01. Hari Pertama
Cahaya matahari yang muncul dicelah jendela tidak mengusik tidur dari seorang gadis yang masih berbalut selimut tebalnya. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 06.30, tetapi ia tidak terusik sama sekali, apalagi suara bising dari alarmnya.
Tok...tok...tok.
Tak ada jawaban, sampai-sampai membuat geram seseorang di balik pintu. Sampai akhirnya ia memutuskan langsung ke dalam kamar seorang gadis tersebut karena tidurnya tak terusik sedikitpun.
"Astaga! Belum bangun juga?! Sayang, bangun! sudah jam berapa ini? Nanti kamu terlambat ke sekolah, hari ini hari pertama kamu masuk ke sekolah baru kamu," ujar seorang wanita paruh baya lebih tepatnya ibunya sambil berkacak pinggang dan menyibak selimutnya.
"Aaa, Bunda! Aku masih ngantuk," ujar seorang gadis sambil menarik selimutnya kembali.
"Aish! Cepatlah bangun! Bunda tunggu di bawah untuk sarapan. 5 menit tidak bangun, bunda potong uang saku kamu!" ujarnya sambil berlalu dari kamar untuk menyiapkan sarapan.
"Aish! Selalu begitu ancamannya," gerutunya sambil bangkit dari tempat tidur untuk bersiap-siap ke sekolah barunya.
Ya. Hari ini adalah hari pertama ia sekolah karena mengikuti kedua orangtuanya yang membuka cabang perusahaan barunya, mau tidak mau ia harus mengikuti kedua orangtuanya.
Dia adalah Aruna Callista Wijaya, anak dari Bagas Wijaya seorang Direktur Utama di perusahaan Wijaya Corp yang sudah dirintisnya mulai dari bawah hingga melejit seperti sekarang. Ayahnya sudah memiliki perusahaan yang sudah tersebar luas di seluruh Indonesia. Ibunya yang bernama Arum Kayla Wijaya seorang designer dan memiliki butik yang juga sudah tersebar luas di seluruh Indonesia.
Setelah 20 menit berkutat di dalam kamar mandi, akhirnya Aruna selesai dengan urusannya dan keluar sudah lengkap dengan seragamnya dan rambut yang ia biarkan tergerai.
Jam sudah menunjukkan pukul 06.45, tapi ia belum juga turun ke bawah.
"Astaga! Sudah jam segini," pekiknya sambil menepuk jidatnya dan langsung turun ke bawah untuk sarapan bersama ayah dan ibunya yang sudah siap di meja makan.
"Pagi Ayah, Bunda!" teriaknya sambil menuruni anak tangga dan langsung mencium pipi kedua orangtuanya. Ia langsung meminum susu yang sudah disiapkan oleh bundanya sambil tergesa-gesa tanpa duduk terlebih dahulu.
"Pagi, Sayang! Pelan-pelan minumnya. Ini sudah Bunda siapkan sarapan kamu dimakan dulu sebelum berangkat ke sekolah!" ujar Arum sambil mencium kembali putri bungsunya itu.
Ya. Ia mempunyai kakak laki-laki yang umurnya hanya berbeda satu tahun dengannya. Arkana Ernando Wijaya, ia juga ikut berpindah sekolah dengan Aruna. Arka kelas 12. Sedangkan, Aruna kelas 11. Mereka bersekolah di SMA Cendrawasih.
"Tidak sempat Bunda. Ini sudah hampir terlambat, aku berangkat dulu, ya. Ayo, Abang kita berangkat!" ujarnya sambil menarik-narik tangan Arka.
"Iya-iya, Dek, bentar! Aelah. Main tarik-tarik aja," gerutunya sambil bangkit dari kursinya dan menyalami punggung tangan kedua orangtuanya. "Yah, Bun, Arka berangkat dulu, ya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, hati-hati jangan ngebut bawa motornya," ayah dan bundanya sampai geleng-geleng kepala melihat kedua anaknya tersebut.
"Hm, Ayah juga berangkat ke kantor juga ya bun mau persiapan meeting dengan klien." Bagas juga bangkit dari kursinya dan mencium kening istrinya tersebut.
"Iya, Ayah hati-hati di jalan. Nanti waktu makan siang Bunda nyusul kesana untuk makan siang bersama ya?!" Arum ikut mengantarkan suaminya tersebut sampai ke pintu utama.
...🍃🍃🍃...
Sesampainya di sekolah, mereka langsung menuju parkiran SMA Cendrawasih. Dua remaja berbeda kelamin tersebut langsung menuju ruang Kepala Sekolah, karena mereka belum tahu akan berada di kelas mana.
Mereka menyusuri setiap koridor sekolah sampai akhirnya mereka berdiri di depan pintu yang mereka yakini adalah ruang Kepala Sekolah. Mereka adalah Arka dan sang adek, Aruna.
Tanpa mau berlama-lama, Arka segera mengetuk pintu ruangan tersebut.
Tok...tok...tok.
"Permisi!" ujarnya.
"Masuk!" suara dari seberang pintu yang ia yakini suara Kepala Sekolah.
Mereka langsung masuk ke dalam ruangan tersebut. Lalu mereka dipersilahkan untuk duduk terlebih dahulu.
"Kalian anak baru pindahan dari Bandung, ya?" tanya Kepala Sekolah sambil melihat berkas-berkas mereka.
"Ehm.. Iya, Pak, betul," jawab mereka bersamaan.
"Baiklah. Untuk Arka, kamu berada di kelas 12 IPA 2. Dan, untuk Aruna, kamu di kelas 11 IPA 3," ujar Kepala Sekolah, Pak Bondan, sambil menjelaskan segala peraturan sekolah.
Tanpa menunggu lama mereka akhirnya pamit untuk segera ke kelas masing-masing. Mereka menyusuri koridor kembali untuk menuju kelas. Mereka pisah di belokan arah tangga batas antar kelas.
"Abang, aku ke kelas dulu, ya?. Bye!" sebelum berlalu meninggalkan abangnya, ia menyempatkan untuk mencium pipi kiri abangnya. Lalu, berjalan menuju kelas 11 IPA 3.
Tok..tok...tok.
Seorang guru wanita paruh baya berjalan menuju pintu untuk membukanya, dan menampakkan wajah seorang gadis yang tersenyum kepadanya.
"Kamu Aruna, ya? Anak pindahan dari Bandung?" tanya guru tersebut. Aruna mengangguk dan langsung dipersilahkan masuk. "Perkenalkan diri kamu dulu, Nak." Aruna mengangguk dan langsung menjalankan perintah guru tersebut.
"Hai! Perkenalkan nama aku Aruna Callista. Kalian bisa panggil aku Aruna, aku pindahan dari Bandung. Semoga kita bisa berteman baik." Aruna melambaikan tangan sambil tersenyum manis hingga membuat pekikan dari kaum adam di dalam kelas tersebut.
Kelas yang awalnya hening menjadi ribut. Ada yang menggoda Aruna dan ada juga yang mencibir karena menurutnya ia terlalu caper kepada penghuni kelas, terutama kaum hawa yang merasa iri terhadap Aruna.
"Ada yang mau ditanyakan?" tanya guru tersebut.
"Hai cantik! Boleh bagi Whatsapp-nya?"
"Gila! Senyumnya manis banget ngalahin gula"
"Idih! Cantikan juga gue kemana-mana!"
"Sudah-sudah! Aruna, silahkan duduk di sebelah Angel. Angel angkat tangan," lerainya.
Seorang gadis yang duduk di bagian pojok mengangkat tangannya, Aruna langsung menghampirinya dan duduk di bangku nya.
"Hai! Kenalin gue Angel. Dan, yang di depan lo itu Anis dan Dina, mereka sahabat gue dan semoga kita juga bisa bersahabat," ujarnya memperkenalkan dirinya sendiri dan kedua sahabatnya sambil mengulurkan tangannya yang disambut dengan baik oleh Aruna. Kedua gadis di depannya langsung memutar tubuh dan melakukan hal yang sama dengan Angel.
Dan pelajaran-pun kembali berlanjut selama kurang lebih 40 menit.
Kring...kring...kring.
"Baik anak-anak, pelajaran Ibu hari ini sampai di sini. Jangan lupa tugasnya dikerjakan dan dikumpulkan pada pertemuan minggu depan. Sekian, selamat siang."
"Siang Bu," seru seluruh murid.
"Kantin, kuy!" ajak Angel dan langsung disetujui mereka bertiga.
...🍃🍃🍃...
Sesampainya di kantin, mereka mengedarkan pandangan untuk mencari tempat duduk yang kosong karena keadaan kantin yang sudah ramai oleh murid-murid untuk mengisi perutnya.
Akhirnya mereka menemukan tempat duduk di bagian pojok kantin.
"Kalian mau pesan apa, biar gue yang pesen." Anis menawarkan diri untuk memesan makanan mereka.
"Gue mie ayam sama es jeruk aja, deh," ujar Aruna.
"Samain aja biar gampang," sambung Angel dan Dina. Anis langsung menuju stand mie ayam untuk memesan makanan.
"Oh, iya Na, lo kenapa pindah?" tanya Angel.
"Hm. Gue ngikut bokap karena bokap ada kerjaan di sini, jadi gue ikut." Angel menganggukkan kepalanya. Dan pesanan merekapun datang, mereka langsung menyantap makanannya karena perut mereka sudah keroncongan sejak tadi.
Selagi menunggu bel masuk kelas kembali dibunyikan, mereka mengisi waktu luang mereka untuk mengobrol ringan. Hingga suara bel berbunyi dan dengan terpaksa mereka kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.
"Ke kelas, yuk. Udah bel masuk," ajak Aruna, dan mereka langsung menuju kelas setelah membayar makanan mereka masing-masing.
"Ehm, guys. Gue ke toilet dulu kalian ke kelas duluan aja," ujar Angel.
"Eh, Ngel. Gue ikut." Aruna dan Angel langsung berjalan berdampingan menuju toilet di ujung koridor.
Aruna berjalan sambil memainkan ponselnya, tanpa sadar ia menubruk bahu seseorang hingga hampir terjungkal kalau saja Angel tidak menahan bahunya.
"Lo gapapa, Na?" tanyanya.
"Gue gapapa, Ngel," jawabnya. "Ehm, maaf. Gue nggak sengaja," sesalnya kepada cowok di depannya.
"Hmm," jawabnya laki-laki itu cuek dan langsung berlalu dari sana.
Ia mengedikkan bahunya tak acuh dan melanjutkan perjalanannya menuju toilet.
...🍃🍃🍃...
02. Kejadian di Koridor
Menyusuri koridor demi koridor untuk sampai tempat parkir. Jam sudah menunjukkan menunjukkan pukul 15.00 yang artinya waktunya untuk pulang sekolah.
Seorang gadis berjalan sambil bersenandung ria, Keadaan koridor sudah mulai sepi, ia mempercepat langkahnya menuju parkiran untuk menemui abangnya.
Ya. Dia adalah Aruna si gadis pemilik senyum yang manis bak gula dan lesung pipi di kedua pipinya menambah kesan manis dan cantik.
Dari kejauhan ia melihat sosok abangnya yang sudah nangkring di motor sportnya sambil memainkan gadget berlogo apel digigit tersebut. Ia berniat untuk mengagetkan Arka.
1
2
3
"Dor!" kejutnya pada sang abang sambil terkikik geli.
"Astagfirullah, Dek. Bikin kaget aja," ia hampir terjungkal ke belakang, untung pertahanannya kuat sehingga ia bisa memasang badan agar tak jatuh. "Lama banget sih, lumutan abang nungguin kamu." gerutunya sambil memasangkan helm kepada sang adek.
"Hehe, maaf bang. Soalnya, tadi aku mampir ke toilet dulu," cengirnya sambil menaiki motor abangnya.
Setelah itu Arka menancapkan gas motornya menyusuri jalanan ibukota yang masih ramai kendaraan berlalu lalang. Ia mengendarai motornya dengan kecepatan sedang sambil menikmati udara sore hari
...🍃🍃🍃...
Sesampainya di gerbang rumah yang menjulang tinggi, ia membunyikan klakson motornya dan tak lama gerbang dibuka oleh satpam yang berjaga.
"Makasih, Mang Ujang," ucap Arka sambil menjalankan motornya kembali ke garasi
"Sama-sama atuh, Den." jawab Mang Ujang sambil menutup kembali gerbang.
"Assalamualaikum, Bunda. Aruna pulang," teriaknya sambil menyalami punggung tangan Arum.
"Waalaikumsalam sayang. Jangan teriak, ini bukan hutan," jawab Arum sambil menerima uluran tangan anak bungsunya. "Abang kamu mana?"
"Hehe maaf, Bunda," cengirnya sampai menunjukkan lesung pipinya. "Abang masih di garasi, Bun. Yaudah, Aruna ke kamar dulu ya, Bun," lanjutnya sambil berlari kecil menaiki anak tangga.
Sesampainya di kamar, Aruna langsung bersih-bersih diri. Ia merebahkan tubuhnya yang terasa lelah dan tanpa sadar ia memasuki alam mimpinya.
Aruna terbangun pada pukul 17.00, mengucek kedua matanya sambil menggeliat kecil. Ia langsung mendudukkan dirinya sambil bersandar di sandaran ranjang.
"Huft, udah jam 5. Mandi dulu, lah," ia bangkit menuju kamar mandi dan menjalankan rutinitasnya, Setelah selesai ia langsung menjalankan sholat Ashar.
Ia turun ke lantai dasar untuk menemui bundanya. Ia melihat bundanya sedang menyiapkan makanan untuk makan malam.
"Bunda, aku bantuin, ya," ujarnya sambil mencium pipi kiri bundanya.
"Tidak usah, Sayang. Ini sudah selesai tinggal menata di meja," jawab Arum sambil meletakkan sayur sop ke meja makan sambil diekori oleh anak bungsunya. Arum geleng-geleng kepala.
"Sudah adzan magrib, kamu sholat dulu sana setelah itu kita makan malam bersama."
"Siap, bundaku tersayang," serunya sambil hormat. Ia kembali ke kamarnya untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim.
...🍃🍃🍃...
Makan malam telah usai. Mereka kumpul di ruang keluarga sambil menonton acara televisi, dengan posisi Aruna dan Arka diapit oleh kedua orang tuanya. Ini sudah menjadi rutinitas mereka setelah makan malam.
"Bagaimana hari pertama kalian sekolah?" tanya sang ayah kepada Aruna terlebih dahulu sambil mengusap pucuk kepala anak gadisnya.
"Ya begitulah, Yah," jawab Aruna dengan sedikit menundukkan kepalanya.
"Loh, kok sedih? Kenapa? Ada yang jahatin kamu?" tanya sang bunda ketika melihat Aruna nunduk.
"Ah, enggak, kok, Bun. Aruna seneng dengan sekolah baru Aruna. Dan, Aruna juga sudah mempunyai teman yang baik. Bahkan mereka sangat welcome sama Aruna," jawabnya, ia langsung mengubah mimik wajahnya. Arka yang menyadari perubahan sang adek langsung memeluknya dari samping karena ia tahu apa yang dirasakan oleh adiknya setelah apa dialaminya dulu.
"Hm, baguslah. Kalau Abang, gimana?" tanya sang bunda sambil mengelus rambut hitam tebal milik putra sulungnya.
"Biasa aja, Bun," jawabnya cuek karena ia seperti adiknya sedangkan adiknya bisa menutupi masalahnya dengan keceriaannya, berbeda dengan Arka yang berubah menjadi dingin sejak kejadian masa lalu yang menimpa mereka berdua, Arka dan Aruna.
Bagas dan Arum sangat tahu apa yang dirasakan kedua anaknya tersebut. Karena mereka juga sama terpukulnya dengan sang anak.
"Yaudah, Aruna ke kamar dulu ya Bun, Yah, Bang," ujarnya sambil mencium pipi ayah, bunda dan abangnya tersebut.
"Iya, Sayang. Jangan begadang, ya?! Besok sekolah," jawab bundanya sambil mengelus pipi anak bungsunya tersebut.
"Hm, Abang juga mau ke kamar, Yah, Bun, mau ngerjain tugas." Arka mengikuti sang adek menuju kamar.
Arum mengulas senyum miris melihat kedua anaknya yang sudah menaiki anak tangga menuju kamar masing-masing.
"Mas, Bunda nggak tega melihat mereka seperti itu. Apalagi Arka yang menjadi sosok yang tertutup seperti itu." Bagas mengusap punggung istrinya sambil memeluknya.
"Sudah, Bun, mereka akan kembali seperti dulu jika waktunya sudah tepat. Ayo kita ke kamar istirahat juga. Besok Ayah ada pertemuan dengan kolega," ajaknya sambil menuntun sang istri.
...🍃🍃🍃...
Keesokannya Aruna bangun awal. Ia langsung bangun sambil bersandar di sandaran ranjang sambil menguap.
Setelah nyawanya terkumpul, ia langsung menuju kamar mandi untuk bersih-bersih dan langsung menjalankan sholat subuh.
20 menit ia sudah siap dengan seragamnya dan langsung turun untuk sarapan. Di meja makan sudah ada kedua orangtuanya.
"Pagi, Sayang," sapa Arum yang menyadari putrinya menuruni anak tangga.
"Pagi, Bunda, Ayah," sapanya balik sambil mencium pipi kedua orangtuanya karena sudah menjadi rutinitasnya. "Abang mana, Bun?"
"Abang belum turun. Tolong kamu panggilkan Abang, ya, Sayang," jawab Arum.
Aruna mengangguk dan berdiri kembali untuk menemui sang abang.
Tok...tok...tok.
"Abang, ayo sarapan!"
"Iya, Dek. Bentar, Abang pakai dasi dulu," jawab Arka dari balik pintu.
"Yaudah, aku turun dulu, ya?" Arka hanya berdeham keras menjawab sang adek.
"Gimana, Sayang?" tanya sang bunda.
"Abang bentar lagi turun, Bun. Lah, Ayah kemana, Bun?"
"Oh, baru aja Ayah berangkat karena ada rapat." Aruna mengangguk dan segera menyantap sarapannya yang sudah disiapkan oleh sang bunda dengan khidmat.
Arka turun dan langsung mengambil duduk di samping sang adek. Dan memakan sarapannya dengan tenang.
"Ayo, Dek, berangkat." Aruna mengangguk.
"Bund, Arka sama Aruna berangkat sekolah dulu ya." Arka berlalu terlebih dahulu setelah mencium punggung tangan sang bunda.
...🍃🍃🍃...
Sesampainya di sekolah, mereka berpisah di parkiran karena kelas mereka berbeda arah.
Selama di koridor Aruna bersenandung ria sambil menyapa balik siswa-siswi yang menyapanya.
Ya. Ia jika di luar rumah terlihat sangat ceria, berbeda dengannya ketika sedang di rumah.
"Aruna!" merasa terpanggil ia menoleh ke belakang, ternyata sahabat barunya yang memanggil.
"Hai, Din! Lo juga baru sampai?" Dina berdeham singkat dan melanjutkan perjalanan ke kelas.
Bel masuk sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu, tetapi guru yang mengajar bum juga menampakkan batang hidungnya.
"Hari ini jamkos, Bu Winda nggak masuk karena sakit," kata Dimas, ketua kelas 11 IPS 3.
Kelas yang awalnya hening menjadi heboh karena senang akan jam kosong.
Ada yang lanjut tidur sambil menelungkupkan kepala di atas meja, ada yang memainkan hp miring alias game online. Ada juga yang bergerombol sambil bergosip, biasanya para kaum hawa.
Berbeda dengan Aruna, ia memilih untuk membaca novel favoritnya dengan tenang.
Hingga bel istirahat berbunyi dan semua murid langsung bubar keluar kelas. Ada yang ke perpustakaan, lapangan basket, toilet, dan kantin. Seperti Aruna dan ketiga sahabatnya memilih untuk menuju kantin.
Di tengah perjalanan, Aruna memegangi perutnya karena kebelet buang air kecil.
"Kalian duluan aja, gue mau ke toilet dulu."
"Mau kita temenin?" tanya Angel, Aruna menggeleng dan langsung melenggang pergi ke toilet.
Setelah selesai dengan urusannya, ia langsung menyusul sahabatnya ke kantin sambil memainkan ponselnya. Tanpa disadari dari lawan arah seorang remaja laki-laki berlari dengan tergesa-gesa.
Ia menubruk bahu seorang gadis sampai membuatnya terjungkal, pantatnya mencium lantai.
"Kalau jalan, tuh, pakai mata!" sarkasnya sambil bangun dan mengelus pantatnya tanpa mendongak. "Sakit, nih, pan ... ," ucapannya terpotong karena ketika ia mendongak dan langsung menubruk netra tajam itu.
"Hm, sorry. Gue buru-buru," ucapnya sambil berlalu.
"Aish. Nyebelin banget cowok itu," gerutunya sambil melanjutkan jalannya menyusul sahabatnya.
Ia terus menerus menggerutu selama perjalanan tanpa sadar ia sudah sampai di kantin dan mencari keberadaan para sahabatnya.
...🍃🍃🍃...
03. Mimpi Buruk
Tidak terasa Aruna sudah bersekolah di SMA Cendrawasih selama seminggu, dan ia telah melalui hari-harinya bersama sahabatnya dengan suka duka bersama.
Hari ini adalah hari Sabtu, lebih tepatnya hari libur. Ya, Sabtu dan Minggu mereka libur karena sekolahnya sudah menerapkan sistem pembelajaran fullday.
Ia menikmati hari weekend-nya dengan bermalas-malasan di atas kasur empuknya. Ia enggan untuk bangun. Ia tidur kembali setelah sholat subuh tadi.
Sampai dering ponselnya yang berada di nakas samping tempat tidurnya mengusik tidur nyenyaknya dan langsung menyibak selimutnya. Ia bangun dan langsung mengangkatnya tanpa mengintip siapa yang menghubunginya.
"Hm. Apaan, sih. Ganggu banget. Masih pagi juga!" sarkasnya.
"Pagi gundulmu! Ini udah jam 10 ya. Lo lupa hari ini kita mau hangout?" jawab dari seseorang di seberang sana.
Ia membuka matanya lebar-lebar. Ia lupa jika hari ini ia mempunyai janji untuk keluar bersama sahabatnya.
"Hehe, sorry. Gue siap-siap dulu, deh," cengirnya sambil bangkit dari kasur dan langsung menuju kamar mandi setelah mematikan panggilan secara sepihak. Orang di seberang sana berdecak sebal dengan kelakuan Aruna.
Setelah bersiap-siap selama 20 menit ia sudah siap dengan persiapannya. Ia mengenakan kaos polos putih panjang, di luarnya ia padukan dengan dress tanpa lengan serta sepatu kets berwarna krem dan rambut sepunggungnya ia biarkan tergerai.
...🍃🍃🍃...
Aruna menuruni anak tangga menuju lantai dasar. Ia melihat para sahabatnya sudah menunggu di sofa ruang tamu bersama bundanya.
"Ekhem," ia berdeham pelan untuk mengalihkan perhatian mereka.
"Ya sudah, Bunda tinggal dulu, ya. Kalian hati-hati, ya," ujar Arum sambil berlalu menuju dapur.
"Kuy, kita berangkat!" seru Angel, karena ia sangat antusias untuk jalan-jalan. Apalagi ia ketambahan personil, Aruna.
Mereka mulai memasuki mobil milik Angel untuk menuju mall yang terletak di pusat kota.
Setelah kurang lebih 45 menit dalam perjalanan mereka sampai di basemant mall tersebut. Setelah memarkirkan mobil, mereka berjalan berdampingan memasuki mall.
Mereka berjalan sambil bercanda, ada saja hal lucu yang diungkapkan Angel, karena ia yang paling humoris.
"Kita kemana dulu, nih?" tanya Aruna.
"Ehm, gimana kalau kita ke toko sepatu?" usul Dina. Mereka semua mengangguk dan langsung berjalan menuju toko sepatu dengan brand terkenal.
Tanpa mereka sadari, ada yang mengikutinya dari kejauhan.
...Si Boss...
...online...
^^^[Tuan, Nona Aruna dan temannya sedang berada di mall]^^^
[Hmm. Baiklah. Tetap jaga jarak, jangan sampai mereka curiga jika kau ikuti. Dan tetap jaga gadisku.]
...🍃🍃🍃...
Setelah 2 jam berkeliling, akhirnya mereka memutuskan untuk mengisi perut mereka. Berhubung jam sudah menunjukkan jam makan siang.
Mereka memutuskan untuk menuju restoran Korea yang berada di mall tersebut. Dan mencari tempat duduk, setelah itu pelayan datang menuju meja mereka sambil menyerahkan buku menu dengan senyum yang merekah.
"Permisi, mau pesan apa, Kak?" tanyanya dengan ramah.
"Saya mau Tteokbokkie dan minumnya jus stroberi aja, deh," ujar Aruna.
"Saya juga samain, tapi minumnya jus leci," ucap Anis
"Kalau saya Ramyeon dan minumnya jus jeruk," ujar Angel.
"Saya juga Ramyeon aja, deh. Minumnya jus alpukat," ujar Dina.
Pelayan tersebut berlalu setelah mengulangi pesanan mereka.
Tidak membutuhkan waktu lama pesanan mereka sampai, dan mereka memakan dengan hening.
...🍃🍃🍃...
Setelah puas jalan-jalan, mereka memutuskan untuk pulang karena cuaca sedikit mendung. Mereka takut kalau tiba-tiba hujan turun, meskipun mereka mengendarai mobil.
Selama di perjalanan ada saja guyonan dari Angel dan Anis. Aruna dan Dina hanya terkekeh kecil menanggapinya.
Tidak berselang lama mereka sampai di depan gerbang rumah Aruna, ia turun dari mobil Angel. "Thanks, guys. Kalian nggak mau mampir dulu?" tanyanya sambil menunduk menyamakan tinggi mobil tersebut.
"Lain kali aja, Na. Mendung ini, takutnya nanti malah hujan," jawab Angel.
"Ya udah, kalian hati-hati. See you!" ia berbalik arah masuk ke dalam rumah. Benar saja, belum sempat ia menginjakkan kaki ke dalam rumah hujan turun dengan derasnya. Ia berlari masuk ke dalam rumah, untung saja ia sudah berada di teras jadi ia tak terlalu basah.
...🍃🍃🍃...
Aruna memasuki kamar dan langsung bersih-bersih, setelah selesai ia merebahkan tubuhnya ke kasur Queen size miliknya.
Tidak terasa ia memasuki ke alam mimpinya, karena kelelahan beraktivitas.
"Hai kak El," seru sang gadis dengan mata berbinar sambil memeluk leher bocah laki-laki tersebut. El terkekeh dengan tingkahnya begitupun bocah laki-laki di belakang si gadis, lebih tepatnya Arka sahabat El.
"Ayo kita main," ajaknya seraya menggandeng tangan kecil gadis kecil tersebut dan berjalan keluar rumah diikuti Arka di belakangnya.
Mereka memutuskan untuk bermain di taman, karena tempat itu adalah tempat favorit mereka. Ah. Lebih tepatnya tempat bermain yang memang sengaja dibuat untuk tempat bermain mereka bertiga.
El dan Callista saling mengejar, sedangkan Arka memilih untuk bermain basket seorang diri.
El dan Callista tak mau kalah, lebih tepatnya Callista yang terus mengejek El, oleh sebab itu ia mengejar si gadis. Sampai tiba-tiba ... .
Dari arah berlawanan ada sebuah truk yang melaju kencang, si supir terus-terusan membunyikan klakson karena remnya blong.
Mengetahui ada truk dari lawan arah, El langsung mempercepat larinya untuk mengejar dan menolong Callista. Sesampainya di hadapan si gadis ia langsung mendorong tubuh si gadis sampai tersungkur.
Tapi naas, kejadian yang tidak diinginkan terjadi pada bocah laki-laki tersebut. Ia terjatuh sampai berguling beberapa meter dan dar*h langsung berceceran.
"Kak El!" Aruna bangun dengan nafas terengah-engah. Mimpi itu lagi, hampir setiap hari ia memimpikan Kak El nya.
Arka yang memang berniat untuk membangunkan sang adek untuk makan malam langsung saja masuk ke dalam kamar Aruna setelah mendengar teriakannya.
"Dek?" panggilnya langsung duduk di pinggiran kasur dan mendekap sang adek.
"Abang?" ia terisak dalam dekapan Arka.
"Iya, Sayang. Abang di sini." Arka mengusap punggung Aruna sambil mengecup pucuk kepala sang adek dengan sayang.
"Kak E-El?!" ia mendongak menatap sang abang.
"Mimpi itu lagi?" Aruna mengangguk dan memeluk kembali tubuh tegap Arka.
Cup.
"Ayo ke bawah makan malam, Ayah sama Bunda udah nunggu di bawah," ia melepaskan pelukannya setelah mengecup kening sang adik. Aruna mengangguk dan langsung menuju kamar mandi untuk cuci muka.
"Abang, tungguin Aruna, ya. Aruna mau cuci muka dulu." Arka mengangguk dan merapikan tempat tidur sang adek.
...🍃🍃🍃...
Mereka berdua menuruni anak tangga bersamaan dengan Aruna memeluk tubuh kekar sang abang. Ia enggan melepaskannya.
"Eh, ada apa ini kok kalian peluk-pelukkan gitu?" Arum menyadari putri bungsunya langsung mencibirnya, sambil menyiapkan makanan sang suami. Ia terkekeh melihat tingkah Aruna yang menurutnya sangat manja.
"Gakpapa, Bun." Arka menjawab sambil menggeser kursi makan untuk adiknya. Ia juga menyiapkan makan untuk sang adik.
"Ada apa, Bang?" Bagas heran dengan tingkah anak bungsunya itu, tak biasanya ia seperti itu. Aruna hanya tersenyum tipis.
"Ya sudah, ayo makan keburu dingin," lerai Arum.
...🍃🍃🍃...
Bagas dan Arum keheranan dengan tingkah anak bungsunya yang tidak seperti biasanya. Setelah makan malam, keluarga Wijaya membiasakan untuk berkumpul di ruang keluarga hanya sekedar mengobrol ringan.
"Sayang, kamu kenapa dari tadi diam aja?" tanya Arum dengan mengelus surai coklat sang putri.
"Gakpapa, Bun," jawabnya dengan senyum sayu. "Aruna ke kamar dulu, Bun, Yah, Bang," ia berdiri dan langsung menaiki anak tangga menuju kamar.
"Bang, adik kamu kenapa?" tanya Bagas kepada putranya.
"Mimpi buruk lagi, Yah. Aku gak tega lihatnya, tiap habis mimpi itu, dia langsung murung," jawabnya dengan menunduk. "Abang juga ke kamar dulu, Yah, Bun," mereka mengangguk.
"Mas, gimana ini?" Arum gelisah sendiri, pasalnya putrinya itu seringkali memimpikan dengan mimpi yang sama.
"Kita hanya menunggu waktu yang tepat aja sayang, ayo kita istirahat sudah malam." Bagas mengelus surai istrinya dan membantu Arum bangkit dari duduknya menuju kamar.
...🍃🍃🍃...
Sesampainya di kamar Aruna tidak langsung tidur melainkan menuju nakas untuk mengambil sebuah bingkai foto yang terdapat 2 bocah berbeda kelamin tersebut sambil matanya berkaca-kaca.
"Kak El! Aku mimpi itu lagi. Kak, aku kangen sama Kakak."
"Kalau udah besar aku mau jadi pacar kakak," ucap seorang gadis kecil dengan berbinar pada bocah laki-laki di depannya.
"Iya, deh. Aku janji kalau udah besar bakal jadi pacar kamu," balas bocah laki-laki tersebut sambil menjawil hidung mancung gadis kecil di hadapannya.
Ia teringat kata-kata yang pernah terlontar dari bibir kecilnya sewaktu mereka masih sama-sama duduk di bangku sekolah dasar. Ia tersenyum miris jika mengingat kenangan yang tak terlupakan itu.
"Kak El udah bahagia di sana? Aku harap begitu. Sebaliknya denganku, Kak. Aku sangat merindukan kehadiranmu, Kak. Mana janjimu itu, Kak. Kakak jahat, nggak mau nepatin janji itu," tanpa ia sadari, sebulir air bening menetes membasahi pipi yang sedikit tembam dan mengusapnya kasar. "Kak El. Aku janji aku bakal bahagia sesuai dengan janjiku kepadamu waktu itu, meskipun Kak El tidak tahu janjiku itu karena itu janjiku pada diriku sendiri. Bahagia selalu, Kak," sambungnya seraya mengusap frame 2 bocah berbeda kelamin tersebut.
...🍃🍃🍃...
22.00 waktu Singapura
Terdapat seorang remaja laki-laki sedang menikmati indahnya suasana malam hari di balkon apartemennya.
Setelah itu ia memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya seraya mengambil sebuah foto di nakas.
"Baby girl, tunggu aku kembali. Aku akan menepati janjiku waktu dulu kita masih kecil. Aku harap kamu masih mau menunggu aku kembali," ujarnya sambil mengulas senyum manisnya di sebuah kamar apartemennya. Ia akan kembali di waktu yang tepat dan menepati janjinya terhadap gadisnya. Ya. Gadisnya.
...🍃🍃🍃...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!