Kelas terakhir Elena hari ini sebelum dia resmi lulus sebagai siswi menengah atas dan memulai kehidupan barunya sebagai wanita dewasa. Dia menguap bosan di kursi tempat dia biasa duduk, menatap pemandangan terakhir di kelasnya yang sudah akrab dengannya selama 3 tahun terakhir. Teman - temannya yang payah dan selalu meributkan hal konyol seperti pak Hedge yang sering berganti wig setiap hari untuk disebut guru trendy, padahal sebenarnya hanya ingin menutupi kebotakannya atau bergosip tentang guru biologi yang ketauan ber-cinta dengan guru olahraga di auditorium sekolah.
Elena duduk tegak, meregangkan sendi - sendi di tubuhnya, mengecek ponselnya dan tersenyum, "Sepertinya aku akan untung besar" senyumnya girang melihat deretan angka dan grafik berbentuk kurva di layar ponselnya.
Sekali lagi dia melihat beberapa temannya yang sedang berleha - leha atau mencemooh siswa yang tidak populer di kelasnya, beberapa ada yang tidur atau mengobrol. Mereka sama sepertinya, sebentar lagi akan menjadi orang dewasa, hal yang selalu dinantikannya. Karena itu artinya, mereka sudah bebas melakukan dan memutuskan apa yang mereka ingin lakukan sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang tua. Suara tapak sepatu bu Laura terdengar dari depan kelas mereka, guru yang menjadi idola banyak murid - murid di sekolahnya, "Akhirnya aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian kepa*rat kecil..." teriaknya yang segera disambut sorakan oleh seluruh penghuni kelas.
"Kalian akan menyesal setelah kalian tahu menjadi dewasa itu tidak mudah" kekehnya.
"Tidak mudah, tapi pasti menyenangkan. Kalau tidak mana mungkin ibu berpesta tiap hari" kata salah seorang siswi berambut keriting pirang dengan wajah dipenuhi bintik - bintik kemerahan.
"Jangan terlalu banyak berpesta sepertiku, kalau kalian tidak ingin melajang seumur hidup" pesan guru yang sudah menjadi wali kelas mereka selama 3 tahun terakhir,
Elena menatap bosan, dia ingin segera pulang kerumah dan mempersiapkan pendakian solonya sendiri untuk tiga hari kedepan.
Saat semua siswi antusias mengikuti acara dansa untuk perpisahan mereka, berpesta dengan wajah penuh makeup seperti burung hantu dengan gaun panjang menjuntai sama sekali bukan gayanya. Elena memilih pergi bersama Kyra untuk mendaki gunung bersama - sama. Mereka berencana untuk menghabiskan tiga hari di gunung sebelum mereka meninggalkan kota kecil tempat tinggal mereka selama ini untuk merantau ke ibukota.
Bel berbunyi menandakan sudah waktunya pulang, "Aghhhhh Akhirnya, kehidupan sekolah yang membosankan berakhir juga" gumamnya girang.
***
"Apa semua yang kau butuhkan sudah kau bawa?" tanya Nova kakaknya yang selalu saja mengomel.
"Jangan sampai kau tiba - tiba menelponku tengah malam untuk menjemputmu kalau kau ketakutan disana" cemoohnya.
"Kau kira disana ada sinyal untuk menelponmu. Aku tidak akan membuat masalah, kau tenang saja. Setelah ini aku akan pergi ke ibukota dan mencari pekerjaan disana, sekaligus kuliah"
"Yah baguslah, kau memang harus belajar hidup sendiri supaya kau tidak terus- terusan bersikap seperti anak kecil. Aku pergi dulu"
"Huh, apa kau menggantkan shift rekanmu lagi?" tanya Elena.
"Tidak, ini memang jadwal kerjaku. Tapi aku berangkat lebih cepat karena aku harus membantu operasi" Nova menjelaskan. -- "Oh baiklah, hati - hati dijalan" jawab Elena.
"Jangan lupa kunci pintunya, ayah dan ibu masih berada di toko. Jangan sampai kau lupa mengunci pintu dan membuat Mocha berkeliaran ke rumah nenek Thalia. Aku akan membuangnya kalau sampai anjing itu membuat masalah dengan Piper peliharaan nenek Thalia" ancam Nova.
"Ooo-ke.... aku mengerti, aku paham kau tidak perlu mengulang - ulang ucapanmu. Cepat pergi sana, Mendengarmu mengoceh terus hanya membuat kepalaku jadi semakin pusing. Kau benar - benar cerewet."
"Nanti kau akan berterima kasih karena aku selalu cerewet padamu bocah tengik." ucap Nova seraya berlalu sambil mengacak - acak rambut adik perempuan satu - satunya itu.
Elena bersenandung kecil dengan irama musik yang dia dengarkan melalui headphone miliknya. Dia terus saja menyanyi sampai dia tidak menyadari kehadiran Kyra yang sudah membawa perlengkapan mendaki miliknya.
"Kita hanya mendaki selama 3 hari, tapi kenapa barang bawaanmu banyak sekali. Kau pikir kita akan pergi berperang?"
"Kita tidak tahu apa yang akan terjadi disana, lebih baik kita mempersiapkan diri kan" ucap Kyra dengan penuh keyakinan.
"Oh ya...??" ---- "Biar kutebak, pasti ibumu yang memasukkan seluruh barang yang tidak penting ini?" tebakan Elena tidak salah, karena sedetik kemudian Kyra langsung menunduk malu.
"Kau tahu bagaimana ibuku?" keluhnya.
"Jadi terpaksa aku membawa semuanya yang dia minta, kalau begitu beritahu aku apa saja yang harus aku keluarkan dari sini?" tanya Kyra.
Elena melihat beberapa barang yang menurutnya tidak terlalu penting untuk dibawa, meskipun dia masih sangat muda. Elena dan kakaknya sering mendaki gunung bersama ketika Nova masih menjadi seorang pengangguran dan ini adalah kali pertama Kyra ikut mendaki dengannya.
"Tempat yang kita datangi tidak begitu jauh, dan cukup dekat dengan pos penjaga. Jadi kurasa segini sudah cukup untuk kau bawa" saran Elena.
"Yah.. Oke deh. Kau kan lebih ahli dariku soal ini"
****
Bus yang mereka tumpangi bergemuruh saat memasuki wilayah khusus para pendaki, jalanan tidak raya dan diluar jendela bus mereka bisa melihat pohon - pohon gersang dibawah langit biru yang cukup cerah. "Untunglah cuaca hari ini cukup bagus, kalau tidak mungkin kita harus membatalkan rencana kita" kata Elena.
Kyra menoleh, dan hanya mengangguk saja tanpa mengatakan apapun. hanya sekitar 10 menit kemudian mereka akhirnya tiba di pos penjaga pertama, di gunung ini terdapat 3 pos penjaga yang bertugas untuk memandu para pendaki agar tidak memasuki area terlarang. Karena beberapa area di pegunungan ini cukup sering dijumpai binatang buas yang masih berkeliaran, tidak lucu jika mereka berkemah ditempat yang salah. Sama saja dengan menyerahkan diri sendiri menjadi mangsa serigala hutan.
Area tempat Elena dan Kyra akan berkemah ini cukup lumayan karena sudah tersedia dapur dan kamar mandi umum, bahkan jika mereka berjalan sedikit ke bawah, mereka akan menjumpai toko kecil yang menjual banyak kebutuhan para pendaki. Ini karena memang lokasinya masih cukup dekat dari titik pertama, jika mereka naik lagi ke atas mereka benar - benar merasakan hidup di alam liar.
Elena sebetulnya berencana untuk mendirikan kemah di titik yang dekat dengan pos penjaga ketiga, tapi karena ini adalah pengalaman pertama bagi Kyra dia tidak ingin merusaknya, jadilah mereka berkemah ditempat yang lebih cocok disebut glamping site.
"Hai kalian berdua saja?" seorang gadis seusia mereka dengan pakaian berwarna pink menyala serta rambut kecoklatan menyapa mereka.
Kyra dan Elena saling menoleh,"Apa kau mengenal kami?" tanya Elena waspada. Dia sudah terbiasa untuk waspada jika tiba ada orang asing yang mendekatinya tanpa sebab. -- "Ingat kau harus waspada kalau ada orang yang mendekatimu tiba - tiba" bisik Elena pada Kyra. "He-em" jawab Kyra polos.
"Bukan, Eum kami juga sedang berkemah disana, kalau kalian tidak keberatan kalian bisa bergabung dengan kami nanti malam. Kebetulan kami kekurangan orang, rencananya kami akan melakukan jelajah malam. Orang yang seharusnya datang tiba - tiba saja mengundurkan diri, kalau kalian mau, kalian bisa bergabung dengan kami. Tenang saja ini gratis kok" kata gadis itu.
Mendengar kata gratis, bola mata Elena membeliak. "Baiklah... kalau gratis sih aku mau. Memangnya kalian mau jelajah ke area mana?" tanya Elena.
"Tidak terlalu jauh dari sini, hanya sebentar saja setelah itu kita bisa kembali. Kami juga sudah membayar pemandu untuk menuntun kita supaya tidak tersesat, nanti kita juga akan melihat matahari terbit di tempat terbaik meskipun kita tidak naik sampai ke puncak" gadis itu menjelaskan lagi.
Kyra serta merta menyikut lengan Elena, "Bukannya tadi kau bilang kalau kita harus waspada?" tanyanya.
"Ini gratis, jadi tidak masalah. Kau tahu tarif pemandu disini cukup mahal. Bukankah kau ingin melihat matahari terbit?"
"Iya juga sih" --- " Tapi yakin nih, semuanya akan baik - baik saja?" tanya Kyra ragu.
"Tenang saja, aku membawa suar untuk berjaga - jaga"
Elena memandang gadis bernama Betty itu, "Jam berapa kita berkumpul?" tanyanya.
"Kita akan berkumpul jam 12 malam nanti, titik kumpulnya didepan pos pertama. Kami tunggu kalian disana ya" lata Betty ramah.
"Ooke.. bye bye"
****
Jam 12 malam, Elena dan Kyra sudah berkumpul di lokasi pertemuan. Seorang laki - laki yang berdiri didepan pos berteriak lantang, "Baiklah... Para pendaki, dengarkan aku sebentar!!!"
Laki - laki itu jelas seorang pendaki veteran, dia mengenakan jins belel, dengan sepatu bot hiking dan jaket parka tebal menutupi hingga bagian leher. Tak lupa topi bisbol usang dengan logo salah satu tim favorit juga bertengger di kepalanya. Di bahunya tersandang sebuah megaphone kecil, sejenak maya berpikir untuk apa dia membawa megaphone sekecil itu malam - malam begini. Apa dia berniat untuk memberitahu lokasi mereka kepada binatang buas yang aktif di malam hari?.
Wajah laki - laki itu tidak enak dilihat, selain karena raut wajahnya yang masam dan kumis tipis seperti digambar oleh spidol, dia juga berisik. Sesaat Elena jadi teringat dengan Nova. "Kenapa aku malah memikirkan dia sih" geleng Elena.
Laki - laki itu memperkenalkan dirinya sebagai Dion, dia menjelaskan hal - hal standart seperti tentang aturan keselamatan dan tidak memisahkan diri dari rombongan apapun yang terjadi. Setelah briefing yang membosankan selama 15 menit, mereka pun akhirnya memulai jelajah malam itu.
Gadis bernama Betty itu juga tampak asik dengan rombongan mereka sendiri, seolah lupa jika mereka sudah mengajak Elena dan Kyra untuk ikut, "Yah kami kan hanya cadangan. Tapi lebih baik begini, toh kami tidak mengenal mereka" batin Elena.
Selang beberapa menit berlalu, Elena menyadari jika Dion tampak tidak terlalu peduli dengan rombongan yang dia bawa. Meskipun dia banyak mengoceh tentang banyak hal, tapi Dion tidak terlihat antusias. Seolah dia sedang memikirkan hal lain. Maya menebak jika bukan karena bayaran yang menggiurkan memandu para pendaki pemula ini, mungkin Dion lebih memilih tidur diranjangnya yang hangat.
Sekilas bersama dengan rombongan Betty, Elena paham jika mereka hanyalah sekumpulan anak - anak manja yang rela membayar lebih hanya untuk merasakan pengalaman seperti ini. Beberapa kali mereka berhenti untuk berfoto bersama, "Apa yang mau difoto di tempat ini, gelap begini memang pemandangannya bisa terlihat?" celetuk Elena.
Betty tersenyum tidak senang, "Mungkin kau tidak tahu apa - apa soal ini, tapi ini penting supaya kami bisa mempostingnya di media sosial dan orang - orang akan mengaguminya. Kau cobalah juga" sinisnya.
"Huh...."
"Kyra, apa aku saja yang merasakan atau memang cara bicara gadis itu memang menyebalkan?"
"Kukira kau buta dan tuli, sudah sejak tadi mereka seperti itu. Kalau tahu seperti ini seharusnya aku tidak ikut" sahut Kyra
***
Mereka terus berjalan menyusuri jalanan yang sedikit terjal di gunung itu, Elena yang mulai merasakan keanehan mengeluarkan kompas miliknya. Benar dugaannya, mereka didekat area terlarang.
"Maaf pak Dion, kurasa kita harus segera kembali. Ini terlalu dekat dengan area terlarang" kata Elena.
Semuanya terdiam tak percaya, apalagi Dion dengan wajah gahar tampak gusar dengan ucapan Elena, "Dia pasti benar - benar tidak memperhatikan dan asal membawa kami begitu saja. Dasar sialan" pikirnya.
Dion lalu mengecek lokasi tempat mereka berada, malu mengakui apa yang dikatakan oleh Elena benar dia berdalih jika dia pikir para pendaki itu ingin ke area terlarang dan meyakinkan rombongan yang lain untuk tidak panik dan tetap mempercayainya.
"Kalau kalian mau kesana, silahkan. Tapi aku dan temanku akan kembali, jangan khawatir aku hapal jalan kembali" ucap Elena seraya berbalik.
"Pak Dion biarkan saja dia, percuma bicara dengan gadis tidak tahu terima kasih sepertinya. Kita lanjutkan saja perjalanan ini" katanya
Kyra sedikit khawatir, "Tenang saja, kalau kita mengikuti tanda yang aku tinggalkan. Kita akan kembali dengan selamat" ucap Elena seraya menunjukkan pita berwarna kuning terang ditangannya dan di ranting tempat dia mengikat pita itu.
Tiba - tiba dari arah belakang mereka terdengar teriakan rombongan Betty dan kawan - kawannya. Sedetik kemudian dia mendegar bunyi tembakan menderu.
"Hah.... Jangan - jangan ada pemburu liar" pikir Elena.
Tanpa pikir panjang dia segera menyeret Kyra untuk pergi meninggalkan tempat itu. Elena berlari cukup jauh, berusaha mengeluarkan Kyra dari tempat berbahaya itu.
"Semua gara - gara aku, karena iming - iming gratis dari si bodoh itu, aku membahayakan Kyra" batinnya.
"Kyra, kau tidak apa - apa?" tanyanya sambil menoleh.
"Kyra...???" --- "Dia menghilang?" kata Elena panik.
***
Elena tidak menyadari sejak kapan dia dan Kyra terpisah, karena terlalu fokus untuk keluar dari hutan, tapi setelah dia memperhatikan sekitarnya dia menyadari bukan Kyra yang hilang tapi dirinya. Jalan satu - satunya sekarang dia harus bermalam di tempat terbuka tanpa ada selimut atau apapun yang bisa menutupi tubuhnya dari gigitan serangga dan udara dingin, jika dia memaksakan diri untuk tidur dan membiarkan tubuhnya terekspos bebas oleh udara lembab dan dingin, bisa - bisa dia akan terkena hypotermia.
Kompas dan suar miliknya pun juga berada di tas yang dibawa oleh Kyra yang membuatnya kesulitan untuk memberi pertanda kepada regu penyelamat.
"Hari yang buruk untuk mati disini" ucapnya sedikit lantang.
"Kau benar" jawab seseorang dengan suara parau di belakangnya.
Elena berjingkat mendengar tiba - tiba ada suara yang membalas perkataannya.
"Hantu?"
"Si-siapa kau?" --- "Apa kau juga tersesat?" tanya Elena berusaha menjaga jarak.
Elena mengarahkan senter ponselnya ke arah pohon dimana suara itu berasal, seorang pria dengan perut berlumuran darah ada dihadapannya.
"Kau manusia kan?" tanya Elena.
"Kalau aku bisa bertahan hidup sampai besok aku akan tetap menjadi manusia dan bukan mayat" lirihnya.
Melihat pria itu kesakitan, Elena memberanikan diri untuk mendekati pria itu. "Pa-paman, apa kau diterkam binatang buas?"
"Gadis kecil, jangan bertanya padaku. Aku hampir tidak memiliki tenaga untuk bicara saat ini" pria itu menjengit menahan nyeri di perutnya, dari luar Elena bisa mellihat darah terus mengalir dari lukanya yang terlihat seperti...... luka tembak.
"Kalau kau tidak ingin membantuku, pergilah. Aku tidak akan menyalahkanmu kalau aku mati disini. Ini bukan pertarunganmu. Cepat pergi, tempat ini berbahaya" kata pria itu lagi.
"Kau sendiri yang bilang ya, aku pergi nih paman" ---- "Yakin, kau mau aku pergi. Kau mau mati sendirian disini?" meskipun dari nada bicaranya Elena terlihat berani, sebenarnya dia sangat takut. Pikiran buruk berputar - putar di otaknya, bagaimana jika dia adalah penjahat yang sedang diburu polisi atau penculik remaja.
Pria itu terkikik pelan, "Pergilah, jangan pedulikan paman tua ini"
Elena memutar badannya dan beranjak pergi. Baru beberapa langkah dia kembali dan menghampiri pria itu.
"Paman, aku akan menolongmu tapi kau harus janji tidak menculikku, menyakitiku atau membunuhku" kata Elena.
Tanpa menunggu jawaban pria itu, Maya mengeluarkan handuk kecil dari dalam tasnya dan beberapa obat-obatan untuk pertolongan pertama.
"Tunggu... Kau mau apa?" tanyanya khawatir.
"Mau apa lagi, tentu saja mengobatimu"
"Memangnya kau bisa? Bagaimana kalau kau malah membunuhku?" ucap pria itu ragu.
"Paman, kau ini bagaimana sih? Bukannya tadi kau menyuruhku pergi supaya kau bisa mati sendirian disini. Kenapa sekarang kau takut kalau aku membunuhmu?" sewot Elena.
"Bukan begitu.. tapi kan... Aghhh" --- "Apa yang kau siramkan itu?" pekik pria itu sambil meringis kesakitan.
"Cairan pembersih luka" ---- "Untuk orang yang sekarat, kau terlalu banyak bicara. Cepat pegang ponselku dan arahkan ke perutmu. Aku tidak memiliki tiga tangan untuk memegang semuanya"
Pertama - tama Elena membersihkan luka di perut pria itu, dia terpaksa merobek baju pria itu untuk digunakan sebagai penahan sakit di mulutnya. Selesai membersihkan luka dan juga membalut luka pria itu, Elena mengeluarkan sebotol air didalam tasnya saat sebuah benda yang dia syukuri terjatuh.
"Klotak" Elena menoleh dan langsung tersenyum melihat pistol suar di tangannya.
"Kita selamat..... Huaaa syukurlah" Elena bersiap menembakkan suar itu ke udara saat pria itu menarik tubuhnya.
"Baji*ngan tua, apa - apaan kau?" ucap Elena marah sambil berusaha melepaskan diri.
"Sst.. Diamlah" bisik pria itu.
Dari kejauhan dia melihat serombongan pria besar dengan senjata terkokang di tangannya. Menyadari bahaya didekatnya, Elena pun menuruti pria itu tanpa dia sadari posisinya sekarang benar - benar tidak menguntungkan dirinya sama sekali.
****
Setelah dia mereka menunggu selama 2 jam lamanya, tidak ada lagi tanda - tanda orang itu mengejar mereka. Elena pun melepaskan diri dari pelukan pria itu.
"Paman, sepertinya mereka sudah pergi" ucap Elena.
"Baguslah, kita harus menunggu beberapa saat sampai situasinya benar - benar aman" kata pria itu seraya menahan sakit di perutnya.
Elena bisa melihat jika wajah pria itu mulai memucat, dia juga sudah kehilangan banyak darah. Kalau terus dibiarkan, pria ini benar - benar akan mati. Tapi dia juga takut menyalakan suar dan memancing pemburu - pemburu itu, "Apa yang harus aku lakukan?" tanya Elena dalam hati.
Tiba - tiba sebuah cahaya senter menyoroti dirinya, takut jika mereka adalah orang jahat Elena berusaha membangunkan pria itu, namun dia sudah tak sadarkan diri.
"Dia disini.... Elena disini" teriak suara yang dia kenal.
"Kyra.... Kyra aku disini" teriak Elena ketakutan.
Tak lama sahabatnya itu datang bersama regu penyelamat, untung saja jarak mereka terpisah tidak terlalu jauh sehingga memudahkan regu penyelamat untuk segera menyelamatkannya.
"Kau ini, kenapa kau tiba - tiba pergi meninggalkanku. Apa kau tahu kalau aku ketakutan setengah mati" seru Kyra.
"Maafkan aku, kukira aku menggandeng tanganmu. Aku hanya ingin membawamu ke tempat yang aman dari pemburu liar itu" jawab Elena.
"Sudahlah, ayo kita kembali" ajak Kyra.
"Tunggu dulu, ada orang yang membutuhkan bantuan" jawab Elena lagi menunjuk ke arah pria yang terkapar tak berdaya itu.
Entah firasat apa yang dia rasakan, Elena merasa dia harus berakting sedih saat ini juga.
"Papaaaa...... Papaaa... kau harus selamat. Maafkan anakmu ini" raung Elena.
Kyra menatap heran dan hampir saja berpikir jika Elena menjadi gila karena tersesat, tapi saat Elena untuk ikut berakting mau tak mau dia pun melakukannya.
"Pamann... paman kenapa??? Paman baik - baik saja kan" ---- "Cepat bawa ayah temanku keluar, sepertinya dia diterkam binatang buas" isak Kyra yang memang lihai memalsukan air matanya.
Petugas regu penyelamat itu pergi ke arah yang ditunjuk dan menyuruh rekan - rekannya membawa tandu untuk membawa pria itu kerumah sakit. Pria yang belum hilang kesadaran sepenuhnya itu hanya bisa tersenyum geli dalam hati melihat tingkah Elena dan Kyra, dia bahkan harus menahan diri saat wajahnya ditutupi oleh jaket milik Elena yang belum dia cuci selama sebulan. Sesuai dugaan Elena, dia melihat beberapa orang mencurigakan di pos pertama, salah satu dari mereka adalah pemburu itu.
Masih dengan aktingnya Elena dan Kyra masuk kedalam mobil ambulance yang akan membawa mereka ke rumah sakit. Penyelamatan pria tak dikenal itupun berhasil ketika mereka dalam perjalanan menuju rumah sakit.
"Ahhhh capek sekali berakting seperti itu" ucap Elena seraya mengusap wajahnya.
"Paman, cepat bangun. Aku tahu kau belum mati" kata Elena
Sementara Kyra mengeratkan tangannya pada Elena dan bertanya siapa laki - laki itu, "Aku tidak tahu dan tidak kenal. Yang jelas dia terluka dan aku menolongnya" jawab Elena santai.
"Kau lihat kan, pakaiannya seperti pria kaya, pasti dia akan memberiku banyak uang nanti" bisik Elena pada Kyra.
"Kau menolongnya karena itu, bagaimana kalau dia orang jahat" bisik Kyra menatap takut - takut.
"Kita pikirkan saja nanti" jawab Elena.
Sesampainya mereka dirumah sakit, pria itu langsung ditangani oleh dokter yang bertugas dan karena laki - laki itu tidak memiliki identitas apapun, membuat Elena harus bertindak sebagai walinya.
Pria yang belum dia ketahui namanya itu segera dioperasi dan dibawa ke ruang rawar. Elena memandang pria itu, dia sedikit lebih muda dari ayahnya cukup tampan meskipun sedikit kurang terawat. Bayang - bayang Elena akan mendapatkan banyak uang menari - nari dipikirannya, tanpa sadar dia pun jatuh tertidur di samping ranjang rumah sakit bersama dengan Kyra yang juga tidur di ruang tunggu.
***
Keesokan harinya, Elena dibangunkan oleh perawat yang bertugas mengenai masalah administrasi. "Hah? Aku harus membayarnya?" tanya Elena begitu melihat tagihan rumah sakit ditangannya
Petugas itu tak menjawab, dan hanya menatap sinis kepada Elena yang seperti ingin kabur tanpa membayar. "Apa aku yang harus membayar?"
"Bisakah?" tanya Elena pura - pura bodoh
"Cih... Cepat bayar biaya rumah sakit ini, kalau tidak kau harus membawanya pulang" jawab petugas itu.
"Kenapa mahal sekali?" protes Elena.
"Dia dioperasi, dan dia juga harus mendapatkan perawatan. Kalau kau merasa biaya rumah sakit mahal, jangan bawa dia kerumah sakit untuk dirawat" ucap petugas wanita itu.
Dengan terpaksa Caroline menyerahkan kartu debit miliknya, uang sebesar 75.000 dollar pun lenyap seketika. Uang yang dia dapat dari sebuah aplikasi di ponselnya.
"Elena kau sudah gila?!?! Kenapa kau yang membayarnya?" bisik Kyra yang ikut menemani Elena ke kasir.
"Nanti aku akan meminta ganti pada paman itu, tenang saja. Dia orang kaya, harga jam tangannya saja paling tidak ratusan ribu dollar" ucap Elena.
"Aku tidak mengerti dengan pikiranmu, bisa - bisanya kau melakukan ini untuk orang asing. Jangan sampai kau menyesal nantinya" Kyra memperingatkannya.
"Ngomong - ngomong kakakmu akan kesini sebentar lagi" kata Kyra.
"What..!!! Kenapa kau menghubungi dia?" protes Elena.
"Lalu kau pikir aku harus bagaimana?"
Elena terduduk pasrah membayangkan kakaknya akan mengomeli dirinya lagi. Benar saja, begitu Nova dan kedua orang tuanya tiba, Elena langsung saja dimarahi habis -habisan. Bukan hanya dia hampir celaka tapi dia juga hampir membuat temannya celaka.
"Tapi untunglah kau baik - baik saja. Nova sampai harus menghubungi semua teman - temannya di setiap rumah sakit terdekat untuk mencari keberadaanmu" ucap ayahnya.
"Maafkan aku" gumam Elena lirih.
Nova memeluk adik kecilnya erat - erat, "Jangan membahayakan dirimu lagi. Kalau kau melakukannya, aku sendiri yang akan menghajarmu" ancam Nova.
"Aku mengerti" Elena pasrah dimarahi begitu oleh Nova. Sesaat kemudian beberapa orang perawat dan dokter tampak ribut. Nova yang mengenal salah satu dari mereka pun bertanya, "Kenapa sis?" tanya Elena begitu kakaknya kembali.
"Mereka sepertinya mencari pasien yang kabur, saat mereka ke kamarnya dia sudah tidak ada" jawab Nova santai tanpa tahu bahwa pasien itu adalah orang yang dibawa adiknya sendiri.
Baik Elena maupun Kyra saling memandang satu sama lain dan mereka pun segera berlari menuju kamar pria asing itu, benar saja pria itu telah pergi.
"Hah? Kemana dia?" tanya Elena
"Suster, pasien ini kemana?" tanya Elena dengan wajah panik.
"Dia kabur, pihak rumah sakit sedang mengejarnya. Aduh merepotkan saja, bagaimana kalau ada apa - apa dijala? Baru juga sadar langsung kabur begitu saja dan hanya meninggalkan surat ini" omel suster itu dan menyerahkan isi surat itu.
Terima kasih sudah menolongku. Aku pasti akan membalas kebaikanmu.
Ps. Namaku Liam
Elena berteriak frustasi setelah membaca surat itu, bayangan mendapatkan untung menguap begitu saja dari benaknya. Uang keuntungan dari investasinya telah habis untuk membayar biaya rumah sakit.
"Elena bagaimana ini? Bagaimana dengan uangmu?" tanya Kyra.
"Apa kita bisa mengajukan refund kerumah sakit?" tanya Elena dengan tatapan kosong.
"Mustahil" jawab Kyra lantang.
"Aghhhh Sial, dasar paman penipu. Sudah kutolong malah kabur. Awas saja kalau aku menemukannya akan kusuruh dia membayar hutangnya beserta bunganya" Maki Elena frustasi.
"Itulah kenapa kau jangan percaya dengan penampilan orang dari luarnya. Lalu sekarang bagaimana? Apa kau mau memberitahu kakakmu?" tanya Kyra
"Kau gila ya, jangan katakan apapun dia benar - benar menyeramkan kalau sudah marah. Apalagi kalau dia tahu aku menghabiskan 75.000 dollar untuk pria itu"
"WHATTTT!!!!!...." Pekik Kyra lantang dan langsung dibungkam oleh Elena.
"75.000 dollar, darimana kau dapat uang sebanyak itu? Apa kau baru saja menang undian?" bisik Kyra.
"Jangan berteriak!!!! Bagaimana kalau kak Nova dengar, yang jelas aku tidak menjual diriku untuk dapat uang itu." lirih Elena.
Nova bersama kedua orang tua langsung menjewer telinga Elena lagi begitu mereka berhasil mengejar Elena.
"Kau kenapa sih? Tiba - tiba lari begitu?" bentak Nova dengan tampang masam.
"Ha--ha aku sakit perut dan pergi ke toilet. Kita pulang sekarang kan? Ayo pulang" kilah Elena berusaha bersikap senormal mungkin agar kakaknya tidak curiga.
"Dasar kau ini" maki Nova lagi. "Apa kau tahu sesuatu soal pasien yang kabur itu?" selidik Nova.
"Sial, kenapa intuisinya tajam sekali sih. Kalau begini aku jadi sulit berbohong" pikir Elena.
"Hah, mana mungkin. Aku hanya takut pasien itu mencuri sesuatu dariku" kata Elena.
"Bukannya sudah" bisik Kyra dan dibalas tatapan tajam Elena.
Sementara Nova hanya menyendengkan kepalanya karena merasa curiga dengan sikap adiknya itu.
****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!