Derasnya hujan membasahi jalanan di kota London. Dinginnya air hujan tak menghalangi niat seorang gadis kecil nan cantik untuk membelah jalanan tersebut. Gadis kecil itu bernama Kimora Zein, yang merupakan anak dari seorang pengusaha yang terpandang di kotanya. Ia memang berasal dari keluarga berada, tetapi hidupnya menyedihkan.
Amora, begitulah panggilannya. Amora tidak diharapkan kehadirannya oleh orang tuanya, terutama ibu kandungnya. Ibunya sama sekali tidak pernah menginginkan kehadirannya di dunia ini, bahkan ketika masih di dalam kandungan, ibunya berniat untuk menggugurkan nya namun di gagalkan oleh suaminya yang tak lain ialah ayah Amora.
Amora berada di jalan raya ketika air hujan membasahi tubuhnya, tak peduli dengan dinginnya air hujan karena ia sedang memenuhi keinginan ibunya yaitu membelikan makanan kesukaan ibunya di restoran cepat saji yang letaknya di sebrang jalan komplek perumahan orang tuanya.
"Ibu baru pulang?" tanya Amora pada ibunya
"Hem" jawab ibu Amora, yang di ketahui bernama Nilam
"Apa ibu sudah makan? kalau belum biar Amora siapkan bu?" tanyanya lagi
Nilam hanya diam, tak mempedulikan anaknya, ia sibuk melepaskan sepatu heelnya dan kemudian meletakkannya di tempat yang semestinya. Ketika Nilam hendak ke kamar mandi, Amora memanggil ibunya, Nilam menatap Amora dengan tatapan yang tajam
"Kenapa dari tadi kau menggangguku?" bentak Nilam
Amora pun terjingkat karena kaget mendengar suara ibunya, "maaf bu, Amora tidak bermaksud mengganggu ibu. Amora hanya ingin memastikan saja, apa ibu sudah makan?" tanya Amora dengan menundukkan kepalanya
Nilam yang berdiri di pintu kamar mandi pun menghampiri anaknya, "aku ingin makan sesuatu, dan kau harus membelikannya untukku, apa kau mau?" tanya Nilam
Amora pun mengangkat kepalanya, memberanikan diri memandang ibunya dengan tersenyum, "iya bu, aku mau membelikan makanan untuk ibu" jawab Amora dengan semangat
"Kau tau kan makanan kesukaanku?"
"Iya bu, aku tau?"
" Ya sudah sana, beli sekarang. Jangan terlalu lama, aku tidak suka menunggu"
"Iya bu, aku pergi sekarang ya?"
Baru beberapa langkah Amora berjalan hendak keluar kamar, Nilam menghentikan langkahnya dengan memanggilnya
"Ada apa bu?" membalikkan badannya ke arah ibunya
"Jalan kaki saja"
Amora terdiam sejenak akan perkataan ibunya, lalu ia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban
Amora keluar kamar ibunya, ia berpapasan dengan bi Rose yang hendak masuk ke kamar ibunya mengantarkan teh.
"Nona Amora terlihat buru-buru sekali, mau kemana non? " tanya bi Rose, asisten rumah tangga yang bekerja di keluarganya
"Amora mau ke restoran cepat saji yang ada di depan komplek bi, ibu ingin Amora membelikan makanan kesukaannya" jawab Amora dengan semangat, tak lupa menyunggingkan senyumannya yang manis
"Ini sudah malam non, di luar juga hujan deras"
"Tapi ibu menginginkannya bi, aku harus membelikannya untuk ibu"
Mendengar percakapan di luar kamarnya, membuat Nilam mengurungkan niatnya untuk mandi, ia membuka pintu kamarnya dan melihat bi Rose dengan Amora sedang berbicara
"Ada apa bi?" tanya Nilam pada bi Rose
"Nyonya maaf sebelumnya kalau saya lancang, lebih baik saya saja yang ke restoran cepat saji nyonya. Kasihan non Amora jika malam-malam seperti ini harus keluar rumah, terlebih lagi sedang hujan deras nyonya" jawab bi Rose dengan menundukkan kepalanya
"Biar dia saja yang pergi" sembari melirik ke arah Amora
"Tapi nyonya... "
"Apa bibi bisa, untuk tidak ikut campur urusanku dengan Amora sekali saja?" tegas Nilam
"Maaf nyonya, bukan saya mau ikut campur, hanya saja saya kasihan pada nona Amora, dia masih kecil nyonya, di luar pasti..."
"Sudahlah bi, lebih baik bibi diam" tungkas Nilam
Mendengar perkataan bi Rose, membuat Nilam murka, tatapannya kini kembali pada Amora. Ia menatap Amora dengan tajam.
" Kenapa masih disini?"
"Iya bu, ini aku pergi sekarang" jawab Amora dengan gugup
Amora bergegas meninggalkan Nilam dan juga bi Rose yang masih setia berdiri di depan kamar Nilam
"Kenapa bibi selalu ikut campur urusanku dengan anak itu?" ucap Nilam, setelah bayangan Amora sudah pergi dari pandangannya
"Maaf nyonya, bukan maksud saya untuk ikut campur. Saya hanya tidak mau non Amora keluar rumah ketika malam seperti ini, di luar masih hujan nyonya. Terlebih lagi non Amora masih kecil, saya takut terjadi apa-apa dengannya di jalan" jawab bi Rose dengan menundukkan kepalanya, ia tak berani melihat wajah Nilam yang sedang di penuhi amarah.
"Tidak akan terjadi apa-apa dengan anak itu"tegas Nilam
Bi rose hanya terdiam mendengar pernyataan majikannya itu. Bi Rose lalu memberikan teh yang sempat ia bawa kepada Nilam. Ketika berlalu dari kamar Nilam, bi Rose memikirkan Amora yang saat ini sedang menuju ke restoran
Sempat terpikir olehnya untuk menjemput anak itu, namun niatnya di halangi oleh Henry, sopir pribadi yang bekerja di rumah tersebut.
Karena ketika Amora hendak pergi keluar rumah, Henry sempat menawarkan diri namun Amora menolaknya.
Henry membujuk bi Rose agar tak mengkhawatirkan anak majikannya itu, karena Henry yang akan mengikuti Amora secara diam-diam.
Bi Rose kembali ke kamarnya, ia duduk di tepi ranjang. Rasanya ia tak bisa tidur jika Amora belum pulang kerumah, walaupun Henry tengah mengikuti anak itu. Ia begitu cemas dengan Amora.
"Kenapa nyonya sangat membenci anaknya? non Amora anak yang baik dan penurut, tak sekalipun ia membantah ucapan ibunya, tapi kenapa tak membuat hati wanita itu tersentuh? Kenapa majikannya itu masih memperlakukan anaknya dengan buruk?" batin bi Rose
Ia mencoba merebahkan tubuhnya di tempat tidur, namun tetap saja ia tak bisa tidur.
Bayangan Amora yang keluar rumah di malam seperti ini membuatnya khawatir, terlebih anak itu berjalan kaki dan hanya membawa payung
Pasti di jalan Amora akan kedinginan. Ia benar-benar takut terjadi sesuatu dengan anak itu.
"Apa Henry benar-benar mengikuti Amora?" batin Bi Rose. Ia bangkit dari tempat tidurnya, berjalan mondar mandir di kamarnya. Bi Rose sangat menyayangi Amora, ia sudah menganggap anak itu sebagai cucunya sendiri.
Di kamar Nilam
Sebenarnya Nilam pun khawatir dengan anaknya, tapi ia sendiri menyangkalnya.
Ia melihat dari balik jendela kamarnya. Ya.. kamar Nilam memang terletak di lantai bawah. Amora benar-benar keluar rumah sendirian dengan jalan kaki dan membawa payung untuk menutupi tubuhnya agar tidak terkena air hujan.
Ia juga melihat Henry mengajak Amora berbicara, sepertinya supir pribadinya itu menawarkan diri untuk mengantar Amora, namun melihat Amora keluar dari gerbang rumah sendirian itu artinya anak itu menolak tawaran dari Henry
Benar-benar penurut sekali anak itu. Ia rela melakukan apapun untuk ibunya.
Amora berjalan dari rumah menuju restoran cepat saji yang di maksud oleh ibunya.
Lokasinya berada di sebrang jalan komplek perumahan, tidak jauh memang, hanya saja berjalan kaki di saat hujan seperti ini membuat siapapun akan merasa kedinginan
Amora berjalan sendirian, tak lupa ia membawa payung untuk menghindari tubuhnya dari air hujan, walaupun tetap saja air hujan masih bisa menggapai tubuhnya. Namun ini lebih baik bukan, dari pada sama sekali tak menggunakan payung
Amora merasa sedikit kedinginan, karena hujan malam ini lumayan deras di sertai dengan angin dan petir. Sesampainya di restoran, semua mata tertuju padanya. Ya mungkin mereka kasihan melihat seorang anak berusia 13 tahun memasuki restoran sendirian dengan tubuh yang sedikit basah terkena air hujan.
Seorang pemuda dengan wajah tampan dan maskulin, dengan tinggi badan sekitar 183 cm, ia salah satu pengunjung yang memperhatikan Amora sedari tadi. Pemuda itu menghampiri Amora yang tengah duduk di salah kursi pengunjung, setelah memesankan makanan kesukaan ibunya.
Pemuda itu langsung duduk di samping Amora.
"Hai gadis kecil?" sapa pemuda itu dengan melebarkan senyumannya
Amora pun menoleh, ia terlihat kebingungan terhadap pemuda yang menghampirinya itu
"Maaf kakak siapa?" ucap Amora dengan sopan
"Saya hanya pengunjung disini sama sepertimu, " jawab sang pemuda
"Kamu kesini bersama siapa?" tanyanya lagi sembari melihat arah belakang Amora.
"Saya sendiri kak" jawab Amora
"Kenapa sebagian bajumu basah?" pemuda itu memperhatikan Amora yang memang sebagiannya terlihat basah terkena air hujan.
"Kan di luar hujan kak" jawabnya polos
Dengan menggaruk-garukkan kepalanya yang tidak gatal, pemuda itu berkata "iya kakak juga tahu di luar sedang hujan, tapi kenapa kamu bisa kehujanan? terlebih lagi kamu sendirian"
"Rumahku dekat dari sini kak, jadi aku berjalan kaki. Aku juga menggunakan payung kak, tapi mungkin karena hujan deras jadi sebagian tubuh dan bajuku basah" jawabnya sambil tersenyum
"Dasar anak kecil" pemuda itu reflek megusap kepala Amora
"Apa kamu sudah memesan makanan?"
"Iya kak, sudah".
Amora melirik ke arah bungkusan yang ada di tangan pemuda itu. "Take away juga ya kak?"
"Iya.. "
Entah kenapa pemuda itu merasa kasihan dengan gadis kecil yang ada di hadapannya saat ini
"Kenapa kakak tidak pulang?"
"Nanti saja, aku mau menemani gadis kecil dulu" ucap pemuda itu
"Memangnya mana gadis kecilnya?" sambil memiringkan kepalanya
"Gadis kecilnya kan ada di hadapanku" ucapnya menggoda. Amora menganggukkan kepalanya dengan memanyunkan bibirnnya
Tidak tau kenapa sang pemuda ingin sekali menggoda gadis kecil ini, dia merasa gadis ini lucu dan polos.
Seorang pelayan mengampiri Amora dengan memberikan bungkusan makanan yang telah di pesan, Amora pun menerimanya dan tak lupa membayarnya. Setelah itu, Amora bergegas pulang karena ia takut ibunya menunggu terlalu lama.
"Kak, aku pulang dulu ya?"
"Biar ku antar" dengan sigap pemuda itu bangun dari duduknya
"Tidak usah kak, aku bisa pulang sendiri"
"Tapi masih hujan deras, lebih aku antar saja ya?" ucapnya sedikit memaksa
"Tidak apa-apa kak, aku membawa payung. Permisi kak, aku pulang dlu"
Amora bergegas keluar dari restoran, meninggalkan pemuda tersebut
Amora tak menghiraukan teriakan pemuda tersebut, ia hanya ingin cepat sampai kerumah
Ia takut Nilam akan memarahinya karena menunggunya terlalu lama.
Hujan semakin deras, begitupun dengan anginnya menjadi semakin kencang, Amora sedikit berlari agar cepat sampai rumah
Namun ketika di tengah jalan, payungnya terbang terbawa angin, entah kemana payungnya.
Tubuhnya kini basah kuyub dan menggigil karena kedinginan, namun Amora terus berlari hingga akhirnya ia sampai rumah.
Sesampainya di rumah, ternyata ibunya sudah menunggu di ruang tamu. Tatapan tajam mengarah kepadanya. Amora sadar ibunya pasti marah karena menunggu terlalu lama.
sebenarnya tidak terlalu lama, hanya saja Nilam selalu mencari-cari kesalahan putrinya tersebut.
Amora berjalan ke arah ibunya dengan wajah menunduk, dan menggigit bibir bawahnya karena takut akan amarah ibunya
Tanpa sadar ia menelan ludah ketika sudah berhadapan dengan ibunya
"Maaf bu" hanya itu yang bisa ia ucapkan
Tanpa menjawab perkataan anaknya, Nilam langsung menarik paksa tangan anaknya ke ruang makan dengan kasar.
"Tanganku sakit bu... " rintih Amora sambil menangis"
"Tidak usah cengeng, kenapa kamu selalu menangis? saya bosan mendengarnya" teriak Nilam
"Tangan Amora benar-benar sakit bu"
"Dari mana saja kau? aku memintamu membeli makanan yang ada di komplek depan kenapa lama sekali?" bentak Nilam
"Apa kau tau, aku sudah sangat lapar. Kalau kau tidak berniat membelikan ku makanan, seharusnya kau berbicara dari awal. Jangan membuatku menunggu, aku sungguh tidak suka. Dasar anak tidak berguna" sambungnya lagi dengan menghempaskan kasar tangan Amora dan berlalu ke kamarnya. Tangisan Amora tidak membuat Nilam merasa kasihan terhadap putrinya. Justru Nilam sangat membencinya.
Amora terjatuh ke lantai, begitupun dengan makanan yang baru saja ia beli.
Sungguh Amora merasa sakit mendengarkan ucapan ibunya, namun Amora sangat menyayangi ibunya. Ia yakin suatu saat ibunya akan berubah. Ibunya pasti akan menyayanginya suatu saat nanti.
Ia berusaha berdiri, dan berjalan dengan gontai menuju kamarnya
Bi Rose yang melihatnya pun membantu merapat tubuh anak itu, rasanya ingin sekali ia menangis melihat perlakuan Nilam kepada Amora
Namun ia berusaha sekuat mungkin agar air matanya tak jatuh dari tempatnya
Bi Rose mengambilkan baju ganti untuk Amora di lemari. Setelahnya, ia keluar dari kamar dan ketika kembali ke kamar, ia sudah mendapati Amora duduk di tepi ranjang dengan menatap sembarang arah, tatapannya sendu. Bi Rose tahu apa sedang di pikirkan anak itu.
"Non Amora" panggilan bi Rose membuyarkan lamunan Amora
"Iya bi" jawab Amora dengan memaksakan senyumnya
"Ini bibi buatkan teh jahe untuk nona, di minum ya non supaya tubuh non Amora hangat"
"Terimakasih bibi, kenapa bibi begitu baik dengan Amora?" lirih Amora
"Karena bibi sayang sama non Amora"
Amora tersenyum mendengar pernyataan dari asisten rumah tangga keluarganya itu. Kenapa bukan ibunya yang menyayanginya, pikirnya.
"Sini duduk di sampingku bi"
"Tidak non, terimakasih. Lebih baik non Amora istirahat ya, ini sudah malam"
"Apa bibi tidak ingin memelukku?" matanya berkilau, ada cairan bening d matanya yang mungkin sebentar lagi akan tumpah membasahi pipinya
Bi Rose menganggukkan kepalanya, duduk di samping Amora dan memeluk anak itu sembari memberikan usapan pada punggungnya
Air mata Amora tumpah di pelukan bi Rose, tetapi bi Rose hanya diam saja, ia membiarkan Amora menangis sampai anak itu tertidur.
Bi Rose merebahkan tubuh Amora dan memindahkan kaki Amora dengan pelan ke atas ranjang.
Setelah memarahi anaknya, Nilam kembali ke kamar. Rupanya amarah wanita itu belum juga reda. Ia membanting pintu kamarnya dengan keras, lalu mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang.
Nafasnya beradu, tatapannya tajam. Ingin rasanya ia membanting barang yang ada di hadapannya. Sudah bertahun-tahun lamanya, kenapa rasa benci terhadap anaknya belum juga hilang, pikirnya.
Ia ingin memberikan kasih sayang pada anak itu, memberikan pelukan layaknya seorang ibu terhadap anaknya. Namun ketika ia melihat anaknya, rasa benci itu selalu muncul
Kesalahan sepele yang dilakukan anak itu selalu saja membuat amarahnya meledak.
Seperti saat ini, air mata wanita itupun meledak.
Nilam menangis sembari mencengkeram erat sprei dengan kedua tangannya.
Kejadian 14 tahun yang lalu selalu saja terngiang di kepalanya.
#POV NILAM
Nilam menikah dengan seorang laki-laki yang bernama Ricko. Pernikahan tersebut terjadi karena sebuah perjodohan. Lebih tepatnya Ricko yang memaksa orang tua Nilam untuk menikahkan dirinya dengan anaknya
Tentu saja ayah Nilam menyetujuinya, karena Ricko anak dari keluarga kaya yang telah memiliki beberapa perusahaan besar di kotanya. Dengan menikahkan Nilam, ayahnya berharap perusahaan miliknya bisa berkembang dengan pesat karena memang beberapa bulan ini, perusahaannya beberapa kali kalah dalam tender, dan membuatnya hampir bangkrut karena menjual beberapa persen saham yang di miliki nya.
Nilam menolak keras akan perjodohan itu, karena dia tidak mencintai Ricko. Memang Ricko dari keluarga yang kaya raya, bahkan Ricko sudah memiliki perusahaan sendiri di usianya yang menginjak 26 tahun. Selisih 2 tahun dengan Nilam, yang berusia 24 tahun.
Tapi itu semua tak membuat Nilam menyetujui perjodohan itu. Nilam tak menyukainya, ia menganggap Ricko laki-laki yang angkuh dan sombong, yang merasa bisa memiliki segalanya dengan uang. Dan ada sesuatu hal lain yang membuatnya sangat membenci Ricko, tapi ia tak bisa memberitahukannya pada orang tuanya.
"Aku tidak sudi pa menikah dengannya" seru Nilam yang kini duduk di sofa ruang keluarga bersama kedua orang tuanya.
"Papa tidak membutuhkan persetujuanmu, papa hanya memberi tahumu" tegas papa Nilam dengan menunjuk jari telunjuknya ke arah Nilam
"Tapi pa... "Teriak Nilam
" Jangan berteriak kepada papa" bentak papa Nilam
"Pernikahan akan tetap di laksanakan pada bulan depan, orang tua Ricko sudah menyetujuinya" sambungnya lagi sembari meninggalkan anak dan istrinya di ruang keluarga
Nilam memanggil papa nya berulang kali, namun rasanya sia-sia, papanya tak mempedulikannya. Matanya terasa panas, karena menahan air mata yang hendak keluar dari tempatnya.
Nilam melirik ke arah mamanya, yang duduk di sebelahnya.
"Ma... " ucap Nilam dengan lirih
"Turuti saja nak apa kemauan papamu" ucap mama Nilam seraya menyibakkan rambut anaknya ke belakang telinga.
"Aku tidak mau ma, aku tidak mencintainya, aku membencinya, aku tidak ingin menikah dengannya" Tangisannya pun kini pecah, membasahi pipi dan dagunya
"Sabar ya sayang, cinta akan tubuh seiring berjalannya waktu"
"Tapi aku membencinya ma" tangisannya masih tak menyurut
"Apa yang membuatmu membenci Ricko nak? memangnya kamu sudah lama mengenal dengan Ricko? setahu mama, kamu tidak begitu mengenal Ricko"
Sejenak Nilam diam, entah apa yang harus ia katakan kepada mamanya. Ia tak mau membuat mamanya bersedih.
"Aku hanya tidak suka dia saja ma, dia angkuh"
Mama Nilam tersenyum sembari menarik tubuh anaknya kedalam pelukannya dan memberikan usapan lembut di punggung anaknya.
"Jangan menilai seseorang seperti itu nak, sebelum kamu kenal betul orang itu, kenali lah dulu Ricko. Mama yakin Ricko laki-laki yang baik, dia pasti bisa membahagiakanmu nak" ucap mama Nilam.
"Aku membencinya, sungguh membencinya. Bagiku dia bukan laki-laki baik. Apapun yang berhubungan dengannya, aku sungguh membenci itu semua" batin Nilam.
#POV Author
Nilam melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi untuk membasuh mukanya. Keluar dari kamar mandi, Nilam langsung merebahkan tubuhnya ke tempat tidur. Rasanya hari ini begitu melelahkan, bukan hanya tubuhnya, tapi hati & pikirannya juga lelah. Lelah dengan semuanya, ingin rasanya ia pergi jauh, namun ia tak sanggup melakukannya.
Tak butuh waktu lama, akhirnya Nilam pun tidur.
Di kamar Amora, anak itu ternyata tidak bisa memejamkan matanya. Ia menggigil kedinginan, selimut bulu yang menutupi tubuhnya tak mampu menghilangkan rasa dingin di tubuhnya
Di saat seperti ini, ingin rasanya ia di peluk oleh ibunya untuk menghangatkan tubuhnya. Namun ia sadar, itu semua tak mungkin. Ibunya tak akan memeluknya. Mungkin ketika ia sekarat sekalipun, ibunya tak mungkin memeluknya.
Amora hanya bisa menangis memikirkan itu semua, kapan ibunya akan mau memeluknya? Walau hanya sebentar saja, pikirnya.
Ia hendak menghubungi bi Rose untuk menemaninya tidur, namun ia tak enak jika menganggunya karena ini sudah hampir tengah malam. Bi Rose pasti sudah tidur lelap di kamarnya.
Keesokannya
Setelah hujan deras tadi malam, dan pagi ini terlihat cerah karena matahari sudah memperlihatkan dirinya, membuat siapa saja merasakan kehangatannya.
Sinar matahari memasuki jendela kamar Amora yang tirainya sedikit tersingkap, namun itu tak membuat Amora terbangun akan silaunya matahari yang masuk ke kamarnya.
Bibi Rose merasa heran, karena sudah jam 06.27 Amora belum juga keluar dari kamarnya. Biasanya anak itu akan keluar dari kamarnya jam 06.15 untuk membantunya membuat sarapan.
Bukan karena ia tak bisa membuat sarapan sendiri, bukan. Hanya saja tak biasanya Amora seperti ini, membuat bi Rose khawatir dengan anak itu.
Bi Rose memasuki kamar Amora setelah beberapa kali mengetuk pintu, namun tak ada jawaban. Bibi Rose berdiri di samping tempat tidur, mencoba membangunkan Amora
"Nona Amora"
"Nona tidak berangkat ke sekolah?"
Namun rasanya sia-sia, tetap saja anak itu tak kunjung bangun.
Bibi Rose memperhatikan wajah Amora yang terlihat pucat, kemudian mengulurkan tangannya ke dahi Amora.
"Astaga nona... nona Amora demam, panasnya sangat tinggi" dengan panik bibi Rose keluar kamar menuju ke dapur untuk mengambil kompres
Ketika hendak kembali ke kamar Amora, ia berpapasan dengan Nilam di dekat pintu dapur.
"Apa itu bi?" tanya Nilam sembari memperhatikan barang yang ada di tangan asisten rumah tangganya itu.
Bibi Rose terjingkat karena kaget ada Nilam di hadapannya. Membuat air kompresan yang ia bawa hampir tumpah.
"oh ini air untuk kompresan nyonya"
" Untuk siapa? siapa yang sakit bi?" tanya Nilam dengan mengangkat salah satu alisnya.
Dengan ragu bi Rose menjawab "Nona Amora sedang sakit nyonya, panasnya tinggi"
Kening Nilam berkerut samar, "Oh, bisa sakit juga dia?"
"Reaksi nyonya biasa saja, tak ada pedulinya sama sekali" batin bi Rose
"Apa perlu di bawa ke rumah sakit saja nyonya? saya takut terjadi sesuatu dengan nona Amora, mungkin ia sakit akibat kehujanan tadi malam nyo... "
"Tidak perlu, nanti juga sembuh sendiri" potong Nilam sembari berlalu menuju ke ruang makan.
Bibi Rose terlihat kecewa dan sedih dengan jawaban majikannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!