NovelToon NovelToon

Broken

1

Matahari terasa menyengat kulit, tapi Bella dengan tenang tetap berjalan di atas trotoar dengan menjinjing kanvas lukisan yang akan ia kirim ke galeri seni yang ada di pusat kota. Ya-nyatanya ia hanya bisa mengandalkan kendaraan umum karena tak mempunyai kendaraan pribadi, tentu saja kecuali sebuah sepeda dan kedua kakinya. Sebenarnya banyak teman yang sering menawarinya tumpangan tapi sudah menjadi prinsipnya jika ia tak akan mau merepotkan orang dengan hal yang masih bisa ia lakukan sendiri.

Walau dia adalah wanita yang cenderung pendiam tapi kerendahan hatinya membuat banyak orang nyaman berteman dengannya. Bahkan tak sedikit pria pernah menyatakan ingin menjalin hubungan lebih dekat dengannya. Tapi seorang lsabella Swan sudah berjanji pada dirinya sendiri jika tidak akan pernah terbuai dengan sesuatu yang disebut orang sebagai cinta.

Dia hanya berpikir jika kekuatan cinta itu sangat besar maka mungkin saat bayi dia tidak akan dibuang ke sebuah panti asuhan. Dia tak akan pernah merasakan berjuang untuk bertahan hidup di atas dua kakinya sendiri, bahkan ketika usianya masih terbilang sangat muda. Dia dan teman teman pantinya harus hidup serba kekurangan karena semua dana donatur di salah gunakan oleh ibu pantinya. Bukannya untuk merawat anak anak asuhnya, tapi dana itu malah digunakan untuk kepentingan pribadi sang pemilik panti asuhan.

BRRAAKKKK ...

"Ya Tuhan!!" teriak para pejalan kaki hampir bersamaan. Semua orang terlihat kaget dengan apa yang baru saja terjadi di depan mereka.

Bella dan beberapa pejalan kaki langsung berlari ke arah dimana tabrakan beruntun terjadi di depan mata mereka. Sebuah truk tampaknya mengalami rem blong hingga menabrak beberapa mobil di depannya. Sengaja Bella berlari ke arah mobil yang tepat ada didepan truk karena sekilas melihat seorang pria tua yang tampak tak berdaya di dalam sana .

Pintu mobil yang sudah penyok membuat beberapa pemuda kesulitan membukanya, tapi dengan tenang gadis itu mendekat dan meminta mereka yang berkerumun untuk sedikit menjauh. Dan...

DUAGGHHHH...

Sekali tendang pintu belakang mobil bisa terbuka dan akhirnya mereka bisa mengeluarkan pria tua yang terlihat terluka di bagian kepalanya itu. Setelah dibawa ke pinggir Bella sengaja meletakkan kepala sang pria tua di pangkuannya karena tak mungkin ia membiarkan pria itu tergeletak begitu saja di pinggir jalan. Darah tampak mengucur deras dari pelipis pria itu. Ada sedikit rasa khawatir tapi dia yakin sebentar lagi bantuan medis pasti segera datang .

"Anda tidak apa apa Tuan? Jangan khawatir sebentar lagi bantuan pasti akan datang. Anda akan segera mendapat perawatan..." kata Bella mencoba menenangkan pria tua yang sepertinya sedang menelisiknya, seperti ada yang salah dengan dirinya. Pria tua perlente itu pasti heran dengan penampilan 'kumuhnya'. Celana jeans belel yang hanya dipadukan kaos hitam dan sebuah tas ransel besar di punggungnya membuat tampilannya sedikit berbeda dari gadis kebanyakan. Dia yakin pria itu sudah terbiasa dengan tampilan elegan dari orang orang disekitarnya.

"Aku tidak takut mati Nona, tapi ada hal yang belum aku selesaikan. Bolehkah aku minta sesuatu? Tolong temani aku di rumah sakit nanti. Aku sendirian, cucuku sedang ada di lain kota? Pria tua ini sedang butuh pertolonganmu."

Bella hanya tersenyum dan mengangguk agar membuat pria itu lebih tenang, ia sangat yakin jika pria yang terlihat lemah itu bukanlah pria sembarangan. Terbukti ada dua orang berseragam hitam yang terus mengawasi mereka dari kejauhan. Bella yakin tak ia jaga pun pria itu akan baik baik saja ditangan dua penjaganya. Bella tahu para penjaga itu tak berani mendekat karena tidak diijinkan oleh pria parubaya didepannya, dan dia tak mau ambil pusing tentang itu.

Sirine ambulan semakin meraung mendekat , ada tiga mobil ambulan yang datang bersamaan. Dua orang perawat pria tampak mendekat dan memindahkan tubuh renta itu ke ranjang dorong yang mereka bawa. Satu diantaranya mendekat pada Bella karena melihat cipratan darah di celana jeans yang dikenakan.

"Anda tidak apa apa Nona?"

"Saya baik baik saja, saya hanya salah satu penolong. Bukan korban yang terlibat kecelakaan," jawab Bella yang kemudian bangkit ingin pergi dari tempat itu, dia harus bergegas pergi karena ingin segera menyelesaikan urusannya. Sore hari nanti dia akan bekerja paruh waktu di supermarket milik salah satu temannya. Selama itu adalah hal baik maka semua akan ia lakukan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Baru lima langkah Bella harus menghentikan langkahnya, dua orang berseragam hitam yang tadi ia lihat sudah ada di depannya. Gadis itu mencoba tetap tenang ketika salah satu orang itu mendekat padanya. Masih banyak orang disekitarnya jadi dia yakin dua pria itu tak akan melakukan hal yang bodoh.

"Maaf Nona, tapi Tuan Ammar Rathore meminta kami membawa anda turut serta ke rumah sakit. Beliau berkata jika anda sudah berjanji menemaninya, ini hanya akan sebentar. Kami akan bertanggung jawab untuk mengantar anda pulang nanti!"

Bella tampak menghela nafasnya, sepertinya tadi ia sudah membuat satu kesalahan. Dia pikir pria tua bernama Ammar Rathore itu tidak akan mengingat janji yang ia buat. Janji untuk menemani pria itu ke rumah sakit. Untuk saat ini sepertinya ia belum beruntung memajang salah satu lukisannya di galeri seni karena siang ini adalah hari terakhir seleksi lukisan bagi seniman jalanan seperti dirinya. Karena sebagian besar lukisan yang terpajang disana adalah karya dari pelukis pelukis terkenal.

"Baik, aku ikut! Tapi aku harus kembali sore nanti... karena aku ada pekerjaan,"

"Tentu saja," jawab dua pria itu hampir bersamaan. Dengan sebuah isyarat mereka meminta Bella untuk mengikuti berjalan ke arah mobil yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang. Walau bertampang garang nyatanya dua pria itu bersikap sangat sopan.

Sementara itu disalah satu mobil ambulan yang membawa korban kecelakaan, tampak pria parubaya yang tidur telentang di ranjang dengan selang oksigen yang tak lagi berada di tempatnya. Ammar Rathore memang melepas selang oksigen yang terpasang di hidungnya karena merasa dia baik baik saja. Seorang pria bertubuh tambun tampak duduk disampingnya dengan kepala tertunduk.

"Trace, kau sudah suruh orangmu menjemput dia kan? Nanti dirumah sakit minta Dokter untuk melakukan segala cara agar bisa mengambil sampel darah gadis itu. Aku akan bayar berapapun jika dokter itu meminta imbalan!"

"Baik Tuan," sahut pria bernama Trace itu tanpa banyak pertanyaan. Titah pria yang ada di depannya adalah hal yang mutlak untuknya. Trace adalah kepala pengawal keluarga Rathore. Saat ini Ammar sedang melakukan perjalanan bisnis di kota ini, tak disangka jika akan terjadi kecelakaan seperti tadi.

Seharusnya sesuai protokol ada dua mobil yang mengapit mobil atasannya, mobil yang berjaga di depan dan di belakang mobil Ammar. Tapi sayangnya tadi pria itu tidak mau menerapkan penjagaan seperti biasanya, hanya ada satu mobil penjaga yang ada di depannya. Dan naasnya terjadi kecelakaan yang tidak mereka duga. Mungkin setelah ini dia akan menyelidiki kecelakaan ini lebih lanjut, ia hanya ingin tahu apakah ada unsur kesengajaan pada kejadian tadi.

2

Sementara disebuah mansion megah yang berada di tengah kota Willow tampak seorang wanita berumur dengan dandanan elegan sedang duduk dengan dengan tiga orang wanita dengan seragam yang sama. Tiga wanita itu adalah manager dan dua pegawai toko berlian terkemuka yang datang khusus atas permintaan sang wanita sosialita.

Jika sosialita lain akan datang ke toko perhiasan maka Victoria Rathore 'mendatangkan' sendiri toko perhiasan ke kediamannya untuk berburu perhiasan yang diinginkannya. Selain untuk koleksi Victoria berpikir perhiasan adalah investasi tak ternilai untuknya. Putranya pasti akan memberikan semua yang ia inginkan, berbeda sekali dengan sang ayah mertua yang bahkan tidak mencantumkan namanya di daftar warisan keluarga.

Semua aset keluarga Rathore sudah disahkan oleh pengacara atas nama putra tunggalnya, Diego Saad Rathore. Victoria berpikir jika Ammar membencinya karena kelahiran putranya bertepatan dengan peristiwa kecelakaan pesawat yang merenggut nyawa suaminya, Faiz Saad Rathore. Tapi ia tak peduli, yang penting baginya adalah posisinya kini sangat aman! Seumur hidup putranya akan menjadi tambang emas untuknya. Dia tak akan pernah hidup kekurangan.

"Jadi mana yang anda pilih Nyonya?" tanya sang pegawai yang langsung tertunduk ketika mendapat tatapan tajam dari managernya. Dia tahu sudah melakukan kesalahan, ia hanya merasa sudah semua koleksi terbaik dikeluarkan. Tapi sosialita didepannya terlalu santai memilih, malah terkesan sombong karena beberapa kali membandingkan perhiasan yang mereka bawa dengan koleksi pribadi yang dibeli dari negara lain.

" Maaf, dia adalah pegawai baru di toko kami. Dia hanya ingin mengatakan jika semua perhiasan itu sangat cantik anda pakai Nyonya," sang manager mencoba menjelaskan. Victoria adalah pelanggan eksklusif di tokonya, dia bisa kehilangan pekerjaan bila ada komplain buruk dengan kinerjanya.

"Aku bisa membeli semua koleksi kalian, tapi apa yang kalian bawa kali ini tidak ada yang istimewa!" ujar Victory dengan congkaknya, ia paling tidak bisa jika ada orang meremehkannya. Dia ingin membalas hinaan sang pegawai dengan tidak membeli apapun. Dengan begitu gadis rendahan itu akan mendapat sanksi karena tidak bisa bekerja dengan baik.

"Baik jika begitu kami akan kembali besok, kebetulan ada koleksi baru yang datang dari Milan. Kalung batu safir yang hanya ada dua di dunia ini, salah satunya dimiliki oleh ratu lnggris. Saya yakin hanya anda yang pantas memilikinya Nyonya Victoria."

"Aku akan sangat menantikannya!"

Victoria tampak tersenyum cerah, hari ini dia harus bisa membujuk putranya agar mau membeli kalung yang pastinya berharga fantastis itu. Dan sebuah suara membuat senyumnya bertambah lebar.

" Tuan Diego paling tidak bisa melihat anda sakit Nyonya, dua jam lagi dia pulang! Anda hanya perlu naik ke kamar dan menyelimuti seluruh tubuh anda. Sisanya biar saya yang atur, seperti biasa anda akan menambahkan bonus jika rencana ini berhasil!"

Victoria bertepuk tangan kecil mendengar ide dari wanita yang berpuluh tahun menjadi kepala maid di mansion ini. Amber adalah tangan kanan yang sangat ia percaya, wanita itu benar benar sangat bisa ia andalkan.

"lde bagus Amber, aku lupa jika hari ini Diego akan pulang lebih cepat untuk bersiap menyusul kakek tua itu! Aku beri bonus setengah gajimu jika dia mau memberi apa mauku."

" Deal Nyonya," sahut Amber mengangkat satu sudut bibirnya, semudah ini mencari uang tambahan yang bisa ia beri untuk suami mudanya. Sejak suami pertamanya meninggal dua tahun yang lalu, ia menikah dengan pemuda yang bekerja sebagai tukang kebun di mansion ini. Pemuda itu sangat mencintainya, hanya saja pria itu punya hobi keluar untuk minum minum bersama teman temannya. Tapi Amber tak pernah mempermasalahkan karena yang terpenting pria itu bisa memuaskannya.

Victoria segera naik ke kamar dan mengganti bajunya dengan piyama panjang. Wanita itu menghapus riasan dan membuat rambutnya sedikit berantakan. Pemulas bibir warna pucat pun ia oleskan agar meyakinkan penampilannya.

Mungkin karena tubuhnya memang sedang lelah, Victoria segera berbaring dan menyelimuti diri. Tapi betapa terkejutnya dia ketika ia melihat seseorang datang dari balkon kamarnya. Seorang wanita cantik dengan rambut terurai, mengenakan gaun indah berwarna putih datang mendekat dengan tatapan penuh arti padanya.

"Suatu saat mereka semua akan tahu kebenarannya, dan saat itu kau akan menangis darah Nyonya! Aku akan menunggu saat itu...aku akan selalu menunggunya," tutur wanita cantik itu semakin mendekat ke arah ranjang Victoria.

"Jangan mendekat! Pergi kau j*lang...pergi!" teriak Victoria ketakutan, dia semakin histeris ketika melihat dua tangan wanita bergaun putih itu menjulur ke arahnya seolah ingin mencekiknya.

"Jangan! Ampun!"

Dan ketika dia merasa tak bisa bernafas lagi, samar ia mendengar suara Diego yang memanggilnya.

"Mom... bangun! Tenanglah! Kau hanya sedang bermimpi." Diego menepuk pelan lengan sang ibu yang sepertinya masih belum sadar walau dua matanya sudah terbuka. Seperti kata kepala pelayan yang bertemu dengannya di tangga bawah, ia bisa dengan jelas melihat jika ibunya memang sedang tidak enak badan. Wajah ibunya sangat pucat.

"Oh God... Diego! Perempuan itu datang lagi ke mimpiku," keluh Victoria setengah sadar sambil menghapus keringat yang mengalir di dahinya.

"Perempuan?"

" Ohh ehh tidak, maksud Mommy adalah aku bermimpi tentang daddymu. Tadi aku bertemu dengannya tapi cahaya putih membawanya pergi, aku sampai jatuh bangun mengejarnya sayang. Aku rasa aku sangat merindukannya," bohong Victoria tak ingin Diego tahu mimpi sebenarnya.

Wanita itu bernafas lega ketika Diego tak lagi membahas lebih jauh tentang mimpinya, dahinya mengernyit ketika melihat raut khawatir putranya.

"Apa tidak apa apa jika Mommy aku tinggal sendiri? Grandpa mengalami kecelakaan dan dia sedang dirawat dirumah sakit. Aku harus melihat keadaannya."

"Semoga saja dia cepat menyusul putranya, membosankan jika harus terus pura pura baik di depan tua bangka itu!" batin Victoria, ternyata mendengar kabar ini lebih menyenangkan dari kalung safir yang sedang dia incar.

" Mom? Kau mendengarku?"

"Ehh tentu saja, ada banyak maid yang bisa merawatku, segeralah susul Grandpamu! Mommy takut terjadi apa apa padanya."

Diego tampak menghela nafas panjang, kakeknya sedang sangat membutuhkan kehadirannya tapi disisi lain ibunya juga sedang sakit. Dua duanya adalah orang orang terpenting di hidupnya. Hanya Ammar dan Victoria yang ia punya di dunia ini.

"Tapi...."

"lbu baik baik saja sayang, jangan buang waktu lagi segeralah berangkat. Sampai disana kau masih bisa menelponku jika ingin tahu keadaanku," ujar Victoria lembut dengan senyum dipaksakan.

"Baik jika begitu, aku sudah memanggil Dokter Darma untuk datang memeriksa keadaanmu. Aku berangkat Mom!" Tadi sebelumnya Diego sengaja memanggil dokter keluarga untuk memeriksa keadaan ibunya. Dokter Darma sudah menjadi dokter keluarga Rathore bahkan sebelum kelahirannya.

Victoria segera bangkit setelah Diego keluar dari kamarnya, ia segera kembali merias wajahnya. Raut yang tadinya berpura pura sayu itu berubah menjadi sangat cerah.

" Darma ... honey. l miss you!"

3

Bella hanya mengikuti langkah dua pria didepannya tanpa banyak bertanya, berharap setelah melihat Ammar baik baik saja maka ia bisa segera pergi dari rumah sakit. Banyak pekerjaan yang sudah menantinya, sebelum pergi bekerja ke supermarket ia harus pergi ke panti asuhan tempatnya bernaung dulu. Ada beberapa kantong roti dan susu yang akan ia berikan pada 'adik adiknya'. Setidaknya ia bisa sedikit membantu agar anak anak itu tidak kelaparan untuk dua atau tiga hari ke depan.

Sampai di depan sebuah ruangan VIP tiba tiba seorang dokter menghampiri dia dan dua penjaga dengan wajah panik.

"Adakah di sini yang mempunyai golongan darah rhesus negatif? Kami sedang membutuhkannya!"

"Rhesus negatif? Anda bisa ambil darah saya dokter!" seru Bella spontan. Dia berpikir mungkin salah satu korban kecelakaan tadi membutuhkan pertolongannya. Golongan darahnya termasuk langka, jadi tak banyak orang yang memilikinya.

" Anda?" sang Dokter tampak mengerutkan dahinya, ada sedikit rasa bersalah karena sudah melakukan permintaan salah satu pasiennya bernama Ammar.

"Saya hanya manusia yang ingin menolong sesama," sahut Bella yang melihat dokter itu malah terpaku menatapnya, bukan segera mengantar untuk mengambil darahnya. Mungkin dokter itu sangsi jika dia memang memiliki golongan darah yang disebutkan.

Sang dokter menghela nafasnya, seperti ada sesuatu yang urung dikatakan. "Baik, tapi sebelum ke ruang donor sebaiknya anda masuk dan menemui beliau. Tadi Tuan Ammar Rathore minta untuk bertemu dahulu dengan gadis penolongnya."

"Tapi bukannya pengambilan darah saya lebih penting? Saya masih bisa menemuinya nanti."

"Sebenarnya bukan hal yang terlalu darurat, hari ini banyak kecelakaan terjadi. Kami hanya berjaga jaga siapa tahu ada yang butuh golongan arah itu. Anda tahu jika Rhesus negatif adalah golongan darah yang langka," kata sang Dokter menatap dua penjaga seakan meminta agar mereka segera membawa masuk Bella ke ruang rawat Ammar. Jika bukan karena janji, dia tidak akan melakukan hal bodoh ini hanya untuk memastikan jika gadis didepannya memiliki golongan darah yang dimaksud.

" Dokter benar Nona, kita harus bergegas! Bukannya sore ini anda masih banyak pekerjaan? Sebaiknya kita segera menemui Tuan Ammar di dalam. Nanti kami akan mengantar anda ke ruang donor." Dua penjaga itu membuka pintu kamar dan mempersilahkan Bella untuk masuk. Dan gadis itu hanya mengedikkan bahunya ketika melihat sang dokter pergi ke ruang sebelah, mungkin memeriksa pasien lainnya.

Bella menggelengkan kepalanya pelan ketika pertama kali kakinya masuk ke ruang VIP dimana Ammar dirawat. Kamar itu bahkan empat kali lebih luas dari kamar sewanya, warna putih yang mendominasi membuat kamar itu terlihat lebih mewah. Dia yakin biaya satu hari tidur ditempat ini pasti akan menghabiskan satu bulan gajinya.

" Hei... maaf jika pria tua ini sudah membuatmu repot. Kau tahu sangat tidak nyaman ketika sakit tapi harus berada di tengah wajah wajah datar seperti mereka," kelakar Ammar yang membuat Bella tertawa kecil. Selain dua pria penjaga yang mengantarnya ternyata ada satu lagi pria berwajah garang yang menunggu Ammar di ruang rawat. Wajar jika Ammar mengeluh karena wajah pria itu sangat tidak bersahabat. Pria bertubuh tinggi besar itu sudah menatapnya tajam saat pertama kali ia melangkah masuk ke kamar ini.

Bella yakin pria parubaya didepannya adalah pria kaya raya, tapi entah kenapa dia melihat jika pria itu sangat kesepian. Sampai dalam keadaan seperti ini pun tidak ada satu pun keluarga yang mendampingi. Diusia senja seperti ini keluarganya malah menyerahkan penjagaan pria itu pada orang luar.

"Bisakah aku minta sesuatu padamu? Apakah kau berkenan datang lagi besok?"

Bella hanya mengangguk walau ragu apakah besok ia akan punya waktu datang lagi, "Akan saya usahakan Tuan...."

"Jangan panggil aku Tuan, panggil aku Grandpa seperti Diego memanggilku. Diego adalah nama cucuku."

"Baik Kakek, panggilan itu lebih familiar untuk saya. Anda keberatan?" tanya Bella kemudian mengangkat tas ranselnya bersiap untuk pergi.

"Tentu saja tidak, mereka akan mengantarmu pulang," kata Ammar seperti masih ingin bersama gadis muda yang baru tadi ia temui itu. Ada rasa damai ketika gadis itu berada di dekatnya.

"Terimakasih, tapi aku rasa tidak perlu. Aku punya kepentingan di tempat yang tidak jauh dari sini. Hanya beberapa blok dari sini!"

Setelah berpamitan Bella langsung keluar dari ruang rawat Ammar, dia harus segera ke panti yang kebetulan berjarak tak jauh dari rumah sakit.

Baru beberapa melangkah keluar kamar perhatian gadis itu tertuju pada seorang pria dan wanita yang sepertinya sedang bertengkar. Bukan berniat mencampuri, tapi Bella merasa jika pria itu terlalu kasar berbicara. Hal yang seharusnya tidak pantas dilakukan di tempat umum seperti ini. Dan yang membuatnya heran adalah orang orang disekitarnya hanya melihat tanpa berniat menengahi, sebagian malah mengabadikan momen itu diponselnya.

BRUUGGHHH ...

"Akkhhh!" pekik Bella ketika tanpa sadar dirinya menabrak seseorang. Sungguh, ia merasa seperti sedang menabrak sebongkah batu karang hingga bahu dan dahinya terasa nyeri.

"Ma-" sebelum mengucapkan permintaan maaf ternyata pria itu sudah melangkah pergi meninggalkannya. Tapi dengan jelas ia bisa mendengar umpatan umpatan kasar pria itu yang tentu saja ditujukan padanya.

"Gadis brengsek!!Apa matanya buta!?"

Bella tak mau ambil pusing, sepertinya hari ini adalah hari yang luar biasa untuknya.

*

CEKLEKKK ..

Diego langsung mendekat ke arah ranjang rawat kakeknya, rautnya terlihat sangat khawatir ketika melihat kepala sang kakek yang dibebat melingkar. Sengaja ia menggunakan jet pribadinya agar lebih cepat sampai dirumah sakit.

"Grandpa tidak apa apa? Bukankah kemarin sudah aku katakan jika aku saja yang mengurus proyek di kota ini? Dan KAU ..." tunjuk Diego pada kepala pengawal yang berdiri disamping ranjang kakeknya. Matanya nanar ke arah pria yang ia percaya untuk menjaga kakeknya.

"Begini kau menjaga Grandpa hah! Hanya sebuah truk bisa membuat dia seperti ini, apa kerjamu!?"

"Tuan Diego, maaf..."

BUGGHHH ...

Dengan gerakan cepat Diego melayangkan satu pukulan tepat di rahang Trace, hingga kepala pengawal itu hampir terpelanting jatuh. Ammar hanya menghela nafas ketika melihat semuanya.

"Jangan pernah lagi ada kejadian seperti ini, aku bunuh kau jika terjadi sesuatu pada Grandpa. Sebelum kesini aku bertemu dengan tim dokter yang menangani Grandpa. Mereka bilang akan ada pemeriksaan lebih lanjut lagi besok, termasuk scan kepala."

"Hei sudahlah, ini murni kecelakaan dan ini semua karena aku keras kepala. Trace susah menyiapkan penjagaan dengan sempurna. Semua bisa terjadi di dunia ini bukan?"kata Ammar yang hafal dengan watak cucunya yang selalu berapi api jika menghadapi masalah.

Dengan sebuah isyarat Ammar seperti meminta sesuatu pada Trace. Dua lembar kertas kosong bermaterai disodorkan pada Diego.

"lni apa Grandpa? Bukannya sudah aku katakan jika aku yang akan mengurus semua perjanjian dengan perusahaan di kota ini," kata Diego mengira jika dua lembar kertas itu adalah kertas dimana akan tertulis poin poin kesepakatan antara dua perusahaan.

" Tanda tangan saja di atas materai itu, besok adalah pemeriksaan kesehatanku secara menyeluruh. Kita tidak tahu apa hasilnya, aku hanya berjaga jaga."

"Aku tidak suka jika Grandpa berbicara seperti itu, kau akan naik baik saja!" sahut Diego.

"Kali ini aku memaksa Tuan Diego Saad Rathore, tanda tangani saja dan jangan banyak bertanya! Semua Grandpa lakukan untuk kebaikanmu!"

Dan akhirnya Diego mengalah, dia terpaksa menandatangani materai yang ada di kertas itu. Setidaknya hal itu akan membuat Ammar tenang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!