NovelToon NovelToon

Mission In Disguish

Prolog

Malam itu menjadi saksi kesedihan. Bagaimana kecelakaan merengut nyawa kedua suami istri malang tersebut.

Supir truk tidak hanya dalam keadaan mengantuk tetapi juga mabuk. Menabrak kencang mobil van mini yang mengangkut para penumpang yang bermaksud keluar kota.

Berita duka disampaikan pada keluarga yang berduka dengan uang santunan masing-masing 5 juta rupiah.

"Untuk apa uang ini? Apakah kita mampu mengurus kedua bayi ini?" keluh kerabat yang dititipi kedua bayi kembar tersebut sementara kedua orang tua mereka berpamitan untuk ke desa melihat kakek bayi kembar tersebut yang sedang sakit keras. Selang beberapa hari kemudian menghembuskan nafas terakhirnya. Tidak berselang lama dari kematian anak dan menantunya yang tewas dalam kecelakaan tersebut.

"Apa yang harus kita lakukan?" Tanya kerabat mereka yang lain.

"Bagaimana kalau kita pisahkan dan berikan mereka pada keluarga yang mau mengasuh dan membesarkan mereka berdua?"

Usul mana disetujui yang lainnya. Kondisi mereka yang sangat pas-pasan membuat mereka tidak mampu mengasuh dan membesarkan kedua bayi kembar tersebut.

"Ide memberikan mereka pada keluarga yang mau mengasuh dan membesarkannya ide yang bagus. Lebih baik diberikan kepada keluarga yang mau mengasuh mereka daripada ke panti asuhan. Mereka bisa mendapatkan kasih sayang yang mereka butuhkan. Kasih sayang orang tua serta rumah yang akan membesarkan mereka dengan penuh kasih sayang."

Gayatri diberikan kepada keluarga kaya raya yang sangat mendambakan buah hati sedangkan Gayathi diasuh oleh sebuah keluarga sederhana yang hangat dan penuh kasih sayang.

"Keduanya adalah keluarga yang baik dan sangat cocok untuk menjadi orang tua angkat Gayatri dan Gayathi. Walaupun keduanya memiliki latar belakang ekonomi yang berbeda seperti langit dan bumi. Tetapi keduanya merupakan keluarga yang hangat serta penuh kasih sayang." Tutup kerabat yang menitipkan kedua bayi tersebut kepada kedua keluarga yang sudah dipilihnya dengan hati-hati.

Bertahun berlalu. Keduanya tumbuh menjadi gadis cantik dan menawan. Gayatri dipersunting oleh seorang lelaki yang memiliki derajat yang sama dengan orang tua angkatnya. Gayathi dipersunting oleh seorang pemuda yang juga berasal dari kalangan keluarga sederhana.

Tanpa diketahui Gayatri ternyata suaminya menikahi seorang wanita lain di bawah tangan sebagai simpanannya. Atas desakan keluarga si wanita. Suaminya mengisbat pernikahan tersebut mengingat wanita tersebut tengah mengandung buah hati mereka berdua.

Keluarga istri kedua suaminya tidak puas dengan kepastian keturunan mereka mendapatkan hubungan perdata dengan ayah juga keluarga ayahnya. Mereka juga menginginkan agar janin yang dikandung istri keduanya yang bernama Miranti menjadi pewaris bisnis keluarga ayahnya.

Gayatri memandang gundah kepada Miranti dan keluarganya," apakah tidak cukup kau merebut suamiku dan sekarang menginginkan apa yang menjadi hak anakku?" Tukasnya dengan raut wajah tajam menusuk.

"Apakah kau mengandung anak lelaki?" Tanya Miranti dengan suara rendah.

"Apa maksudmu?"

"Jika anakmu lelaki maka anakmu lebih berhak dari pada anakku tetapi jika dia perempuan. Maka kau harus tahu diri bahwa tidak akan mampu anakmu mengemban tugas tersebut. Terlalu berat bagi seorang perempuan." Tukas Miranti dingin.

Jawaban Miranti membuat hati Gayatri menjadi gundah. Menumpahkan segalanya pada Herti yang merupakan uwaknya. Kakak ibunya.

"Aku memiliki jalan keluar untukmu." Ujar Herti membuka suaranya.

"Apa itu?"

"Gayathi saudara kembarmu tengah mengandung bayi lelaki. Kau bisa menukarnya."

"Apa? Aku memiliki saudara kembar? Mengapa kalian merahasiakannya dariku?"

"Untuk kebaikan kalian berdua. Jangan salah paham. Agar kalian bisa menjalani kehidupan kalian masing-masing dengan baik. Tidak saling terganggu atau mengganggu." Ujar Herti sembari menuangkan teko berisi es teh manis ke dalam gelas.

"Belum ada seorang pun yang mengetahui jenis kelamin janinmu kan?" Tanya Herti.

Gayatri memandang uwaknya dengan ragu," Dokter memperkirakan bayiku perempuan tetapi semua bisa berubah."

"Selama doktermu bisa menutup mulutnya. Semua akan baik-baik saja."

"Apakah aku perlu pindah dokter?" Tanya Gayatri dengan wajah gamang kemudian melanjutkan perkataannya, "Tidak usah mengkhawatirkan hal itu. Semua kan belum pasti sampai melahirkan."

"Bagaimana jika kalian ditangani oleh sepupu kalian yang dokter kandungan?" Saran Herti.

"Ide yang bagus."

Semua berjalan dengan mulus. Keduanya ditangani oleh sepupu mereka yang berprofesi dokter kandungan. Melahirkan di rumah dokter tersebut sehingga semua rahasia mereka terjamin

Hari yang ditunggu. Keduanya sepakat untuk menukar bayi mereka.

"Aku sangat berutang budi padamu." Ujar Gayatri memeluk Gayathi.

"Kau tidak berutang apa pun. Yang membuatmu bahagia. Membuatku bahagia. Apa pun yang membuatmu bersedih membuatku bersedih."

Mereka saling berpelukan satu sama lain. Menumpahkan tangis mereka yang merupakan tangis kebahagiaan sekaligus kesedihan karena mesti berpisah dengan buah hati mereka masing-masing.

"Aku akan memberikannya nama Delima." Ujar Gayatri mencium lembut bayinya. Butir bening menetes dari kedua belah pipinya.

"Aku akan menamainya Satria." Gayathi memandang wajah bayinya yang tampan dengan mata mengaca.

Kebahagiaan meliputi keluarga Baladewa. Keluarga suami Gayatri. Sementara madunya, Miranti dan keluarganya dibayangi awan kebencian.

"Bagaimana anakmu bisa lelaki? Bukankah dokter bilang perempuan?" Tukas Miranti dengan wajah manyun.

"Semua kan baru perkiraan. Kenyataannya, aku memiliki seorang bayi lelaki. Lebih baik kau berkonsentrasi dengan kehamilanmu. Dokter mengatakan bayimu lelaki dan bisa saja sebaliknya!" Gayatri menjawab dengan nada ketus.

"Kau!" Amarah menguasai wajah Miranti.

"Tepati kata-katamu. Kau mengatakan akan menyerahkan semuanya pada anakku jika dia lelaki!"

Miranti memandang wajah Gayatri dengan penuh kebencian.

Putra Baladewa memisahkan pertikaian keduanya, "kalian jangan bertengkar. Buatlah keluarga ini nyaman. Dan kau, Miranti! Tepati perkataanmu dan jangan membuat masalah."

Miranti terdiam dengan wajah manyun .

"Apakah menjadi pewaris tahta bisnis merupakan hal yang sangat penting bagimu? Terpenting anakmu tetap dipenuhi haknya dengan baik. Bukankah itu tujuanmu mengisbat pernikahan kita?" Tukas Putra.

"Baiklah. Aku tidak akan mencari masalah. Aku hanya menginginkan sesuatu berjalan sesuai dengan yang semestinya. Kupikir anak yang dikandung Gayatri perempuan. Terlalu berat memberikan tanggung jawab apalagi kewajiban mengurus seluruh keluarga pada seorang perempuan. Apakah hal itu salah?" Ujar Miranti membela diri.

"Tentu saja tidak salah. Seperti yang kau lihat. Gayatri melahirkan seorang bayi lelaki sehingga sudah jelas siapa pewaris kerajaan bisnis keluargaku. Aku tidak ingin kau mengingkari kata-katamu sendiri dan membuat masalah di dalam keluarga."

"Kau tidak usah khawatir. Aku tidak akan mengingkari keberuntungan Gayatri. Tuhan seakan menorehkan tinta emas di dalam garis takdirnya." Ujar Miranti berjalan mendekati Gayatri menatapnya dengan sangat tajam, "kau sangat beruntung!"

Acara yang seharusnya menjadi kebahagiaan seluruh keluarga menjadi mendung bagi Miranti. Dirinya tidak mengira sama sekali jika Gayatri bisa melahirkan anak lelaki.

Kupikir, dia akan melahirkan bayi perempuan. Keberuntungan tidak berpihak padaku. Aku termakan kata-kataku sendiri. Apakah ada jalan lain untuk merebut tahta kerajaan bisnis tersebut dari Satria?

Wajahnya sangat masam. Tidak tampak raut kebahagiaan di wajahnya. Kebencian dan kegundahan terlukis sangat jelas di mukanya yang putih mulus. Kecantikannya berpadu dengan keculasannya. Hatinya tidak seindah paras wajahnya yang bisa menyihir siapa pun yang melihatnya.

Sementara itu, di sebuah rumah milik Permata, dokter kandungan yang baru saja merintis karirnya.

"Kita rahasiakan hubungan kekerabatan di antara kalian bertiga. Demi kebaikan kalian semua. Jika ada yang mengetahui mengenai hal ini maka habislah kita!" Herti memandangi wajah keponakan perempuan angkatnya satu per satu. Memastikan mereka mengerti perkataannya dengan sangat baik.

Siluet

Gayathi menatap wajah Delima dengan penuh kasih sayang. Bayi mungil tersebut terlihat sangat kehausan. Wajahnya memerah sehabis menangis dengan sangat kencang. Menahan dahaga dan lapar.

"Maafkan ibu. Aku berusaha secepat kilat untuk mendatangimu. Tentu saja mencuci terlebih dahulu tanganku yang penuh tanah. Membantu ayahmu menanam kentang di kebun kita." Gayathi merengkuh Delima yang tergeletak di pembaringan.

Delima langsung menyambar puting susu ibunya. Menghisapnya tergesa.

"Hei! Hati-hati. Pelan-pelan saja. Tidak ada yang merebut puting susuku selain ayahmu, tentu saja. Itu pun, dia akan mengalah jika kau lebih membutuhkannya." Ujar Gayathi tertawa geli,"tentu saja kau tidak mengerti satu kata pun yang kukatakan padamu. Tapi aku percaya jika aku rajin mengajakmu mengobrol kau akan terbiasa dan lambat laun memahaminya. Anak pintar!"

Delima terlihat asyik masyuk menghisap puting susu ibunya. Perlahan tapi pasti wajahnya tampak mengantuk dan perlahan melepaskan puting susu dari mulutnya. Tertidur pulas. Terlihat sangat damai.

"Kau tertidur?" Ucap Gayathi menciumnya dengan penuh kasih sayang. Beranjak menuju ladang yang berada di samping rumahnya. Meninggalkan Delima yang tertidur pulas.

Suaminya, Perdana tampak tekun menyiangi ladangnya. Peluh bercucuran di sekujur wajah dan tubuhnya.

"Mengapa kau meninggalkannya?" Tegurnya pada istrinya,"aku bisa mengerjakannya sendiri. Kembali lah menyusuinya. Aku tidak tega mendengar tangisannya. Delima seperti sangat kehausan dan kelaparan."

"Dia sudah melepaskan putingku dan sedang tertidur nyenyak." Sahut isterinya.

"Benarkah? Pantas saja aku tidak mendengar tangisannya lagi."

"Apakah kita akan mendapatkan banyak uang pada panen kali ini?"

"Kita akan mendapatkan uang yang cukup. Untuk memanen kembali. Serta menghidupi keluarga kecil kita. Tetapi tidak sebanyak yang kau inginkan."

"Kita sudah lelah menanam. Kita berhak mendapatkan uang yang banyak. Kita berhak menjadi kaya!" Ujar istrinya frustasi,"kita bekerja lebih keras dari orang kaya manapun tetapi mengapa sangat sulit untuk kita menjadi kaya?"

"Jika ingin mendapatkan uang yang lebih banyak kita akan berternak. Bagaimana?"

"Mengapa tidak kau naikkan saja harganya?"

"Ekonomi sedang tidak bagus. Banyak orang terpaksa berhemat. Kita bisa tetap menanam dan mendapatkan sejumlah uang untuk menghidupi keluarga kita saja sudah bagus. Jika harga terlalu tinggi. Bisa-bisa panen kita tidak terserap pasar. Pendapatan kita akan menurun."

"Kau akan beternak apa?"

"Bagaimana jika bebek? Mudah memeliharanya dan harganya juga cukup tinggi."

"Ide yang sangat bagus."

Perdana mengecup kening isterinya. Walaupun kehidupan mereka sangat sederhana tetapi mereka sangat berbahagia.

Perdana membuat sebuah rumah mungil untuk mereka sekeluarga. Di tengah ladang mereka yang cukup luas. Ladang mana diwarisinya secara turun temurun dari kakek moyangnya.

Rumah dengan ukuran 45 meter persegi. Di depan rumah diletakkan balai-balai yang terbuat dari bambu.

Balai-balai mana kerap digunakan untuk bercengkerama bersama bayi perempuan dan istrinya. Sesekali jika keluarga, kerabat dan teman-temannya sesama petani berkunjung. Balai-balai tersebut menjadi tempat yang sangat nyaman untuk mengobrol.

Di sekeliling balai-balai dibuat pembatas tembok yang bisa berfungsi menjadi tempat untuk menaruh kopi atau teh dan atau makanan.

Lantai rumah terbuat dari tanah. Sedangkan dinding rumah tidak dicat. List pintu dan jendela dibuat dari kayu yang dibuatnya sendiri. Bahkan dia membuat pintunya sendiri. Dengan memanfaatkan sisa-sisa kayu yang mudah didapatkan.

Untuk lampu dia menggunakan bohlam yang hemat energi. Televisi empat belas inch merupakan hiburan untuk mereka sekeluarga.

Dapurnya terbuat dari tanah. Menggunakan sisa kayu yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Dia juga membeli sebuah kulkas kecil untuk menyimpan bahan makanan. Sebuah kompor listrik yang digunakan melengkapi dapur tanahnya. Jika sedang kehabisan sisa kayu atau memasak makanan yang lebih mudah dilakukan dengan menggunakan kompor listrik dibandingkan menggunakan kayu bakar.

Perdana juga membuat rak piring dari sisa kayu. Begitu pun dengan almari. Semua perabotan di dalam rumahnya dibuat dari sisa kayu yang dibuatnya sendiri.

Ranjang mereka terbuat dari anyaman bambu yang juga buatannya sendiri dilengkapi kasur yang dipesan dari tetangga mereka yang berjualan kasur yang terbuat dari kapuk.

Hidup di desa walaupun pas-pasan membuat hatinya bahagia. Di tengah keterbatasannya. Memiliki banyak hal yang patut disyukuri.

Udara yang bersih dan jauh dari polusi. Makanan yang kebanyakan mereka hasilkan sendiri dari panen ladang dan sawah yang mereka miliki.

Perdana bahkan memancing ikan di sungai jika ingin menikmati seekor ikan bakar atau goreng buatan istri tercintanya.

Sesekali jika mereka memiliki kelebihan uang. Mereka membeli telur dan ayam. Kebanyakan mereka memakan hasil sayur mayur. Tempe dan tahu yang menjadi menu wajib mereka sehari-hari.

Kesehatan didapatnya secara gratis. Dengan begitu saja. Mobilitasnya berladang dan menyawah sehari-hari. Memakan banyak sayuran dan tahu tempe serta ikan hasil tangkapannya. Membuat tubuh mereka segar bugar. Jauh dari penyakit.

Penyakit yang kerap menghinggapi orang-orang kaya karena pola hidup dan makan mereka yang tidak sehat.Tidak terjadi pada kebanyakan dari mereka di desa.

Terbiasa hidup hemat dan terbatas membuat mereka sangat berhati-hati menggunakan uang. Menabung setiap sen kelebihan yang bisa mereka sisihkan.

"Kita tidak perlu berolah raga, diet bahkan mengatur pola makan serta hidup kita seperti orang-orang kaya. Kita harus mensyukurinya. Mendapatkan nikmat yang mungkin tidak dimiliki semua orang." Ujar Perdana yang diikuti anggukan istrinya.

"Tetapi kita tidak bisa membeli emas dan barang-barang mewah. Kita membuat sendiri semua perabotan di dalam rumah kita. Tanpa model yang indah. Kita tidak bisa menikmati hidup seperti orang-orang kaya, pelesiran kemana mereka suka. Menikmati berbagai makanan serta barang mewah." Keluh istrinya.

"Apakah kita memerlukan semua itu untuk bahagia? Lagi pula rejeki setiap orang berbeda. Bagaimana mungkin kita bisa menikmati rejeki dan kehidupan kita jika membandingkan dengan sesuatu yang di luar jangkauan kita? Seperti yang kukatakan. Kesehatan juga merupakan nikmat."

Gayathi menganggukkan kepalanya. Menyetujui ucapan suaminya. Mereka kembali bekerja di ladang. Matahari semakin terik. Saatnya mereka beristirahat dan makan siang bersama.

Gayathi mengambil ikan yang dipepesnya dengan menggunakan daun pisang yang sangat mudah di dapat di desa mereka. Nasi yang dimasak menggunakan rice cooker.

Lalapan segar terdiri dari daun pepaya dan singkong dengan sambal yang diuleknya sendiri. Bawang dan cabai juga mereka tanam sendiri.

Mereka memakan makan siang mereka dengan lahap. Setelah seharian lelah bekerja. Sebuah meja kayu dengan empat kursi di ruang tengah. Menjadi ruang makan mereka yang memisahkan ruang tengah dengan dapur yang dipisahkan dengan ruangan tanpa pintu.

Ruang tamu sendiri terletak di antara ruang makan dan teras.

"Satu hal lagi yang perlu disyukuri tinggal di desa adalah kemudahan memiliki tempat tinggal. Selama kita menempati tanah leluhur kita sendiri atau tanah yang tidak ada pemiliknya. Kita bisa mendirikan rumah di atasnya." Ujar Perdana mencubit ikan pepes yang ada di hadapannya.

"Benar juga. Kalau di kota tidak mungkin semudah disini mendapatkan tempat tinggal."

Perdana menganggukkan kepalanya mendengarkan perkataan istrinya.

Perlehatan

Seluruh keluarga Baladewa menyambut kelahiran Satria secara besar-besaran. Sebagai putra tertua sekaligus cucu tertua membuatnya dinobatkan sebagai pewaris tahta kerajaan bisnis keluarga yang sudah berlangsung turun temurun.

Putra Baladewa memandang wajah putranya dengan pandangan bangga. Putranya tidak hanya meneruskan darahnya tetapi juga kerajaan bisnis keluarganya yang sudah berlangsung ratusan tahun. Dari abad ke abad.

Miranti memandang dari kejauhan. Hatinya demikian resah. Kemenangan yang seakan sudah akan digenggamnya. Hilang begitu saja.

Perutnya semakin membuncit. Miranti mengenakan pakaian yang sangat menarik perhatian. Rambutnya yang hitam bergelombang digelung. Menampakkan leher putihnya yang jenjang.

Ekor mata kucingnya memperhatikan semua undangan yang hadir terutama Gayatri yang terlihat bahagia, sumringah dan ayu. Kecantikannya yang sederhana membuatnya terlihat istimewa.

Kebencian kembali menyeruak di dalam dada Miranti. Seharusnya semua perhatian tersebut menjadi miliknya. Buah hatinya. Sembari mengelus perutnya dengan dada yang terasa menusuk dan perih.

Wajahnya semakin masam melihat perhatian yang Putra berikan kepada Gayatri dan buah hati mereka, Satria.

Suaminya tampak semakin tampan. Wajahnya semakin bersinar dengan aura kebahagiaan yang memancar dari raut wajahnya. Kebanggaan sebagai seorang ayah yang memiliki penerus darah sekaligus kerajaan bisnisnya merupakan kebahagiaan yang paling membahagiakannya.

Tidak hanya suaminya saja melainkan kedua mertua beserta keluarga suami juga keluarga Gayatri. Hanya dirinya dan keluarganya saja yang tidak bisa menikmati apalagi menerima kebahagiaan tersebut.

Makanan tersedia melimpah di sana sini. Ruangan didekorasi sedemikian rupa. Rumah keluarga Baladewa yang menyerupai kompleks khusus merupakan perumahan yang sangat eksklusif karena dibangun di atas tanah yang luasnya mencapai hektaran.

Rumah utama dimana suami, Gayatri dan kedua mertuanya tinggal. Yang seharusnya menjadi miliknya dan bayinya yang akan lahir.

Kebun disulap sedemikian rupa sehingga pesta kebun yang diselenggarakan sangatlah meriah.

Rumahnya sendiri juga tidak kalah luas dan indah. Hanya saja, semua itu belum lah cukup. Putra menikahi Gayatri hanya karena mereka memiliki status sosial yang sama.

Seharusnya, apa yang dimiliki Gayatri menjadi miliknya. Buat apa Putra berlari ke arahnya jika memang Gayatri bisa memenuhi semua keinginan suaminya?

Perasaan kalah dan tersaingi memenuhi dadanya. Perasaan yang sangat dibencinya. Sangat sulit ditepis.

Gayatri sendiri tampil mengenakan gaun yang simpel dan chic. Siluet klasik. Misty green. Jika pakaian Miranti cenderung terbuka serta ketat mengikuti lekuk tubuhnya yang indah.

Gayatri memilih pakaian yang lebih tertutup dan longgar. Rambutnya dibiarkan terurai. Model layer sebahu.

Miranti memilih simple party look make up sedangkan Gayatri memilih make up natural dan flawless.

Para tamu yang sedang menikmati hidangan serta suguhan dari tuan rumah. Dikejutkan dengan ledakan keras dari beberapa balon yang meletus secara bersamaan.

Duaarrrr ...duaarr...duarrr

Rasa terkejut membuat para tamu menjadi panik dan kacau. Mereka berlari dan berteriak serentak

"Bom!"

Teriakan mana semakin memicu kekacauan di tengah pesta kebun yang sedang berlangsung.

Seseorang mengenakan masker menyeruak masuk ke tengah kekacauan berlari ke arah Gayatri yang sedang menggendong bayinya. Berusaha menenangkan bayinya yang menangis sangat kencang.

Lelaki tersebut berjalan secepat kilat. Menyerupai setengah berlari dan berusaha merebut bayi yang ada di dalam gendongan Gayatri. Serta Merta membuat Gayatri terkejut dan berteriak.

"Penculik! Tolong!" Naluri keibuan serta ketakutan disertai kemarahannya yang tidak terbendung membuatnya tidak berpikir panjang. Menekuk kaki pria tersebut yang berusaha merebut bayi di dalam gendongannya. Setelah tercipta jarak di antara mereka. Menendang tulang kering lelaki tersebut dengan sekuat tenaga.

"Awww!" Jerit lelaki tersebut kesakitan. Seseorang lain dengan menggunakan masker menyeret lelaki tersebut keluar.

Gayatri yang belum pulih dari ketakutannya. Merasa gemetar. Bayinya hampir direbut dan diambil darinya. Membuatnya menggigil.

"Kau tidak apa-apa kan?" Suaminya mendatanginya. Memeluk bahunya. Berusaha menenangkannya.

"Aku tidak apa-apa. Seseorang berusaha merebut bayi kita."

"Ya, aku tahu. Aku mendengar jeritanmu dan berusaha mencapaimu secepat kilat. Kalau bukan karena telepon sialan itu. Tidak mungkin aku pergi dari sisimu dan bayi kita."

"Mungkinkah telepon itu pancingan agar kau menjauhiku dan bayi kita?"

"Aku tidak tahu tetapi mungkin saja. Siapa yang melakukan ini semua?" Ujar suaminya dengan nada gusar.

"Aku tidak tahu." Jawab Gayatri dengan gemetar.

"Aku berusaha menangkap orang yang akan menculik bayi kita. Bermaksud ingin menghajarnya dan memberikan pelajaran kepadanya. Tetapi seseorang membawanya pergi." Sambung suaminya.

Lambat laun keadaan menjadi lebih tenang. Apalagi setelah para undangan menyadari bahwa tidak ada bom yang meledak.

Balon-balon yang diikat dengan mercon roket tidak kurang dari sepuluh buah balon. Hingga menimbulkan suara yang menyerupai ledakan bom.

Tim petugas keamanan yang menjaga pemukiman keluarga Baladewa berdatangan. Memeriksa kondisi serta memastikan keadaan aman.

Mereka berupaya mengejar para pelaku tetapi nihil. Para pelaku tersebut seperti menghilang ditelan bumi. Tidak meninggalkan jejak apa pun.

"Mengapa mereka ingin menculik bayi kita?" Tanya Gayatri di tengah ketakutannya.

"Persaingan bisnis? Aku tidak tahu. Ada yang merasa terancam dengan kelahiran bayi kita. Menurutmu siapa?"

"Aku tidak bisa berpikir. Untuk apa merasa terancam dengan bayi yang lahir tanpa dosa? Tidak memiliki kesalahan atau berbuat jahat pada siapa pun?"

"Sudah lah! Kau jangan banyak berpikir." Putra berusaha menenangkan istrinya.

Miranti berjalan dengan tergopoh menuju Gayatri. Wajahnya yang belum pulih dari kekagetannya. Menunjukkan kekhawatiran.

Serta merta Gayatri meradang melihat kedatangan Miranti.

"Aku tahu siapa pelakunya! Pasti kau! Dasar wanita jalang! Aku sudah berusaha bersabar denganmu. Tapi menculik bayiku? Itu sudah sangat keterlaluan!" Teriak Gayatri histeris.

"Kau kenapa? Berteriak seperti orang gila!" Miranti balas berteriak ke arah Gayatri.

"Kalian berdua tenanglah!" Putra berusaha menengahi kedua istrinya yang tampak emosi dan marah, "aku yang bisa gila kalau kalian terus-terusan seperti ini. Mengapa kalian tidak bisa akur seperti layaknya saudara?"

"Aku tidak mungkin bersaudara dengan perempuan yang tidak memiliki perasaan sepertinya. Pelakor!" Bentak Gayatri emosi.

"Kau sendiri intropeksi mengapa suamimu masih menginginkanku sebagai istrinya? Kau harus mengakui bahwa kau memiliki segudang keburukan!"

"Sayang..." Panggil Gayatri pada Putra, suaminya.

"Ada apa sayang?" Sahut suaminya.

"Bisa tolong pegang bayi kita sebentar. Aku mau ke toilet. Perutku sakit mendengar wanita gila ini berbicara!"

Putra mengambil bayi dalam gendongan Gayatri. Serta merta Gayatri menerjang Miranti.

"Apa yang kau lakukan?" Teriak Putra panik melihat sikap agresif Gayatri kepada Miranti.

Tanpa ragu, Gayatri menampar pipi Miranti di kanan dan kirinya.

"Itu karena kau wanita gatal dan murahan. Suka merebut suami orang. Kau yang memiliki segudang keburukan. Bukan aku!" Teriak Gayatri dengan emosi.

Tidak terima dengan tamparan serta luapan amarah Gayatri. Miranti membalas dengan mendorong Gayatri hingga terjembab dan mereka bergulat.

"Hentikan!" Teriak Putra yang sedang menggendong bayinya. Berusaha menitipkan bayinya ke orang yang dikenalnya dengan baik. Dia tidak ingin menitipkannya pada sembarang orang dan membuat bayinya dibawa lari. Apalagi hampir terjadi penculikan pada bayinya.

"Baby sitter, keamanan, bisa kah kalian kemari?! " Teriak Putra.

Seorang petugas keamanan berlari ke arah Putra memenuhi panggilannya.

"Tolong pegang bayiku. Aku ingin melerai kedua istriku yang sedang bertikai." Ujar Putra menyerahkan bayinya pada petugas keamanan rumahnya.

"Tolonglah! Kalian jangan bertikai! Malu dengan para tamu!" Teriak Putra dan tidak satu pun dari kedua istrinya mendengarkan apalagi mematuhinya.

Miranti mencakar wajah Gayatri dengan kuku panjangnya.

"Aww!" Teriak Gayatri,"wanita iblis!"

Gayatri berusaha mencekik leher Miranti tetapi didahului oleh Miranti yang sedang menduduki Gayatri dan berusaha mencekiknya.

Putra menarik tubuh Miranti. Memeluk tubuh istrinya dari belakang. Melingkarkan kedua tangannya menahan kedua tangan istrinya. Berusaha menghentikannya.

"Kau bisa membunuhnya!" Teriak Putra marah.

"Biarkan saja! Dia memang pantas mati! Wanita jahat!" Teriak Miranti emosi.

Gayatri berdiri dan kembali menerjang Miranti.

"Kau yang jahat! Iblis!" Seru Gayatri mengamuk.

Putra membalikkan tubuhnya berusaha menahan serangan Gayatri pada Miranti.

"Tolonglah tenang! Jangan saling serang!" Ujar Putra,"Keamanan, bantu aku menahan serangan istriku yang sedang mengamuk!"

Seorang petugas keamanan bergegas membantu.

"Maafkan saya, Bu!" Sahutnya setengah membungkuk sebelum meringkus Gayatri yang berteriak marah. Memaki, mangatai dan melontarkan sumpah serapah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!