NovelToon NovelToon

Villain'S Mother Change

Chapter 1

...Lelah itu pasti, tapi menyerah bukan solusi....

...>Zella <...

.......

.......

...☠️☠️☠️...

Di sebuah universitas kelas menengah, terlihat seorang gadis baru saja keluar dari kelasnya. Dia bernama Zella gadis bar-bar yang sering kali membuat masalah dimana pun dia berada, tak jarang pula dia di tegur oleh dosen karena sering tidur jika kelas sedang berlangsung.

Namun tanpa ada rasa kapok sedikit pun, Zella terus melakukan semua hal seenaknya sendiri, meski begitu nilainya tetap bagus dan dia berhasil mempertahankan beasiswanya.

"Duh laper banget nih, mana gue nggak ada duit lagi." Gerutu Zella seraya berjalan menyusuri lorong menuju kantin.

Uang jajannya yang tidak seberapa telah habis, setelah dia pakai untuk membeli ketoprak tadi pagi.

Zella berjalan gontai sembari memegangi perutnya yang terus berbunyi, hingga di tengah rasa putus asanya dia mendengar seseorang memanggil namanya.

"ZELLA!"

Sontak Zella menoleh ke belakang, dia menaikan satu alisnya saat melihat seorang gadis berlari ke arahnya.

"Lo... Zella, kan?" tanya gadis itu.

Zella mengangguk, "Lo siapa?"

Senyum tipis terbit di bibir gadis berkucir dua tersebut, "Nih buat lo."

Gadis itu menyodorkan paper bag berwarna biru pada Zella, meski bingung Zella tetap menerima paper bag tersebut.

"Ini apa?" bingung Zella.

"Isinya makanan, di makan yah ini dari kakak gue."

"Hah? dari kakak lo, emang kakak lo siapa?" Ujar Zella penasaran.

Namun gadis tak menjawab dan hanya tersenyum hangat padanya, "Jangan sampai sakit, lo harus makan yang banyak, Zel. Itu pesan kakak gue buat lo, btw gue pergi dulu yah bye."

Gadis itu berbalik, dan pergi meninggalkan Zella yang masih bingung dengan situasi barusan.

"Lah, gue punya penggemar kah?" gumam Zella tak percaya.

Dia membuka paper bag yang dia pegang, seketika kedua matanya berbinar saat mengetahui makanan yang ada di dalamnya merupakan makanan kesukaannya.

"Wih lumayan juga, bisa sekalian buat sarapan besok."

Raut sumringah terlihat jelas di wajahnya, Zella menutup kembali paper bag nya dan kembali melanjutkan langkahnya menuju kantin, dia berniat makan dulu di sana sebelum pulang.

Tanpa Zella sadari, sesosok pemuda sedang tersenyum lembut padanya dari ujung lorong.

"Imutnya," gumam pemuda tersebut, dia menatap punggung Zella hingga tubuhnya menghilang tertutup tembok.

...***...

Waktu berlalu dengan cepat, tanpa terasa siang telah berganti sore. Dan saat ini Zella sedang bersiap-siap untuk pergi ke tempat latihan karatenya karena sebentar lagi dia harus ikut pertandingan antar provinsi.

"Kenapa perasaan gue nggak enak kaya gini yah?" gumam Zella.

Dia sedang memasukan baju latihannya ke dalam ransel, tak lupa sebotol air mineral yang selalu ada di dalam ranselnya.

Setelah memastikan semua peralatannya tak ada yang tertinggal, Zella bergegas keluar dari tempat kostnya tak lupa mengunci pintu terlebih dulu.

Zella memilih berjalan kaki untuk hari ini, tidak seperti biasanya yang selalu menggunakan kendaraan umum. Kali ini dia ingin menikmati suasana sore hari yang damai dan tenang, kebetulan juga tempat latihannya tidak terlalu jauh.

Di tengah perjalanannya, tanpa sengaja dia melihat seorang anak kecil sedang merengek pada kedua orang tuanya. Zella yang tak tega melihat anak kecil itu menangis meraung-raung, akhirnya mendekat ke arah mereka.

Tap. Tap. Tap.

"Permisi, Pak, Bu, adeknya kenapa yah?" tanya Zella sopan.

Kedua orang tua anak itu menoleh lalu tersenyum canggung ke arah Zella, "Maafin anak ibu, Nak, karena udah ganggu ketenangan kamu."

"Nggak papa, Bu, saya sama sekali nggak terganggu kok. Kalau boleh tau, kenapa adeknya nangis, Bu?"

"I-itu kucing anak saya ada di atas pohon, tapi kami tidak bisa mengambilnya, Nak." Sahut ayah anak tersebut.

Seketika Zella menatap tubuh ayah anak tersebut, 'Pantes aja nggak bisa manjat, orang badannya mirip gajah.' batin Zella tanpa sadar.

"Nak," panggilan dari ibu-ibu itu membuat Zella tersadar.

"Eh, iya, Bu, maaf saya melamun sebentar." Sahut Zella kikuk.

Dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal, dia merasa tak enak karena tadi mengejek tubuh bapak-bapak di depannya.

"Nggak papa, ngomong-ngomong ada perlu apa kamu kesini, Nak?" tanya sang ibu ramah.

"Ah, itu saya mau bantuin ambil kucingnya, Bu, sebentar yah." Ujar Zella.

Tanpa menunggu jawaban ibu-ibu tersebut, Zella langsung menjatuhkan ranselnya dan mulai memanjat pohon rambutan yang menjadi tempat kucing itu singgah.

Begitu sampai di atas, Zella langsung menangkap kucing yang sedang bersiap untuk kabur.

"Nyusahin aja lo, Cing!" bisik Zella pada kucing di tangannya.

Setelah berhasil turun, Zella langsung menyerahkan kucing itu pada pemiliknya.

"Jaga baik-baik kucingnya, Dek." Pesan Zella pada anak yang sedari tadi menangis.

"M-makasih, Kak." Ucap anak kecil tersebut.

Zella mengusap lembut kepala anak itu, "Sama-sama."

Zella meraih ranselnya dan menyampirkan di pundak kirinya, dia berpamitan pada kedua orang tua anak tersebut dan kembali melanjutkan langkahnya menuju tempat latihan.

"Andai orang tua gue masih ada, mungkin gue nggak akan kesepian kaya sekarang." Gumam Zella sendu.

Dia menjadi yatim piatu sejak umur 11 tahun, dia pernah menjadi pemulung bahkan pernah tidur di kolong jembatan hanya untuk bertahan hidup dan mencari uang untuk biaya sekolahnya.

Untunglah otak dia tidak bodoh, sampai akhirnya dia berhasil mendapat beasiswa dari sekolahnya dan berhasil bertahan hingga ke jenjang kuliah.

Zella melihat ponselnya, jam sudah menunjukan pukul empat sore. Dia terkejut dan buru-buru memasukan kembali ponselnya ke dalam saku.

"Sial, gue telat." Panik Zella.

Dia berlari sekuat tenaga, meski jaraknya tidak terlalu jauh namun karena insiden tadi dia sudah membuang banyak waktu.

Sayangnya kesialan tak ada yang tau, tanpa sengaja kakinya tersandung batu yang ada di sisi jalan, dan membuat tubuhnya limbung ke arah selokan.

Duaakh.

"Aakkhh," reflek Zella berteriak, namun sayang dia tak bisa menjaga keseimbangannya hingga dia harus jatuh ke dalam selokan.

Byuuur.

DUGH.

Kepala Zella menghantam batu yang ada di dalam selokan tersebut, hingga membuat kepalanya bocor.

Zella berusaha untuk berdiri, namun rasa pusing menderanya dengan sangat kuat. Wajah dan tubuhnya sudah penuh dengan lumpur, selokan tersebut sangat kotor dan airnya berwarna hitam.

"Ssstt, sakit." Rintih Zella.

Dia berusaha mempertahankan kesadarannya, namun sialnya kedua matanya mulai berat untuk di buka.

'Apa gue bakal mati di sini?' batin Zella sendu.

Dia kembali mengangkat kepala, perlahan tangannya terulur untuk menyeka lumpur yang ada di wajahnya.

"Nggak! Gue nggak mau mati kaya gini! Gue mau hidup gue masih belum ngabisin makanan gue," gumam Zella, masih sempat-sempatnya memikirkan makanannya.

Zella memegang kepalanya yang berdenyut hebat, dia berdecak jengkel saat merasa nafasnya mulai tak teratur.

"Ck batu sialan! nasib gue ngenes ama-"

Bruuuk.

Kepala Zella kembali terjatuh ke dalam selokan, bersamaan dengan hembusan nafas terakhirnya.

Chapter 2

...Sayangi dirimu sendiri, karena yang benci sudah banyak....

......

.......

.......

...☠️☠️☠️...

Gelap, menjadi kata yang menggambarkan tempat dimana Zella berada saat ini. Tidak ada satu pun cahaya di dalam tempat itu, dia berlari tak tentu arah mencoba mencari jalan keluar namun tempat itu seolah tak berujung.

Keringat mulai membasahi seluruh tubuhnya, dia tidak tau sedang ada dimana dan tempat apa yang dia singgahi saat ini.

Yang dia rasakan hanya sesak, seolah batu besar sedang menghantam hatinya. Hingga sebuah memori yang baru pertama kali dia lihat, muncul dan bercampur dengan memori di kehidupannya selama ini.

"AAARRGHH." Teriakan melengking Zella, menggema di dalam ruangan gelap tersebut.

Zella merasa kepalanya seperti akan meledak, dia menarik-narik rambutnya dengan kasar berharap hal itu bisa mengurangi rasa sakit di kepalanya.

Namun hasilnya nihil, justru ingatan asing yang masuk ke dalam kepalanya semakin banyak.

Aku membencimu!

Kau penghalang kebahagiaanku.

Aku pasti akan membunuhmu.

"Aaarrghh, sialan sakit banget." Umpat Zella tak kuasa menahan rasa sakit di kepalanya.

Dia memejamkan kedua matanya rapat-rapat, seketika dia merasakan tarikan yang sangat kuat pada tubuhnya. Hingga saat rasa sakitnya sudah lebih baik, Zella perlahan membuka kembali kedua matanya.

Begitu kedua netranya terbuka sempurna, dia kembali di kejutkan dengan sesosok pemuda yang berlumuran darah di bagian punggungnya sedang berjongkok tepat di depannya.

"A-apa yang terjadi?" gumam Zella kebingungan.

Dia menunduk dan melihat tangan kanannya sedang memegang cambuk, dia kembali menatap ke arah punggung pemuda di depannya.

Seketika Zella melempar cambuk di tangannya dengan asal, dia membekap mulutnya dengan kedua tangannya.

"I-ini nggak mungkin, bukannya gue udah meninggal? Kenapa gue ada di sini?"

Pemuda di depan Zella menoleh kebelakang, wajah dinginnya terlihat jelas saat mata mereka saling beradu pandang.

"Udah puas menyiksanya? Kalo sudah saya pergi sekarang." Ujar pemuda itu dingin.

Zella tak menjawab, dia melihat pemuda itu berdiri lalu pergi menuju arah pintu dan meninggalkannya sendirian. Zella menunduk untuk melihat noda darah di lantai, darah yang tadi jatuh dari punggung pemuda itu.

"T-tadi beneran gue yang lakuin itu? apa semua ini mimpi?"

Dia menelisik seluruh isi ruangan yang kini dia tempati, tempat itu terasa tak asing baginya semuanya mirip dengan.... Rumah orang kaya.

"Sebenarnya gue ada dimana sih? nggak mungkin alam kematian tempatnya kaya gini, kan?"

Zella berjalan menuju meja rias, betapa syok nya dia saat melihat wajahnya berubah.

"AAAKKKHH."

Bughh.

PYAAARR.

Cermin meja riasnya pecah dan jatuh berhamburan ke atas meja, setelah mendapat pukulan tanpa sengaja darinya. Tak berselang lama pintu ruangan itu terbuka, menampilkan dua sosok pelayan yang tergesa-gesa mendatanginya.

"Nyonya, apa yang terjadi?" tanya satu pelayan yang terlihat lebih tua.

Mendengar panggilan 'Nyonya' kedua alis Zella menukik tajam, hal itu tak luput dari pandangan dua pelayan di depannya.

"Siapa kalian?" tanya Zella dingin.

"Nyonya, ini kami pelayan kediaman ini." Sahut kedua pelayan itu.

Zella semakin bingung, dia tak pernah memiliki pelayan selama hidupnya apa lagi rumah mewah seperti ini.

Penasaran dengan apa yang menimpanya, Zella mengambil pecahan cermin yang tergeletak di atas meja rias. Dia mengarahkan cermin itu ke wajahnya, sesaat Zella mematung kala melihat wajahnya benar-benar sudah berubah.

'Ini siapa? Kenapa wajah gue berbeda?' batin Zella berkecamuk.

Di tengah kebingungan yang menimpanya, sebuah suara berbisik di telinganya.

'Jaga tubuh ini dengan baik, Zella.'

'Balaskan dendamku pada mereka.'

'Hanya kau yang bisa melakukannya.'

Sontak Zella menoleh ke arah kanan, namun dia tidak mendapati seorang pun di sana.

"Suara siapa tadi?" gumam Zella heran.

Dia lalu berbalik kembali, lalu menatap ke arah dua pelayan di depannya, "Siapa nama saya?"

"Nama Nyonya, Zella Allyshon. Anda istri dari Tuan Elzion Naraga." Sahut pelayan tersebut.

Degh.

"Elzion Naraga? Kaya kenal tapi dimana yah," gumam Zella.

Dia berusaha mengingat nama itu dengan susah payah, sampai terlintas hal aneh dalam pikirannya.

"Itu nggak mungkin, kan?" Zella kembali bertanya pada pelayan tersebut.

"Apa saya memiliki putra berumur 15 tahun?" tanya Zella, dia ingin memastikan sesuatu.

"Benar, Nyonya."

Degh.

Degh.

Zella terhuyung sembari memegangi kepalanya, "Ini nggak mungkin terjadi, pasti ada yang salah."

"Apa nama anak itu..... Arzen Naraga?" lanjut Zella.

Raut kebingungan nampak jelas di wajah kedua pelayan itu, meski mereka merasa aneh dengan sikap nyonya mereka namun mereka tetap mengangguk membenarkan tebakan Zella.

"Iya, Nyonya. Apa anda baik-baik saja? Wajah anda terlihat pucat." Ujar pelayan itu khawatir.

Zella mengangguk singkat, dia lalu meminta kedua pelayan itu pergi meninggalkannya sendiri. Selepas kepergian mereka berdua, Zella berjalan ke arah ranjang dan mendudukan tubuhnya di sana.

"Sialan, kenapa gue bisa masuk ke sini sih! Ini, kan, Novel penuh darah yang udah lama gue baca." Cerocos Zella.

Zella yakin dia benar-benar bertransmigrasi ke dalam buku, dan sialnya buku yang dia masuki memiliki akhir tragis untuk tubuh yang dia tempati saat ini.

Dia mencoba mengingat kembali alur novel yang dia masuki, namun yang dia ingat sangat sedikit dia hanya ingat nama beberapa tokohnya dan akhir hidup pemilik tubuh.

"Aarghh, kenapa dari banyaknya novel yang gue baca gue malah masuk ke dalam novel bajingan ini sih!"

Zella mengusak rambutnya dengan kasar, dia sangat membenci novel yang dia rasuki. Alasannya karena dalam novel itu, sosok Zella Allyshon adalah ibu tiri yang amat jahat.

Dia menyiksa putranya dengan sangat kejam hampir setiap hari, Zella bahkan tak menamatkan novel itu saat membacanya, dia langsung lompat membaca akhir dari novel itu yang membuatnya sangat puas atas kematian Zella Allyshon.

Tapi kini dia justru menjadi penjahatnya, Zella tak menyangka kejadian di dalam novel yang sering dia temukan benar-benar nyata dan itu terjadi padanya.

"Gue nggak mau mati muda lagi, gue harus bertahan hidup gimana pun caranya." Tekad Zella.

Dia melihat penampilannya yang sangat berantakan, noda darah ada dimana-mana termasuk telapak tangannya.

"Pasti sakit banget jadi Arzen, nih tubuh juga nggak punya hati sama sekali! Bisa-bisanya dia mencambuk anak kecil sampai kaya gitu." Dumel Zella kesal.

Dia berdiri dari ranjang, sorot matanya penuh dengan tekad yang kuat.

"Gue harus merubah alur novel sialan ini, demi Arzen dan juga biar gue nggak mati di tangan anak gue sendiri!"

Keputusan Zella sudah bulat, dia akan bertahan dan merubah sifat Zella Allyshon yang kejam serta memberikan kehidupan yang lebih layak pada Arzen Naraga. Meski dia sendiri tak yakin, kalau usahanya akan berjalan dengan mudah.

Chapter 3

...Jika lukamu sedalam lautan, maka ikhlas mu harus setinggi langit....

...>Zella<...

.......

.......

...✨✨✨...

Zella melangkah menuju pintu, dia lalu membukanya secara perlahan. Saat pintu terbuka lebar, hal pertama yang dia rasakan adalah kagum. Rumah mewah yang kini dia tempati bagaikan dunia mimpi yang selama ini selalu dia dambakan, dia tak pernah menduga bahwa dia bisa merasakan menjadi orang kaya tanpa perlu bersusah payah mencari sesuap nasi untuk makan setiap harinya.

"Buset, ini rumah apa istana? Megah banget." Cetus Zella terkagum-kagum.

Gadis itu mendekat ke arah tangga, kini dia sedang berada di lantai dua. Saat dia sedang mengagumi semua benda yang ada di sana, tanpa sengaja netranya menatap siluet Arzen sedang duduk termenung di tepi kolam.

Rasa bersalah tiba-tiba Zella rasakan, meski itu bukan perbuatannya secara langsung tapi tubuh yang kini dia tempati telah menjadi tubuhnya.

"Kasian banget, pasti mental Arzen nggak baik-baik aja. Gimana caranya biar gue bisa dekat sama dia yah?"

Zella merenung sejenak, dia belum sepenuhnya menerima takdir yang kini harus dia hadapi. Sebuah kematian mendadak serta terlemparnya dia ke dalam buku, benar-benar sulit dia terima.

"Jasad gue apa udah di kubur? Kalo belum kasihan banget bisa-bisa jasad gue jadi penunggu selokan."

Tanpa Zella sadari, putranya kini sedang menatap dingin ke arahnya. Sorot matanya penuh akan kebencian dan dendam, kepalan pada kedua tangannya terlihat sangat erat seolah dia ingin meremas dan menghancurkan sosok Zella.

Arzen merasa muak setiap kali melihat wajah Zella, baginya sosok Zella adalah iblis berkedok ibu sambung.

Pemuda itu berdiri dari tepi kolam, dia berjalan memasuki mansionnya lalu menuju kamar miliknya yang kebetulan berada di lantai satu.

Melihat Arzen masuk ke dalam kamar, Zella pun berniat kembali ke dalam kamarnya untuk istirahat. Akan tetapi dia tak tau letak kamarnya berada dimana, hingga di tengah rasa bingung gadis itu melihat satu pelayan yang baru saja keluar dari salah satu kamar dengan membawa ember berisi kain pel.

Tanpa menunggu lama, Zella berlari kecil menghampiri pelayan itu.

"Tunggu sebentar." Ujar Zella begitu tiba di depan pelayannya.

"Ada apa, Nyonya?"

"Bisakah kau mengantarku ke kamar? aku merasa lelah dan sedikit pusing." Ucap Zella berbohong.

Pelayan itu mengangguk patuh, dia mengantar Zella menuju kamarnya yang berada di tengah-tangah dengan dua kamar lain di sampingnya.

"Yang sebelah kanan apa kamar suamiku?" tanya Zella penasaran.

Pelayan itu terkejut mendengar kata suami keluar dari mulut nyonya rumahnya, meski mereka berdua telah menikah namun hubungan mereka terbilang sangat buruk dan hampir mustahil untuk di satukan dalam suatu obrolan.

'Tumben sekali Nyonya tidak marah-marah, ada apa dengannya?' batin pelayan itu keheranan.

"Hei, apa kau tak mendengar pertanyaanku barusan?" tegur Zella.

Pelayan itu tersadar kembali, dia gelagapan dan takut saat melihat sorot mata tajam yang mengarah padanya.

"M-maafkan saya, Nyonya, saya bersalah."

Ucapan pelayan itu membuat Zella mengernyitkan kedua alisnya, dia heran mengapa pelayan itu sampai terlihat gemetaran padahal dia hanya bertanya siapa tau pelayan itu tak mendengar jelas pertanyaan darinya barusan.

"Haa.... Sudahlah lupakan saja, aku ingin segera istirahat." Ujar Zella lelah.

Pelayan itu mengangguk, dia membukakan pintu kamar Zella hingga terbuka lebar. Namun kejutan lain muncul membuat Zella benar-benar frustasi dalam sehari.

Kini di dalam kamarnya, terlihat satu pemuda yang tidak mengenakan pakaian atasnya sedang duduk di atas ranjang sembari tersenyum paksa.

"Siapa dia?" tanya Zella.

Sorot matanya sangat dingin bak bongkahan es, seketika aura tempat mereka berdiri berubah mencekam. Zella kembali bertanya, namun tatapannya tetap lurus pada pemuda yang kini sudah bergetar ketakutan.

"Mengapa dia berada di dalam kamarku?"

"D-dia orang yang akan melayani Nyonya malam ini," sahut pelayan itu ketakutan.

"Melayani? Maksudmu pelayanan malam?" ujar Zella menoleh ke arah pelayannya.

"Benar, Nyonya."

Zella kembali syok, kedua bola matanya melotot dan bibirnya melongo. Dia sejenak lupa, bahwa tubuh yang dia miliki saat ini memiliki kebiasaan sangat buruk, salah satunya adalah memanggil pemuda setiap hari secara acak hanya untuk menyenangkan malamnya dan melampiaskan amarah serta rasa kesal yang dia miliki.

"Sialan!" umpat Zella jengkel.

Zella memasuki kamarnya, saat pelayan akan menutup pintu Zella bergegas mencegahnya.

"Tunggu, kamu bawa pemuda ini dan berikan uang kompensasi padanya! Mulai hari ini jangan panggil orang lagi untuk datang menemaniku." Zella menjeda ucapannya sebentar, lalu kembali melanjutkannya.

"Aku muak! Kamu mengerti maksudku, kan?" imbuh Zella menekankan setiap kalimatnya.

"Baik, Nyonya." Sahut pelayan itu.

Dia masuk dan meraih tangan pemuda tersebut, lalu membawanya keluar dari kamar Zella.

Selepas kepergian mereka, Zella mengambil spray baru dan langsung menggantinya. Dia tak mau bekas perbuatan pemilik tubuh ikut menempel padanya.

"Ck nih tubuh beneran bajingan, kayanya buat membersihkan namanya aja gue perlu waktu yang panjang." Gerutu Zella di tengah-tengah kesibukannya mengganti spray.

Saat dia sibuk tiba-tiba dia teringat sesuatu, Zella menunda pekerjaannya dan bergegas membuka nakas di samping kasur. Dia mengambil pulpen serta buku dari sana.

"Kalo kelakuan tubuh ini udah parah, berarti ini udah masuk bab ke berapa yah? Gue beneran nggak inget apa pun kecuali akhir dan sifat para tokoh novelnya itu pun cuma beberapa doang."

Zella mengetuk-ngetuk pulpennya di kening, berharap dia bisa mengingat sedikit alur novelnya namun harapannya berujung sia-sia, justru yang dia dapat hanya rasa sakit di keningnya karena dia mengetuk pulpennya cukup keras.

"Susah banget sih, apa otak gue ketinggalan di selokan? Makanya gue jadi bego." Cetus Zella asal.

Dia sangat pusing berada di dunia itu, jika bisa memilih dia lebih baik langsung pergi ke alam kematian dari pada harus menyelesaikan dan mengubah takdir orang lain demi bertahan hidup.

Lelah dengan usahanya, Zella mulai menulis list yang ingin dia lakukan ke depannya.

"Pertama, gue harus memperbaiki hubungan gue sama Arzen. Tapi.... Kayanya bakal susah, Arzen kelihatan benci banget sama gue." Gumam Zella merasa sedih.

"Kedua, Gue perlu menyelesaikan masalah yang di buat pemilik tubuh termasuk merubah sikap dan sifatnya secara perlahan, biar nggak ada yang curiga."

"Ketiga, kalau rencana gue berjalan lancar mending gue minta cerai aja dan menghilang dari keluarga ini, tapi sebelum itu maksud bisikan tadi apa? Siapa yang harus gue bikin perhitungan, apa mungkin ada orang yang terlibat dengan berubahnya sifat Zella Allyshon yang asli?"

Zella merebahkan kepalanya di atas meja, pikirannya menerawang jauh pada kehidupannya di masa lalu.

Kuliahnya, beasiswanya, kostnya dan juga latihan karatenya terasa sia-sia. Dia merenungkan usahanya yang sudah dengan susah payah dia bangun, tapi kini semua hanya sebatas masa lalu.

"Kalau tau gue bakal meninggoy lebih awal, mungkin gue nggak bakal sesedih ini meratapi nasib."

Perlahan kedua netranya mulai memberat, tanpa sengaja Zella tertidur di bangku meja riasnya meninggalkan keheningan di dalam kamar bercat hitam dan emas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!