daliya bertemu dengan seorang pria yang terlihat cukup menjanjikan. Pakaiannya rapi dan wajahnya cukup lumayan. Tapi ternyata laki-laki itu adalah sales MLM yang memaksanya untuk bergabung.

Di lain waktu, Daliya bertemu seorang laki-laki matang yang terlihat kaya. Sayangnya, pada pertemuan pertama laki-laki itu sudah mengajaknya masuk hotel.

"Sekali aja, please... Aku udah nggak tahan," Kata pria itu sambil menatap Daliya seperti macan yang mengincar mangsa. Jelas saja Daliya langsung lari terbirit-birit dan tak menoleh lagi.

Terakhir kali, Daliya malah pernah dilabrak oleh seorang wanita. Saat itu dirinya sedang duduk santai di sebuah restoran, makan siang bersama teman kencan online nya. Tiba-tiba saja seorang wanita datang dan langsung menyiram wajah Daliya dengan air jus yang ada di meja.

"Dasar perempuan gatel! Pelakor! Berani-beraninya kamu selingkuh dengan suamiku!"

Semenjak hari itu, Daliya menjadi trauma dengan aplikasi dating online dan langsung menghapus aplikasi terkutuk itu dari ponselnya. Dia sudah tidak berani lagi untuk mencoba-coba.

"Terus, sekarang Gue harus gimana?" Daliya membenamkan wajahnya ke atas meja. Berkas-berkas kantor yang perlu ia kerjakan menumpuk di sebelahnya, tapi Daliya tak bisa mengerjakan karena tidak fokus.

"Ngantuk?" Seorang pria datang dan menaruh secangkir kopi di hadapan Daliya. "Minum kopi dulu,"

Daliya mendongakkan kepala. Itu adalah Zafran, teman satu kantornya. Daliya pernah kepikiran apa dia membawa Zafran saja sebagai pacar pura-puranya? Tapi saat mengingat kalau Zafran punya pacar yang sangat posesif, dan juga satu kantor dengan mereka, Daliya mengurungkan niatnya. Bisa-bisa adegan dirinya dilabrak sambil disiram air jus akan terulang lagi.

Tahu-tahu, hari reuni sudah tiba. Awalnya Daliya berencana untuk tidak datang, bagaimanapun ia tak sanggup dipermalukan oleh Silvi di depan umum. Tapi, seolah tak mengerti keadaannya, Kevin malah menelepon dan meminta Daliya untuk datang. Bahkan sahabatnya itu bilang akan menjemputnya kalau Daliya tidak ada kendaraan.

"Kata Silvi, kalau kamu sendirian, nanti biar kita jemput," ujar Kevin yang membuat Daliya geram. Jelas wanita licik itu tidak akan membiarkan rencana Daliya berjalan mulus.

Pada akhirnya, Daliya terpaksa datang sendirian. Meski begitu, Daliya tak langsung masuk ke restoran tempat reuni mereka berlangsung. Terlebih dulu, gadis itu duduk termenung di lobby mall yang ada di lantai satu. Ia sibuk memikirkan cara untuk menghindar dari hukuman taruhannya.

"Masa aku harus nembak Rio di depan mereka sih? Yang benar saja! Mau ditaruh dimana muka ku?" Daliya menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Coba kalau ada cowok ganteng yang tiba-tiba turun dari langit,"

"Eh, eh, lihat deh, itu cowok ganteng banget!" Daliya bisa mendengar bisik-bisik beberapa orang wanita yang berjalan melewatinya. Mendengar kata 'ganteng' disebut, Daliya langsung menoleh ke asal suara. Entah kenapa, sejak memulai petualangan mencari pacar, radar Daliya terhadap pria tampan menjadi semakin aktif.

Rombongan wanita yang berbisik-bisik itu tampak menunjuk ke satu arah. Daliya segera mengalihkan pandangannya ke arah yang ditunjuk. Ia penasaran, seganteng apa sih orang yang dimaksud?

Saat tatapan Daliya tertuju pada seorang pria yang duduk tak jauh darinya, sontak mata gadis itu melotot. Di sana, terlihat ada seorang pria super tampan yang sedang bermain ponsel. Pria itu memakai kemeja yang lengannya digulung sehingga menunjukkan otot lengan bawahnya yang seksi. Seolah tak cukup menggoda, pria itu juga tampak membiarkan dua kancing teratasnya terbuka begitu saja.

"Oh my god.." Daliya terperangah saking terpesonanya. "Bisa-bisanya aku nggak menyadari kehadiran cowok seganteng itu? Coba kalau cowok seperti dia mau jadi pacarku, Silvi pasti akan langsung mati kutu," Daliya berandai-andai. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba ia mendapatkan sebuah ide.

"Kenapa nggak aku coba saja? Siapa tahu cowok itu mau jadi pacar pura-puraku,"

Memberanikan diri, Daliya beranjak dari kursinya dan mendekati laki-laki tampan itu. Ia sebenarnya bingung bagaimana cara mendekati pria, karena ia memang tak pernah melakukannya. Tapi, bermodal nekat, Daliya akhirnya berdiri di depan laki-laki itu sambil menunjukkan senyum terbaiknya.

"Permisi Mas, kalau lagi nggak sibuk, mau jadi pacarku?"

3. Hari Reuni

"Permisi Mas, kalau lagi nggak sibuk, mau jadi pacarku?"

Sesaat setelah mengucapkan kalimat itu, Daliya memukul kepalanya sendiri. Daliya bodoh! Kenapa nanyanya begitu sih?

"Eng, maksudnya gini Mas, eh..Pak, eng..Bang. Aduh, manggilnya apa nih?" Daliya lagi-lagi mengutuk dirinya sendiri yang tidak bisa bicara dengan benar. "Begini. Saya tahu ucapan saya kedengaran nggak masuk akal. Tapi, boleh nggak saya duduk di sini dulu?" Daliya bertanya dengan gugup, perutnya menjadi mulas saat dilihatnya pria itu hanya diam sambil menatap intens ke arahnya.

Tanpa bersuara, lelaki itu merentangkan tangan sebagai tanda mempersilahkan Daliya duduk. Dengan jantung berdebar, Daliya duduk di sofa yang ada di depan lelaki itu.

"Oke, jadi begini. Saya punya alasan kenapa tiba-tiba mengatakan hal aneh itu. Kalau Anda tidak keberatan, saya akan coba menjelaskannya secara detail,"

Lalu, tanpa menunggu lelaki itu menjawab, Daliya mulai bercerita panjang lebar. Berawal dari perasaannya yang bertepuk sebelah tangan pada Kevin, taruhannya dengan Silvi, serta hukuman yang harus ia terima jika kalah.

"Aku benar-benar nggak mau kalah dari Silvi! Bisa-bisa harga diriku jatuh! Cewek licik itu nggak boleh tertawa di atas penderitaanku!" Daliya berkata berapi-api. Saking semangatnya bercerita tanpa sadar dirinya sudah bicara santai dengan lelaki itu. Melihat reaksi lawan bicaranya yang diam saja, perlahan-lahan Daliya menundukkan kepala dan menunjukkan ekspresi memelas.

"Makanya, kalau nggak keberatan, boleh saya minta tolong sebentar? Saya nggak akan meminta yang aneh-aneh. Anda cuma perlu datang ke reuni bersama saya sebagai pacar pura-pura. Saya juga akan kasih uang sebagai biaya kompensasi. Bagaimana?" Daliya masih berusaha membujuk. Ia tak peduli jika lelaki tampan di depannya itu akan menganggapnya tidak tahu malu. Ini masalah harga diri!

"Satu pertanyaan," Dalam beberapa menit, akhirnya lelaki itu untuk pertama kalinya membuka suara. Daliya langsung menegakkan badannya. Astaga, bahkan suaranya saja sangat hot!

"Kenapa Anda memilih Saya?"

"Ya?" Daliya terdiam sejenak. Tak menyangka dirinya akan diberi pertanyaan seperti itu. "Karena Anda...tampan?"

"BUAHAHAHA!" Sontak saja, laki-laki itu tertawa terbahak-bahak. Entah kenapa, jawaban gadis aneh yang sekarang duduk di depannya itu terdengar lucu. "Masa Anda meminta orang untuk jadi pacar hanya karena tampan? Apa Anda hanya melihat seseorang dari fisiknya?"

"Tentu saja. Menurut saya tampan itu nomor satu. Setidaknya, saya bisa membuat Silvi merasa kalah dan tidak akan meremehkan saya lagi," Daliya menjawab jujur. Lagipula tujuannya punya pacar memang hanya untuk mengalahkan Silvi saja, tidak lebih dari itu.

"Oke," setelah hening sejenak, pria itu pun beranjak dari duduknya, kemudian mengulurkan tangan pada Daliya. Daliya jelas kebingungan. Apa maksud uluran tangan itu?

"Kenapa kamu diam saja? Katanya reuninya sudah mau dimulai,"

Kedua bola mata Daliya seketika membulat. "Ja-jadi? Anda setuju?"

"Tapi aku tidak punya banyak waktu. Satu jam lagi, aku harus pergi."

"Tentu! Satu jam cukup!" Dengan wajah gembira, Daliya ikut mengulurkan tangannya pada pria itu. Ia pikir pria itu mengajaknya untuk berjabat tangan. Tapi, alih-alih menjabat tangannya, pria itu malah merangkulkan tangannya pada pinggang Daliya.

"Eh?" Daliya terperanjat kaget.

"Kenapa kaget begitu? Bukankah dalam satu jam ke depan kita adalah pasangan kekasih? Kamu harus terbiasa dengan hal ini," ujar pria itu sambil menunjukkan senyumnya yang penuh pesona. Melihat senyuman itu, Daliya merasa tersihir dan menuruti saja ucapan sang pria. Meski sebenarnya di dalam hati dia sibuk menenangkan degup jantungnya yang sudah berdebar tak karuan.

...----------------...

Sementara itu di dalam restoran, para alumni dari kampus Daliya sudah berkumpul. Mereka duduk di kursi yang diatur melingkari sebuah meja besar. Silvi dan Kevin duduk bersebelahan, persis di area tengah. Sementara di depannya ada dua kursi kosong yang memang sengaja disiapkan untuk Daliya dan pacarnya.

"Lo yakin Daliya bakalan dateng sama pacarnya?" tanya Novi, salah satu teman kampus mereka. Ia merasa heran karena Silvi menyiapkan dua kursi untuk Daliya. "Bukannya selama ini dia jomblo?"

Silvi menganggukkan kepalanya. "Dia bilang begitu sih. Meskipun Gue juga nggak yakin,"

"Bukannya Daliya suka sama..." Novi melirik Kevin, tapi kemudian ia cepat-cepat mengalihkan pembicaraan. "Tapi bagus deh kalau Daliya udah punya pacar. Nanti kalian bisa double date,"

Silvi tersenyum licik. "Kita liat aja nanti. Kalau dia nggak bawa pacarnya, kita bakalan dapet tontonan menarik,"

"Kamu tahu darimana Daliya sudah punya pacar?" Kevin menyentuh Silvi dan bertanya dengan nada setengah berbisik. "Setahu aku Daliya belum pernah punya pacar,"

"Ya ampun sayang, jadi selama ini kamu nggak tahu? Apa jangan-jangan, Daliya cuma bohong sama aku?" Silvi berkata dengan nada keras sehingga teman-temannya bisa mendengar.

"Loh, masa Kevin nggak tahu kalau sahabatnya udah punya pacar? Wah, berarti Daliya cuma ngibul aja itu. Gengsi dia mengakui kalau masih jomblo," komentar salah seorang teman pria yang mengundang gelak tawa semua orang.

"Yah, lagian Daliya kan dari dulu suka sama seseorang. Jadi kayanya nggak mungkin deh dia bisa jadian sama orang lain," Novi menambahkan sambil lagi-lagi melirik ke arah Kevin.

"Betul itu. Kayanya si Daliya cuma nutup-nutupin aja biar nggak keliatan kalau dia nggak laku!"

"BUAHAHAHAHA!" tawa semua orang menggema di dalam restoran itu.

"Jangan bicara sembarangan," hardik Kevin tidak terima. "Memang benar Daliya nggak pernah punya pacar selama ini. Tapi itu bukan berarti dia nggak laku, itu karena dia masih fokus dengan karirnya. Kalian jangan bicara seolah paling kenal sama Daliya,"

Silvi memutar bola matanya kesal. Kenapa pacarnya itu malah membela Daliya sih?

"Hm.. Omongan Kevin bener. Kalian semua yang salah. Coba lihat itu, Daliya dateng sama cowok," ucap seorang teman yang lain sambil menunjuk ke arah pintu masuk. Sontak, semua mata langsung tertuju ke arah yang dimaksud.

Di ujung pintu masuk, Daliya berjalan dengan pria tampan yang menjadi pacar pura-puranya. Kedatangan Daliya dengan pria itu jelas membuat perhatian semua orang tertuju padanya. Tidak hanya teman-teman sesama alumni kampus, semua pengunjung di restoran itu juga ikut memandangi mereka.

"Buset, ganteng banget!"

"Dia artis bukan sih? Kaya pernah lihat dimana gitu,"

"Mirip artis Korea itu loh..Siapa namanya? Song Kang?"

Bisik-bisik para wanita yang mengagumi wajah pria di sebelahnya membuat Daliya tersenyum puas. Dia sudah tahu kalau wajah pria itu akan membuatnya menjadi pemenang mutlak.

Lihat saja Silvi, aku pastikan kamu mencium kakiku malam ini!

"Sayang," bisik pria itu di telinga Daliya, yang seketika membuat Daliya langsung merinding sebadan-badan. "Teman-teman kamu duduk di mana?"

"Oh, itu.." Daliya menunjuk meja tempat teman-temannya berada. "Mereka ada di sana,"

"Jangan gugup," bisik pria itu lagi. "Aku akan menjadi pria paling romantis untuk kamu malam ini,"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!