" Kamu habis dari mana?! Bukankah sudah aku bilang untuk bilang jika ingin keluar?" Bentak seorang pria yang sangat marah. " Aku bilang habis dari mana kau!!!" Bentaknya sekali lagi.
" Maaf, aku hanya dari makam ayah kok. Jangan membentak ku seperti itu... Kamu ini kenapasih." Ucap Sara Kesal. " Aku lelah, aku ingi istirahat. Jangan mengajak ku bertengkar lagi..."
" Makam ayah kamu? Kamu otu tidak dari makam ayah mu tapi ke rumah orang lain!" Pria bernama Leo itu dengan kasar mengekik lengan Sara begitu kuat. " Belakangan kamu ini sangat berani ya."
" Memangnya kenapa gue harus takut pada lo! Isss sakit Leo... Lepasin nggak."
" Lo? Kamu bilang lo? Oooo, jadi Lo ingin mulai Ama gue?" Leo tak terima.
" Hhhha." Sara tersenyum meremehkan. " Tapi Lo yang duluan, gue baru datang dan Lo langsung nyolotin gue. Maksudnya apa coba?"
Leo lantas tertawa lepas sambil bertepuk tangan di hadapan wajah Sara.
" Lo? Bicaralah yang sopan pada suami mu! Kamu ini nggak sopan banget sih!" Kesal Leo.
" Oke, selama Lo sopan Ama gue. Ya gue juga nurut, masalahnya Lo ini ugghhh banget sih! Iii pengen cakar Banget tau!"
" Sara..."
" Sebenarnya apa aku bagi mu ha? Apa kau mencintai ku?"
" Kenapa menanyakan pertanyaan bodoh itu lagi? Kamu nggak cape apa?"
" Nggak, nggak sama sekali." Nyolot Sara membesarkan bola matanya. " Apa? marah?"
Leo lantas menarik napas dalam-dalam. " Oke , oke. Aku salah sama kamu, ya udah, aku minta maaf ya. Tapi kalau kamu mau pergi, tolong bilang sama aku dong. Aku kan juga khawatir sama kamu."
Sara hanya menyilangkan tangannya di dadanya dan mengalihkan pandangannya merasa kesal.
Leo juga hanya menghela napas pasrah, seharusnya dia tak mencari masalah saat Sara baru datang tadi. Tapi ya emang keras kepala sih, jadi gini deh.
" Aku tuh cinta banget sama kamu, jadi jangan marah lagi ya." Leo meraih tangan Sara.
" Apasih, lebay banget."
" Ya udah sih, kamu maunya apasih. Aku udah minta maaf sama kamu loh..."
" Minta maaf kamu tuh nggak tulus."
" Yang tulus bagaimana dong?"
" Iii, sebel banget ih. Kok malah nanyak, seharusnya kamu itu peluk aku dan cium ni pala lalu minta maaf. Nah itu yang aku mau."
" Itu aja? Ya udah sini." Leo memeluk Sara. " Udah kan?"
" Sebenarnya, kau terlalu terobsesi pada ku. Aku tidak suka itu, kau penuh kekerasan, itu benar-benar menyebalkan."
" Benarkah? Yang nggak kasar bagaimana?"
Sara menyipitkan matanya dan melepaskan pelukannya. " Kau kasar dalam hal itu, itu enak namun terlalu kasar juga. Tapi sebenernya aku suka, tapi kadang-kadang itu menyebalkan."
" Kasar di mananya?" Leo memiringkan kepalanya ke kanan. " Perasaan aku sudah melakukannya dengan sangat lembut."
" Aiishh pikiran mu sangat kotor, tapi terserah kamu aja deh.'
Tak lama setelah itu, handphone milik Sara berdering. Sara menatap layar ponselnya dan penelpon itu adalah Bian yang merupakan rekan kerjanya.
Sara lantas menjauh dari Leo dan menjawabnya.
" Ada apa?" Tanya Sara.
" Ada mayat di bawah jembatan."
" Tapi ni uda malam."
" Gue tahu ni udah malam, gue juga di panggil. Sebaiknya Lo kemari deh, gue capek benget njir."
" Ckkk yang benar aje, gue baru sampai juga. Oke, tungguin gue
. Gue sampai di sono 15 menit lagi."
" Buruan, Lo terlambat gaji Lo dipotong."
" Ya udah gi."
" Siapa yang nelpon?" Tanya Leo.
" Bian."
" Ngapain dia nelpon kamu?" Wajah Leo langsung murung.
" Dia kan rekan kerja aku, emangnya kenapa? Dia juga kakak aku coba, kamu ada masalah apa sih?"
" Ya enggak juga, tapi jangan terlalu dekat lah. Ya meski dia kakak kamu tapi....ya aku benci sama dia."
" Gini ya, kamu ini jika benci sama kakak aku kenapa kamu suka aku?"
" Ha?"
" Aku mau pergi." Sara tersenyum.
Saat Sara hendak pergi, Leo dengan cepat menghalanginya dan menutup pintu utama bahkan menyuruh pengawalnya mengunci gerbang depan dan belakang.
Sara tentu merasa kesal akan hal itu namun tetap diam menatap tajam Leo yang juga balik menatapnya dengan tajam.
" Apa yang coba kamu lakukan?" Tanya Sara tersenyum. " Ini maksudnya apa coba?"
" Udah malam, di luar bahaya."
" Tapi kamu lebih bahaya Leo."
" Udah ya, aku nggak mau bertengkar lagi sama kamu. Jadi kamu nggak boleh pergi sekarang, Kamu itu sedang sakit sekarang. Pergilah saat kau sudah sembuh."
" Aku udah sembuh Leo, minggir nggak."
" Nggak mau."
Sara kembali tersenyum miring dan melihat kesana kemari kembali merasa kesal pada Leo yang mencoba menghalanginya lagi.
" Pliss deh suami ku sayang, ini penting."
" Aku nggak mau dengerin kamu apapun itu, pokoknya kamu nggak boleh keluar."
" Ahhh, nggak boleh ya?" Sara memajukan bibir bawahnya. " Aaaa, baiklah. Aku akan melaporkan mu, bahwa kau seorang mafia penggelapan dokumen. Kau selalu membuat dokumen ilegal untuk memalsukan biodata orang lain, memasukkan imigran gelap di negara mana saja, dan mafia tanah yang selalu memalsukan sertifikat."
Leo tentu tertawa gemmes menatap Sara yang berjinjit sambil menaikkan kepalanya menatap Leo segitunya.
" Kau salah istri ku sayang." Leo mencubit pipi Sara. " Aku bukan mafia tanah, jadi jika kau tak mengerti lebih baik kau diam saja. Iii kau sangat menggemaskan."
" Apasih!"
" Memangnya kau tahu apa itu mafia ha?"
" Tentu aku tahu! Kau meremehkan ku?" Sara membulatkan matanya. " Kau mafia yang meresahkan semua orang."
" Benarkah? Baiklah, laporkan saja aku. Laporkan saja aku agar kau tak punya suami yang terobsesi pada mu. Astaga kau pendek sekali, imutnya (≧▽≦)"
" Iiii apasih!" Wajah Sara memerah.
" Jika kamu memang mau laporin aku, kamu itu udah lakuin itu sejak dulu, tapi kami nggak lakuin itu karena kamu sayang banget sama aku, astaga iiii sangat menggemaskan!!!"
" Aku serius..."
" Aku juga serius baby."
" Ckkk menyebalkan, pokoknya aku mau pergi."
" Nggak boleh." Leo kembali menarik tangan Sara. " Ini tuh udah jam 11 malam, bentar lagi jam 12. Aku tahu kami wanita gila yang tidak takut apapun dan bisa ngelindungi diri kamu, tapi aku tetap cemas."
" Pokoknya aku mau pergi, kamu mau apa?"
" Pliss lah, kemarin lengan kamu kena tusuk pisau gara-gara nangkap pembunuh itu. Baru sehari loh kamu terluka, udah mau berulah lagi? Setidaknya lengan kamu kering dulu...."
" Aku nggak mau dengerin kamu."
" Ya udah." Leo melepaskan tangan Sara.
" Ya udah, aku pergi ya."
" Tapi jika kamu beneran pergi, besok kamu nggak usah balik lagi ke rumah aku deh."
Sara lalu berbalik. " Kamu usir aku?"
" Iya."
" Jadi kamu ancam aku dengan itu?"
" Menurut kamu apa?"
" Ya udah, aku nggak bakalan balik."
" Emangnya kamu mau ke mana? Kamu aja nggak punya rumah."
" Iii, mulut kamu tuh jahat banget sih."
" Ya udah jangan pergi."
" Wah, kamu pikir dengan ancaman kecil itu aku akan nurut? Nggak bakalan, aku tetap mau pergi." Sara mengerutkan keningnya.
" Ya udah pergi, jangan coba balik lagi nantinya."
" Ya udah aku pergi."
" Ya udah."
" Ya udah."
" Terserah."
Sara dengan kesal menendang pintu itu hingga gagang pintu itu sampai rusak.
Leo yang juga marah, kembali naik ke kamarnya. Mereka kembali saling tadi peduli lagi yang akan membawa bencana di orang-orang sekitarnya.
xxxxxxxxxxxxx
Esok harinya...
Sara kini terlihat tengah tidur pulas di sebuah sofa di ruang tamu yang kecil.
Melihat gaya tidur Sara yang memang aneh, hal itu membuat Bian langsung mengerti kenapa Leo seagresif itu padanya.
" Woi bangun, makan dulu." Bian meletakkan nampang berisikan roti dan susu di meja. " Bangun woi, Lo dengerin gue nggak sih?"
" Hmmm."
" Hhm HM HM, bangun nggak!"
" Apaan si, marah-marah di pagi hari."
" Mata Lo pagi, udah jam 1 siang juga. Bangun nggak!"
" Ya udah gih, nih gue bangun nih." Wajah Sara begitu kusut dengan rambutnya yang berantakan. " Apa?"
" Lo itu haru makan biar Lo tetap idup, ni makam biar Lo nggak mati." Bian menyuap Sara. " Bertengkar lagi Lo sama suami Lo, Lo berdua ngalahin anak kecil bertengkar tahu nggak sih?"
" Suapin gue yang bener."
" Eh anjing, gue nggak ketemuan pacar gue gara-gara Lo."
" Pacar ke 7?"
" Ke 9."
Sara lantas membuka matanya lebar. " Perasaan kemarin baru 6 deh, kok udah 9 aja?"
" Lo penasaran?"
" Nggak sih." Sara menggelengkan kepalanya. " Cuma, kepo dikit aja."
" Bedanya apa? Ni air jangan sampai ke wajah Lo yah, Lo kan numpang ni di apartemen gue. Seharusnya Lo nge babu di sini. Lo malah tidur ampe siang."
" Eh babi, 4 tahun yang lalu Lo punya utang ke gue ya sebanyak 6 juta ye. Lo bahkan belum ngasih gue duit sepeserpun. Lo jangan macam-macam Ama gue..."
" Ya lupain aja Napa sih? Lo mendingan jujur deh, Lo suka gue kan?"
" Ha?" Sara menampar wajah Bian. " Yang benar aje gue suka sama Lo, Lo boti babi."
" Lo anjing."
" Gue lebih cinta sama suami gue, Lo itu hanya sahabat dan kakak kesayangan gue. Ngerti?" Sara mencekik leher Bian.
" Apasih Lo!"
" Ya makanya berhenti, sebelum gue laporin Lo sama pacar Lo."
" Btw dari tadi suami Lo nelpon..."
" Dia ngapain nelpon gue? Dia udah ngusir gue."
" Lo masih mabuk?"
" Kalo tahu gini, gue Ama Adrian aja..."
" Nggak boleh, Adrian dah mati."
" Sekarang gue nyesel tapi gue suka sih, tapi nggak suka juga. Tapi kek cinta aja gitu..."
" Bedanya apa sih? Sekali lagi Lo ngomong gue tabok Lo pake ni piring ya."
Sara lalu kembali menjatuhkan dirinya di sofa dan melanjutkan tidurnya.
" Ni anak bener-bener ya, beban banget anjing. Kalo gue nggak sayang Ama Lo ya, gue buang Lo. Gue harus nelpon suaminya, Ni anak bedua bener-bener nyusahin kisah cinta gue banget njir. Capek banget gue."
Beberapa saat kemudyannn...
Bel pintu mulai terdengar dan segera Bian pergi membukanya. Terlihat Leo yang berwajah kesal padanya dan langsung masuk saja.
Bian hanya tersenyum miring memutar bola matanya malas, bagi Bian, Leo sangat menyebalkan karena sifat Leo yang memang sangat kasar kecuali pada istrinya.
" Lo berdua kenapa lagi sih? Kalo udah nggak ada harapan, cerai kan bisa." Ucap Bian.
" Gue paling nggak suka jika ada orang lain yang suka campurin masalah keluarga gue, apalagi Lo."
" Gue bukan orang lain bagi Sara, gue udah dari kecil Ama dia. Sedang Lo baru 11 tahun yang lalu. Gue tahu lebih banyak tentang Sara daripada Lo."
Leo kembali menghembuskan napas beratnya. " Sara bangun, ayo pulang."
" Leo?" Sara lalu bangun. " Kamu ngapain di sini? Kok kamu tahu aku di sini?"
" Sadar lah. Kau mabuk berat? Ckkk dasar wanita gila ini..."
" Husstt! Kau berisik sekali..."
" Kamu habis minum? Kamu ngapain sih minum di sini."
" Aku hanya minum, kenapa kamu marah? Aku juga nggak ngelakuin apapun, ya meski aku ingin melakukannya ya bukan dengan Bian juga, Bian dan aku saudara tiri, kamu kan tahu ayah aku dan ibu dia udah kawin apsihh... Ya intinya Bian kakak aku."
" Tapi orang tua kalian sudah meninggal..."
" Ya hubungannya apa coba? Jadi jika mereka meninggal, kami putus sebagai saudara? Leo, dalam keluarga ada yang di bilang KK, nama aku dan dia berdampingan sebagai saudara. Apsihh... Ya aku juga Nggak tahu sahabat aku bakal jadi saudara."
" Ya udah jika kalian bersaudara, ayo pulang."
" Dan 1 keajaiban lagi, kami rekan kerja di kantor. Membingungkan bukan, sahabat jadi adik kakak, Adik kakak jadi rekan kerja..."
" Mulut mu sangat bau. Ayo pulang kalau begitu."
" Aku tidak mau..." Sara langsung tak sadarkan diri.
Leo lantas menghela napas pasrah dan segera menggendong Liah ala bridal style.
" 15 tahun yang lalu, dia udah jadi adek gue. Jadi jika Lo Ampe nyakitin dia, gue bakal bikin Lo nyesel selamanya." Ancam Bian.
" Ya udah sih, nggak usah lebay juga."
" Nggak sopan banget sih Lo sama kakak ipar Lo sendiri."
" Adik Lo aja nggak sopan banget sama Lo, kenapa gue harus sopan coba?" Leo tersenyum.
" Ya kecuali adik gue sendiri, dia bebas ngatain gue apa aja. Orang lain nggak boleh."
" Sok iye Lo."
" Gue tahu Lo siapa ya, gue diam karena Sara aja. Gue nggak mau Sara nantinya terluka hanya karena Lo doang, sebab gue tahu ni anak tolol jika Lo Ampe pergi."
" Huff, baiklah. Gue pergi dulu."
Leo dan Sara lalu pergi dari apartemen Bian, semuanya langsung beres membuat Bian merasa lega.
xxxxxxxxxxxxx
Sara kembali terbangun saat berada di mobil Leo, ia melihat kesana kemari dan langsung merasa jengkel saat melihat Leo.
Rasa jengkelnya yang besar semakin membuat kepalanya begitu sakit.
" Aku kenapa bisa ada di sini?" Tanya Sara.
" Kamu ngapain sih minum-minum segala?"
" Kamu kan usir aku dari rumah kamu, ya aku ke rumah kakak aku lah."
" Kamu udah nggak mabuk kan? Udah sadar?"
" Nggak usah sok perhatian ya, kamu tuh nyebelin banget. Pake usir aku segala baru jemput aku lagi."
" Ya udah maaf, ckkk aku nggak bisa tidur tanpa kamu. Jangan siksa aku kek gini dong."
" Aku nggak siksa kamu, aku nggak pukul kamu, nggak cambuk, nggak aniaya, nggak tendang, nggak nembak, dan nggak bunuh kamu kok."
" Kami ini benar-benar ya..." Kesal Leo.
" Capek kan berantem Ama aku?"
" Nggak."
" Kok kamu yang marah sih?"
" Kamu boleh marah dan aku nggak boleh?"
" Iii apaan sih pake marah-marah segala."
" Ya udah kami jangan marah dong."
" Emangnya ada aku marah?!"
" Iiiishh ccckk nyebelin iii." Leo meminggirkan mobilnya.
" Kenapa berenti? Mau nurunin aku?"
Namun Leo masih diam dan berbalik menatapnya kesal. Sara juga bingung dan terciptalah wajah menggemaskannya di mata Leo yang membuat Leo kembali tersenyum.
Sara tentu semakin bingung melihat suaminya senyum-senyum seperti itu.
" Kamu baik-baik aja kan..."
Namun belum selesai bicara, Leo langsung memeluk Sara dan mencium pipinya.
" Aku rindu banget sama kamu, aku nggak bisa tidur tanpa kamu. Jangan ninggalin aku lagi."
" Ha?"
" Aku nggak bisa apa-apa tanpa kamu, aku sangat mencintai mu lebih dari apapun."
" Yang bener?" Sara tersenyum.
" Iyalah, aku minta maaf ya."
" Aku juga mencintai mu, aku juga minta maaf jika bikin kamu kesusahan."
" Segampang itu?"
" Maksudnya?"
" Saar nikah sama kamu, kamu tuh unik banget. Kamu minta juga selalu minta maaf saat aku minta maaf sama kamu."
" Anehnya di mana?"
" Aku lihat banyak wanita yang tak mau minta maaf dan mengaku salah jika berbaikan dengan pasangannya."
" Emang ada yang kek gitu?"
" Nggak tahu juga, yang penting kamu mencintai ku."
" Lebay nggak sih?"
" Nggak baby." Leo mencubit hidung Sara. " Sangat imut."
Sara kembali tersenyum tanpa beban dan merasa baikan setelah Leo meminta maaf.
Sering terjadi, jadi Leo terbiasa dan tahu cara minta maaf yang benar pada istrinya yang lebih keras kepala darinya.
Sejak menikah 11 tahun yang lalu, sifat mereka memang sangat terbuka satu sama lain hingga membuat pernikahan mereka terbilang awet. Tanpa di sadari Sara menikah dengan Leo saat usianya baru 18 tahun di mana Leo berusia 22 tahun saat itu.
xxxxxxxxxxxxx
Sesampainya mereka di rumah...
" Kita makan dulu." Ajak Leo.
" Tidak usah, aku kenyang."
" Makanlah dulu, biar dikit aja."
" Nggak mau, aku kenyang banget habis makan di apartemen Bian."
" Beneran nggak mau makan nih?" Leo tersenyum.
" Omong-omong, kamu kenapa senyum-senyum gitu?"
" Nggak apa-apa." Leo menggelengkan kepalanya. " Kamu mikir apa?"
" Ini kan hari Selasa... Nanti malam..."
" Kamu ingatkan?"
" Ya... Ingat sih, tapi..."
" Kamu nggak haid kan?"
" Nggak kok."
" Baguslah."
" Itu..."
" Ada apa? Kamu baik-baik aja kan?"
" Aku..." Sara memegang hidungnya. " Berdarah?"
Hidung Sara tiba-tiba mengeluarkan darah yang membuat kepalanya juga sakit.
" Hidung aku berdarah..."
Leo langas mengelap-gelapnya menggunakan tangannya. " Apa kau tidak mandi kemarin?"
" Sepertinya iya..." Sara langsung tak sadarkan diri.
" Sara... Huff dasar anak ini." Leo segera menggendongnya naik ke atas. " Ckkk dia demam lagi." Leo merasa kecewa.
TO BE CONTINUED...
" Bagaimana keadaannya?" Tanya Leo. " Dia baik-baik saja kan?"
" Iya, dia baik-baik saja." Angguk dokter itu. " Tapi, dia agak demam."
" Demam? Kenapa bisa?"
" Ya Lo kan emang tahu penyakitnya..."
" Dia itu nggak terlalu sakit."
" Emangnya Lo dokter?"
Tanpa bicara apapun lagi, Leo dengan cepat masuk ke dalam kamar.
" Nggak tahu diri banget sih, ucapin terimakasih kek apa gitu. Ckkk kebiasaan banget." Ucap dokter itu lalu pergi.
Saat di dalam, Leo melihat Sara yang memegang pistol di tangannya. Sara lalu berbalik menatap Leo dan tersenyum.
Leo juga hanya diam di tempatnya dan tersenyum pada Sara yang nampak aneh.
" Kamu mau ngapain dengan pistol itu?" Tanya Leo.
Namun Sara mengarahkan pistol itu pada Leo dan melepaskan pelatuknya hingga peluru itu menuju Leo. Namun untungnya peluru itu tank mengenai Leo, hanya saja peluru itu meleset sedikit.
" Kamu kenapa diam aja di situ?" Tanya Sara.
" Emangnya harus apa?"
" Menghindar kek, peluru itu bisa aja bikin kamu mati."
" Nggak akan kok."
" Emangnya kenapa?"
" Kamu mau tahu? Ya karena kamu nggak bakalan bunuh aku kan."
" Kenapa kau sangat yakin? Aku bisa aja ngelakuin itu kapan aja, jadi menghindar lah..."
" Ckkk hentikan drama mu dan letakkan pistol itu."
" Aku lagi nggak drama, aku cuma ngetes pistol ini. Kemarin rusak karena jatuh ke air."
" Kamu ngapain sampe pistol kamu jatuh ke air?"
" Kemarin ada mayat di bawah jembatan, aku nggak sengaja jatuh di batu..."
" Kamu jatuh? Kan udah aku bilang hati-hati. Kamu ini kenapasih, ngeyel banget di bilangin..."
Leo kembali mengomeli Sara kembali, bahkan omelan nya itu melebihi wanita saat berbicara.
Seharusnya Sara tak mengatakan hal itu, ia juga menyesalinya sendiri bahkan menutup kupingnya untuk mengabaikannya.
" Akhh... Sakit sekali." Sara memegang dadanya.
" Apa sangat sakit?" Cemas Leo. " Kamu udah minum obat kan?"
" Udah tadi dari dokter. Jangan mengomel lagi, dada ku sangat sakit."
" Iya iya maaf, tapi dengerin aku dong. Aku juga kan khawatir banget sama kamu."
" Bisa nggak sih cara bicara kita itu nggak usah... Ahh biarin aja deh."
" Nggak perlu apa?"
" Nggak jadi."
" Nggak usah lebay?"
" Aku mau bilang sesuatu sama kamu."
" Mau bilang apa?"
Sebelum itu, Sara mengikat rambut pendeknya terlebih dahulu dan minum.
Leo kembali heran menatapnya, ia tahu Sara akan mulai berbicara serius dengannya jika mengikat rambutnya. Namun ia tak tahu pasti pembicaraan serius apa yang akan di mulai Sara.
Setelah mengikat rambutnya, Sara menyentuh tangan Leo dan menatapnya penuh makna.
" Kamu mau ngomong apa?" Tanya Leo.
" Selama 11 tahun menikah, aku terbiasa dengan sikap mu..."
" Maksudnya?"
" Leo, kami terlalu terobsesi pada ku. Itu tidak baik."
" Tidak baik di mananya? Yang penting aku mencintai mu kan?"
" Sebenarnya aku nggak masalah dengan hal itu, tapi belakangan ini kamu sangat kasar, itu membuat orang-orang di sekitar aku nggak nyaman. Mereka bilang, kamu terlalu terobsesi dan posesif..."
" Tapi kamu nggak apa-apa kan?"
" Ya aku kan tadi udah bilang nggak apa-apa karena sudah terbiasa, tapi teman-teman aku pikir kamu nyakitin aku padahal ma sebenarnya nggak juga."
" Nggak juga? Berarti aku nyakitin kamu sedikit dong."
" Ya, tapi aku kan udah bilang nggak apa-apa..."
" Jadi kamu maunya apa? Kamu juga sering kasarin aku bahkan kamu pukul aku juga, aku nggak masalah."
" Tapi kamu kan juga sering nonjok wajah aku..."
" Ya itu karena kamu yang mulai."
" Kok kamu jadi marah sih?"
" Aku nggak marah." Leo menggelengkan kepalanya.
" Nada bicara kamu marah."
" Gini ya baby...."
" Nggak usah manggil baby."
" Baby, dengerin aku dulu... Kamu yang duluan loh ini, aku kan udah bilang aku nggak marah sama sekali. Nada bicara aku kan emang gitu, kok kamu marah sih? Orang lain giniin kamu, kamu malah biasa aja. Kok sama aku marah."
" Orang lain beda lah, kamu kan suami aku."
" Apaan sih kamu."
" Kamu ilfeel sama aku?" Sara semakin kesal.
" Ya kamu maunya apa baby?"
" Kamu sebagai suami itu seharusnya ngalah sama istri kamu, tapi kamunya malah ngelawan. Kamu tuh seharusnya... Ugghhh nyebelin banget sih kamu."
" Ya udah..."
" Pokoknya aku nggak mau ngomong sama kamu lagi."
" Apasih, nggak usah lebay deh..."
" Ya aku emang lebay!!!" Sara kembali berbaring dan menutu dirinya dengan selimut.
" Wow? Beneran nih nggak mau ngomong sama aku lagi? Sara? Baby Sara?"
Namun Sara kali ini benar-benar tak menjawabnya, berarti dia memang sedang marah besar.
Leo juga tak ambil pikir dan malah membuka bajunya lalu memeluk Sara.
" Beb, aku mau ngelakuin itu." Ucap Leo memberi kode. " Ini malam Selasa, kamu tadi udah janji."
Sara tetap diam bahkan menghela napas marah hingga terdengar di telinga Leo.
" Kita ngelakuinnya sambil kamu marah nggak apa-apa kok. Baby? Ya udah deh aku minta maaf-"
Leo sudah banyak bicara dari tadi demi membujuk sang istri yang sedang marah.
Namun sudah dari tadi ia bicara, Sara tak menunjukkan pergerakan sama sekali yang membuatnya bingung.
Leo lantas membuka selimut Sara dan mendapatinya yang ternyata sudah tidur lelap. Hal itu membuatnya kesal hingga ingin marah. Namun melihat wajah Sara yang begitu itu imut, Leo kembali senyum dan mencubit pipinya keras.
" Iii iiii sangat imut! Bisa-bisanya kamu ninggalin aku dan tidur. Ckkk menjengkelkan." Leo menghela nafas pasrah. " Huff, mungkin besok kita bisa melakukannya."
" Ingatan apanya? Aku masih ingat semuanya."
xxxxxxxxxxxxx
Esok harinya di kantor polisi...
Terlihat Kini Sara tengah duduk di hadapan detektif Sam sambil mengotak-atik handphonenya.
" Lo belum nemuin dia di manapun?" Tanya Sam menelan ludahnya saat bertanya.
" Wah yang benar aje, Lo bilang apa tadi?"
" Ya maaf, gue kan juma nanyak."
" Gini ya, kemarin gue nggak bisa pergi sebab gue bertengkar dulu ama suami toxic gue. Gue sampe demam adu mulut ama dia dan Lo nanyak apa gue udah temuin pelakunya? Lo pikir gue nggak capek apa? Gue capek, gue cewek."
" Gue minta maaf de..." Sam gemetar. " Lo jangan marah-marah dulu, gue kan cuma nanyak."
" Ckkk ini semua gara-gara Leo nih! Nyebelin banget sih dia!" Sara menggebrak meja membuat semua orang terkejut.
" Lo belum nemuin pelakunya? Ya makanya kalo kerja itu yang bener, jangan suami Lo nelpon suruh pulang Lo beneran pulang." Ucap Bian.
" Lo mending diem deh, Lo ini sama nyebelin nya suami gue tahu nggak sih. Lo bahkan lebih nyebelin." Kesal Sara.
" Lo kemarin barusan numpang di apartemen gue ya, nggak tahu diri banget sih." Bian tak kalah kesal. " Lo itu..."
Namun belum selesai bicara, Sara dengan cepat menjambak rambut Bian.
Sara yang memang memiliki kesabaran setipis tisu itu pun naik ke atas meja Bian dan mengobrak-abrik semua barang milik Bian dan mencekik leher sahabatnya itu sekaligus saudaranya.
" Kerjaan gue susah babi, Lo seharusnya bantuin gue kek! Lo malah ngomelin gue!"
" Anjing Lo ya! Lepasin nggak!!" Bian menarik rambut Sara. " Lepas nggak!!!"
" Sakit babi!!"
" Anjing Lo!!
" Sara jangan emosi dong, gue mohon Lo tenang dulu." Sam menahan tangan Sara. " Ra, gue mohon jangan di sini pliss...."
Semua orang yang ada di sana juga dengan cepat menjauhkan Sara dan Bian yang memang suka gelud setiap saat.
" Iiii!!! Awan Lo ya!!! Lepassin nggak!!! Lepas gue bilang!"
" Apa Lo! Apa! Lo mau mukul gue? Ya pukul sini." Bian semakin memancing amarah Sara.
" Oke gue bakalan diam jika Lo lepasin gue, gue juga ada urusan sebentar. Jadi gue mohon lepasin gue." Pasrah Sara.
" Beneran nih? Lo nggak bohong kan? Ah Lo pasti bohong, gue nggak bakalan lepasin Lo." Ragu Sam.
" Lepasin nggak, gue nggak bohong. Jadi lepasin gue nggak!"
Namun Sam masih ragu untuk melepaskan genggamannya jadi ia masih saja menahan tubuh Sara dengan kuatnya.
" Lepas njir!! Lepasin gue!!!" Rusuh Sara.
Semua orang lalu melepas pegangannya pada Sara dan Sara lalu pergi dari sana.
Namun saat ia hendak ingin keluar, Sara tak lupa menendang lemari kaca yang ada di sana hingga pecah.
" Anjing Lo ya!!!! Gue baru beli itu kemarin!!!'
" Bi udahlah, biarin aja dia... Lagian dia kan juga adik Lo..." Ucap Reva yang baru datang.
" Nyebelin njink, untung gue sayang."
" Kalo nggak?"
" Udah gue bunuh dari dulu."
" Ya bener?" Reva mengejek Bian.
" Eh Lo diam ya!" Jengkel Bian menunjuk Reva.
" Btw Lo nggak takut ama dia?" Tanya Sam.
" Lo pikir gue ... Nggak takut ama dia? Tu cewek gila banget, tu anak selalu rusakin barang yang udah gue beli apalagi kalo di rumah... Pokoknya nyebelin banget deh!" Bian mengacak-acak rambutnya frustasi.
" Kepala detektif aja takut ama dia, apalagi gue." Ucap Sam. " Tu anak bahaya banget, apalagi suaminya. Tapi kok gue ngerasa aneh ya sama suaminya waktu gue ketemu dia di jalan, kek gue pernah lihat dia tapi nggak tahu di mana."
" Salah liat kali Lo." Ucap Reva lagi. " Btw suaminya ganteng banget tahu, gue jadi iri."
" Nggak usah iri, Lo Ama gue aja. Gue juga ganteng."
" Apasih, Lo nggak ganteng sama sekali. Lo jelek." Ejek Reva.
" Ckkk Lo juga jelek." Bian tak mau kalah.
" Sembarangan banget sih Lo."
" Apa ha?"
" Udah deh udah!!! Nggak capek apa." Kesal Sam. " Tadi Lo sama Sara sekarang mau sama Reva lagi gitu? Kita ini lagi di kantor polisi jangan Ampe gue masukin Lo ke penjara ya!"
" Ya maaf." Ucap Bian dan Reva bersamaan.
" Kok Lo ngikutin gue?" Bian kembali mulai.
" Apaan sih Lo, mulut-mulut gue..."
" Udah ya!! Udah! Plis banget! Gue capek banget ada di antara kalia! Lo diam dan tutup mulut Lo gini, susahnya apa sih!"
" Kok jadi Lo yang marah sih!"
" Uugghhhh!!!!"
Mereka bertiga lah yang makan kembali bertengkar hebat di ruangan itu hingga membuat semua orang hanya menghela napas pasrah karena memang sudah terbiasa dengan riuhnya kantor polisi jika ada mereka.
xxxxxxxxxxxxx
Sara kini sedang makan sendiri di restoran, ia memakan banyak begitu makanan karena sangat stress.
Ia bahkan mengabaikan panggilan Leo dan mematikan handphonenya.
" Ckkk ganggu banget sih, ni pasti nyuruh gue buat pulang lagi ni." Kesal Sara. " Gue kan Ama dia nggak ngelakuin itu tadi malam,. apa dia marah ya? Nggak kan? Nggak mungkin dia juga marah. Tapi kok gue marah ya?" Bingungnya.
Sara terus melihat ke sana kemari untuk memastikan tidak ada yang mengikutinya.
" Leo pikir gue bodoh apa? Ngapain dia nyuruh pengawalnya ngikutin gue?" Sara menatap tajam pria yang duduk jauh di hadapannya.
Pria itu langsung menunduk mengalihkan pandangannya saat Sara membulatkan matanya untuk mengancamnya.
" Mama aku ingin yang ini." Ucap salah satu anak yang berada di samping meja makan Sara.
" Baiklah anak ku saya, buka mulut mu lebar-lebar ?" Wanita itu lalu menyuapi anaknya.
" Wah berbahagia sekali, gue jadi iri ... Tunggu, kok gue nggak kepikiran untuk punya anak lagi sama Leo. Padahal udah 11 tahun nikah tapi gue masih nggak punya anak. Gue mau punya anak." Sara cemberut menopang dagunya.
" Ini makanan anda Bu." Ucap sang pelayan hendak meletakkan sup panas itu di meja Sara.
Namun tiba-tiba salah satu anak tanpa sengaja menabrak pelayan itu hingga pelayan itu pun juga tanpa sengaja menjatuhkan sup panas itu hingga mengenai dada Sara.
" Aaakhhh!! Panas-panas!" Sara lalu berdiri mengipas-ngipas dadanya.
" Albern!!"
" Aawww panas panas panas... Oh tidak..."
" Maaf Bu, saya minta maaf Bu, tolong Maafkan saya." Pelayan itu membungkuk meminta maaf.
" Anda baik-baik saja?!" Tanya pengawal Leo langsung menutup dada Sara dengan jaketnya.
" Kau... Astaga ini panas sekali." Sara semakin kesal.
" Kau baik-baik saja?" Tanya wanita bernama Mia. " Maafkan anak ku..."
" Ah tidak apa-apa, namanya juga anak-anak." Ucap Sara. " Astaga baju ku jadi basah..."
" Astaga aku benar-benar merasa bersalah pada mu, bagaimana jika kita ke rumah sakit saja?"
" Tidak usah, aku baik-baik saja."
" Tidak tidak tidak, dada mu pasti sangat sakit."
" Sungguh tidak apa-apa, aku baik...."
" Kau harus ke rumah sakit aiiishhh!!!" Bentak Mia membuat Sara terkejut. " Ayo ke rumah sakit, itu pasti sangat sakit."
" Iya, iya ayo ke rumah sakit. Kau orang yang baik hehehee." Sara langsung setuju sambil tersenyum paksa.
Terpaksa Sara menyetujuinya karena kekangan Mia yang entah kenapa membuatnya takut.
xxxxxxxxxxxxx
" Hehe seharusnya kau tak perlu melakukan ini." Sara merasa tidak enak. " Ini tidak apa-apa..."
" Nggak apa-apa juga, btw, pipi kamu kok bengkak dan memar gitu? Kamu nggak apa-apa kan?" Tanya Mia.
" Nggak kok...."
" Bilang aja, aku bakal bantu kamu jika ada kekerasan..."
" Aku hanya..."
" Katakanlah sejujurnya, jangan takut."
" Ya memar kek gini, aku udah biasa. Soalnya aku detektif."
" Oh?"
" Hahaha, ya wajah jika aku punya banyak luka ke gini, karena harus banyak gerak apalagi harus cari pembunuh gitu."
" Wah, kau pasti wanita yang kuat. Kau sangat keren." Mia menaikkan 2 jempolnya memuji Sara.
" Hahahaha terimakasih."
" Mia!!" Panggil Arga. " Mia, kamu nggak apa-apa kan? Mana yang luka? Mana yang sakit?" Arga mencari luka di tubuh Mia. " Ada apa? Kamu nggak kenapa-kenapa kan?"
" Aga, aku baik-baik aja kok. Albern tadi tak sengaja menjatuhkan sup panas ke dadanya jadi aku bawah dia di sini. Takutnya dia..."
" Huff syukurlah jika kamu baik-baik saja." Arga memeluk Mia. " Aku cemas banget sama kamu saat perjalanan kemari."
" Tunggu sebentar, bukannya kamu seharusnya di luar kota?"
" Aku sangat panik setelah Alden mengatakan kamu ada di rumah sakit. Jadi aku langsung pulang, takutnya kau terluka parah."
" Aku nggak apa-apa kok, isshh kamu bikin aku malu deh." Pipi Mia memerah.
Sedang Sara yang menatap mereka hanya tersenyum iri.
' ckkk iri banget gue njir. Ni mereka bedua kok romantis banget ya, mana suaminya ganteng banget lagi...' benak Sara.
" Sara." Panggil Leo yang tiba-tiba masuk ke ruangan. " Kamu baik-baik aja kan?"
" Kamu kok tahu aku ada di sini? Lo beritahu dia? Bukannya gue udah bilang jangan?" Sara memelototi pengawal Leo.
" Maaf nyonya, saya harus memberitahu tuan Leo jika terjadi sesuatu pada anda." Ucapnya menunduk.
" Kamu terluka?"
" Kamu kok nyuruh pengawal kamu lagi untuk ngikutin aku? Bukannya aku udah bilang jangan, kamu dengerin aku nggak sih?"
" Diam nggak!" Kesal Leo. " Aku benar-benar khawatir sama kamu dan kamu... Lo berdua siapa ha?" Tanya Leo pada Arga dan Mia.
" Nggak sopan banget sih." Arga menatap tajam Leo.
" Emangnya Lo siapa? Kenapa gue harus sopan?"
" Kamu sangat tidak sopan ya." Mia melipat kedua tangannya dan menatap tajam Leo. " Kamu sangat tidak sopan seperti kakak mu Albert Amstrong."
Sara langsung membulat kan matanya terkejut saat mendengar Mia yang tahu nama asli Leo.
" Lo siapa?" Leo mengerutkan keningnya.
" Saya Mia Darel Aaron."
" Aaron? Wah bukankah itu..." Sara mengangga tak percaya. " Aku sangat suka toko bunga mu, aku sering ke sana."
" Benarkah?" Mia tersenyum.
" Dan keluarga mu sangat terkenal di kantor polisi..."
" Kamu kenal mereka?" Tanya Leo.
" Ya kenal lah, Keluarga Aaron sangat terkenal di negara ini."
" Terkenal? Biasa aja kali." Ketus Leo.
" Leo diam nggak." Tegur Sara.
Beberapa saat kemudian...
Arga dan Mia pergi dari sana karena tak tahan dengan sikap kasar Leo terhadap mereka.
" Kamu kenapa bisa terluka?" Tanya Leo bernada lembut.
" Nggak luka juga sih, cuma ketumpaham sup panas."
" Berarti itu luka bakar, kulit mu tidak melepuh kan?"
" Nggak, dokter tadi dengan cepat kasih obat..."
" Dokternya cowok apa cewek."
" Cowok." Sara tersenyum.
Leo lantas tersenyum tak menyangka. " Jadi dokter cowok tadi pegang dada kamu?"
" Ya mau gimana lagi? Jelas harus di sembuhin secepatnya. Omong-omong dokternya sangat tampan."
" Jadi kamu seneng?"
" Apa aku harus marah?"
Leo langsung memasang wajah kesalnyang membuat Sara tak kuasa menahan tawanya yang besar.
Tentu Leo bingung melihat Sara yang tiba-tiba tertawa seperti itu.
" Aku minta maaf... Astaga kau sangat lucu, aku cuma becanda soal tadi..." Sara terus tertawa. " Kau sangat lucu..."
" Lucunya di mana?"
Sara langsung berhenti tertawa. " Ya nggak lucu sih. Kamu tahu? Aku sangat iri dengan mereka tadi, mereka berhubungan tanpa bicara kasar sama sekali."
" Baiklah, aku akui aku sangat kasar. Nggak sama dengan cowok lainnya, jadi kamu mau ninggalin aku hanya karena itu?"
" Mungkin, jika aku bisa melakukannya."
" Jika kamu ngelakuin itu aku bakalan ikat kamu di rumah, kamu nggak boleh sama orang lain sebelum aku mati bahkan setelah aku mati."
" Wuhh, sangat menakutkan."
" Aku serius Sara."
" Aku nggak bilang kamu bercanda."
" Coba ulangi apa yang aku bilang tadi?"
" Jika kamu ngelakuin itu aku bakalan ikat kamu di rumah, kamu nggak boleh sama orang lain sebelum aku mati bahkan setelah aku mati. Gitu kan?" Sara tersenyum.
Leo kembali menghela napas pasrah dan menunduk menatap cincin perkawinan mereka.
Senyuman Sara juga langsung pudar saat melihat Leo memasang wajah seperti itu, sepertinya Leo benar-benar lelah dan khawatir padanya.
Ia pun langsung memeluk suaminya itu dan menepuk-nepuk pundaknya dan mencium pipi suaminya.
" Aku minta maaf jika aku bikin kamu kesal lagi." Ucap Sara. " Aku minta maaf suami ku sayang."
" Nggak usah lebay deh."
" Maaf kan kau suami ku sayang."
" Nggak mau."
" Astaga, aku lupa gengsi suami ku ini sangat tinggi melewati langit. Baiklah, aku minta maaf." Sara berkali-kali mencium pipi Leo bahkan bibirnya. " Maafin aku ya."
" Apasih." Leo mengalihkan pandangannya.
" Telinga mu memerah."
" Nggak ya..."
Namun Sara kembali mencium bibirnya bahkan memberikannya sedikit lumatan hingga ia tenggelam dalam kenikmatan itu.
Leo juga kini semakin brutal membalasnya bahkan tak ingin berhenti.
Karena tak melakukannya kemarin malam, Leo kebablasan melakukannya di ranjang rumah sakit meski dada istrinya kini sakit.
Sara juga tak terlalu memedulikan rasa sakitnya demi menyenangkan suaminya yang kini tengah berhasrat besar padanya.
TO BE CONTINUED...
Keesokan harinya...
Sara sudah bangun dari tadi, namun tak bisa mengangkat tubuhnya karena Leo yang menindihnya.
Sudah beberapa kali Ina membangun kan suaminya itu, namun Leo tetap saja melanjutkan tidurnya yang nyenyak.
" Leo? Bangun." Sara menepuk-nepuk pipi Leo. " Hei, kamu udah bangun nggak sih?"
" Hmm."
" Kamu bangun dulu, nanti ada yang masuk..."
" Pintunya udah aku kunci."
" Ya kamu harus tetap bangun, dada aku sakit Leo."
" Ah maaf." Leo segera bangun. " Oh tidak, dada kamu membengkak. Bagaimana ini."
" Ini harus di olesi salep kek ya de, bisa pasangkan baju ku?"
" Baiklah."
Leo segera mengambil baju Sara yang berserakan di lantai dan memakaikannya begitu pelan agar Sara tak merasa kesakitan.
Ia pun juga memakai bajunya karena tengah bertelanjang dada.
" Sebaiknya kita pulang, di rawat di rumah lebih baik." Ucapnya sambil memakai celananya. " Dada kamu juga udah nggak terlalu sakit kan?"
" Iyaa sih, tapi kamu bisa tolongin aku dulu nggak. Aku mau lepas kutang aku aja deh, soalnya sakit banget."
Leo pun kembali membantu Sara melepas bajunya lalu melepas baju dalamnya dengan pelan.
Saat melihat kembali dada Sara, Leo malah terdiam bahkan tak berhenti menatap dada istrinya itu.
" Kamu ini cabul banget sih, berhenti nggak!"
" Cabul gima sih? Aku kan suami kamu."
" Ya nggak usah lihat segitunya, malu tahu."
" Ngapain malu? Kita udah nikah dari lama loh."
" Iiii kamu mending diam deh." Kesal Sara.
" Jangan marah, aku cuma bercanda."
" Ya jangan bercanda."
" Marah marah mulu, kamu nggak lagi dapet kan?" Tanya Leo sambil tersenyum.
" Kamu kok senyum kek gitu?"
" Besok tanggal 8, kamu bakalan dapet besok. Jadi aku harus tahan sama kamu."
" Jadi selama ini kamu nggak tahan sama aku?"
" Aku nggak ada bilang kek gitu loh."
" Ya artinya kamu nggak tahan kan."
Leo hanya menanggapinya dengan senyuman lebarnya, tak ada gunanya jika terus berdebat dengan istrinya tersebut.
Sedang Sara masih saja mengomelinya tanpa henti selagi Leo membereskan barang-barang mereka.
Tanpa mereka sadari, kini wanita yang entah siapa tengah melihat mereka di balik pintu sambil tersenyum.
" Dia yang menyelamatkan ku malam itu." Wanita itu tersenyum menatap Sara. " Syukurlah dia masih hidup."
xxxxxxxxxxxxx
Kini Sara tengah tertidur lelap di pelukan Leo, sangat hangat dan nyaman hingga ia tak ingin melepaskannya.
Leo pun juga terus mengusap-usap punggung istrinya, berbeda dengan suasana tadi. Wajah Leo terlihat tengah memikirkan sesuatu yang membuatnya nampak sedih.
Entah apa yang ia pikirkan sekarang, hal itu membuat Andre yang merupakan sopirnya menjadi penasaran. Belum pernah ia melihat Leo secemas itu memikirkan sesuatu.
" Apa anda baik-baik saja? Anda terlihat sangat resah, apa anda memikirkan sesuatu?" Tanya Andre.
" Emang iya?"
" Apa anda memikirkan kondisi nyonya Sara? Anda tak perlu khawatir, Alex sedang berusaha untuk mencari pendonor yang tepat."
" Ini udah seminggu yang lalu gue nyuruh kalian buat cari pendonornya, kenapa belum nemu juga? Kalian kerja yang benner nggak sih?"
" Maaf tuan, saya akan berusaha lebih keras lagi."
" Awas aja ya, jika Minggu depan kalian belum nemuin pendonornya. Gue bakal bunuh kalian semua, ngerti?"
" Baik tuan." Angguk Andre.
" Leo, jangan gitu i. Nggak baik bunuh orang kek gitu aja. Kamu bisa aku penjarain jika sampe aku lihat kamu bunuh orang." Tegur Sara yang masih menutup matanya.
" Kamu bangun?"
" Bangun karena kamu berisik banget, detak jantung kamu juga kencang banget. Aku juga mau dengerin detak jantung aku yang sekencang dulu... Sekarang melemah..."
" Detak jantung kamu masih kencang kok ini, jangan bicara sembarangan deh."
Sara tersenyum dan membuka matanya menatap Leo. " Jelas kamu khawatirin aku."
" Mau kamu aku haru ketawa gitu? Lalu pergi merayakannya di bar?"
" Lakukanlah jika kamu mau..."
" Ckkkk sembarangan banget sih! Diam nggak!"
" So sweet banget."
" Aku bilang diam nggak." Kesal Leo. " Kamu tidur aja lagi, nggak usah bicara..."
" Kamu tampan banget di lihat dari bawah sini."
" Sara, diam. Aku bilang diamlah."
" Mungkin aku nggak bisa lagi bicara banyak kek gini jika..."
" Aku lagi cari pendonornya, jadi kamu diam aja. Tutup mulut kamu rapat-rapat." Leo menutup mulut Sara.
Namun Sara membalasnya dengan senyumannya yang membuat Leo tak kuasa menahan air matanya.
" Kamu ngapain senyum kek gitu .... Sial..." Leo mengalihkan pandangannya keluar jendela.
" Bisa berhenti sebentar."
" Baik nyonya." Andre lalu menepikan mobil.
Sara lalu turun dari mobil dan menuju ke pintu sebaliknya dan mengajak Leo keluar.
" Keluar lah."
" Ha?" Herna Leo. " Kamu mau ngapain."
" Keluar aja dulu."
Leo lalu keluar, dan segera Sara membawanya pergi duduk di pinggir danau.
Sara tak bicara sepatah kata apapun, ia hanya terus menatap ke arah danau membuat Leo tentu heran.
" Kamu ngapain di sini?" Tanya Leo.
" Kamu kok nggak nangis lagi?"
" Emangnya aku harus nangis?" Ucap Leo polos.
Sara tersenyum dan menggenggam tangan Leo. " Tadi kamu nangisin aku kan? Aku tahu kamu nggak bakalan nangis di depan orang lain selain aku, itu sebabnya tadi kau menahannya. Sekarang kita sedang sendiri di sini, jadi kamu nangis aja. Hanya aku yang lihat kamu nangis sekarang."
" Lebay nggak sih?"
" Kamu lebay ya sama aku aja." Sara memegang kedua pipi Leo. " Sekarang kamu sudah tumbuh kumis lagi, sebaiknya kita pulang aja jika kamu udah nggak mau nangis lagi."
" Nanti aja deh, aku masih mau di sini sama kamu." Leo menggenggam tangan Sara.
Sara kembali tersenyum yang membuat Leo kembali heran.
" Apa yang lucu?"
" Semuanya lucu, kita menikah 11 tahun yang lalu. Itu waktu yang lama, itu lucu."
" Lucu karena kita masih bersama?"
" Mungkin begitu sih."
" Kamu ngawur banget sih. Nggak ada yang lucu dan jangan tersenyum seperti itu pada orang lain, jika aku sampai lihat kamu senyum kek gitu ke orang lain. Aku nggak bakalan segan buat..."
" Buat apa?" Sara mendekatkan wajahnya. " Kamu nggak mau merubah sifat kamu demi aku? Kami terlalu obses sama aku hingga larang aku sana sini, aku mohon rubah itu. Cobalah."
" Nggak mau dan aku nggak bakalan lakuin itu."
" Hmmm ya udah."
" Ayo pulang."
" Udah nggak mau di sini?"
" Lebih baik kamu pulang dan istirahat aja dan aku juga udah baik-baik aja."
" Yang benner?" Sara menyipitkan matanya.
" Apasih." Leo mengerutkan keningnya. " Udah ya, nggak capek apa? Jauh-jauh gih..."
" Tapi wajah kamu merah, kamu nggak apa-apa."
" Nggak... Nggak merah...."
" Merah loh ini." Sara mengecup bibir Leo. " Bibir kamu sangat kering, ayo pulang." Sara lalu pergi.
Sedang Leo masih duduk di sana sambil mengedip-edipkan matanya merasa terkejut.
" Apa itu... Apa yang dia lakukan..." Leo menarik-narik kerah bajunya. " Itu terlalu alay..." Ujung bibirnya terangkat. " Apasih, nggak suka banget... Alay tahu nggak sih."
xxxxxxxxxxxxx
" Gue denger ada yang butuh Tranplantasi Jantung, kalo nggak salah namanya Sara kan?"
" Terus?" Dokter bernama Camila menatap heran Lisa. " Gue denger kalo nggak salah suaminya dari keluarga konglomerat gitu, keluarganya punya kek pabrik atau operasi alat medis, alat medis mereka bagus banget, di pake di semu rumah sakit. Lo ngapain nanyak?"
" Gue tadi liat mereka di ruangan VIP itu, gue seneng liat banget lihat tu cewek."
" Lo seneng?"
" Gue pikir tu cewek kenapa-kenapa saat gue di bawa ke rumah sakit, dia yang nolongin gue waktu itu. Terakhir gue lihat dia di tusuk di perut waktu nyelamatin gue di gudang. Karena tu cewek gue hidup sampe sekarang dan keluarga pada mati semua."
" Ya hubungannya apa? Lo jangan macam-macam ya..." Camila merasa curiga. " Lo nggak..."
" Gue mau donorin jantung gue."
" Ha? Lo udah gila atau apa? Lo pikir gue bakalan bilang iya gitu?"
" Tu kan cewek penderita gagal jantung stadium akhir, ya gue cuma mau balas budi sama dia aja."
" Lo mau balas budi ape mati ha? Lo donorin tu jantung Lo dan Lo bakalan mati tolol, yang bener aje, udah ah. Lo mending kembali dan bobo aja."
" Mila, gue juga udah nggak punyak keluarga..."
" Ya terus gue apa?"
" Sahabat."
" Gue nggak mau ditinggalin Lo lah, yang bener aja."
" Gue mau berapa lama lagi di rawat di rumah sakit ini sebagai pasien sakit mental."
" Lo udah sembuh Lis, Lo udah nggak sakit lagi."
" Itu menurut Lo, tapi orang lain gue gila."
" Gini aja ya, kalau Lo emang gila. Sekarang Lo pasti di RSJ..."
" Mila." Lisa tersenyum. " Gue sendiri saat Lo balik ke rumah, Lo masih punya keluarga. Sedang gue? Gue nggak punya siapa-siapa buat gue pulang..."
" Terus pacar Lo gimana?"
" Gue udah putus ama Alex."
Camila langsing tercengang saat mendengarkan hal itu. " Ada apa lagi? Apa karena si prof gila itu?"
" Nggak kok, semua suster di sini juga ngelakuin hal-hal yang bikin gue takut danh nggak nyaman. Mereka pada benci gue, mungkin emang gara-gara si prof itu sih. Tapi gue nggak peduli juga, mungkin penderitaan gue bakal hilang jika gue pergi aja."
" Lis, plisss deh. Nggak usah lebay."
" Lebay gima sih?"
" Kok Lo putusin Alex sih? Kenapa Lo nggak bilang aja kalo si prof itu agak Laen?"
" Nggak guna juga, itu Mak lampir kuat banget aktingnya. Gue juga nggak mau Alex sampai kenapa- kenapa cuma karena gue."
" Jadi Lo yakin bakal ngedonorin jantung Lo? Tapi harus lakukan..."
" Gue iri ama dia juga sih, suaminya bener-bener perhatian sama dia. Suaminya bahkan cari sana-sini dan bayar berapapun asal ada yang mau donorin jantungnya, btw gue pernah lihat suaminya..."
" Di mana?"
" Keknya di gang deh, kalo gue nggak usah lihat. Soalnya tu malam gelap banget. Kalau itu beneran suaminya, bahaya banget sih. Tapi nggak mungkin juga, soalnya gue lihat suaminya tuh perhatian banget sama dia, senyum-senyum gitu..."
" Itu mah kalo sama istrinya doang, gue pas kesana buat periksa dia. Suaminya ketus nggak attitude banget, omongnya kasar banget."
" Waktu di gang itu juga..." Lisa mengerutkan keningnya. " Apa jangan-jangan, nggak mungkin sih."
" Ah udah ah, nggak bahas dia. Gue kesel sendiri nih. Jadi Lo tetap mau gitu?"
" Ya mau gimana lagi?"
" Lo ya... Emosi banget gue."
" Ya maap." Lisa tersenyum.
" Nggak usah senyum gitu ih, nyebelin banget tahu."
" Maafin gue..."
" Nggak usah ngomong."
Lisa.oung menghela napas lega dan memeluk sahabatnya itu. Memang Camila kini merasa sangat kesal sekarang, namun ia juga tak mau mengabaikan Lisa yang begitu tulus.
xxxxxxxxxxxxx
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam namun Sara belum juga tidur tentu membuat Leo khawatir.
Sudah berulang kali ia menegur Sara untuk segera tidur, namun Sara tetap bersikeras untuk menyelesaikan pekerjaannya dulu.
Saat dari luar, dan baru masuk ke kamarnya. Leo langsung di kejutkan saat melihat Sara yang tengah minum Coca-Cola di ranjangnya.
" Sara!!!" Panggilnya berlari merebut minuman kaleng itu.
" Kau mengangetkan ku. Kamu ngapain teriak!"
" Kamu ngapain minum ini ha! Kamu nggak boleh minum ini!"
" Itu hanya minuman Leo, kenapa kamu marah?"
" Kamu nggak boleh minum minuman bersoda! Ini bahaya buat jantung kamu, kamu bisa mati! Ckkk menyebalkan!"
" Ya maap, tapi nggak usah teriak juga..."
Namun Leo langsung mencengkram tangannya kuat. " Bukankah dari tadi aku udah bilang kamu harus tidur? Kenapa kau masih mengerjakan hal yang tidak penting!!"
" Itu sakit Leo..."
" Dengar aku sialan."
" Kamu bilang apa?"
" Sialan, aku ngekhawatirin kamu setiap saat dan kamu sama nggak peduli sama aku?"
" Kamu sakit?" Tanya Sara polos.
" Aku nggak sakit, ugghhh!!!" Leo ingin meremas kepala Sara. " Artinya jika kamu sakit aku juga sakit! Ugghh ughhh!!!!" Leo memukul-mukul angin.
Sara pun langsung diam dan menutup laptopnya lalu menaruhnya di meja.
Tak lama setelah Leo terus mengomeli Sara, pengawalnya pun datang mengetuk pintu kamarnya.
" Permisi tuan." Ucapnya.
" Ada apa?" Leo membuka pintu dengan kesal.
" Ada yang perlu di bicarakan tuan."
" Tentang apa?"
" Pendonor..."
" Bicara aja di ruangan gue." Leo lalu keluar.
Melihat Leo yang tiba-tiba pergi seperti itu, Sara menyipitkan matanya curiga.
Sara lalu dengan cepat beranjak dari tempat tidurnya dan keluar mengikuti Leo dengan mengendap-endap.
" Lo mau bicara apa?" Tanya Leo.
" Tentang pendonornya, kami sudah menemukannya tuan."
" Benner?" Dengan wajah datarnya ia merasa senang. " Btw dia minta duit berapa?"
" Dia nggak minta uang apapun tuan. Katanya dia melakukannya dengan ikhlas."
" Ya elah mana ada jaman sekarang tulus, pasti tu orang mau yang lain."
" Tidak tuan, dia nggak minta apapun."
" Ah yang benner Lo."
" Saya serius tuan."
" Omong-omong pendonornya cowok atau cewek?"
" Cewek tuan."
" Cantik?"
" Seumuran nyonya Sara, setelah saya lihat tadi, wanita itu cantik, matanya hazel terang dan kata dokternya tadi, wanita itu memiliki insting yang kuat, dia sangat peka terhadap keadaan seseorang, dan seorang pelukis ternama..."
" Gue nggak peduli dia siapa, yang penting istri gue bakal selamat. Lo kirim aja uangnya, masalah dia terima atau nggak, terserah dia aja."
" Baik tuan." Pengawal itu lalu pergi. " Selamat malam nyonya Sara." Pengawal itu menyapa Sara yang berdiri di balik pintu.
" Ah selamat malam juga."
" Sara? Kamu ngapain di situ?" Tanya Leo.
Sara lalu masuk dan menutup pintu ruang Leo.
" Kamu nemuin pendonornya?" Sara melangkah mendekati Leo.
" Kamu ngintip pembicaraan kami lagi?"
" Emangnya itu rahasia?"
" Bukan juga sih, tapi hari ini aku seneng akhirnya aku nemuin pendonor yang tepat dan bagus untuk kamu. Kamu bisa hidup lebih lama lagi."
" Tapi pendonornya akan mati." Sara merasa bersalah. " Aku hidup tapi dia mati, aku tidak enak..."
" Baby, lihat aku." Leo memegang wajah Sara. " Katanya dia ikhlas buat donorin jantung dia sama kamu, kita nggak akan dapat kesempatan ini lagi. Sangat susah mencari pendonor yang cocok. Percayalah pada ku."
" Omong-omong, siapa yang mau donorin jantungnya sama aku?"
" Katanya dia nggak mau beritahu identitasnya gitu, tapi sekarang itu nggak penting sih."
" Leo, kamu nggak khawatir setelah aku nerima jantung itu nanti, aku malah bersifat aneh atau apalah itu..."
" Kamu mending diem deh."
" Kamu dengerin aku dulu, bagaimana kalo aku nantinya..."
" Ckkk, kebanyakan nonton drama Korea sih kamu." Leo mendorong jidat Sara.
" Drama Korea seru tahu nggak sih, tapi aku udah nggak punya waktu lagi buat nonton karena sibuk banget."
" Tahu nggak sih, semenjak kamu sibuk aku kesepian banget di rumah, selalu makan sendiri, mandi sendiri, main game sendiri, boxing sendiri, cuma tidur yang nggak bisa aku lakuin sendiri."
" Terus waktu kita belum ketemu, kamu tidurnya gimana?" Sara menyilangkan tangannya.
" Ya tutup mata aja langsung tidur. Sekarang coba tutup mata udah nggak bisa kalo nggak meluk kamu."
" Yang benner?" Sara menyipitkan matanya.
" Aku pernah tidak tidur 3 hari gara-gara kamu tugas di luar kota."
" Ololoh, kamu ni sangat comel." Sara mencubit pipi Leo. " Sangat imut dan lucu."
" Sara hentikan... Itu sakit... Aww... Itu menyakitkan."
" Kamu nggak lupa kan? Besok hari apa?"
" Besok hari Kamis."
" Hari kamis ya? 2 tahun yang kemarin kamu nggak pulang..."
" Apa besok hari perayaan pernikahan kita?'
" Kamu udah lupa atau emang nggak tahu?"
" Aku janji, aku akan pulang besok."
" Apa kamu harus pergi besok? Bisa nggak kamu nggak usah pergi aja."
" Besok aku harus pergi baby, itu pekerjaan penting."
" Emang Mafia punya pekerjaan penting juga?"
" Iya lah, tapi bukan bunuh orang kok. Aku cuma, ya gitulah."
" Aku nggak mau ikut campur soal pekerjaan kamu, tapi kami janji besok kamu bakal datang kan?"
" Iyalah, aku janji." Leo memeluk istrinya dan mengecup keningnya lembut. " Jangan khawatir, aku pasti pulang cepat besok."
" Omong-omong, kapan operasi tranportasi jantungnya?"
" Nggak tahu juga, hari Selasa nanti kita ke rumah sakit dulu buat diskusi."
" Baiklah." Sara tersenyum senang.
xxxxxxxxxxx
Esok harinya...
Pagi-pagi sekali, Sara sudah bangun dan memasak di dapur di bantu para pelayan yang ada di sana.
Hari ini minta izin untuk tak bekerja demi merayakan makan malam pernikahannya yang 12 nanti malam.
Ia bahkan membuat kue cantik yang membutuhkan waktu cukup lama, itu semua dia lakukan demi merayakan ulangtahun pernikahannya dengan Leo.
" Baby aku pergi dulu." Ucap Leo yang terburu-buru turun tangga.
" Coba cicipi ini dulu." Sara mencongkel krim kuenya dengan jari telunjuknya.
Dan Leo pun menjilati jarinya itu. " Hmm, ini enak."
" Enak kan? Cepatlah pulang nanti malam, aku akan menunggu mu."
" Iya baby." Leo mengecup kening Sara. " Kalau begitu aku pergi dulu."
" Hati-hati di jalan." Sara balik mencium bibir Leo.
Sara lalu kembali ke dapur dan memasak makanan yang lainnya.
Hari ini ia begitu sibuk, meski di bantu oleh para pelayan, ia tetap merasa begitu lelah karena harus memastikan semuanya benar-benar sempurna.
" Nyonya, sepertinya apinya terlalu besar."
" Oh iya kah?" Sara segera mengecil kan apa kompornya. " Berikan aku air supnya."
" Baik nyonya."
Saat pelayan itu ingin menaruh panci itu di samping kompor, pegangannya tak sengaja tergelincir hingga air sup yang panas itu jatuh.
Sara yang reflek ingin menangkapnya malah tangan kanannya yang tersiram sup panas itu.
" Nyonya!!!! Anda baik-baik saja!!" Pelayan itu segera menarik tangan Sara ke wastafel. " Astaga, tangan nyonya bengkak... Bagaimana ini..."
" Tidak apa-apa..."
" Saya minta maaf Nyonya!" Pelayan itu berkali-kali membungkuk meminta maaf. " Saya mohon jangan beritahu tuan Leo, atau tuan Leo bakal membunuh saya. Saya masih punya 2 anak yang harus saja nafkahi nyonya." Ia menitihkan air matanya.
" Tidak apa-apa, aku tak akan memberitahu Leo. Jangan menangis, aku mohon jangan menangis." Sara juga jadi panik. " Aku nggak apa-apa kok ini, di balut perban juga udah sembuh besok..."
" Saya benar-benar minta maaf Nyonya!"
" Aku bilang ini tidak apa-apa. Kamu lebih panggil yang lainnya, biar bantu kamu. Aku akan balut luka bakar aku dulu."
" Terimakasih nyonya, saya akan memasaknya kembali Nyonya."
Sara pun lalu berlari naik ke kamarnya dan mengambil perban di lemarinya.
Tanpa mengoleskan apapun di tangannya, ia langsung memerbanya begitu saja. Begitu keras usahanya untuk memerban tangannya sendiri, ia bahkan sampai berkeringat.
" Wow, berhasil. Sudah jam 2, sebaiknya aku bersiap-siap." Sara begitu senang."
TO BE CONTINUED...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!