Dengan kasar pria itu melepaskan tangannya, yang memegang tangan Stefanie, dan nyaris membuat Stefanie terhuyung, akibat sentakan tangan pria yang telah berstatus menjadi suami gadis itu.
"Bawa dia pulang, aku masih ada urusan lagi! dan jangan biarkan aku melihatnya saat pulang nanti, taruh dia di kamar belakang!" ujar pria itu dengan nada tidak suka, melirik Stefanie dengan sinis, seperti kuman yang sangat menjijikkan.
"Baik, Tuan!" jawab pria berpakaian formal, bawahan pria yang telah menjadi suami Stefanie tersebut.
"Bagaimana dengan penyelidikanmu, apakah sudah kau temukan yang kucari selama ini?" tanya pria itu, kepada bawahannya yang lain.
"Belum, Tuan!" jawab yang ditanya.
"Cari terus!"
"Baik, Tuan!"
"Aku ingin kau kerahkan lagi yang lainnya, untuk mencari sampai berhasil, sudah cukup lama aku mencarinya, aku tidak ingin berlama-lama lagi dengan situasi ini, kalau sudah ketemu, aku akan segera menceraikan gadis pengganti itu, dan memutuskan hubungan, dengan keluarga gadis itu selamanya!" kata pria itu dingin.
"Baik, Tuan!"
Pria itu, Christopher Howard, seorang Ceo yang mendominasi, sangat kompeten dalam berbisnis, dapat mengalahkan lawan bisnisnya dengan mudah, memiliki aset sampai luar negeri, dengan penghasilan triliunan dalam satu hari, memiliki masa lalu, yang begitu sulit ia lupakan, dan selalu ia simpan dalam hatinya dengan baik.
Bawahan Christopher membuka pintu mobil, begitu pria itu melangkah menghampiri mobil mewahnya tersebut.
Pria itu meninggalkan Stefanie yang masih berdiri, di pelataran hotel tempat resepsi pernikahan mereka.
Mengabaikan Stefanie, tanpa menoleh sedikit pun pada gadis itu.
"Silahkan, Nona!" sahut bawahan Christopher membuka pintu mobil, yang akan membawa Stefanie ke Mansion Christopher.
Stefanie mengangkat gaun pengantinnya, lalu masuk ke dalam mobil dalam diam.
Pernikahan Stefanie berlangsung dengan cepat, tanpa ia sadari telah mengucapkan ikrar janji pernikahan, kepada pria yang seharusnya menjadi kakak iparnya.
Tanpa adanya sikap hangat dari mempelai pria, Stefanie dapat merasakan aura yang begitu dingin, dari pria yang menjadi suaminya itu, saat mereka melangsungkan Pemberkatan pernikahan.
Stefanie duduk termenung, begitu ia duduk di dalam mobil, menatap jemarinya yang telah melingkar cincin pernikahannya.
Ia masih ingat, wajah datar dan tatapan dingin kakak iparnya padanya, Stefanie tahu pria itu tidak menyukai dirinya.
Dan, ia sendiri juga tidak menyukai pernikahan ini, menggantikan kakaknya untuk sementara, seperti apa yang di katakan Ibu tirinya.
Pernikahan yang sudah di atur oleh Ibu Christopher, dengan putri keluarga Chloe, karena suatu hal yang mereka tidak ketahui.
Dan, tidak di beri tahu secara pasti, siapa di antara mereka berdua, yang di maksudkan, menjadi mempelai wanita putra dari keluarga Howard tersebut.
Karena Jennie, kakak tiri Stefanie, yang sudah memasuki usia menikah, jadi perjodohan itu jatuhnya pada Jennie.
Tapi, Jennie menolak pernikahan itu, dengan cara melarikan diri di saat hari H sudah dekat, yang akhirnya Stefanie di jadikan mempelai pengganti untuk Christopher, yang seharusnya menjadi kakak iparnya.
Mobil yang membawa Stefanie, tidak lama kemudian, memasuki pelataran halaman Mansion yang begitu mewah, di perumahan Elite di kota mereka.
Mobil itu terus berjalan, melewati pintu utama, menuju jalan ke area belakang Mansion.
Mobil pun kemudian berhenti di depan sebuah paviliun, yang menurut Stefanie cukup mewah juga.
"Silahkan, Nona!" sahut bawahan kakak iparnya itu, membuka pintu mobil untuk Stefanie.
"Terimakasih!" ucap Stefanie dengan pelan, sembari mencoba tersenyum ramah pada bawahan Christopher tersebut.
Stefanie perlahan turun dari dalam mobil, dan berjalan menuju pintu paviliun, yang di sambut oleh dua Pelayan wanita.
"Selamat datang, Nyonya!" sahut mereka bersamaan, sembari menunjukkan senyum ramah mereka, dengan membungkukkan tubuh mereka sedikit dengan sopan.
Perasaan Stefanie begitu senang, melihat senyuman ke dua Pelayan wanita itu.
Ia tidak menduga, mendapatkan dua orang teman sekaligus, begitu datang ke Mansion pria, yang ia anggap sebagai kakak iparnya itu.
Senyumannya pun merekah menatap ke dua Pelayan tersebut.
Bersambung.....
Haii... para Readers... 🥰
Aku kembali menulis novel baru lagi...
Semoga ceritanya memuaskan para Readers...
Sabar untuk setiap updatenya... 🥰🥰
Ke dua Pelayan wanita itu membuka pintu Paviliun lebar-lebar, mempersilahkan Stefanie untuk masuk ke dalam Paviliun.
"Silahkan, Nyonya!" ucap mereka dengan bersamaan lagi.
"Terimakasih!" ucap Stefanie.
Ke dua Pelayan itu hanya membungkukkan tubuh mereka sedikit, menunjukkan rasa sopan mereka pada Stefanie.
Stefanie perlahan melangkah masuk ke dalam Paviliun, lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan Paviliun.
Akhirnya Stefanie mempercayai, apa yang telah Ibu tirinya katakan, mengenai dirinya hanya untuk sementara saja, menggantikan Jennie.
Karena ia di tempatkan terpisah dari rumah utama Christopher, gadis polos itu berpikir, kalau ia tidak akan pernah bertemu muka lagi dengan Christopher, sampai Jennie kembali dari persembunyiannya.
"Eh, koper pakaian ku!" sahut Stefanie, teringat akan koper pakaiannya, yang tertinggal di bagasi mobil.
"Ini, Nona!" sahut bawahan Christopher, yang tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu Paviliun, memegang koper kecil Stefanie.
"Oh, terimakasih, Tuan!" ucap Stefanie tersenyum senang menerima kopernya, lalu membungkukkan sedikit kepalanya dengan sopan, kepada bawahan Christopher tersebut.
"Oh... eh, I.. iya, Nona!" bawahan Christopher jadi serba salah, dengan sikap Stefanie yang begitu sopan padanya, dan memanggilnya Tuan.
Stefanie menarik kopernya masuk ke dalam Paviliun, dan pintu di tutup oleh Pelayan wanita.
"Mari Nyonya, kami bantu!" sahut seorang pelayan wanita itu pada Stefanie, seraya mengambil koper Stefanie, dan membawanya ke kamar utama.
"Wahhh...!" Stefanie terbelalak melihat kamar utama Paviliun itu, begitu mewah dan begitu rapi, serta bersih.
Selama ini, Stefanie tinggal di kamar asrama kampus yang kecil, hanya memiliki tempat tidur yang kecil, dan kamar mandi di luar kamar.
Tidak sama dengan kamar di Paviliun ini, kamar mandinya ada di dalam kamar juga, dan... sangat mewah! ada bathtub nya juga.
Mata Stefanie terbelalak, begitu ia membuka pintu kamar mandi, yang akan jadi miliknya untuk sementara.
Bibir Stefanie berkedut, menahan senyuman senangnya, ia tidak menyangka, menjadi seorang Nona kaya untuk sementara.
"Nyonya, mari kami bantu untuk membuka gaun anda!" sahut salah satu pelayan wanita itu.
"Oh, iya, terimakasih!" Stefanie membiarkan ke dua pelayan itu, membuka gaun pengantinnya.
Gaun pengantin pun, lolos dari tubuh Stefanie, dan ia hanya memakai pakaian dalam saja.
"Silahkan membersihkan badan, saya sudah mengisi bathtub dengan air hangat!" ucap salah seorang Pelayan itu.
"Oh, iya, kita belum berkenalan, namaku Stefanie, jangan panggil aku Nyonya, panggil saja namaku, karena sepertinya aku lebih muda dari usia kalian berdua!" ujar Stefanie tersenyum, memandang ke dua pelayan tersebut.
"Ma.. maaf, kami tidak berani Nyonya, anda adalah istri Tuan Christopher, kami hanya seorang pelayan saja!" sahut salah satu pelayan itu.
"Iya, benar Nyonya!" kata yang satu lagi membenarkan perkataan rekannya itu.
"Aku hanya sementara saja, bukan istri asli, aku hanya... seperti barang jaminan saja, sampai kakakku kembali dari luar negeri, aku di kembalikan lagi ke orang tuaku, dan kakakku menjadi istri Tuan kalian, yang sebenarnya!" kata Stefanie dengan senyuman hangat nya, menjelaskan kepada ke dua Pelayan wanita itu.
Ke dua pelayan itu tampak mengerutkan keningnya, mereka tidak mengerti, karena suatu pernikahan tidak ada yang seperti itu.
"Aihh.. nanti kalian juga akan mengerti, kalau kakakku sudah kembali, kalian akan memahami apa yang ku jelaskan barusan!" kata Stefanie dengan polosnya.
Ke dua pelayan itu, tetap tidak memahami penjelasan Stefanie, karena itu tidak mungkin.
Karena setahu mereka, ke dua mempelai yang melangsungkan pernikahan, dan mengucapkan ikrar pernikahan, sudah sah menjadi suami istri.
Apa lagi sudah menandatangani akta nikah, itu benar-benar sudah sah menjadi sepasang suami-istri, hanya perceraian yang akan memisahkan mereka sebagai suami istri.
Ke dua pelayan itu saling pandang satu sama lain, mereka merasa mungkin ada prosedur baru tentang pernikahan.
Mereka pun, jadi ikut-ikutan polos seperti Stefanie, menganggap penjelasan Stefanie sepertinya ada benarnya juga.
"Nama saya Leta!" ujar salah satu Pelayan tersebut, mengenalkan namanya.
"Oh, iya, nama saya Nora, Nyonya!" sahut pelayan satu lagi, ia tersadar belum memperkenalkan namanya pada Stefanie.
"Oh, baiklah! Leta dan Nora.. kita mulai sekarang berteman ya, sampai kak Jennie kembali dari perantauannya!" ujar Stefanie tersenyum senang, memandang ke dua pelayan wanita itu satu persatu.
"Baik, Nyonya!" angguk mereka setuju.
Stefanie pun masuk ke dalam kamar mandi, menanggalkan pakaian dalamnya, lalu masuk ke dalam bathtub.
Ia tidak menyangka, Leta dan Nora menaburkan kelopak mawar ke dalam air, terasa begitu wangi, Stefanie begitu senang, mendapatkan pelayanan khusus dari ke dua pelayan Christopher tersebut.
Tubuhnya terasa begitu nyaman, saat ia masuk ke dalam air, membuat Stefanie ingin berendam lama di dalam bathtub.
Bersambung....
Stefani merasakan aroma kelopak bunga, menempel pada kulit tubuhnya, terasa begitu segar, ia merasa pengantin sementara ini sangat menguntungkan.
Ia tersenyum mencium aroma bunga, pada kulit lengannya sembari memejamkan matanya, menikmati sensasi pada aroma tersebut.
"Rasanya seperti seorang putri bangsawan, bisa merasakan mandi bunga yang begitu menyegarkan!" gumamnya tersenyum lebar.
"Selama aku... sementara tinggal di rumah mewah ini, aku akan memanfaatkan sebaiknya hidup yang nyaman, karena setelah kak Jennie kembali dari perantauannya, aku akan kembali lagi ke asrama yang sempit itu!" gumam Stefanie lagi, sembari bibirnya terus menyunggingkan senyumannya.
Stefanie menyandarkan kepalanya di kepala bathtub, lalu memejamkan matanya, untuk menikmati air hangat merendam kulit tubuhnya.
Tiga menit berlalu, ia pun tanpa sadar tertidur, dengan bibirnya yang masih terus menyunggingkan senyuman bahagianya.
Selang beberapa menit kemudian, Stefanie mendengar suara-suara, memanggil dirinya dengan rasa khawatir.
"Nyonya... Nyonya...!"
Perlahan dengan mata berat, Stefanie membuka matanya, dan melihat dua orang wanita memandang kearahnya, dengan wajah yang begitu cemas.
"Ada apa?" tanya Stefanie heran, melihat dua orang wanita menatapnya, seperti ingin menangis.
"Apakah anda baik-baik saja, Nyonya?" tanya merasa dengan nada khawatir.
"Aku baik-baik saja, kalian siapa?" tanya Stefanie bingung.
"Nyonya, anda kenapa? kami Pelayan anda, yang di tugaskan Tuan Christopher untuk menjaga anda di Paviliun ini!" sahut salah satu pelayan itu.
"Ooh... kalian.. rupanya, maaf aku lupa karena barusan bermimpi!" ujar Stefanie, setelah mengetahui di mana dia, dan siapa ke dua wanita tersebut.
"Mari kami bantu, Nyonya!" sahut mereka melihat Stefanie menegakkan tubuhnya, dan bergerak akan bangkit dari dalam bathtub.
Salah seorang Pelayan itu, langsung menyelimuti tubuh polos Stefanie dengan handuk bersih, saat Stefanie berdiri di dalam bathtub.
"Terimakasih!" ucap Stefanie, "Biarkan aku mengurus diriku sendiri, kalian keluarlah!"
"Tapi, Nyonya....!"
"Keluarlah!" ujar Stefanie, menolak di layani dua Pelayan tersebut untuk mengurusnya.
"Baik, Nyonya!"
Ke dua Pelayan wanita itu lalu keluar dari dalam kamar mandi, meninggalkan Stefanie yang masih berdiri di dalam bathtub.
Setelah pintu kamar mandi di tertutup, perlahan Stefanie keluar dari dalam bathtub.
Gadis itu meraih satu lagi handuk kering, untuk mengelap rambutnya yang basah, lalu membungkus rambutnya dengan handuk tersebut.
Ia pun keluar dari dalam kamar mandi, dan tidak melihat Leta maupun Nora di dalam kamar.
Stefanie tidak memusingkan keberadaan mereka, ia langsung mencari kopernya, dan membongkar isinya, untuk mengambil pakaiannya.
Stefanie mengambil pakaiannya dari dalam koper, dan tidak berniat untuk menyusun pakaiannya itu ke dalam lemari.
Setelah berpakaian dengan rapi, Stefanie mengeringkan rambutnya yang basah.
"Nyonya, camilan sore sudah kami letakkan di meja, silahkan mencicipinya!" pintu kamar terbuka, dan tampak Leta berdiri di balik pintu yang tidak terlalu lebar terbuka.
Stefanie menoleh memandang Leta, "Ini sudah jam berapa?" tanyanya.
"Sudah jam empat sore, Nyonya!" jawab Leta.
"Oh, iya, terimakasih, Leta!" sahut Stefanie.
"Sama-sama, Nyonya!" jawab Leta, lalu pintu kembali di tutup Pelayan tersebut.
"Wah, orang kaya memang beda ya!" gumam Stefanie, seraya kembali mengeringkan rambutnya yang basah.
Stefanie tersenyum kecil, ia tidak menduga bisa merasakan sebentar rasanya menjadi orang kaya.
"Kak Jennie seharusnya dari awal tidak perlu melarikan diri, karena pria yang katanya begitu ia cintai, belum tentu bisa menyenangkan hidupnya seperti ini!" gumam Stefanie, sembari terus mengeringkan rambutnya, "Kak Jennie sebenarnya sangat beruntung, karena pernikahan yang di telah di atur ini, bisa menjamin hidupnya yang suka barang branded!"
Stefanie meletakkan hairdryer ke atas meja rias, setelah rambutnya mengering.
Ia pun keluar dari kamar, dan melihat Leta dan Nora tengah duduk di sofa, sedang menonton televisi.
Stefanie melihat camilan yang di maksud Leta tadi, telah mereka taruh di atas meja, lengkap dengan secangkir teh hangat.
Ia pun menarik kursi, dan mulai mencicipi camilan tersebut, tanpa di sadari ke dua Pelayan tersebut, ke hadiran Stefanie di ruang tengah Paviliun, yang tengah asyik melihat layar televisi.
Stefanie tersenyum melihat acara apa, yang tengah dilihat ke dua pelayan tersebut, sebuah acara drama pernikahan paksa.
Mirip! pikir Stefanie tersenyum simpul, melihat drama itu, sama seperti peran yang tengah di jalaninya saat ini.
Pernikahan yang tidak diinginkannya, karena ia masih kuliah, dan usianya masih terlalu muda untuk menikah.
Hanya saja, ia merasa beruntung, karena pernikahan yang di jalaninya ini, kata Ibu tirinya hanya sementara saja, setelah itu ia akan kembali melanjutkan kuliahnya yang tertunda.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!