NovelToon NovelToon

Lelaki Perjaka Beranak Satu

Cio & Daddy

...Awal cerita mungkin akan sedikit membosankan, kalian bisa langsung loncat ke bagian konflik daripada berkomentar yang kritiknya tidak bersifat membangun, tapi malah menjatuhkan. Terima kasih😇...

...____...

Novel ini tidak aku revisi. Ada banyak kesalahan dalam novel ini, seperti aturan dalam menunaikan ibadah, tipo sling bag jadi sleeping bag, dan masih banyak lagi. Mohon dimaklumi karena novel ini tidak direvisi 🙏

...***...

Matahari menampakkan sinarnya, ia mulai keluar dari peraduannya untuk menyongsong hari yang cerah.

Sinar matahari mulai menyusupkan sinarnya di celah-celah jendela kamar.

Membuat si empunya menarik selimut hingga menutupi seluruh kepalanya.

"Morning, Daddy.." Teriak seorang putra berumur 3 tahun.

Daddynya pun hanya bergeming.

"You've to get up and go to work, please !" Tegur sang anak sembari menarik selimut Daddynya.

"Yeah, I'll wake up soon, Boy.. puasssss ?!" Tegasnya pada sang anak seraya mendudukkan dirinya diatas ranjang sembari menatap anaknya.

"Yes, I'm really happy.." Ungkap sang anak meringis menunjukkan deretan giginya.

"Umm.. wangi sekali, rupanya kau sudah mandi, Boy ?" Tanyanya pada sang anak sembari menciumi pipi anaknya itu.

"Tadi Mba Nur yang mandiin Cio. Lepasin Cio, Daddy.." Cio meronta-ronta karena sang Daddy yang terus mencium wajahnya.

"Ini masih pagi, masih pukul 06.00. Kenapa kau mandi sepagi ini, Boy ?" Tanyanya pada sang anak seraya menunjuk pada jam dinding.

"Cio ingin mengalahkan Daddy. Cio juga ingin menatap Daddy lebih lama sebelum Daddy berangkat kerja." Ucap anak polos itu.

"Baiklah, Daddy kalah denganmu hari ini. Kau boleh tunggu di luar, Boy. 15 menit lagi Daddy akan keluar dan akan sarapan bersamamu juga bersama yang lainnya." Ucapnya memberi pengertian pada sang anak.

Cio bergegas keluar menghampiri sang babby sitter.

"Mba Nurrrrr.." Serunya memanggil sang babby sitter.

"Disini.." Jawab Mba Nur setengah berteriak.

Kemudian, Cio menghampiri pengasuhnya yang sedang membantu sang Oma menyiapkan sarapan untuk keluarganya di ruang makan.

"Kenapa sih teriak-teriak gitu ? Mana pake lari-lari segala lagi, nanti kalo jatuh gimana, sayang ?" Sang Oma memperingati cucunya.

"Eh.. ada Oma. Tadi Cio udah bangunin Daddy, Oma. Daddy lagi mandi." Ucap Cio.

"Oh.. yaudah.. kamu duduk di kursi dulu ya, Mba Nur sama Oma mau lanjutin siapin sarapan dulu." Perintah Oma.

"Siap, Oma.." Jawabnya pada sang Oma.

Selang beberapa menit kemudian, semua selesai di hidangkan.

Oma pun duduk di hadapan sang cucu yang berada di seberang meja.

"Kamu tumben jam segini udah rapih aja, kenapa nih ?" Tanya sang Oma pada cucunya.

"Sebenernya Cio mau lihat Daddy lebih lama dari hari biasanya, Oma. Biasanya Cio cuma bisa menghabiskan waktu sama Daddy waktu weekend saja, sedangkan di hari-hari biasa Daddy berangkat sebelum Cio bangun, dan pulangnya kadang setelah Cio tidur, kadang juga pulang sore dan hanya sebentar Cio bisa ngobrol sama Daddy, Oma." Ungkap Cio sendu.

Saat Cio mulai bercerita, Erik sudah di mulai menginjakkan kaki di ruang makan, tepatnya beberapa meter di belakang Cio, sehingga ia dapat mendengarkan keluhan sang putra.

Ketika sang Oma hendak mengatakan kepada cucunya bahwa Daddy nya sudah datang, Erik langsung memajukan telapak tangannya menghadap sang Mama, pertanda bahwa Erik melarangnya dan membiarkan sang putra mencurahkan isi hatinya.

"Hello.. Good morning everybody.." Sapa Erik.

"Morning, Dad.." Jawab Cio antusias.

"Morning.." Jawab sang Mama.

"Papa dimana, Ma ?" Tanya Erik yang telah mendaratkan pantatnya pada kursi tepat di samping putranya.

"Sebentar lagi juga turun." Jawab Mama.

Tak lama kemudian hadirlah sang Papa.

"Selamat Pagi, Ma, Cucu kesayangan Opa, dan juga bujangan Papa.." Sapa Papa.

"Pagi.." Jawab Mama dan Cio berbarengan.

"Ih.. apaan sih, Pa.." Jawab Erik cuek tanpa menatap Papanya.

"Sudah.. sudah.. ayo makan dulu.." Ajak Mama pada semuanya.

Mereka pun sarapan bersama.

.

.

Pukul 07.00 di lobi kantor Pranata Group yang berkecimpung di bidang pariwisata, seorang pria yang memakai jas hitam sedang berjalan dengan langkah tegasnya. Banyak sambutan teruntai dari para karyawannya yang hanya di balas senyum kecil olehnya.

Ya, dia adalah Erik Wira Pranata, seorang CEO Pranata Group yang berusia 27 tahun. Sedangkan Papanya merupakan CEO di Aditama Group yang berkecimpung di bidang properti.

Pranata Group merupakan perusahaan yang di bangun oleh Pak Doni Pranata selaku Papa Erik, namun kini ia menyerahkan tanggung jawabnya pada sang putra tunggal. Kini ia di sibukkan dengan menjadi seorang CEO di perusahaan milik mendiang Ayah mertuanya karena istrinya merupakan anak tunggal di keluarga Aditama.

.

.

Di ruangan Erik..

"Tok.. tok..tok.." suara ketukan pintu.

"Masuk.." perintahnya singkat.

"Maaf, Pak. Ini berkas yang harus di tanda tangani oleh bapak." Ucap sang Sekretaris.

Erik terdiam sejenak, ia memperhatikan Sekretarisnya itu dengan lirikan saja.

Kemudian, ia menandatangani berkas tersebut dan menyerahkannya kepada Sekretarisnya itu.

"Ini silahkan kamu ambil.." Tegasnya.

"Baik, pak." Jawab Sekretaris yang kemudian mengambil map tersebut dari meja Erik.

Saat Sekretaris tersebut hendak berbalik badan untuk menunju keluar.

"Kamu Sekretaris baru ?" Tanya Erik datar

"i..iya, pak" Jawab sekretaris gugup.

"Tolong besok lagi pakaiannya lebih sopan ya !" Perintah Erik dengan tegas.

"Ba..Baik, Pak. Saya permisi.." Sekretaris langsung meninggalkan ruangan tersebut.

Tak lama kemudian sang Sekretaris benar-benar meninggalkan ruangan tersebut.

"Gak beres memang Hana ini cari Sekretaris buat Gue.." Gumamnya.

Hana adalah sahabat sekaligus HRD di kantornya. Sama halnya dengan Tian yang merupakan sahabat sekaligus asisten pribadinya.

.

.

Sang Sekretaris pun sampai di meja kerjanya, tepat di depan ruangan Erik.

"Galak banget sih tuh Bos, apa coba yang salah sama pakaian Gue ? Harusnya dia seneng dong bisa lihat paha dan belahan dada Gue yang mulus ini. Mana datar banget lagi ekspresinya kaya papan setrikaan.." Umpatnya pada sang Bos.

Kemudian ia melanjutkan perkejaannya.

.

.

Tepat pukul 17.00 Erik dan seluruh karyawannya berhamburan keluar dari kantor untuk menuju rumahnya masing-masing di karenakan jam kerja telah usai.

30 menit kemudian ia baru sampai di kediamannya. Waktu perjalanan yang biasanya hanya memakan waktu 15 menit, kini molor menjadi 30 menit karena kemacetan di sore hari berbarengan dengan jam pulang kerja.

"Tin.. Tin.." klakson mobil Erik.

Sang satpam pun langsung membukakan gerbang untuk majikannya.

"Itu suara mobil Daddy.." Gumam Cio yang sedang menonton tv dengan Oma dan Mba Nur.

Cio langsung berlari keluar dan menghamburkan diri ke pelukan sang Daddy ketika Daddynya baru saja keluar dari mobil.

"Masuk yuk.." Ajak Erik setelah melepas pelukannya dengan sang putra.

Kemudian, keduanya bergandengan tangan menuju kedalam rumah.

"Assalamualaikum.." ucap Erik ketika sampai di dalam rumah.

"Wallaikumssalam.." jawab Mba Nur dan Mama.

Kemudian, Erik mencium tangan Mamanya.

"Papa mana, Ma ?" Tanya Erik celingukan mencari Papanya.

"Baru dateng juga, lagi mandi. Gak lama Papa pulang terus kamu dateng tadi." Jawab Mama tersenyum pada putranya.

"Ya udah.. Erik ke kamar dulu ya, Ma. Mau mandi.." pamitnya pada sang Mama.

Kemudian, Cio mengantarkan Daddy nya sampai di depan pintu kamar sang Daddy.

"Daddy mandi dulu, kamu sama Mba Nur dulu ya. Nanti kita shalat berjamaah berdua di kamar Daddy, ok ?" Tawar sang Daddy seraya mensejajarkan tubuhnya dengan sang anak.

"Ok.." Cio menyetujui seraya menyatukan jari telunjuk dan ibu jarinya hingga berbentuk lingkaran.

.

.

Erik keluar dari dalam kamar mandinya dengan pakaian yang sudah lengkap seraya mengusap rambutnya yang masih basah dengan handuk yang berada di tangannya. Ia menengok ke arah sofa kamarnya, ternyata disana telah terduduk seorang putra nan tampan dengan mengenakan celana dan baju panjangnya serta kopiah yang telah bertengger di atas kepala anak tersebut. Ya, siapa lagi kalo bukan putra tampannya, Lucio yang biasa di panggil Cio.

"Udah adzan ya, Boy ?" Tanya Erik seraya menggantungkan handuknya di gantungan.

"Barusan, Dad.." Jawab Cio.

"Ok, Daddy ambil sarung dulu ya.." Ucap Erik seraya menuju lemari pakaiannya.

Kemudian, Erik menggelar sajadah untuk dirinya dan putranya.

"Cio di belakang Daddy, ya.." perintah Erik pada anaknya seraya menunjukkan tempat untuk Cio yang berada di belakangnya.

"Siap, Dad.." Jawab Cio antusias.

Shalat telah usai. Segala do'a pun telah di panjatkan oleh keduanya.

Kemudian, Erik mengahadap kebelakang untuk bersalaman dengan putranya.

"Salim dulu sini, Boy.." ucap Erik yang telah memberikan tangannya untuk di cium.

Kemudian, Cio mencium tangan Daddynya.

"Tadi Cio do'a in Daddy apa enggak ?" Tanya Erik menatap gemas anaknya.

"Of course.." Jawab Cio dengan semangat.

"Do'a apa buat Daddy ? Daddy pengen denger dong.." Ungkap nya pada sang anak.

"Rahasia, Daddy. Kata Oma kalo do'a itu ga boleh keras-keras dan ga boleh di kasih tau ke orang lain, biar Tuhan sama Cio aja yang tau." Ujar Cio dengan wajah polosnya.

"Udah mulai main rahasia-rahasia an ya sama Daddy.." Ucap Erik sembari menyipitkan matanya, lalu menggelitik perut anaknya itu hingga keduanya terbahak-bahak.

"Tok.. Tok.. Tok.." suara ketukan pintu kamar Erik.

"Iya.." Jawab Erik berteriak.

"Mas Erik sama Cio sudah di tunggu di ruang makan sama Bapak dan Ibu untuk makan malam.." Sahut Mba Nur.

"We've to get a dinner, Boy.." Ajak Erik pada putranya.

"Let's go, Daddy.." Cio menyetujui dengan semangat.

Erik menggendong anaknya ala pesawat untuk keluar dari kamarnya dan menuju ke meja makan sambil tertawa-tawa.

Sesampainya mereka di meja makan.

"Eee.. awas jatuh itu handsome Boynya Oma.." Bu Ratna memperingatkan anak dan cucunya.

"Makan dulu, Boy.. biar kuat seperti Opa. Sini, duduk dulu.." Perintah Pak Doni sebagai Opa nya.

Kemudian semuanya duduk di kursinya masing-masing dan saling menikmati hidangan yang tersedia.

Bersambung...

Masih penasaran sama kelanjutannya ? Makanya favorit in novel aku ya, tau kan caranya ? Dengan klik tombol love di bawah hingga berwarna merah, hehe..

Jangan lupa like, komentar, vote, dan ratenya ya agar author semakin semangat 😘

Terimakasih 🙏

Sekretaris

Pagi hari di meja makan, keluarga Pranata bersiap untuk sarapan bersama.

Bu Ratna melayani suami dan anaknya.

"Cio belum bangun, Ma ?" Tanya Erik pada Mamanya.

"Belum. Mba Nur tuh masih nunggu di kamar, tadi Mama suruh Mba Nur buat sarapan duluan terus nunggu Cio lagi." Ujar mama sambil tersenyum.

"Gimana kantor kamu, Rik ?" Tanya pak Doni pada anaknya.

"Sejauh ini aman-aman saja sih, Pa.. Cuma kemarin sempet kesel aja sama sekretaris baru.." Jawab Erik sembari menyantap sarapannya.

"Kenapa ?" Tanya Papa heran.

Erik menghela nafas sejenak.

"Hana cariin Sekretaris buat Erik yang bentukannya enggak ngenakin pandangan" Ujar Erik kesal.

"Maksudnya ?" Tanya Papa penasaran, sedangkan Mama hanya menyimak obrolan antara keduanya.

"Masa Sekretaris pakaiannya kaya mau jadi model aja, serba ketat, aurat kemana-mana, haduhhhh.." Ucap Erik di akhiri dengan tepukan jidat.

"Haha.. bukankah itu bisa bikin bujangan Papa ini bersemangat ?" Goda Papa tertawa renyah.

"Enggak lucu deh, Pa.." Jawab Erik kesal.

"Udah kamu bilangin apa belum kesalahannya dimana ? Biar Sekretaris barumu itu introspeksi diri.." Mama memberi saran.

"Udah, kemarin langsung Erik peringatkan, Ma.. tapi kalo nanti masih belum bener, Erik mau panggil Hana dan suruh cariin Sekretaris yang bener, Ma.. gak yang nyeleneh kaya gitu.." Jawab Erik frustasi sambil mengaduk-aduk makanan di piringnya.

"Ya sudah.. Buruan pada dihabisin gih sarapannya, keburu siang nanti macet di jalan.." Perintah Mama penuh perhatian pada suami dan anaknya.

.

.

Sesampainya Erik di kantor, ia langsung bergegas menuju ruangannya dan mulai larut dengan pekerjaan.

Beberapa jam terlah berlalu. 30 menit sebelum jam makan siang tiba.

"Hallo.." Ucap Erik datar mengangkat telepon dari sahabat sekaligus asistennya itu.

"Nanti Gue makan siang bareng Lo ya ? Sekalian ada yang mau Gue omongin ke Lo, biasalah masalah klien.." Ucap Tian di seberang telepon.

"Ya, bisa.. Tapi makan di ruangan Gue aja ya, soalnya lagi banyak banget nih berkas yang harus Gue cek. Nanti biar Gue suruh Sekretaris Gue aja cariin makan buat kita.." Erik menyetujui.

"Siap, Pak Bos.." Jawab Tian bersemangat.

Telepon telah terputus.

Erik langsung menghubungi Sekretarisnya.

"Hallo.." Suara Sekretarisnya di seberang telepon.

"Tolong pesankan dua porsi makan siang untuk saya dan Tian, hantarkan keruangan saya saat jam makan siang nanti, terimakasih.." Ucap Erik datar.

Telepon langsung diputuskan secara sepihak oleh Erik tanpa menunggu jawaban dari Sekretarisnya itu.

"Dasar bos sialan.." Umpat sang Sekretaris.

30 menit berlalu, jam makan siang pun tiba dan Tian sudah duduk manis di sofa ruangan Erik. Kemudian, sang Sekretaris bergegas menuju ke ruangan Erik untuk mengantarkan makan siang milik atasannya itu.

"Tok.. Tok.. Tok.." Ketukan pintu terdengar.

"Masuk.." Perintah Erik.

"Ini makan siang Bapak.." Ucap sang Sekretaris.

"Terimakasih, bisa kamu letakkan di sana. Kamu boleh keluar.." Ucap Erik tanpa menoleh sedikitpun seraya menunjuk ke arah meja di depan sofa.

Saat sang Sekretaris sudah berbalik badan dan hendak menuju pintu untuk keluar, Erik melirik sekilas. Kemudian, menatap Sekretarisnya dan memanggilnya kembali.

"Wait.." Erik memberhentikan langkah sang Sekretaris.

"Iya, ada yang bisa saya bantu, Pak ?" Tanya sang Sekretaris agak khawatir.

"Nanti setelah jam istirahat usai, kamu keruangan saya, ya.." Perintah Erik datar pada sang Sekretaris.

"Ba.. Baik, Pak.." Jawab sang sekretaris gugup.

Sekretaris itu keluar dari ruangan Erik.

"Bener-bener Lo ini, Rik.. Sampe dia gugup gitu.." Ujar Tian yang memperhatikan sang Sekretaris yang gugup ketika menghadapi Bos nya itu.

"Lagian jadi Sekretaris tapi bentukannya kaya gitu, kaya mau jalan di panggung catwalk aja.." Jawab Erik kesal sembari memijat kepalanya dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya berada di pinggangnya seraya beranjak dari singgasananya untuk menghampiri sang asisten.

Tian hanya tertawa renyah menanggapi keluhan sahabat sekaligus atasannya itu.

Kemudian, ia mendaratkan pantatnya di samping sang asisten, yaitu Tian.

Sebelum, Erik memakan makan siangnya, ia memilih untuk menelpon HRDnya terlebih dahulu.

Erik menghubungi Hana.

"Hallo, Rik.." Sapa Hana di seberang telepon.

"Han, Lo nanti abis jam makan siang langsung keruangan Gue ya, Gue tunggu, penting." Perintah Erik pada Hana.

"Siap, Pak Bos.." Jawab Hana semangat.

Kemudian Erik dan Tian menyantap makan siangnya. Setelah itu, keduanya membicarakan masalah klien. Usai pembicaraan itu, Tian langsung pamit undur diri untuk melanjutkan pekerjaannya.

.

.

Jam makan siang telah usai. Seperti yang diperintahkan Erik tadi, kini keduanya sudah berada dihadapan Erik.

"Kalian tau kenapa saya panggil kalian berdua kesini ?" Tanya Erik tegas pada keduanya seraya menatap tajam.

"Tidak, Pak.." Jawab keduanya berbarengan, hanya saja sang Sekretaris agak gugup, tidak seperti sang HRD karena ia sudah akrab dengan Erik yang merupakan sahabatnya sendiri.

"Tempo hari saya peringatkan apa ke kamu ?" Tanya Erik tegas menatap Sekretarisnya tajam.

"Tapi hari ini saya sudah memperbaiki pakaian saya, Pak.." Jawab sang Sekretaris menunduk takut.

"Apa saja yang sudah kamu perbaiki dari pakaian kamu ini ?" tanya Erik menantang sang Sekretaris.

"Rok saya sudah lebih panjang hari ini, Pak.. Baju saya juga sudah menutupi bagian dada, Pak.." Jawab sang Sekretaris yang masih menunduk.

Hari ini sang Sekretaris tidak memperlihatkan paha mulus dan belahan dadanya secara langsung. Rok yang di pakainya sebatas lutut dan kain di bagian dadanya pun tak serendah kemarin. Namun, pakaiannya yang masih sangat ketat sehingga menampakkan lekukan tubuhnya secara jelas sehingga dianggap mengganggu pemandangan menurut Erik.

Sedangkan Hana masih terdiam menyimak keduanya.

"Hanya itu ?" Tanya Erik sedikit menaikkan nada bicaranya.

Sang Sekretaris hanya bisa diam seribu bahasa.

"Ya sudah, kamu boleh keluar sekarang dan lanjutkan pekerjaanmu.." Perintah Erik datar dengan nada bicara yang kembali normal.

Setelah sang Sekretaris keluar, barulah Erik mengeluarkan segala keluhannya pada sahabat yang notabene nya sebagai HRDnya itu.

"So.. ?" Ucap Hana menatap Erik dengan penuh tanda tanya.

"Menurut Lo ?" Erik membalikkan pertanyaan pada sahabatnya itu dengan nada yang kesal.

"Sorry ya.. Gue ga ngeh kalo ternyata pakaian dia sebegitunya, soalnya saat interview dia pake pakaian pada umumnya kaya yang lain. Ntahlah kalo itu cuma pencitraan di awal doang.." Papar Hana penuh sesal.

Erik menghela nafasnya sejenak.

"Pusing Gue lihat pemandangan seburuk itu.." Keluh Erik pada sahabatnya itu seraya menepuk jidatnya.

"Ya udah deh untuk sementara waktu, hal seperti itu Lo tahan aja dulu sebentar ya sambil Gue cariin sekretaris baru buat Lo.." Ucap Hana memberi solusi pada atasannya.

Kemudian, Hana pamit undur diri untuk melanjutkan pekerjaannya.

Bersambung...

Nah.. gimana dengan part kali ini ? Kasihan sama Erik ya ? Haha.. 😅

Jangan lupa tekan tombol love di bawah ini hingga berwarna merah agar kamu terus bisa pantengin kelanjutan ceritanya seperti apa.

Jangan lupa kasih dukungannya berupa rate, vote, like, dan komentarnya ya..

Kecupan manis untuk kalian para pendukung Mae 😘

Terimakasih 🙏

Cio Demam

Pukul 15.00 di taman kota.

Di sebuah bangku taman, duduklah seorang pengasuh dan anak asuhnya.

"Mba Nur capek, ya ?" Tanya Cio polos menatap pengasuhnya.

"Iya, dari tadi ngikutin Cio lari-lari sii.." Jawab Mba Nur sembari menyeka keringat di dahinya dan membuka-tutup berulang kali pada kaos bagian kerahnya.

"Tapi Cio mau lihat badut itu, Mba.." Tunjuk Cio pada kerumunan orang yang tengah menyaksikan atraksi badut.

"Mba Nur tunggu disini aja, Cio kesana sebentar ya.." Lanjutnya.

"Jangan lama-lama, udah sore.. nanti balik lagi kesini.." Mba Nur mengingatkan Cio yang sudah mulai beranjak meninggalkan bangku taman.

Tanpa menjawab, Cio langsung meninggalkan pengasuhnya.

Cio masuk kedalam kerumunan orang banyak, ia mendapat barisan paling depan. Ia asik dengan pertunjukan sang badut dan mulai lupa dengan keberadaan pengasuhnya.

30 menit berlalu, pertunjukan badut masih berlangsung.

Cio yang mulai merasa lelah dan haus beraniat keluar dari kerumunan orang banyak itu, namun sayangnya ia lupa dari arah mana ia datang tadi sehingga ia hanya bisa berputar-putar diantara orang banyak itu.

Ia merasa lelah, kemudian ia memilih untuk duduk di sebuah bangku taman yang kosong.

.

.

Disisi lain, Mba Nur sudah kalang kabut bingung mencari keberadaan anak asuhnya itu di antara banyaknya pengunjung taman sore itu.

.

.

Sementara itu, seorang perempuan berhijab yang mengenakan setelan rok dan sweater berusia 23 tahun sedang melepas penat menikmati indahnya taman kota bersama gadis cantik bergaun selutut seumuran Cio.

Mereka berdua sedang berjalan berkeliling taman. Kemudian, tanpa sengaja sang Aunty melihat Cio sedang duduk termenung seorang diri di sebuah bangku taman yang tak jauh dari tempat dimana mereka berdiri.

"Mika.." Panggil sang Aunty kepada keponakan yang di gandengnya.

"Ya, Aunty.." Mika mendongak menatap sang Aunty.

"Itu disana ada anak kecil, kasihan dia duduk sendirian. Kita samperin yuk.." Ajak sang Aunty seraya menunjuk ke arah Cio.

"Ok, Aunty.." Mika menyetujui.

Tak lama kemudian, sampailah mereka di hadapan Cio. Sang Aunty berjongkok mensejajarkan dirinya dengan Cio yang sedang duduk di bangku taman.

"Haii.." Sapa Mika dan Auntynya seraya tersenyum.

"Haii.." Jawab Cio dengan senyumannya.

"Kenalin, nama aku Tisha.. Kamu bisa panggil aku Aunty Tisha.." Tisha memperkenalkan diri.

"Nama aku Mika.." Mika juga ikut memperkenalkan diri.

"Nama kamu siapa, ganteng ?" Tanya Tisha sembari membelai kepalanya.

"Nama aku Cio, Aunty.." Jawab Cio polos.

"Kamu kok sendirian ? Emangnya orang tua kamu kemana ?" Tanya Tisha.

"Daddy kerja, Aunty.." Jawab Cio polos.

"Oh.. kamu kesini sama Ibu kamu ya ? Terus sekarang dimana Ibu kamu ?" Tanya Tisha sembari celingukan.

"Cio ga punya Ibu, Aunty.. Cio punyanya Oma, tapi Oma dirumah." Jawab Cio jujur.

"Oh.. maaf ya, Aunty enggak tau.." Ungkap Tisha menyesal.

"Iya, enggak apa-apa, Aunty.." Jawab Cio sendu.

"Eumm.. terus kamu kesini sama siapa ?" Tisha kembali bertanya.

"Cio kesini sama Mba Nur, Mba Nur itu yang suka jagain Cio. Tapi tadi Mba Nur lagi duduk sambil nungguin Cio, terus Cio lihat badut, ketika mau balik Cio lupa dimana Mba Nur nungguin, aunty.." Jawab Cio jujur.

"Kamu tau dimana alamat rumah kamu ?" Tanya Tisha.

"Cio enggak tau dan juga enggk inget jalannya." Ungkap Cio jujur.

"Ya sudah.. Mika sama Cio capek kan abis keliling taman ?" Tanya Tisha yang di angguki oleh keduanya.

"Kalian mau makan apa ? Aunty beliin deh.." Lanjutnya.

"Ye.. Ye.. Mika mau ice cream rasa vanila, Aunty.." Jawab Mika sumringah.

"Cio mau apa ?" Tanya Tisha lembut.

"Ice cream rasa coklat boleh, Aunty ?" Tanya Cio berharap, lalu di angguki oleh Tisha dengan senyum manisnya.

Ketiganya beranjak dari bangku taman tersebut dan bergegas menghampiri kedai ice cream di area taman, lalu ketiganya menikmati ice cream yang di beli.

Tak lama kemudian, datanglah sang pengasuh dengan nafasnya yang memburu.

"Alhamdulillah.. Akhirnya ketemu juga. Cio darimana saja tadi ? Mba Nur cariin kemana-mana kok susah banget ketemunya.." Tanya Mba Nur yang telah berjongkok di depan Cio duduk, Mba Nur tidak menyadari stik ice cream yang berada di tangan Cio.

Sedangkan Cio masih asik dengan stik ice cream nya.

"Oh.. ini Mba Nur ya ? Saya Tisha, Mba. Tadi Cio kesasar, Mba.. Terus ketemu sama saya, terus saya ajakin beli ice cream dulu deh.." Papar Tisha.

"Haa ?! Ice cream ? Waduh.. kamu udah abis berapa, Cio ?" Tanya Mba Nur kaget melihat Cio yang sudah belepotan karena Ice cream.

"Cio cuma makan dua kok, Mba.." Jawab Cio lugu.

"Waduh.. Bisa kena semprot saya ini nanti.." Gumamnya seraya menepuk jidatnya sendiri.

"Terimakasih udah jagain Cio, Mba Tisha.. Saya sama Cio pamit pulang dulu. Assalamualaikum.." Ucap Mba Nur seraya beranjak dari sana dengan menggandeng tangan Cio.

"Wallaikumssalam.." Jawab Tisha dan Mika seraya tersenyum.

***

Sudah lewat dari jam 5 sore, Mba Nur dan Cio baru saja menginjakkan kaki di kediaman Pranata.

"Assalamualaikum.." Salam keduanya.

"Wallaikumssalam.." Jawab Bu Ratna, Pak Doni, dan Erik yang tengah menonton tv.

Kemudian ketiganya menoleh ke arah sumber suara.

"Astagfirullahaladzim.." Ucap ketiganya berbarengan terkejut melihat Cio yang bajunya sudah belepotan.

"Daddyyyy.." Seru Cio yang hendak memeluk sang Daddy namun terhenti karena Erik memberhentikannya.

"No !" Tegas Erik yang sudah berdiri sembari berkacak pinggang dengan sebelah tangan dan sebelah tangannya lagi menggelengkan jari telunjuknya.

Cio pun mengurungkan niatnya dan menatap Daddynya heran.

"What have you been doing ? Kamu kan dari taman, kok jadi begini bentukannya ?" Tanya Erik heran.

Mba Nur dan Cio belum sempat menjawab tapi Erik langsung meneruskan kalimatnya.

"Mba, tolong mandiin dulu Cio nya.." Perintah Erik pada Mba Nur.

.

.

Pukul 22.00..

"Tok.. Tok.. Tok.." Suara ketukan pintu kamar Erik.

Erik yang masih bermain dengan gadget nya pun langsung beranjak untuk membuka pintu.

"Ya, ada apa, Mba ?" Tanya Erik menatap mba Nur heran.

"Anuu.. Itu, Mas.. Cio badannya panas.." Ujar Mba Nur cemas.

Tanpa berkata-kata lagi, Erik langsung menutup pintu kamarnya dan bergegas menuju kamar putranya yang berada tepat di sampingnya dan diikuti oleh Mba Nur.

"Mba, panggilin Mama.." Perintah Erik pada Mba Nur.

"Baik, Mas.." Jawab Mba Nur cepat.

Erik menempelkan punggung tangannya pada dahi putranya.

"Kok suhu nya tinggi sekali ini.." Gumam Erik menatap anaknya cemas.

Selang beberapa menit kemudian, Bu Ratna dan Pak Doni datang ke kamar cucunya itu.

"Bagaimana, Rik ?" Tanya Bu Ratna yang sudah ikutan cemas melihat cucunya yang sudah pucat itu.

"Demam, Ma.." Ujar Erik yang berada di samping anaknya berbaring.

Lalu Bu Ratna dan Pak Doni menempelkan punggung tangannya ke dahi Cio secara bergantian.

"Telepon Dokter Sapto, Rik.." Pak Doni memberi saran.

Ya, Dokter Sapto adalah kerabat keluarga Pranata.

"Ok, Pa.." Jawab Erik cepat.

Terburu-buru dengan tangan yang sudah gemetar ia menelpon Dokter Sapto.

30 menit kemudian Dokter Sapto sampai.

"Kok lama banget sih, Paman.." Erik kesal pada pria paruh baya seumuran papanya itu yang baru saja tiba di kamar anaknya.

"Kamu tau sendiri kan jarak dari rumah Paman kesini ?" Tanya Dokter Sapto enteng sembari cengengesan.

"Sudahlah kalian ini.." Peringat Pak Doni pada keduanya.

"Buruan periksa cucuku, To.." Lanjutnya.

Tanpa menjawab, Dokter Sapto langsung memeriksa kondisi Cio.

Setelah beberapa menit, pemeriksaan selesai dilakukan.

"Jadi gini, Rik, Don, Na.. Cio ini merasa terlalu lelah saja. Selain itu, rupanya ia juga kayanya makan ciki atau jajanan sejenisnya secara berlebih. Sebenarnya tidak apa-apa anak kecil di kasih jajan, tapi usahakan yang aman dan jangan terlalu berlebihan. Kebetulan firasatku benar, tadi aku membawa obat penurun panas, jadi itu tadi obatnya aku letakkan di nakas." jelas Dokter Sapto.

"Jajanan ya.." Gumam Erik.

"Terimakasih, Paman." Ucap Erik.

"Ya sudah, karena ini sudah tengah malam, aku permisi dulu.." Pamitnya sembari tersenyum.

"Terimakasih, Mas Sapto. Maaf kami merepotkan di tengah malem begini.." Ujar Ratna tak enak hati.

"Iya, tidak apa-apa. Sudah kewajibanku, Na.." Jawab Dokter Sapto pada istri temannya itu.

"Ya sudah, nanti bayarannya aku transfer saja ya, To.. Mari aku antar kedepan, To.." Ajak Pak Doni pada kawannya itu.

Kemudian tinggallah Cio, Mba Nur, Bu Ratna, dan Erik di dalam kamar itu.

Bu Ratna meminumkan obat ke Cio yang di bantu oleh Mba Nur.

Mba Nur sedang berdiri mengamati Cio yang sedang berbaring tak berdaya di apit oleh Erik dan Bu Ratna di kedua sisinya.

"Apa tadi dia makan jajanan, Mba ?" Tanya Erik menatap sang pengasuh dengan tajam.

Kemudian, Mba Nur menceritakan semua kejadian tadi sore di taman. Sebenarnya Erik begitu marah dengan wanita yang ada di cerita Mba Nur itu, namun ia tak tahu siapa orang itu dan dimana ia harus menemukannya.

"Untuk lebih jelasnya siapa Mba Tisha itu nanti bisa ditanyakan ke Cio langsung, Mas Erik.." Ucap Mba Nur di akhir ceritanya.

"Kamu mau tidur dimana, Rik ?" Tanya Bu Ratna.

"Erik mau tidur disini saja, Ma. Mba Nur boleh kembali ke kamar, Mba. Mama juga sepertinya sudah mengantuk, Mama ke kamar gih.." Terang Erik.

Ya, memang Erik tidak suka jika anaknya tidur sekamar bersama pengasuh, jadi setelah Mba Nur berhasil menidurkan Cio, Mba Nur akan tidur di kamarnya sendiri di lantai bawah.

"Ya sudah, Mama ke kamar dulu ya, Rik." Pamit Mama seraya beranjak dari duduknya.

"Iya, Ma.. Good Night.." Ucap Erik tersenyum.

"Too.." Balas Bu Ratna juga tersenyum.

Kini, tinggallah Erik yang menemani putranya. Ia berbaring di sisi putranya, mengelus puncak kepala Cio.

"Dingin, Daddy.." Rintih Cio.

"Iya, Daddy peluk sini.." Ucap Erik berusaha memberi kenyamanan pada putranya.

Kemudian keduanya terlelap dengan saling berpelukan memberi kehangatan.

Bersambung...

Get well soon, Cio.. 😇

Jangan lupa dukungannya berupa rate, vote, like, dan komentarnya, ya 🥰

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!