Soekarno hatta Airport
Wanita dengan tubuh tinggi semampai. Rambutnya berwarna sedikit kecoklatan dengan kacamata hitam yang bertengger di atas kepalanya. Dengan elegannya wanita itu menarik koper berwarna biru muda yang ukurannya 28 inch.
Senyum manis tak pernah luntur dari wajah cantiknya. Dia bahagia bisa kembali lagi ke negara ini. Negara yang sudah hampir enam tahun ditinggalkannya. Sebelumnya dia harus mengikuti kedua orang tuanya yang pindah dan menetap di Kanada.
''Hallo Indonesia …’’ Dia berlari kecil sambil merentangkan tangannya. Lalu menghirup dalam udara penuh polusi yang entahlah itu sangat membuatnya senang.
''Aaahhh bahkan bau rempahnya sudah menusuk hidungku. Aku benar-benar berada di indonesia sekarang.'' Dia terkekeh saking senangnya. Impiannya untuk kembali akhirnya disetujui oleh kedua orang tuanya yang sebelumnya terus menentang keputusannya untuk kembali dan melanjutkan studinya di Indonesia.
Tidak lama, dia mendengar seseorang memanggilnya. Suara yang sangat tidak asing di indera pendengarannya. Suara yang selama enam tahun ini hanya bisa didengarnya lewat telepon. Dia berbalik lalu tersenyum melihat sang sahabat melangkah dengan setengah berlari ke arahnya.
''Naura ... Nau aku kangen banget sama kamu.'' Lalu keduanya berpelukan. Melepas rindu satu sama lain. Keduanya sudah bersahabat sejak kecil dan tak ada rasa awkward bahkan setelah bertahun tahun tak bertemu.
''Nau, kamu beneran mau kuliah disini kan? Nggak prank kan ini?'' tanya Hani. Wanita itu menunjuk Naura dengan matanya yang menelisik. Entahlah Hani hanya ingin memastikan sahabatnya itu tidak sedang berbohong.
''Iya Han, eh tapi kamu datangnya sendiri?'' Mata lentik tanpa maskara itu bergerak kesana kemari, mencari sosok yang sangat ingin ditemuinya. Sosok yang sangat dia rindukan.
''Hhmm ... Kak Jo jam segini kerja Nau jadi nggak bisa jemput kamu,'' jawab Hani mengerti. Sedangkan Naura hanya bisa mengangguk kecil, dia mencoba mengerti kesibukan Jonathan. Pria itu sekarang memiliki tanggung jawab lain dari hanya sekedar menjemputnya di bandara.
''Ya sudahlah, nggak usah bahas kak Jo lagi.'' Hani mengambil alih koper Naura dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya menarik Naura lalu membawanya ke mobil.
*****
''Bunda Naura kangen ....'' Wanita itu berlari memeluk bunda Citra, ibunya Hani dan Jonathan. Dia memanggil bunda karena memang sudah terbiasa sejak kecil.
''Oh ya Tuhan putriku sudah sebesar ini? Cantik banget sekarang Nau.'' Bunda Citra ikut memeluk dan beberapa kali mencium puncak kepala Naura, ''maaf ya tadi bunda nggak bisa ikut jemput kamu.''
Bukannya menjawab, Naura malah berteriak senang melihat pria paruh baya yang sedang menuruni anak tangga. Dia melepaskan pelukan bunda Cintra dan berlari memeluk pria paruh baya itu.
''Ayah Nau kangen banget ...,'' ucapnya manja seperti anak kecil.
''Ayah juga kangen banget sama kamu, udah besar aja Nau.'' Ayah Rafa membelai sayang puncak kepala Naura.
''Nau kan tumbuh Yah, pasti besarlah.'' Naura pura-pura memperlihatkan wajah manyunnya yang langsung di sambut gelak tawa oleh keluarga kecil itu.
''Ah masa sih, tapi kenapa merengeknya nggak ilang ilang ya? Masih sama seperti Naura yang umurnya dua belas tahun.'' Ayah Rafa menggoda dengan mencubit gemas pipi Naura yang kembali diprotes wanita itu.
''Ih Ayah aku udah besar. Pipiku jangan di cubit-cubit lagi nanti cantiknya nambah loh,'' jawabnya terkekeh yang kembali membuat keluarga itu tertawa. Ya inilah Naura, wanita periang yang mampu membuat orang-orang disekelilingnya bahagia hanya dengan tingkah lakunya.
''Narsis amat,'' teriak Hani sedikit mendorong kening Naura dengan jari telunjuknya.
''Aish Bunda-Ayah, anak nakal kalian menggangguku,'' adunya dengan bibir yang dimanyunkan. Kira-kira hampir 5 cm kedepan. Sungguh, wajahnya terlihat sangat menggemaskan.
''Sudah ... Sudah nggak usah bercanda lagi. Nau kamu belum makan siang kan? Yuk Bunda udah masak makanan kesukaan kamu.''
''Yey, emang cuma Bunda yang ngertiin Nau.'' Sambil berlari menghampiri meja makan. sedangkan ayah dan Hani hanya bisa menggeleng kepala. Hanya umur yang bertambah sementara kelakuan Naura tidak berubah. Masih seperti anak kecil.
*****
Siang berganti malam. Naura mondar mandir di depan pintu masuk. Wanita itu tengah menunggu kepulangan Jonathan. Beberapa kali dia melihat jam tangannya. Sudah hampir jam sepuluh malam dan Jonathan belum juga kembali. Apa sesibuk itu kak Jo-nya sekarang? Pikirnya.
Pikirannya menerawang jauh, menduga-duga apa yang sedang dilakukan Jonathan diluaran sana. Benarkah pria itu masih bekerja atau malah melakukan hal lain? Ya beginilah Naura, pikirannya tak bisa jauh dari praduga praduga negatif.
''Aish kak Jo kemana sih? Mana ada orang kerja sampai jam segini, apalagi dia Ceonya.'' Dia kesal sendiri karena pikiran negatifnya yang tak kunjung hilang.
''Nau kenapa belum tidur sayang?'' Bunda menghampiri. Tadinya bunda keluar untuk mengambil minum dan tidak sengaja melihat Naura yang masih terjaga. Walau tau alasan Naura masih terjaga dia tetap saja bertanya, mungkin sebagai basa basi.
''Nungguin kak Jo Bun, ini udah hampir jam 10 loh.'' Wanita itu tidak melihat si pemberi pertanyaan. Matanya hanya fokus menatap pintu masuk berharap pintu itu segera terbuka dan menampilkan pria yang sejak tadi di tunggunya.
''Nggak usah ditunggu, ini belum jam pulangnya.’’ Bunda Citra pun menyuruh Naura tidur. Baginya akan percuma jika menunggu kepulangan Jonathan. Entahlah dia juga sedikit bingung dengan perubahan anak sulungnya yang belakangan ini sering pulang pagi.
''What!'' Karena kaget, Naura sedikit berteriak.
''Tapi ini udah jam sepuluh Bun, emang biasanya kak Jo pulang jam berapa?'' tanyanya kepo dengan perasaan semakin tidak tenang bercampur kesal.
''Biasanya sekitar jam dua atau tiga pagi.''
''What!'' Naura kembali berteriak. Suaranya lebih keras hingga bunda Citra harus menutup kuping.
''Nau!''
''Maaf ... Maaf Bun. Habisnya aku speechles dengarnya. Ih kak Jo awas deh kalau pulang bakalan aku omelin,'' gerutunya. Mulai membawa langkahnya masuk ke kamar tamu yang sekarang akan menjadi kamar pribadinya. Tak lupa dia mengecup pipi bunda Citra terlebih dulu.
*****
Hampir jam tiga pagi dan Jonathan baru kembali. Tujuannya bukan ke kamarnya, melainkan ke kamar tamu yang dia yakini sekarang ditempati oleh Naura.
Ceklek
Pria itu berdiri diam di pintu, memperhatikan wajah cantik yang tengah terlelap. Entah apa yang dia pikirkan, dia termenung selama kurang lebih 5 menit sebelum akhirnya melangkah menghampiri Naura. Dia jongkok di samping ranjang, menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah cantik tersebut.
‘’Akhirnya kamu balik Nau.’’Jonathan tersenyum tipis. Perlahan dia mendekatkan wajahnya dan melabuhkan satu ciuman di kening si gadis.
''Kakak kangen banget sama kamu,'' ucapnya ikut berbaring di samping Naura. Menarik wanita itu dalam pelukannya dan kembali melabuhkan satu ciuman di kening Naura sebelum mengikuti wanita cantik itu ke alam mimpinya.
*****
Hampir jam enam pagi, Jonathan bangun lebih dulu. Pria itu kembali tersenyum melihat wajah cantik Naura yang belum terganggu meski sinar mentari sudah tampak memasuki kamarnya.
Dia perhatikan baik-baik wajah yang sudah hampir dua tahun tak dilihatnya. Wajah yang dulunya selalu merengek memanggilnya. Rasanya sangat menyenangkan bisa melihat wajah Naura lagi. Dia bahkan rela bangun pagi hanya untuk menikmati wajah cantik nan polos gadis kecilnya itu.
''Morning'' Naura tersentak kaget. Mata yang tadinya masih enggan terbuka kini terbuka dengan sangat lebar. Wanita itu tersenyum senang, dia lebih mendekatkan tubuhnya dan memeluk Jonathan dengan begitu erat. Menghirup wangi tubuh pria yang sangat dirindukannya itu.
"Kakak jahat banget sih, kenapa nggak jemput aku kemarin?'' Naura mendongak, pura-pura memberi tatapan tajamnya.
''Kemarin kakak ada meeting penting yang nggak bisa ditinggal Nau. Maaf ya ....'' Dengan tangannya yang mengelus lembut kepala Naura. Pria itu beberapa kali mencium puncak kepala Naura.
''Oh ya ....'' Naura kembali kesal mengingat kak Jo yang selalu pulang pagi. Spontan wanita itu bangun, melepaskan tangan Jonathan yang melingkar di perutnya lalu menatap tajam pada pria itu.
''Kata bunda kakak sering pulang pagi. Kakak nggak mungkin kerja sampai jam segitu kan?'' tanyanya setengah menghakimi. Dia terlihat seperti seorang pengacara yang tengah menanyai kliennya. Mata dan telinganya terbuka lebar menanti jawaban dari kak Jo.
Baru akan membuka mulut. Dering ponsel Jonathan sudah lebih dulu mengeluarkan suaranya. Naura tersenyum mengetahui nada dering ponsel kak Jo yang masih menggunakan suara rekamannya.
[Angkat sekarang atau aku tidak akan mau diajak ngobrol lagi] Itulah bunyi nada dering Naura yang masih menggunakan suara Naura kecil.
Eh tunggu dulu, kening Naura mengerut. Kenapa kak Jo menggunakan nada dering itu untuk panggilan yang bukan berasal darinya? Apa kak Jo menggunakannya untuk semua panggilan atau? Pikirnya kembali menduga.
''Hallo sayang''
Deg
Naura membeku. Apa maksud kalimat pendek yang hanya berisi dua kata itu?
Dia lebih menajamkan indera pendengarannya. Semakin di dengar semakin Naura tidak bisa menerimanya. Wanita itu meremas selimut yang masih menutupi sebagian pahanya.
Sungguh, ingin sekali Naura berteriak karena tidak suka mendengar pembicaraan kak Jo dengan seorang wanita yang mungkin saja adalah kekasih dari pria pujaannya itu. Rasanya sesak sekali.
''Apaan sih lebay banget, masih pagi juga udah sayang-sayangan,'' ketusnya yang masih bisa di dengar jelas oleh kak Jo. Pria itu terpaksa menutup panggilan telepon kekasihnya karena tidak ingin Naura badmood. Jonathan begitu menyayangi Naura seperti dia menyayangi Hani makanya Jonathan tidak ingin membuat Naura sedih atau lain sebagainya.
''Siapa? Pacar kakak ya?'' tanya Naura to the point dengan nada tidak sukanya. Dalam hati dia berharap kak Jo menjawab tidak.
''Hhmm nanti kakak kenalin sama kamu ya,''
''Nggak ah, Nau nggak mau. Lagian ngapain juga.'' Lalu dia bangun dan turun dari ranjang. Membawa langkahnya menuju bathroom dengan perasaan dongkolnya.
''Kak Jo punya kekasih sekarang?'' tanyanya pada pantulan wajahnya di depan cermin. Wajahnya terlihat sendu, pikirannya melayang entah kemana. Tujuan terbesarnya kembali adalah Jonathan. Naura ingin memiliki pria itu, bukan sebagai kakak tapi sebagai kekasihnya. Tapi apa itu mungkin sedang sekarang kak Jo-nya sudah memiliki kekasih?
‘’Sekarang kamu tau kan, kenapa kak Jo tidak pernah menghubungimu lagi?’’ Naura tersenyum kecut akan dugaan yang menurutnya 100% benar itu.
Ya, hampir dua tahun terakhir Jonathan jadi jarang menghubunginya. Pria itu selalu berkata sibuk setiap kali Naura ingin menelpon. Makanya, Naura bersikeras ingin pindah ke Indonesia, karena dia sudah sangat merindukan pria tersebut.
*****
''Jo kamu tidur di kamar Naura?'' tanya bunda Citra menghampiri Jonathan yang baru dua langkah keluar dari kamar Naura.
''Hhmm, iya Bun habisnya kangen banget sama anak nakal itu.''
''Jo, tapi kamu udah gede loh dan Naura juga bukan gadis kecil lagi. Naura sekarang udah 18 tahun dan kamu sudah 26 tahun. Kalian bukan anak kecil lagi yang bisa dengan leluasa tidur di satu ranjang yang sama.''
Mendengar itu Jonathan malah tertawa. Dia tau betul kekhawatiran bundanya, hanya saja dia merasa lucu dengan hal itu. Baginya Naura sama saja seperti Hani dan gadis itu masih sama, masih menjadi gadis kecilnya.
''Bunda tenang saja, bagiku Naura masih seperti dulu. Tidak akan ada yang berubah diantara kami. Aku menyayanginya seperti aku menyayangi Hani.'' Pria itu menggeleng sambil tertawa kecil lalu meneruskan langkahnya menuju kamarnya yang tepat berada di depan kamar Naura.
''Tetap saja dia bukan adik kandungmu Jo, apalagi sekarang Nau tumbuh menjadi sangat cantik. Kamu yakin nggak akan tumbuh cinta untuk gadis kecilmu itu?'' tanya bunda yang kembali menghentikan langkah Jonathan.
''Bunda ini ada-ada saja deh. Nggak akan Bun, apalagi aku punya seseorang yang aku cintai sekarang''
''Kamu punya pacar?''
''Hhmm dan hari ini aku akan memperkenalkannya pada kalian.''
*****
''Jadi dia siapa?'' Bunda Citra melihat wanita yang kini duduk manis di samping Jonathan. Jangan lupakan tangan keduanya yang saling menggenggam erat seolah takut untuk dipisahkan.
Eh tunggu dulu, kenapa wajah itu seakan tak asing baginya? Dimana ya kira-kira ia melihatnya? Pikir bunda Citra mencoba mengingat.
''Kenalkan ini Lyodra kekasihku.'' Jonathan memperkenalkan. Terpancar jelas raut bahagia di wajah tampan itu dan itu benar-benar membuat Naura sedih. Dia bingung harus seperti apa menyikapi keadaan tak menyenangkan itu.
''Kekasih? Sejak kapan?'' tanya ayah dengan nada sedikit tidak suka.
''Yah,'' protes Jonathan yang tak suka dengan nada bicara ayahnya.
''Dia kekasihku dan kami sudah bersama hampir dua tahun ini.'' Jonathan terang-terangan mengekspresikan rasa cintanya. Tak sungkan-sungkan dia mengecup bibir Lyodra di depan keluarganya.
''Jonathan jaga kelakuanmu!'' tegur bunda dengan nada satu oktaf lebih tinggi.
''Come on bun, ini sudah zaman modern tak ada masalahnya melakukan semua itu.''
''Jonathan!'' tegur ayahnya dengan keras, wajahnya merah menahan marah. Entahlah, dia tidak terlalu senang dengan perubahan kecil pada sikap Jonathan itu. Jonathan yang dulu selalu menghargai dan menghormati wanita, kenapa sekarang malah bersikap tidak sopan seperti ini?
''Iya... Iya Yah-Bun Jo salah, janji nggak akan melakukan hal itu lagi di depan kalian.''
''Ayah tidak mengizinkan mu melakukan hal itu baik dibelakang atau di depan kami. Mengerti?''
''Iya Yah,'' jawab Jonathan terpaksa. Dia tidak mungkin membantah ayahnya.
Sedang Lyodra, wanita itu mengumpat dalam hati atas penolakan terang-terangan yang dilakukan keluarga Jonathan.
''Siapa lagi wanita ini?'' gumamnya menelisik Naura yang duduk diam di samping Hani yang memang di ketahuinya merupakan adik dari Jonathan.
''Sabar ya ....'' Hani menggenggam tangan Naura di bawah meja. Dia ingin menghibur wanita itu karena tau Naura pasti sedih.
Mereka pun mulai makan. Suasana kali ini tak seramai biasanya, sedikit tegang. Semuanya makan dengan tenang, hanya dentingan garpu dan sendok yang saling beradu.
''Sayang aku ada jadwal pemotretan temani aku ya,'' pinta Lyodra sesaat setelah mereka menyelesaikan sarapan. Wanita itu sama sekali tidak peduli dengan penolakan keluarga Jonathan. Toh yang dibutuhkannya hanya Jonathan.
''Hhmm tentu saja sayang. Weekend, semua waktuku untukmu.'' Jonathan mengelus kepala Lyodra dengan sayang tanpa sungkan pada keluarganya. Dia hanya ingin keluarganya melihat seberapa besar dia mencintai wanita itu.
''Kakak terlalu banyak menghabiskan waktu diluar bahkan tidak pernah lagi berkumpul dengan keluarga,'' sindir Hani beranjak dari meja makan dengan menarik Naura ikut bersamanya.
Sementara, pria itu sedikit merasa bersalah mendengar ucapan Hani. Benar kata Hani belakangan dia memang terlalu sibuk dengan dunianya sendiri. Terlalu sibuk dengan urusan sang kekasih yang setiap hari minta untuk bertemu. Sehabis pulang kantor pun Jonathan langsung menemui Lyodra dan selalu pulang pagi.
" Han hari ini kamu sama Nau ikut kakak,'' teriak Jonathan menghentikan langkah Naura dan Hani. Keduanya memutar tubuh dan melihat Jonathan yang sudah tersenyum lebar.
''Ogah!'' Hani memperlihatkan ekspresi tidak sukanya.
''Yaudah kalau kamu nggak mau ikut biar Naura aja.''
''Terus kakak mau jadiin Nau obat nyamuk, gitu? Ngapain juga harus ikut kakak pacaran, Mending keluar terus cari pacar sendiri, iya kan Nau?''
''Nggak ada pacar-pacaran Han, kamu masih kecil. Kuliah yang benar atau kakak tidak akan mengizinkan kamu keluar dengan bebas dan itu juga berlaku untuk kamu Mau!'' ucap Jonathan dengan tegas tanpa mau dibantah.
Setelah mengucapkan itu dia keluar dengan menggenggam tangan Lyodra bersamanya. Wajahnya terlihat marah dan itu benar-benar menakutkan untuk Naura dan Hani. Sebelumnya tidak pernah Jonathan terlihat semarah itu.
''Bun ....''
''Ikuti saja perintah kakakmu Han, kau tau sendiri kan bagaimana kakakmu,'' jawab bunda seakan tau Hani akan protes padanya.
''Tapi Bun -''
''Kita bisa membicarakan hal ini nanti sayang. Seperti kata kakakmu tadi, sekarang kau harus fokus pada kuliahmu dan untuk pacar itu hal belakang. Semuanya akan datang di waktu yang tepat, oke?'' timpal ayahnya yang sependapat dengan Jonathan. Paruh baya itu tidak mau kalau Hani sampai pacaran dan malah bertemu pria brengsek tidak bertanggung jawab.
''Iya Yah''
''Terserah kamu sayang. Mommy mendukung semua keputusanmu selama itu membuat kamu bahagia,'' ucap mommy Sena (Mommy Naura) dari seberang telepon. Tadi Naura menceritakan tentang kak Jo yang ternyata sudah memiliki kekasih. Wanita itu meminta pendapat dari sang mommy tentang tindakan yang harus dilakukannya.
Mommy nya mengatakan untuk mengikhlaskan kalau memang Jonathan bahagia dengan pilihannya. Kata mommynya jodoh sudah diatur Tuhan dan Naura tidak bisa memaksakan kehendak jika memang pria itu bukan jodohnya.
''Nau pikir-pikir dulu ya mom,'' ucapnya mengakhiri panggilan telepon.
Wanita itu menarik dan membuang nafasnya beberapa kali. Rasanya berat jika harus mengikhlaskan. Ini benar-benar pilihan sulit untuknya. Selama ini dia selalu mengkhayalkan masa depannya bersama kak Jo dan sekarang dia seakan dipaksa menyerah pada impian itu, apa dia sanggup?
Tok tok tok
''Nau mau ikut aku ke kampus nggak? Hitung-hitung perkenalan, minggu depan kan kamu udah mulai masuk.'' Hani nyelonong masuk begitu saja setelah tiga kali mengetuk.
''Kampus? Mungkin saja hal ini akan sedikit menghiburku,'' gumam Naura, lalu berdiri dan berjalan keluar kamar terlebih dulu tanpa mengucapkan sepatah katapun.
''Nau tungguin dong.'' Hani mengejar Naura yang sudah hilang dibalik pintu kamar.
''Nggak usah galau gitu jelek tau nggak.'' Hani merangkul pundak Naura. Keduanya berjalan menghampiri mobil Hani yang sudah siap di depan pintu masuk rumah.
''Tenang saja Nau, anak-anak kampus banyak yang keren dan menurutku kamu akan dengan mudah melupakan kak Jo nantinya.'' Wanita itu terkekeh. Hal ini dilakukannya untuk menghibur Naura yang masih terlihat galau.
Mereka pun naik ke mobil.
''Come on Nau dunia tidak akan berakhir hanya karena kamu tidak bisa memiliki seorang pria.''
''Aku nggak yakin Han. Mungkin sedikit lebay, tapi bagiku kak Jo adalah duniaku. Dia adalah bagian terpenting dari hidupku.''
''Mungkin kau salah mengartikan perasaan Nau. Daripada menjadi duniamu kupikir kak Jo lebih cocok menjadi salah satu bintang yang menerangi malammu. Kau tau sendiri malam tidak hanya memiliki satu bintang.''
''Maksudnya?''
''Maksudku kau bisa menjadikan kak Jo sebagai sebuah potongan kecil dari kisahmu. Begitu banyak pria tampan di dunia ini dan mungkin salah satu diantara mereka yang akan benar-benar menjadi duniamu nanti.''
''No, I love him.''
''Dengar Nau cinta itu simple jangan dibuat susah. Jika melepaskan adalah pilihan terbaik lalu kenapa kau memilih terluka sendirian?''
''Kamu bisa mengatakan itu karena kamu nggak pernah mengalaminya Han. Cinta tidak sesimple itu. Setidaknya itulah yang aku rasakan sekarang.''
''Kata siapa aku tidak pernah merasakan?'' guman Hani dalam hati.
Setelah itu keduanya terdiam. Naura memilih membuang pandangannya dan menikmati indahnya pemandangan luar walau sebenarnya fokusnya bukan pada pemandangan itu. Sedangkan Hani fokus menyetir, membawa mobilnya menuju kampus yang sebentar lagi juga akan menjadi kampus Naura.
Hampir 40 menit berkendara, sampai juga mereka di depan bangunan yang memiliki lima lantai itu. Kampus swasta terbaik di negara itu, Dominic University.
*****
''Hei guys ....'' Dengan membawa Naura, Hani menghampiri teman-teman dekatnya yang sepertinya sedang asyik berbincang di kantin.
''Kebiasan Han telat mulu. Widih… siapa nih bening amat,'' sambut Rezky dengan heboh lalu berdiri dari duduknya. Pria playboy itu berdiri dan memutari Naura. Matanya menelisik penampilan Naura yang terlihat sangat cantik dengan hanya menggunakan kaos putih dan celana jeans panjang.
''Hai kenalkan aku Rezky Pratama, teman dari wanita aneh yang datang bersamamu ini.'' Rezky memperkenalkan diri. Bukannya mendapat sambutan dari uluran tangannya, pria itu malah berteriak kesakitan karena Hani menginjak kakinya dengan kuat.
''Rasain, enak saja ngatain aku aneh.'' Hani menyingkirkan tubuh Rezky. Membawa Naura duduk bersamanya dan memperkenalkan Naura pada temannya yang berjumlah empat orang itu. Ada Kevin Dominic, Dika Widianto, Rezky Pratama dan Amelia Hastari. Mereka adalah lima serangkai yang selalu menempel satu sama lain, dan sepertinya Naura akan menjadi anggota tambahan dalam kelompok itu.
Naura yang memang gampang bergaul menjadi cepat dekat dengan teman-teman Hani itu. Buktinya, sekarang dia sudah ngobrol santai bersama mereka. Dia berbicara banyak mengenai pengalaman hidupnya di luar negeri karena Amelia yang heboh dan terus bertanya.
Sementara di tempat lain, Jonathan tengah sibuk dengan ponselnya. Tidak seperti biasanya, kali ini dia bahkan tidak memperhatikan pemotretan Lyodra. Pikirannya melayang setelah tau Hani membawa Naura keluar dan bertemu dengan teman-temannya.
''Hallo Ndre awasi terus mereka jangan sampai ada yang mendekati mereka,'' perintahnya pada seorang di sebrang telepon.
Beberapa kali dia mencoba menelpon Naura tapi tidak diangkat. Bukannya tidak ingin mengangkat, hanya saja Naura tidak sadar meninggalkan ponselnya di kamar. Dan untuk Hani, wanita itu memang sengaja tidak mengangkat telepon kak Jo. Dia masih kesal pada kakaknya.
Pria itu semakin dibuat kesal kala mendapat kiriman foto dimana Naura tengah berbicara dengan seorang pria. Hanya berdua, entah kemana perginya Hani dan teman-temannya yang lain.
''Jonathan ... Sayang … sayang kamu mau kemana?'' teriak Lyodra melihat Jonathan yang pergi begitu saja bahkan tak pamit padanya. Tak biasanya pria itu pergi dengan terburu buru.
*****
''Singkirkan tanganmu darinya atau aku akan mematahkan tanganmu yang tidak berguna itu!'' ucap Jonathan dengan suara berat dan datarnya. Pria itu sudah berdiri didekat mereka.
''Kakak.'' Naura dan Hani kaget. Entahlah mereka juga bingung kenapa kak Jo tiba tiba ada di kampus mereka.
''Kalian pulang sekarang juga dan kamu.'' Jonathan menunjuk Rezky yang tadi dilihatnya sedang menyentuh Naura. Pria itu juga adalah pria yang sama, yang beberapa saat lalu duduk berduaan dengan Naura.
''Jangan berani-berani menyentuhnya lagi atau ....''
''Apaan sih kak. Dia hanya membantuku membersihkan makanan yang tidak sengaja jatuh ke pakaianku.'' Naura mendumel, kesal dengan kak Jo yang tiba-tiba datang dan malah memarahi Rezky. Baru saja mereka berteman dan sekarang Jonathan sudah mengacaukan nya.
''Memangnya kamu nggak punya tangan untuk membersihkannya sendiri? Jangan macam-macam Nau karena kakak akan selalu mengawasimu!'' Lalu dengan sedikit kasar Jonathan menarik Naura keluar, tidak lupa dia juga membawa Hani.
''Astaga itu kak Jonathan Mahesa?'' Amel menganga. Amel merupakan penggemar dari Jonathan Mahesa dan sekarang dia benar-benar sudah bertemu dengannya. Ingin sekali Amel berteriak saking senangnya.
Sama seperti Amelia, semua pengunjung kantin berdecak kagum setelah melihat langsung seorang Jonathan Mahesa. Pria yang beberapa bulan lalu menyabet penghargaan Innovation Leadership Achievement Award in Indonesia dari The Asian Banker. Bukan hanya itu, para kaum hawa berdecak kagum setelah melihat ketampanan Jonathan yang diatas rata-rata itu.
Berbeda dari kaum hawa, para pria justru sedikit takut melihat Jonathan. Bukan takut kenapa, pasalnya banyak dari mereka yang sepertinya tertarik pada Naura dan Hani.
''Astaga kasihan sekali pria yang menyukai Naura dan Hani.'' Rezky menggeleng beberapa kali. Pria itu juga takut dengan Jonathan yang sepertinya sangat over protektif pada dua gadis itu. Tadi, dia sempat tertarik pada Naura tapi setelah melihat bagaimana Jonathan tadi, dia mengurungkan niatnya. Lebih aman untuknya menyukai wanita lain daripada harus berhadapan dengan seorang Jonathan Mahesa.
Berbeda dengan Rezky, dua pria lainnya malah duduk diam. Entah apa yang mereka pikirkan. Pikiran keduanya melayang seolah mengikuti Naura dan Hani yang tadi dibawa pergi oleh Jonathan.
*****
''Kak kenapa rese banget sih?'' protes Hani yang keberatan naik ke mobil Jonathan begitupun dengan Naura. Wanita itu masih ingin menikmati keindahan kampus dan juga masih ingin bercanda gurau dengan teman-teman Hani yang menurutnya sangat asyik untuk diajak ngobrol.
''Naik Han, Nau atau ….''
''Oke-oke.'' Buru-buru keduanya naik sebelum Jonathan yang sedang dalam mode monster itu kembali berulah.
''Ada apa dengannya Han?'' bisik Naura.
''Mana aku tau, aku aja nggak pernah ada di posisi ini. Entahlah mungkin sedang berantem sama kekasihnya,'' tebak Hani dengan nada malasnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!