NovelToon NovelToon

Hingga Akhir Waktu

Bab 1 Pertempuran

Malam yang gelap, bulan yang basah dan darah yang dingin, membuat sepasang mata takut akan cahaya dengan naiknya Dewa Iblis ke bumi untuk mengotori seluruh dunia dan melahap alam semesta agar membinasakan seluruh makhluk dan merubahnya menjadi Neraka.

Dewa Iblis menyebabkan keretakan di langit sehingga para iblis menyerbu ke dunia seperti badai pasir dan menangkap orang-orang yang hidup lalu menggerogoti mereka sampai tidak terhitung yang terluka dan mati.

Tentu saja, para dewa tidak akan tinggal diam dan membiarkannya melakukan tindakan yang menentang langit dengan memusnahkan seluruh kehidupan. Hingga saat ini pertempuran berlangsung di langit.

Berbagai serangan saling melilit di udara dan gesekannya meletupkan percikan hitam dan emas. Kedua sinar menari-nari menciptakan bayangan gelombang di langit seolah-olah serangan tersebut akan membelah angkasa.

‘’Sesama Dewa, kalian seharusnya berbagi kesengsaraan denganku,’’ kata Dewa Iblis.

‘’Konyol! Bahkan jika harus menghabiskan seluruh kekuatan dewa, kami tidak akan mundur sampai mati!’’ tegas Dewa Perang.

‘’Kalau begitu, hancurlah bersama dunia ini,’’ kata Dewa Iblis dengan mata merah menyala bersamaan tanda di dahinya bersinar.

Ia memproyeksikan Raja Neraka berkepala empat bertangan enam disertai dua gerhana besar yang terhubung dengan jiwanya. ‘’Apakah kalian memiliki kata-kata terakhir?’’

‘’Pancaran sinarnya dapat memusnahkan jiwa dan roh makhluk tidak peduli apakah itu dewa atau iblis. Salah satu serangan terkuat di Alam Semesta … Pencerahan,’’ kata Dewa Waktu.

‘’Dia benar-benar ingin mengakhiri peradaban Tiga Dunia,’’ kata Dewa Perang.

Dewi Bumi terdiam dengan mata terpejam sebelum akhirnya tersenyum. ‘’Sepertinya sudah waktunya kami kembali ke Alam.’’

Dewi Ruang yang mendengarnya menyadari maksud salah satu rekannya itu. ‘’Tunggu, bukankah itu artinya….’’

‘’Kami serahkan sisanya kepada kalian,’’ senyum Dewi Bumi.

Para dewa di barisan depan pun melakukan segel tangan. ‘’Semua jiwa akan kembali ke kehampaan tanpa dasar, berlindunglah pada langit … Tembok Kemujuran, aktifkan!’’

Muncul jutaan formasi pembatas berlapis emas yang tersusun ke bawah.

‘’Kudaranai(Percuma saja),’’ kata Dewa Iblis membentangkan kedua tangannya membuat pancaran sinar gerhana mulai menyebar.

Begitu pancaran sinar dan lapisan pembatas bertemu, cahaya keemasan menyilaukan berkelebat. Para dewa di barisan depan bisa merasakan tekanan Pencerahan merasuk hingga sumsum tulang, sebelum sinar itu melahap mereka secara satu persatu.

Beberapa saat kemudian setelah menghantam jutaan tembok, pancaran sinar akhirnya berhasil dihentikan. Lalu saat itu juga para dewa melakukan segel tangan. ‘’Buka formasi!’’

Dewa Iblis menatap sembilan pengikat bintang yang mengurungnya. ‘’Jadi mereka mengorbankan nyawa hanya demi mengulur waktu … Sangat menyentuh.’’

‘’Pengorbanan mereka tidak boleh sia-sia,’’ kata kesembilan dewa yang meneteskan air mata.

‘’Baiklah, mari kita lihat sampai kapan kalian bisa menahanku,’’ kata Dewa Iblis diselimuti energi hitam.

Mereka pun saling adu kekuatan menyerang dan bertahan, meskipun pada akhirnya Dewa Iblis berhasil menghancurkan formasi membuat kesembilan dewa memuntahkan darah.

‘’Kalian pikir Formasi Nawagraha Bintang Langit bisa menandingiku?’’ tanya Dewa Iblis.

‘’Tapi setidaknya ini bisa menjebakmu untuk sementara,’’ kata Dewi Bulan.

Saat itu juga muncul pintu ruang di sisi atas membuat semuanya mendongakkan kepala dan melihat duabelas formasi yang saling melilit.

‘’Semuanya, maaf telah membuat kalian menunggu,’’ kata Dewa Waktu.

Tanpa membuang waktu, kesembilan dewa tadi mengisi formasi yang kosong.

‘’Dewa Iblis Satan, ini adalah akhirmu,’’ kata Dewi Ruang.

‘’Saatnya mengirimmu ke liang kubur!’’ seru Dewa Perang.

Keduabelas dewa pun melakukan segel tangan. ‘’Jiwa pendosa meninggalkan dunia melewati rintangan menuju binatang … Hancurkan!’’

Langit membelah hingga muncul Naga Emas disertai Trisula Langit yang akan menghantam ke bawah.

‘’Di dunia ini tidak ada yang bisa mengalahkanku,’’ kata Dewa Iblis memanggil Pedang Peruntuh Langit di setiap tangan Raja Neraka.

Begitu bertemu, serangan tersebut menyebabkan ledakan cahaya yang membentang luas. Keduanya bahkan menimbulkan keretakan, sampai akhirnya Naga Emas dan Trisula Langit menembus Dewa Iblis lalu menghantamnya ke bawah.

‘’Ketika matahari dan bulan tidak bersinar, langit dan bumi menjadi gelap. Saat itulah aku akan kembali dan menghancurkan kalian para dewa yang tersisa!’’ seru Dewa Iblis sebelum tubuhnya tersebar menjadi titik cahaya yang melebur.

Di saat yang sama, robekan di langit mulai tertutup secara perlahan. Pasukan Langit di bumi juga telah berhasil membantai semua iblis yang mengacau, meskipun ada beberapa dari mereka yang berhasil melarikan diri.

Langit yang sebelumnya gelap, kini memperlihatkan seberkas cahaya dan menerangi bumi. Pertempuran atas tiga dunia diakhiri dengan kemenangan para dewa yang juga harus dibayar harga mahal.

Sebagai langkah terakhir untuk mengenang para dewa yang gugur dalam pertempuran, keduabelas dewa yang tersisa mengerahkan seluruh kekuatan mereka untuk memurnikan alam semesta, dan seiring berjalannya waktu, umat manusia pun bangkit dan mulai membangun bumi dari awal.

Hingga hari itu pun tiba dimana matahari dan bulan berada di langit yang sama, menutupi seluruh dunia dalam kegelapan bersamaan seorang anak terlahir dengan kutukan takdir.

......................

[Dunia Dewa]

Sebelas orang sedang berdiri melingkar di Monumen Langit, tempat dimana para dewa selalu berkumpul untuk merundingkan suatu hal.

‘’Dua kejadian beruntun ini bukanlah sebuah kebetulan,’’ kata Dewi Ruang.

Dewa Waktu memasang wajah serius. ‘’Dia pernah mengatakan akan kembali ketika matahari dan bulan tidak bersinar, langit dan bumi menjadi gelap. Lalu saat ini, matahari dan bulan berada di langit yang sama. Dengan kata lain….’’

Semua langsung mengerti dan serentak menjawab, ‘’Gerhana!’’

‘’Artinya, anak dengan kutukan takdir di bumi saat ini adalah Dewa Iblis?’’ tebak Dewi Mimpi.

‘’Setelah sekian lama, dia benar-benar kembali ke dunia,’’ kata Dewa Petir.

‘’Kita membayar harga yang mahal, bahkan menghabiskan hampir seluruh kekuatan dewa demi melenyapkannya,’’ kata Dewa Air.

‘’Apakah kali ini Tiga Dunia akan menjadi hancur lagi?’’ tanya Dewi Angin.

‘’Untuk mencegah kehancuran untuk kedua kalinya, anak itu harus dibunuh,’’ kata Dewa Perang.

‘’Setelah membunuhnya kemudian Dewa Iblis yang baru muncul, lalu apa bedanya?’’

Semua menoleh ke arah sang pemilik suara yang memperlihatkan sosok wanita bergaun emas.

Wanita dengan mata yang indah, wajahnya bersinar bagai bulan purnama, suaranya pembawa keberuntungan, warna kulitnya putih kemerah-merahan, dirinya memancarkan cahaya rembulan, bagai teratai yang lembut mekar sempurna dan memberi kesejahteraan. Dialah kasih sayang bagi semua makhluk. Dialah perwujudan cinta yang suci. Dialah dewi cinta yang abadi, Kamiai.

‘’Daripada membunuhnya, kenapa tidak memberinya kesempatan untuk merubah takdirnya sendiri?’’ tanya Dewi Cinta.

‘’Dia adalah jelmaan dari dosa di dunia dan merupakan pembawa bencana dan kematian. Bagaimana dia akan merubah takdirnya saat dia sendiri lahir ke dunia dengan memikul kutukan takdir?’’ tanya Dewa Perang.

‘’Lalu berapa banyak lagi dewa yang harus gugur demi melawannya? Dari 8 juta dewa, sekarang hanya tersisa 12,’’ kata Dewi Cinta.

Para dewa terdiam dengan wajah penuh bimbang setelah mendengarnya.

‘’Dewa Iblis lahir dari energi kotor Langit dan Bumi. Selama kejahatan di dunia tidak berhenti, dia selamanya tidak akan musnah dan terus terlahir demi mencapai tujuannya,’’ kata Dewi Cinta.

‘’Kalau begitu, apakah Dewi Cinta memiliki solusi lain untuk menghentikan Dewa Iblis tanpa membunuhnya?’’ tanya Dewa Api.

Dewi Cinta terdiam untuk sesaat. ‘’Untuk menuntunnya ke jalan yang benar, aku juga harus turun ke bumi dalam wujud manusia.’’

‘’Aku tidak mengizinkannya!’’ tegas Dewa Perang.

‘’Yang dikatakan Dewa Perang benar. Bukankah Dewi Cinta sudah tahu mengenai Hukum Langit jika dewa turun ke bumi?’’ tanya Dewi Matahari.

‘’Dewi Cinta akan menjadi manusia biasa dan tidak memiliki kekuatan, serta ingatan juga akan dihapus,’’ kata Dewi Tanah.

‘’Harap Dewi Cinta memikirkan kembali keputusannya dengan bijak,’’ kata Dewi Bulan.

...Visual Dewi Cinta...

...Visual Dewa Iblis...

...Visual Dewa Perang...

...Visual Dewa Waktu...

...Visual Dewi Ruang...

...Visual Dewa Matahari...

...Visual Dewi Bulan...

...Visual Dewa Air...

...Visual Dewi Angin...

...Visual Dewa Api...

...Visual Dewi Tanah...

...Visual Dewa Petir...

...Visual Dewi Mimpi...

Bab 2 Menjelma ke Bumi

‘’Sudah sejauh ini, jika Dewa Iblis mendapatkan jati dirinya, maka langit akan runtuh dan Tiga Dunia kembali hancur. Semua perjuangan dan pengorbanan sebelumnya akan menjadi sia-sia,’’ kata Dewi Cinta.

Para dewa terdiam dengan wajah yang amat serius. Mereka tidak bisa menerima keputusan Dewi Cinta yang ingin turun ke bumi seorang diri. Tapi di sisi lain, bencana harus dicegah karena titisan Dewa Iblis lahir ke dunia yang kelak akan menjadi ancaman di masa depan.

‘’Dewi Cinta sudah mengambil keputusan, seharusnya kita memberinya dukungan.’’

Semua serentak menoleh dengan wajah tidak percaya.

‘’Dewa Waktu, kita semua memikirkan hal yang sama, kenapa kau tiba-tiba berubah pikiran?’’ tanya Dewa Perang.

‘’Bumi sedang dilanda kegelapan. Jika gerhana tidak berhenti, maka Malam Tanpa Akhir akan menyelimuti dunia,’’ kata Dewa Waktu.

Perasaan campur aduk menyelimuti para dewa dan bagi mereka ini adalah pilihan yang sangat sulit.

‘’Aku akan menganggap kediaman kalian sebagai tanda sepakat. Kalau begitu pertemuan selesai,’’ kata Dewa Waktu.

Tanpa mengatakan apa pun Dewa Perang langsung meninggalkan Monumen Langit sambil ditatap oleh yang lainnya.

......................

Kediaman Dewa Perang

Semua prajurit dan pelayan meninggalkan kediaman sang dewa sebelum akhirnya Dewi Cinta datang.

‘’Salam Dewi.’’

‘’Kenapa semua orang pergi?’’ tanya Dewi Cinta.

‘’Kami juga tidak tahu Dewi. Tapi sepertinya Dewa Perang dalam kondisi hati yang buruk,’’ jawab salah satu pelayan.

Dewi Cinta menghela nafas sebelum akhirnya tersenyum. ‘’Baiklah, kalian boleh pergi.’’

Ia pun menoleh ke dalam dan berjalan masuk tanpa sadar para dewa mengikutinya dari belakang.

‘’Kalau Dewa Waktu mau menguping, lakukan saja sendirian. Kenapa mengajak kami juga menjadi penguntit?’’ tanya Dewi Mimpi.

‘’Karena bersama-sama itu lebih ramai. Jika ketahuan, bukan aku saja yang kena marah, kalian juga akan ikut,’’ jawab Dewa Waktu.

Para dewa menggelengkan kepala disertai hela nafas. ‘’Padahal bumi sedang dilanda kegelapan.’’

Dewi Cinta pun menyusuri kediaman hingga menemukan orang yang dicari sedang berdiri di jembatan kolam ikan.

‘’Bukankah sudah kubilang aku ingin sendiri?’’ tanya Dewa Perang tanpa berbalik.

Sebuah tangan menyentuhnya membuatnya langsung berbalik. ‘’Beraninya ka—‘’

Deg!

Dewa Perang sedikit terbelalak karena salah mengira pelayan yang menyentuhnya ternyata adalah Dewi Cinta. Ia pun kembali membuang wajah sambil para dewa memantau mereka dari jauh.

‘’Ternyata Dewa Perang juga bisa kekanak-kanakan seperti ini,’’ kata Dewa Api.

‘’Wajar saja, pernikahan mereka seharusnya sudah terjadi sejak dulu, tapi terhalang karena pertempuran melawan Dewa Iblis. Setelah situasi mulai membaik, Dewa Iblis kembali muncul sehingga Dewi Cinta meninggalkan Dewa Perang membuat pernikahan mereka tertunda lagi,’’ kata Dewi Tanah.

‘’Saat mengetahui Dewi Cinta akan pergi, tentu saja dia yang paling tidak menerimanya,’’ kata Dewa Matahari.

‘’Aku jadi kasihan karena mereka selalu menunda pernikahan,’’ kata Dewa Air.

‘’Mereka bukannya menunda terus, tapi keadaan yang memaksa mereka berpisah,’’ kata Dewi Angin.

Dewi Cinta berjalan ke hadapan pria tadi. ‘’Jika aku tidak turun ke bumi, kemungkinan besar pertempuran melawan Dewa Iblis akan kembali terjadi. Setelah itu tidak akan ada dewa lagi yang tersisa di dunia ini.’’

‘’Tapi, dari sekian banyak orang kenapa harus kau?’’ tanya Dewa Perang.

‘’Cinta dan Perang selalu berjalan bersama. Mereka adalah puncak emosi manusia. Kebaikan dan kejahatan, keindahan dan keburukan, kehidupan dan kematian. Jadi, ini adalah urusan antara aku dan Dewa Iblis,’’ kata Dewi Cinta.

‘’Apakah tidak ada solusi lain lagi?’’ tanya Dewa Perang.

‘’Hanya ini satu-satunya cara untuk mencegah kehancuran di masa depan,’’ jawab Dewi Cinta.

Dewa Perang memasang wajah sendu. ‘’Biarkan aku memelukmu sebentar.’’

‘’Kenapa kau juga ikut memelukku?’’ tanya Dewi Ruang kepada Dewa Waktu.

Para dewa menggelengkan kepala melihat tingkah Dewa Waktu. ‘’Masih sempat mengambil kesempatan.’’

Beberapa saat kemudian setelah membujuk Dewa Perang, semuanya berkumpul di Gapura Mortal yang merupakan pintu gerbang menuju Dunia Fana. Alam yang bersifat sementara, tidak kekal, dapat rusak, tempat dimana manusia hidup untuk mengalami cobaan.

Dewa Perang menarik tangan Dewi Cinta sebelum wanita itu pergi.

‘’Dewa Waktu, aku tidak akan pergi kemana-mana. Kenapa kau juga ikut menarik tanganku?’’ tanya Dewi Ruang.

‘’Heh, benar-benar mengambil kesempatan,’’ habis pikir Dewi Mimpi.

‘’Jika Dewa Perang tidak melepaskan tangannya, kapan Dewi Cinta bisa turun ke bumi?’’ tanya Dewa Waktu.

‘’Kau juga lepaskan tanganku,’’ kata Dewi Ruang.

‘’Tapi,’’ tidak rela Dewa Perang.

Ia pun menghela nafas panjang sebelum akhirnya melepaskan genggaman tangannya.

‘’Semuanya … Aku pergi dulu,’’ senyum Dewi Cinta sebelum tubuhnya menghilang secara perlahan.

Dewa Waktu menghela nafas. ‘’Kini, keselamatan umat manusia di masa depan berada di tangannya.’’

......................

[Dunia Manusia]

Kerajaan Negara Api

Terdengar suara seorang wanita menjerit kesakitan, sambil sang raja menunggu di ruang kenegaraan dengan perasaan cemas. Sejak tadi sang ratu mengalami kesulitan melahirkan, di tambah lagi gerhana tidak memperlihatkan tanda-tanda berhenti.

‘’Kami-sama(Oh Tuhan), kumohon selamatkan istri dan anakku,’’ cemas Raja Api mondar-mandir.

Tidak lama kemudian, seberkas cahaya menerangi istana membuat mereka yang ada di sana mendongakkan kepala melihat langit kembali cerah.

Di saat bersamaan salah satu prajurit datang melapor. ‘’Lapor Yang Mulia, Ratu telah melahirkan bayinya dengan selamat.’’

Mendengar hal itu membuat sang raja langsung bergegas menuju ruang persalinan.

......................

Ceklek!

Begitu pintu terbuka, semua orang langsung berlutut memberi hormat. ‘’Salam kepada Yang Mulia, selamat atas kelahiran Tuan Putri.’’

Ya, sang ratu telah melahirkan seorang putri yang wajahnya bersinar bagai bulan purnama, warna kulitnya putih kemerah-merahan, dirinya memancarkan cahaya rembulan, bagai teratai yang lembut mekar sempurna dan memberi kesejahteraan.

......................

[Dunia Dewa]

‘’Begitu Dewi Cinta lahir, gerhana pun juga berhenti dan cahaya kembali menerangi bumi,’’ kata Dewa Petir.

‘’Dia adalah dewa pertama yang turun ke bumi, tentu saja dunia menjadi diberkati,’’ kata Dewi Ruang.

‘’Dewa Perang, ini baru beberapa detik Dewi Cinta turun ke bumi, dan kau sudah terlihat seperti tubuh tanpa jiwa. Jangan bersedih, kau masih bisa melihatnya meski dari jauh,’’ kata Dewa Waktu.

‘’Sangat mudah mengatakannya. Cobalah berada di posisiku saat Dewi Ruang juga turun ke bumi dan melupakanmu,’’ kata Dewa Perang.

Kedua alis Dewa Waktu terangkat. ‘’Tidak masalah. Aku juga akan turun ke bumi untuk menemaninya.’’

Para dewa menghela nafas menyaksikan hal itu.

‘’Ini hari yang bahagia. Daripada kau murung seperti ini, lebih baik kita juga rayakan kelahiran Dewi Cinta,’’ kata Dewa Waktu merangkul Dewa Perang.

......................

[Dunia Manusia]

Setelah mendengar kabar dari istana, ribuan orang langsung memenuhi aula untuk menyambut sang putri. Begitu sang raja dan ratu muncul dan berdiri di tepi balkon, semua langsung bersujud memberi hormat.

‘’Dia yang terlahir memiliki keindahan, semoga tumbuh menjadi cahaya di masa depan. Dunia akan mengenalnya sebagai Kamiai, yang berarti cinta!’’ kata Raja Api.

‘’Kamiai Hime-sama banzai(Tuan Putri Kamiai panjang umur)!’’

...Visual Raja & Ratu Api...

Bab 3 Pertemuan Pertama

Bumi yang telah dibangun kembali kini dihuni Empat Bangsa : Air, Tanah, Api dan Angin yang hidup berdampingan dengan harmonis, mengisi hari-hari dengan kemakmuran dan kedamaian.

Tahun ini Putri Kamiai memasuki usia tujuh. Ia tumbuh menjadi anak tercantik di antara tiga dunia, bahkan dianggap sebagai sosok dewi yang turun menjelma sehingga orang-orang memanggilnya Bunga dari Surga.

......................

Ruang Kenegaraan

‘’Kita memiliki tradisi dimana setiap anak yang berusia 7 tahun akan dikirim ke akademi untuk menerima pendidikan selama 12 tahun.’’

‘’Di sana, para anak dilatih untuk mengendalikan dan memanipulasi unsur berdasarkan elemen natural mereka.’’

‘’Kami sudah mencatat semua anak yang akan dikirim bersama Tuan Putri, dan mengurus persiapan keberangkatan mereka. Mohon Yang Mulia memberi keputusan.’’

‘’Izin diberikan!’’ perintah Raja Api.

‘’Sesuai kehendak Yang Mulia,’’ kata para petinggi kerajaan membungkuk hormat sebelum meninggalkan ruangan.

Di sisi lain, Putri Kamiai mengerutkan dahi melihat para pelayan mondar-mandir di dalam kamarnya. Ia menatap pelayan pribadinya yang sama sibuknya. ‘’Kikyo-chan, apakah aku akan dijual?’’

Gadis muda yang ditanyai hampir saja terjatuh setelah mendengarnya. ‘’Kenapa berkata seperti itu? Tuan Putri akan dikirim ke akademi untuk menerima pendidikan.’’

‘’Lalu kenapa kalian merapikan ruanganku?’’ tanya Putri Kamiai.

‘’Tuan Putri akan tinggal di akademi selama 12 tahun, jadi Yang Mulia akan menutup tempat ini untuk sementara,’’ jawab Kikyo.

Putri Kamiai melotot. ‘’Kenapa harus tinggal selama itu? Aku ke sana untuk menerima pendidikan, bukan pindah rumah.’’

Kikyo tersenyum kaku sambil menggaruk kepala belakangnya. ‘’Aduh, bagaimana menjelaskannya kepada Tuan Putri, ya?’’

‘’Kau mengatakan sesuatu?’’ tanya Putri Kamiai.

Belum sempat Kikyo menjawab, pintu terbuka membuat semuanya membungkuk hormat. ‘’Salam Yang Mulia.’’

‘’Kenapa wajahmu seperti itu?’’ tanya Raja Api.

‘’Setelah kakak, sekarang kalian juga akan mengirimku pergi. Kenapa aku tidak menerima pendidikan di istana saja?’’ tanya Putri Kamiai.

‘’Ini sudah menjadi tradisi sejak dulu. Kau akan bertemu dengan banyak orang dari penjuru negeri dan belajar bersama mereka,’’ kata Raja Api.

‘’Tapi aku tidak mengenal siapa pun. Mereka semua adalah orang asing,’’ kata Putri Kamiai.

‘’Tidak ada yang namanya orang asing. Kelak, mereka akan menjadi teman-temanmu,’’ kata Ratu Api.

‘’Putriku yang cantik ini tidak akan mengecewakan kami, kan?’’ tanya Raja Api.

Putri Kamiai memasang wajah cemberut. ‘’Kalau begitu, aku akan menurut hanya dengan satu syarat. Selama ini aku tidak pernah menginjakkan kaki di luar istana. Dan kebetulan saat ini ada Festival Hanabi di kota, jadi biarkan aku bebas berkeliling satu hari penuh seorang diri.’’

Sang raja dan ratu saling bertatapan sebelum kembali menoleh ke arah sang putri.

‘’Tidak boleh. Itu berbahaya, Kikyo-chan akan ikut bersamamu,’’ kata Raja Api.

‘’Kalau dia ikut, aku tidak akan menikmati jalan-jalanku,’’ kata Putri Kamiai.

‘’Tapi berkeliaran di kota seorang diri itu berbahaya. Tidak ada yang tahu kapan seseorang menyerangmu,’’ kata Raja Api.

‘’Jangan khawatir. Jika aku menyamar, tidak ada yang akan mengenaliku,’’ kata Putri Kamiai.

‘’Tetap tidak bo—‘’ ucapan sang raja terpotong saat sang ratu memegang tangannya sebelum mengkodenya dengan anggukan kepala.

Melihat hal itu membuat Raja Api menghela nafas. ‘’Baiklah. Tapi, beberapa prajurit akan tetap ikut bersamamu dan mengawalmu dari jauh.’’

‘’Sepakat!’’ senyum Putri Kamiai sebelum menghampiri lemari baju.

‘’Haa, aku tidak pernah menang saat melawannya berdebat,’’ kata Raja Api membuat sang ratu tersenyum.

......................

Jalanan Utama Kota

Tampak seorang anak mengenakan pakaian biasa yang tidak lain adalah Putri Kamiai. Ia menyusuri jalan sambil menatap orang-orang di sepanjang jalan. ‘’Sangat ramai, berbeda di istana yang seperti tidak memiliki kehidupan saja.’’

Langkah kakinya kemudian terhenti sebelum berbalik melihat para prajurit yang juga menyamar sepertinya. ‘’Aku tidak bisa bebas jika mereka terus mengikutiku, harus menjauhkan mereka dulu.’’

Putri Kamiai pun menghampiri para prajurit itu membuat mereka membungkuk hormat.

‘’Kalian sudah mengabdikan diri untuk kerajaan. Jadi, untuk membalas jasa kalian, terimalah ini,’’ kata sang putri membagikan uang koin.

‘’Eh? Tapi Tuan Putri, kami tidak pantas mendapatkan i—‘’

‘’Ush! Jangan panggil aku Tuan Putri di sini. Kalian ingin penyamaranku terbongkar sehingga pembunuh berantai akan melenyapkanku?’’ tanya Putri Kamiai.

‘’Tidak Tuan Put—hem maksud kami Nona Muda.’’

‘’Kalian pergilah bersenang-senang juga,’’ kata Putri Kamiai.

‘’Tapi Yang Mulia akan menghukum kami jika melanggar perintahnya.’’

‘’Kita berada di luar istanaa, kau pikir penglihatan ayahanda bisa sampai ke sini? Turuti saja apa yang aku katakan,’’ kata Putri Kamiai.

Para prajurit tadi hanya mengangguk mengerti sebelum membungkuk pergi.

Setelah itu, sang putri kembali menyusuri jalan hingga ia tidak sengaja melihat kerumunan orang. ‘’Kenapa begitu ramai?’’

Bugh!

Bugh!

‘’Dasar pembawa sial!’’

‘’Enyahlah!’’

Anak itu dipukuli dan dilempari membuat Putri Kamiai yang melihatnya langsung melerai.

‘’Hei, apa yang kalian lakukan?! Berhenti memukulinya!’’ seru sang putri.

‘’Dia mencuri makanan di beberapa toko sambil memanfaatkan keramaian ini.’’

‘’Tapi tidak perlu memukulinya? Apakah aturan mengajari kalian main tangan sebelum membicarakannya baik-baik?’’ tanya Putri Kamiai.

Salah satu pedagang tersenyum remeh. ‘’Lihat bocah kurang ajar ini, beraninya mengajari orang dewasa seperti kita tentang tata krama.’’

‘’Bocah kurang ajar? Apa kau tidak sadar sedang bicara dengan siapa saat ini?’’ tanya Putri Kamiai.

‘’Memangnya siapa? Tuan Putri negara ini? Tuan Putri kami itu berbudi luhur dan tidak mungkin bocah kurang ajar sepertimu.’’

Putri Kamiai menghela nafas kasar. ‘’Kau—’’

Ucapannya terpotong setelah sadar ia tidak pernah keluar istana sehingga tidak ada yang pernah melihat wajahnya.

Cih, aku sampai lupa ingin marah, kata Putri Kamiai dalam hati.

Ia lalu menatap para orang dewasa itu. ‘’Kalian sudah mendapatkan kembali barang kalian, kan? Jadi pergilah, kalau tidak, aku akan mengadukan tindakan kalian ke istana karena telah memukul anak di bawah umur.’’

Mendengar hal itu membuat kerumunan orang tadi berbisik sebelum akhirnya pergi.

Putri Kamiai menghela nafas sambil menghampiri anak laki-laki tadi. ‘’Hei, kau tidak apa-apa?’’

‘’Jangan menyentuhku!’’ seru anak laki-laki tadi mendorong sang putri.

‘’Woah, aku sudah membantumu, dan ini balasan untukku? Apa kau tidak diajarkan sopan santun oleh kedua orangtuamu?’’ tanya Putri Kamiai.

‘’Yang Mulia ini tidak akan tertipu dengan perbuatan baikmu. Bagiku, kau sama saja dengan mereka,’’ kata anak laki-laki itu.

‘’Ya-Yang Mulia?’’ bingung Putri Kamiai.

Anak laki-laki tadi melakukan petikan jari. Namun, tidak ada yang terjadi membuatnya Putri Kamiai yang melihatnya mengerutkan dahi lalu menepis tangan anak itu dengan kasar.

‘’Kau benar-benar cari mati,’’ kata anak laki-laki.

‘’Kau sedang apa? Apa kau pikir dengan melakukan petikan jari, daratan ini akan hancur dan menjadi lautan darah? Dengar makhluk fana, kau bukan dewa, iblis atau penyihir, jadi berhentilah menjadi badut,’’ kata Putri Kamiai.

‘’Cih, sangat cerewet seperti cacing kepanasan,’’ cibir anak laki-laki.

Putri Kamiai mengerutkan dahi. ‘’Hei makhluk fana, aku bisa mendengarmu.’’

‘’Berhenti memanggilku makhluk fana,’’ kata anak laki-laki.

‘’Kalau begitu pencuri,’’ kata Putri Kamiai.

‘’Satan!’’ tegas Satan.

Putri Kamiai mengerutkan dahi. ‘’Setan?’’

‘’Namaku Satan! Dasar tuli,’’ kata Satan.

‘’Kalau kau marah-marah terus, nanti rambutmu jadi putih dan kau dipenuhi kerutan,’’ kata Putri Kamiai.

‘’Kau mau aku bunuh?!’’ kesal Satan.

...Visual Putri Kamiai...

...Visual Satan...

...Visual Kikyo...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!