Sudah cukup lama waktu berpisah dengan peristiwa pertempuran yang menggetarkan dua dunia. Setelah kejadian itu Akbar yang sekarang sudah berkeluarga memutuskan untuk sama sekali tidak lagi bersinggungan dengan dunia lain dimensi. Ia meninggalkan itu semua untuk kehidupan normal layaknya manusia biasa yang menjalani setiap harinya dengan bertemu suka atau pun duka yang dilaluinya.
Akbar kini berjualan di pasar. Ia menemani sang istri yang meneruskan usaha keluarganya. Perempuan yang akhirnya berlabuh di hatinya dan mau menjadi selimut hidupnya adalah Risa. Wanita dari desa tetangga yang akhirnya bersedia dinikahi oleh Akbar setelah melalui banyak perantara sanak saudara yang terlibat dalam perjalanan pengenalan dan perjodohan yang tidaklah memakan waktu yang terlalu lama cukup empat bulan saja. Beruntungnya Akbar dengan karismanya yang belum sepenuhnya memudar meski usia sudah tidak lagi muda. Ia juga akan menjadi manusia terbodoh di bumi jika ia sampai tidak mau dengan Risa seorang gadis yang lugu serta penurut yang disayang oleh keluarganya.
Meski sudah dibuatkan rumah tinggal oleh ayah Risa namun Akbar memilih untuk tinggal bersama ibunya bersama juga dengan istrinya. Alasannya pun diungkapkan karena ibunya sudah mulai uzur jadi ia tidak bisa meninggalkannya dengan jarak yang jauh walau hanya berbeda kelurahan saja. Sedangkan di rumah baru yang sudah disiapkan oleh keluarga Risa yang berdekatan dengan rumah orang tua Risa masih banyak saudara-saudaranya yang tinggal di sekitaran sana apalagi adik-adik Risa masih tinggal bersama mereka. Itulah perbandingannya. Untungnya permasalahan tempat tinggal ini bisa diterima oleh kedua belah pihak keluarga tanpa adanya percekcokan yang berkepanjangan. Lagi pula jikalau rindu dengan jarak yang dekat tinggal saling berkunjung untuk bertemu.
Selain alasan untuk menjaga dan merawat ibunya rumah Akbar juga lebih dekat jaraknya dengan pasar. Dan alasan yang paling utama dengan tinggal bersama ibunya adalah ada orang yang akan membantu Akbar dalam mengasuh buah hatinya dengan Risa yang tidak hanya satu karena setelah setahun usia pernikahan mereka dianugerahkan lah putra kembar kepada pasangan suami istri itu. Bayangkan jika Akbar tinggal di rumah di desanya Risa ia pasti akan sungkan kalau ada apa-apa jikalau harus meminta tolong kepada ayah dan ibu mertuanya. Tinggal dengan ibunya sendiri ia merasa jauh lebih bebas dan bisa lebih santai.
Ron dan Jun dua anak laki-laki Akbar yang sudah bisa berjalan dan berlarian sembarangan memasuki tahun ketiga usia mereka. Sama seperti bocah kecil pada umumnya yang nalurinya hanya ingin bermain dengan mengenal segala sesuatu hal yang baru ditemui disekitar mereka, begitu jugalah anak kembar dengan gaya rambut cepak yang tidak terlalu rapi hasil dari cukuran ayah mereka sendiri.
Ron dan Jun paling senang bermain dengan air. Apalagi air hujan. Sama seperti sekarang ini saat gerimis mulai memanggil mereka untuk keluar dari dalam rumah di sore hari yang sudah mau usang.
“Mas… anak-anakmu mana?”, tanya Risa kepada Akbar.
“Di depan TV”, jawab Akbar ngasal sambil asik main game di HPnya.
“Mana? Tidak ada. Cari sana”, perintah Risa yang meninggalkan Akbar untuk mandi.
Mendengar titah sang istri Akbar pun langsung melihat ke arah luar rumah yang ternyata benar saja anak-anaknya keluar seperti biasanya karena hujan sudah datang. Ia pun beranjak keluar untuk mencari kedua anaknya yang semakin hari polahnya semakin sulit ditebak.
“Ron… Jun… “,
Akbar memanggil nama mereka sembari mengitari rumah tempat biasa mereka berada untuk bermain air dari langit yang bisa menyakitkan kalau terlalu lama dihujani olehnya.
“Ayo pulang… sebentar lagi magrib…. nanti masuk angin kalau hujan-hujanan terus”,
Sayangnya teguran sang ayah itu tidak berbalas. Ia tidak kunjung juga menemukan lokasi dimana si kembar berada. Kalau sudah seperti ini mau tidak mau Akbar harus mengaktifkan mata batinnya untuk menemukan Ron dan Jun. Terlebih lagi di penghujung sore itu ia merasakan sesuatu yang tidak biasa.
Dan benar saja ketika mata ketiganya dihidupkan ia melihat ada beberapa makhluk-makhluk astral dari dimensi lain yang sudah berada di sekitaran rumah yang sedang mengawasinya. Akbar pun segera mencari buah hatinya dengan menggunakan kemampuannya.
Ron dan Jun ditemukan tengah berada di bawah pohon-pohon pisang. Mereka sedang seru bermain dengan katak-katak siluman yang energinya lumayan besar hingga bisa menyelimuti kedua anaknya untuk tidak terlihat dengan kasat mata. Akbar pun segera menghampiri Ron dan Jun lalu membawa kedua bocah kecil itu dipeluk kedua tangannya untuk dibawa pulang masuk ke dalam rumah.
Para siluman katak itu tidak ada maksud untuk mencelakai kedua anak Akbar. Mereka hanya ingin bermain saja. Bahkan mereka melindungi keduanya dari sosok-sosok jahil yang hendak iseng kepada dua anak yang tidak biasa itu. Akbar sendiri juga sudah tahu kalau katak-katak berpunggung merah itu sama sekali tidak berbahaya. Bahkan Akbar juga sudah menyadari kehadiran makhluk-mahkluk dari alam lain itu dari beberapa waktu yang lalu ketika mereka untuk pertama kalinya muncul menampakkan diri kepadanya. Meski selalu waspada dan hati-hati Akbar pun tetap bersikap sewajarnya saja. Karena di kehidupannya sekarang ini yang jauh lebih berbahaya adalah apabila membuat marah istrinya.
Akbar terbangun dari tidurnya ketika mendengar dua anaknya tiba-tiba menangis. Sang ayah pun memeriksa si kembar yang tidur di sampingnya. Rupanya keduanya sama-sama mengompol. Tanpa membangunkan Risa yang masih tidur karena tidak terusik sedikitpun dengan nyanyian tangis anak-anaknya Akbar membersihkan dan mengganti celana Ron dan Jun seorang diri dengan sabar hingga menidurkan mereka kembali. Dilihatnya tiga malaikat yang nyata hadir di dalam kehidupannya itu. Akbar benar-benar merasa bersyukur.
Akbar yang hendak tidur kembali dikejutkan dengan kemunculan sesosok katak merah yang sudah berada di dalam kamarnya. Katak siluman berukuran tinggi seperti anak-anaknya itu datang dengan sengaja untuk menemuinya. Pria berkumis tipis dengan rambut yang sudah mulai gondrong itu pun meminta makhluk itu untuk berbicara dengannya di luar.
Setelah berbulan-bulan lamanya kawanan katak itu memperlihatkan sosoknya kepada sang penghuni rumah akhirnya pada malam ini mereka akan mengutarakan maksud dan tujuannya. Akbar pun tak tampak risau dengan kehadiran mereka karena sama sekali tidak ada niatan buruk yang terpancar dari energi yang mereka hadirkan.
“Perkenalkan wahai manusia. Namaku adalah Mos. Aku adalah pemimpin dari kawanan katak merah yang dalam beberapa waktu belakangan ini tinggal di pepohonan pisang di belakang rumahmu. Tentu saja engkau pun pasti sudah menyadarinya”,
Pemimpin siluman katak yang datang menemui Akbar memperkenalkan dirinya.
“Aku ditugaskan untuk mengawasimu. Dan sekarang sudah tiba waktunya aku berbicara padamu. Kami datang kepadamu untuk meminta bantuanmu. Datanglah ke tempat kami”,
Ucap Mos si katak merah kepada Akbar mengungkapkan maksud tujuannya.
“Bagaimana kau bisa mengenaliku?”, tanya Akbar.
“Aku hanyalah sebagai utusan. Raja Sungai Barat yang mengutus kami”, ungkap Mos.
“Mengapa mereka meminta bantuanku?”, selidik Akbar.
“Aku hanyalah sebagai utusan. Raja Sungai Barat yang mengutus kami”, ungkap Mos.
“Di dunia kami namamu sudah kami segani. Engkau pun tahu itu. Tidak sedikit dari kami yang mengagumimu”, tambah Mos.
“Untuk alasan apa aku harus ikut denganmu?”, tanya Akbar.
“Jika bangsa kalian datang untuk menemuiku bahkan sampai meminta sebuah pertolongan pastinya karena adanya suatu alasan yang menyangkut kepentingan dari dunia manusia juga bukan?”, tanya Akbar.
“Kami sangat menyadari akan hal itu. Andai saja kau mau menyibukkan diri untuk sebentar saja melihat kejadian-kejadian alam yang beberapa waktu ini menjadi tajuk berita di duniamu”, ungkap Mos.
“Mungkin kau akan tahu alasannya kenapa”, lanjut perwakilan dari bangsa jin siluman itu.
“Aku akan memikirkannya terlebih dahulu”, ungkap Akbar.
“Aku akan menghubungimu”, lanjutnya.
Pembicaraan di malam itu diakhiri dengan Akbar yang akan mempertimbangkan penawaran dari Kerajaan Gaib di Sungai Barat yang disampaikan oleh utusan mereka katak merah. Sejatinya jiwa petualang laki-laki yang semakin tua makin perkasa itu begitu bergelora mendengar undangan dari dimensi lain untuk berkelana. Seakan sebuah takdir yang mengikat Akbar pun begitu terpikat dan tidak sabar untuk berangkat.
Menanggapi tawaran dan ajakan itu Akbar pun tidak lantas sembrono mengambil keputusan tanpa pengetahuan meski ia berminat. Disaksikannya acara-acara berita di televisi tentang peristiwa apa yang sedang rentan terjadi belakangan ini. Ia juga mencari informasi tersebut di internet. Peristiwa yang dimaksud adalah serangkaian kejadian bencana alam yang terjadi di bumi yang rawan bencana ini. Ada beberapa kali gempa yang terjadi di titik-titik tertentu. Diantaranya bahkan ada yang berskala cukup besar hingga merusak bangunan-bangunan di lokasi terjadinya gempa bahkan sampai menelan korban jiwa. Ada juga gempa yang berpotensi mengakibatkan tsunami. Bahkan baru beberapa hari yang lalu ia sadari gempa itu sampai dirasakannya sendiri membuat pondasi rumah tuanya sedikit bergoyang. Tidak hanya gempa banjir juga terjadi dimana-mana.
Sejatinya semua urusan terkait dunia lain perlahan-lahan sudah ia tinggalkan. Mata batin yang selalu ia usahakan untuk ditutup. Hubungan dengan kawan-kawannya dari bangsa jin yang sudah ia batasi. Bahkan hubungannya dengan manusia-manusia dari bangsanya sendiri yang pernah terlibat dengannya dalam sebuah misi juga sudah ia lupakan dan tak pernah ia korek lagi. Hanya dirinya sendirilah yang tahu semua jati dirinya selama ini yang pernah ia tekuni. Dari Istri dan anak-anaknya bahkan dari ibunya sekalipun selalu Akbar sembunyikan perihal berkaitan dengan perkara gaib dari dimensi yang berbeda itu. Ia benar-benar bungkam mengunci mulutnya rapat-rapat.
“Baiklah. Aku akan pergi denganmu ke Sungai Barat. Tapi hanya untuk memastikan kebenaran duduk perkaranya saja terlebih dahulu. Aku akan memutuskan apakah aku bersedia atau tidak setelah mendengarkan semua rincian penjelasan dari Raja yang mengutusmu”,
Akbar menemui Mos pemimpin kawanan katak merah untuk menyetujui ajakannya.
“Jika aku pergi bagaimana dengan keluargaku?”, tanya Akbar.
“Kau hanya akan pergi denganku wahai manusia. Para kawananku akan berjaga di rumahmu untuk memastikan tidak ada yang macam-macam dengan keluargamu”, jawab Mos.
Di malam hari yang sudah dijadwalkan Akbar bersama Mos pergi ke Sungai Barat tempat kerajaan para jin siluman air tawar ini bernaung. Dalam perjalanannya Akbar menggunakan mode astral projection atau raga sukma.
Dari tempat tinggal Akbar menuju ke Kerajaan Sungai Barat tidaklah membutuhkan waktu lama. Perjalanan pun singkat tidak ada halangan.
Tibalah mereka di sebuah sungai besar yang namanya begitu dikenal sebagai salah satu sungai ikonik di pulau Jawa. Tatapan mata sinis para penghuni sungai tersebut tertuju kepada manusia yang baru pertama kali mereka lihat bisa datang dengan bebas. Bersama Mos kedatangan Akbar yang memang untuk memenuhi undangan Sang Raja tidak ada yang menghadang.
Pintu gerbang kerajaan terbuka. Para penjaga-penjaga memberikan jalan kepada tamu mereka. Akbar memasuki sebuah kerajaan megah di dunia astral yang terletak di dalam sungai. Belum pernah sebelumnya ia bersinggungan secara dalam dengan para jin-jin air apalagi sampai bertandang ke istana mereka. Air yang mengalir tenang itu tiba-tiba membelah membukakan jalan bagi dirinya untuk masuk.
Sebuah istana megah nan indah yang terbuat dari batu-batuan kali yang bermacam ragam bentuk dan warnanya. Tumbuhan-tumbuhan air yang kebanyakan berwarna hijau menyala mempercantiknya sebagai hiasan. Sebuah singgasana yang terbuat dari bongkahan batu kali berlapis emas yang mengkilat menyilaukan mata Akbar mendapati Raja Sungai Barat tersenyum menyambut kedatangannya.
“Akhirnya yang aku nantikan tiba juga”, sambut Sang Raja melihat kedatangan Akbar bersama Mos.
“Perkenalkanlah aku wahai manusia pilihan. Aku adalah Raja Sungai Barat. Namaku Ruja”,
Penguasa tertinggi di sungai itu beretika baik dengan memperkenalkan dirinya. Sosok yang diperlihatkannya adalah wujud manusia biasa. Hanya orang dengan kemampuan mata batin yang kuat saja yang bisa menembus penghalangnya untuk bisa melihat rupa asli dari Siluman Kadal Air itu.
“Beruntunglah bagiku untuk bisa memenuhi undanganmu sehingga aku bisa melihat ke dalam istanamu yang begitu eksotis ini”, ucap Akbar kepada Raja Sungai Barat.
“Katakanlah apa yang ingin engkau sampaikan kepadaku wahai Raja Sungai Barat”,
Akbar meminta kepada Raja untuk segera menjelaskan alasan dibalik hubungan kedua dunia ini dan kenapa ia yang dimintai pertolongan. Ia yang hanya datang dengan raga sukma sadar tidak bisa berlama-lama tinggal di alam istana gaib yang kekuatannya mengerikan itu.
“Akan aku jelaskan kepadamu wahai manusia”, ucap Raja Ruja.
“Aku hanyalah sebagai utusan. Penguasa Laut Selatan yang memerintahku. Samudra gaib sedang mengalami perpecahan. Kedamaian yang sudah terjaga setelah sekian lama kembali terganggu. Salah satu diantara kerajaan samudra mencoba untuk melakukan pemberontakan. Pertempuran-pertempuran kecil sudah terjadi”, terang Raja Ruja.
“Kekacauan di alam kami di dasar laut juga berdampak rasanya kepada kalian di dunia manusia. Banjir dan gempa. Tsunami yang akan membinasakan tidak dapat terelakkan jika perang besar di dasar lautan tidak bisa dihentikan”, lanjutnya.
“Itulah tugasmu. Kami memerlukanmu untuk melakukan sebuah misi yang dimaksudkan untuk mencegah peperangan dashyat di lautan ini terjadi”, pintanya.
Mendengar penjelasan dari Raja Ruja Akbar sadar bahwa masalah ini bukanlah sebuah masalah sepele. Bahkan sesungguhnya ini adalah persoalan yang sangat besar.
“Lalu kenapa kalian meminta bantuan dari manusia. Bukankah kalian adalah bangsa yang sakti di alam kalian sendiri?”, tanya Akbar.
“Kau adalah manusia. Derajatmu berada di atas kami. Siapa lagi yang bisa mengalahkan kami kalau bukanlah manusia yang enggan bersekutu dengan kami?”, ucap Ruja.
“Tidak ada yang namanya salah pilih atau pun kebetulan semata. Sama seperti kisah-kisahmu yang sudah kami dengar sebelumnya. Semua ini adalah jalan takdir. Bukan begitu?”, kata Ruja.
“Lalu apa yang harus aku lakukan jika aku bersedia membantu kalian?”, tanya Akbar.
Raja Sungai Barat pun menjelaskan rinciannya lebih lanjut kepada Akbar bagaimana langkah-langkah ke depannya yang harus ditempuhnya di petualangan barunya kali ini. Bukan hanya sekedar menolong dunia alam gaib di lautan tapi ia juga melakukannya demi bangsanya sendiri di alam manusia. Itulah sebuah panggilan jiwa yang tidak semata hanya karena kata takdir.
Setelah selesai membahas keperluannya di Kerajaan Sungai Barat Akbar bersama Mos pun segera pulang ke rumah. Keterangan berupa penjelasan dan alasan sudah diperoleh Akbar yang akan dijadikannya sebagai bahan pemikiran tentang misinya kali ini. Sebuah tugas yang tidak mungkin bisa ia hindari.
“Apa yang dikatakan Rajamu itu benar bukan?”, tanya Akbar kepada Mos si katak merah yang sudah mulai akrab dengannya dalam perjalanan pulang ke rumah.
“Tentu saja apa yang dikatakan Raja kami benar adanya”, ujar Mos.
“Bukan tentang itu. Tapi tentang kau yang akan menjadi pendampingku dalam misi ini?”, tanya Akbar.
“Tentu saja benar. Aku akan mengikutimu dan memenuhi perintahmu wahai tuanku”, kata.
“Jangan pangggil aku dengan sebutan tuan. Itulah perintahku yang pertama kepadamu”, kata Akbar.
“Aku menyanggupinya”, jawab Mos.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!