"Mimpi itu lagi..."
Keyla mengusap wajah bangun tidurnya, untuk kesekian kalinya mimpi yang menayangkan ia bersama seseorang kembali membuat ia terbangun.
Seseorang itu adalah suaminya tiga tahun lalu, saat ia berpikir pernikahannya akan berlangsung baik, semuanya jadi berubah seratus delapan puluh derajat ketika mendapati kekasihnya itu berselingkuh dengan wanita lain.
Saat itu Keyla sedang membawakan kotak bekal yang tidak sengaja tertinggal, ia pergi ke tempat kerja suaminya dan mendapati lelaki itu sedang berpelukan bersama wanita selingkuhannya.
Keyla yang sakit hati, mendapati orang yang dicintainya selama ini ternyata bermain tangan dengan wanita lain, langsung menjatuhkan kotak bekal itu lalu pergi dari sana dalam keadaan menangis.
Rasa cintanya pada suami yang dalam seketika berubah menjadi kebencian yang tak terhingga, Keyla yang dalam keadaan sakit hati memilih melupakan semuanya, ia mengemasi semua pakaiannya dan pergi dari rumahnya begitu saja, tanpa surat dan tanpa kabar apapun. Keyla memilih menghilang dari dunia ini
Tiga tahun berlalu setelah kejadian itu, Keyla telah berubah, kini dirinya sudah menyelesaikan kuliahnya dan baru bekerja di sebuah perusahaan. Usianya menginjak 24 tahun, Keyla tinggal di sebuah kontrakan pemukiman salah satu kota.
"Shit! Aku terlambat!"
Keyla mengumpat saat lirikan matanya jatuh ke arah jam dinding, tanpa pikir panjang ia melemparkan selimut yang menyelimuti tubuhnya lalu pergi ke kamar mandi.
Keyla yang terburu-buru menyudahi mandinya dengan cepat, waktu menunjukkan jam 07.30, ia harus sampai ke kantornya jam delapan pagi.
Keyla segera memakai blazer kantor hitamnya dengan bawahan rok sampai selutut, ia menyisir rambut cokelatnya yang tergerai panjang, memakai make up seadanya sebelum mengambil roti kering dan menggigitnya di antara dua bibir.
Dengan tergesa-gesa ia keluar sambil membawa roti di mulutnya, Keyla melambai-lambaikan tangannya di bahu jalan untuk mencegat angkot yang lewat.
Beruntung angkot langganannya belum pergi, Keyla melambai-lambaikan tangannya lebih tinggi dan lebih cepat agar sopir angkot itu menyadari keberadaannya.
"Bah, tumben sekali Neng Keyla baru berangkat jam segini?" Tanya sopir angkot itu dengan logat suaranya yang khas.
Keyla tersenyum tipis, "Bang Bagus juga tumben lewat di jam seperti ini?"
"Aku tadi kesiangan bangun, sampai istriku menyiramkan air ke mukaku." Tukang sopir itu sedikit bersungut-sungut.
Keyla tertawa, ia segera memasuki angkot dan duduk di kursi paling dekat dengan jok sopir. "Kita senasib, Bang, ayo segera berangkat! Bisa-bisa aku kesiangan."
Di dalam angkot itu tidak ada penumpang selain dirinya, sopir angkot yang disebut Bang Bagus itu tidak berkomentar banyak dan langsung menancap gas mobilnya melesat jalanan kota yang sibuk.
Keyla mengusap keringat di dahi yang mulai bermunculan, meski hari masih pagi dan matahari belum sempurna terangkat namun suasana jalanan kota sudah gerah.
"Bang Bagus, bisa jalan lebih cepat gak?" Keluh Keyla, mengipasi dirinya dengan tangan.
"Sabar, Neng, jalanan kota memang sedang macet jam segini."
"Coba klakson, Bang, biar lebih cepat!"
"Dari tadi juga udah dibunyiin, Neng, semuanya mobil juga sama."
Keyla menggerutu dalam hati, ia beberapa kali melirik jam tangannya, khawatir akan terlambat tiba di kantor.
Keyla akhirnya bisa sampai tepat jam 07.55 ketika tiba di gedung kantornya, ia segera memberi ongkos pada sopir. "Terimakasih, Bang. Untung masih sempet..."
"Bah, beri tambahan sedikit lah, aku udah bela-belain bawa kau kesini, dua penumpang tadi aku abaikan agar kau bisa sampai..."
Keyla sedikit menyeringai lalu memberikan uang lebih, tukang sopir itu memang menghiraukan dua penumpang yang sebelumnya ingin menaiki angkotnya agar dirinya bisa sampai tepat waktu.
Kantor Keyla merupakan gedung pencakar langit, lantainya kisaran tiga puluhan lantai.
Keyla turun dari angkot dan baru saja kakinya menginjak di tanah, sebuah suara tinggi memanggil namanya dengan keras.
"KEYLAA! Sampai kapan kau membuatku menunggu?!" Seorang gadis berambut sebahu mendatanginya dengan langkah cepat.
Keyla tersenyum tipis saat melihat gadis itu, ia mengerti apa yang akan diucapkan gadis tersebut kedepannya.
"Aku sudah berdiri disini selama satu jam, dan apa yang kau lakukan, datang terlambat!" Suara gadis itu semakin melengking.
"Maafkan aku Sekar, aku bangun terlambat tadi..." Keyla tersenyum canggung.
Mobil angkot sudah lama pergi meninggalkan kantornya, kini Keyla harus berurusan dengan gadis di depannya, teman kantor sekaligus sahabatnya.
"Maaf, kau pikir aku akan memaafkanmu, kau-..."
Sekar belum menyelesaikan ucapannya saat ada seorang gadis berkerudung menepuk pundaknya dengan pelan.
"Sudahlah Sekar, Keyla mungkin memang kesiangan, tidak perlu menghakiminya lebih jauh..."
Suara halus dan lembut terdengar dari gadis berkerudung itu, wajahnya manis, memakai hijab lebar serta gamis yang panjang sampai mata kaki.
Namanya Zahra, dari sekali pandang, seseorang akan melihat bahwa perempuan itu seorang yang agamis, sikapnya penuh dengan lemah lembut, cocok dengan pakaiannya yang serba muslimah.
"Zahra, kau tampil lebih cantik dari biasanya." Keyla sedikit takjub melihat penampilan sahabat lainnya itu.
"Terimakasih, kau juga sangat manis, Key." Zahra menjawabnya dengan senyuman hangat.
"Zahra, kau jangan terlalu baik pada Keyla, dia sudah membuat kita menunggu lama!" Sekar mendengus kesal.
Keyla tertawa kecil, "Aku minta maaf, Sekar, aku lupa menyalakan alarm semalam. Nanti aku traktir deh, ya, es krim bukan?"
Sekar yang masih ingin menggerutu tiba-tiba langsung menyunggingkan senyumannya ketika mendengar es krim. "Nah, gitu dong, dua es krim ya?"
"Oke, dua es krim."
Percakapan mereka terhenti ketika seorang rekan kerja yang lain menyuruh mereka memasuki lobi, sebentar lagi jam delapan, mereka harus bersiap-siap menyambut kedatangan seseorang.
Hari ini di kantor adalah hari yang cukup istimewa, dikabarkan seorang CEO dari perusahaan Keyla akan datang kesini sehingga semua karyawan kantor harus berkumpul dan menyambutnya di pintu masuk.
Keyla, Zahra, dan Sekar ikut memasuki lobi, di sana sudah banyak karyawan lain sudah berbaris di pintu masuk. Ketiganya mengambil posisi di barisan yang sudah di atur, Sekar berbisik ke telinga Keyla.
"Key, kau sudah lihat wajah bos besar kita, kudengar dia pria muda yang sangat tampan?" Tanya Sekar.
Keyla mengangkat bahu, "Aku belum pernah melihatnya, hanya Zahra yang pernah." Keyla menunjuk Zahra yang berbaris disampingnya.
Tatapan Sekar beralih pada gadis berjilbab itu, tanpa perlu bertanya lagi Zahra mengerti bahwa ia harus menjawabnya. Zahra tersenyum tipis, diantara ketiganya ia memang paling lama bekerja disini dan sebaliknya, Keyla dan Sekar adalah karyawan baru yang beberapa bulan ini baru bergabung di kantor.
"Iya, Sekar, dia memang pria muda yang tampan." Jawab Zahra setelah berpikir beberapa saat.
"Oh, ya? Apakah setampan Jungkook?" Tanya Sekar dengan mata yang dipenuhi keantusiasan.
"Jungkook, siapa itu?"
"Kau tidak mengetahuinya, itu loh, penyanyi K-Pop."
Zahra menggeleng, ia tidak pernah menonton atau mendengar lagu-lagu dari negara tersebut yang sering dibicarakan Sekar setiap waktu.
Sekar menghela nafas, tapi ia tidak bertanya lebih jauh, pandangan tertuju ke pintu utama kantor mereka. Tidak hanya Sekar, tetapi Keyla, Zahra, serta pekerja kantor yang lain juga ikut menatap ke arah yang sama, sebuah mobil hitam elegan baru saja berhenti di depan gedung mereka.
Pintu belakang mobil itu terbuka lalu terlihatlah seorang pria rupawan dibaliknya, pria itu memakai kacamata hitam dengan jas kantornya yang terlihat gagah.
Semua karyawan serentak membungkukkan badannya ketika pria itu melewati pintu, mereka segera memberikan penghormatan pada pria rupawan tersebut.
Mereka yang baru melihat pemuda itu terutama perempuan seperti Sekar tertegun melihat ketampanannya, tidak perlu penjelasan lebih jauh untuk mereka mengerti bahwa pria itu adalah bos besar atau CEO yang dimaksud.
Berbeda dengan orang lain, Keyla memandang pria itu dengan wajah terkejut sekaligus pucat, tubuhnya sedikit bergetar ketika memandang wajah pria tersebut.
"Tidak mungkin, bagaimana dia ada disini?!"
Keyla terguncang jiwanya, meski ia sudah tidak melihatnya selama beberapa tahun terakhir namun dirinya langsung mengenali CEO perusahannya tersebut dalam sekali lihat, apa dia... Suaminya?
Keyla menikahi seorang pria bernama Agam di usia 21 tahun, seingatnya suaminya itu dulu bekerja sebagai OB (Office boy). Keyla akui suaminya itu sangat tampan, pernikahan mereka cukup bahagia meski tidak kaya.
Melihat Agam kembali dan kini menjadi seorang CEO, Keyla hampir tidak percaya meski yang ditatapnya sekarang adalah wajah suaminya yang dulu.
Di waktu yang sama saat Keyla menatapnya, Agam juga ikut menoleh kepadanya. Seharusnya kedatangan ia ke kantor selalu membuat pegawainya menunduk tetapi kali ini ada seseorang yang berani menatapnya secara langsung.
Ketika sepasang mata abu-abu itu tertuju pada Keyla, kelopak mata Agam membesar, ia juga sama terkejutnya ketika melihat gadis itu.
"Psstt, Keyla, tundukkan kepalamu..." Sekar berbisik pelan di samping Keyla, menyikut perutnya.
Bisikan Sekar langsung membuat Keyla tersadar lalu buru-buru mengalihkan pandangannya sekaligus menundukkan kepalanya.
"Dia ternyata bekerja disini, ini benar-benar menarik..." Agam tertawa kecil, ia memilih untuk melanjutkan langkahnya namun ketika mendekati meja resepsionis pria itu sempat membisikkan sesuatu pada karyawannya sebelum menaiki lift.
Barulah saat Agam benar-benar telah pergi, karyawan lain bisa bernafas dengan lega, dihadapan Agam, mereka tidak berani menatapnya bahkan bernafas pun mereka harus berhati-hati dalam melakukannya.
"Ini benar-benar keren, Key, dia sangat tampan sekali..." Sekar mencubit pipinya, memastikan bahwa semua ini bukan mimpi. "Kau lihat tadi bukan, matanya, hidungnya, rambutnya, Kya... Aku pasti sudah menemukan pangeranku."
"Kau menyukainya, Sekar?" Zahra tersenyum tipis, ia sudah biasa melihat banyak gadis yang jatuh hati pada ketampanan CEO perusahannya itu.
"Tentu saja, dia itu pangeran, Zah, kau tau dia seperti di novel-novel, laki-laki bad boy..." Sekar bereaksi histeris.
Zahra hanya tertawa kecil, ia kemudian menoleh ke arah Keyla untuk menunggu reaksinya tetapi gadis itu justru malah terlihat bengong.
"Kei, kau tidak apa?" Tanya Zahra yang sukses membuat lamunan Keyla terpecah.
"Ah, maaf, aku tidak apa-apa..."
"Oh aku tahu ini, kau juga terpana pada ketampanan CEO kita, ya? Ayo mengaku, tenang saja, kita bisa bersaing sehat mulai sekarang..." Sekar menimpali dengan tawanya yang khas.
"Aku tidak menyukainya, Sekar." Keyla memutar matanya dengan malas.
"Oh ya, sulit mempercayai kata-katamu saat kau memandang wajahnya tanpa berkedip..."
"Benarkah, apakah itu benar Key?" Zahra terkejut lalu menoleh pada sahabatnya.
"Tentu saja benar." Sekar justru yang menimpali. "Dia bahkan tidak menunduk saat dia turun dari mobil, aku tahu Keyla sangat-sangat terpana saat itu, seperti seseorang yang sedang jatuh cinta pada pandangan pertama, iya kan? Bener kan? Betul dong..." Goda Sekar.
Sekar dan Zahra serempak tertawa.
"Kau jangan menuduh yang tidak-tidak, Sekar." Keyla mendengus pelan sebelum menyentil kening Sekar yang membuatnya meringis kesakitan.
"Aku tidak menuduh, aku hanya menyampaikan apa yang kulihat barusan..." Sekar menggosok keningnya yang mulai terasa sakit.
Zahra tertawa kecil, ia kemudian mengajak keduanya ke lift dan kembali bekerja sesudah acara penyambutan Agam. Letak meja kerja ketiganya berada di lantai lima belas.
Hal yang sama juga dilakukan oleh karyawan lain, mereka telah kembali ke pekerjaan mereka masing-masing.
Zahra memang paling tua di antara Keyla dan Sekar, usianya sekitar dua puluh tujuh tahun, Keyla dua puluh empat tahun dan terakhir Sekar yang paling muda berusia 23 tahun.
Alasan ketiganya cukup dekat karena mereka berada dalam bagian pekerjaan yang sama, tepatnya di bagian Designer grafis.
Zahra adalah yang bertanggung jawab atas bagian tersebut sekaligus orang yang mengajari Keyla dan Sekar saat training ketika mereka baru masuk. Bisa dibilang dia adalah senior Keyla dan Sekar dalam pekerjaan.
Keyla tidak membantah perintah Zahra begitu juga dengan Sekar, ketiganya kemudian memasuki lift.
***
"Keyla, ada panggilan dari Tuan Agam untukmu, katanya kau harus ke lantai teratas sekarang." Sebelum Keyla menaiki lift, seorang gadis yang bekerja di resepsionis menyampaikan pesan Agam sebelumnya.
"Eh, aku?" Keyla menunjuk dirinya.
"Iya, itu perintah Tuan Agam beberapa saat yang lalu..." Resepsionis itu mengangguk pelan.
"Wow, itu keren sekali Key, kau di panggil Tuan Agam secara langsung..." Sekar terkejut dan takjub.
Reaksi Sekar kontras dengan wajah Keyla yang sedikit tegang, ia mempunyai firasat buruk mengenai ini.
"Jarang sekali Tuan Agam memanggil pegawainya secara langsung seperti ini, Tuan Agam pasti mempunyai sesuatu untukmu Key..." Zahra tersenyum lembut, ia juga tampak berpikir positif.
"Aku sepertinya tidak yakin dengan itu..." Keyla tersenyum tipis.
Keyla, Sekar, dan Zahra kemudian menaiki lift, ketika berada di lantai lima Zahra dan Sekar harus kembali ke tempat kerjanya sementara Keyla terus di dalam lift sampai lantai teratas.
Ting!
Pintu lift terbuka, Keyla menelan ludah, ini baru pertama kali ia menginjakkan kaki di lantai teratas gedung tempat bekerjanya. Gadis itu sedikit gugup ketika melangkahkan kakinya.
"Permisi, namaku Keyla, Tuan Agam memanggilku sebelumnya kesini..." Keyla menghampiri seorang resepsionis yang ada di depan ruangan Agam.
Resepsionis itu mendongak menatap Keyla, dia adalah seorang perempuan, dari nama yang tertera di seragamnya tertulis Linda.
"Tuan Agam sudah memberitahukan sebelumnya, kau boleh masuk ke dalam sekarang."
Keyla meneguk ludah sebelum mengangguk pelan, entah kenapa ia merasa gugup saat harus bertemu Agam kembali.
Keyla dengan pelan-pelan membuka pintu ruangan itu, jantungnya semakin berdebar ketika menyadari ia harus bertemu seseorang yang tidak mau ia temui. "Permisi, saya Keyla, meminta izin untuk masuk..."
Pandangan pertama Keyla saat pertama kali ke dalam ruangan tersebut ia melihat seorang laki-laki yang sedang mengetik di laptopnya. Kedatangannya sempat terlambat tersadari orang itu tetapi akhirnya Agam melihatnya.
"Duduk." Agam berkata datar.
Keyla mengangguk, ia duduk di kursi tepat didepan mejanya Agam.
"Namamu Keyla bukan?"
"Iya, Pak."
"Apa kau mengenalku?"
Keyla mengerutkan dahi, sepertinya Agam masih belum mengenalnya dengan pasti atau ia takut salah mengenali orang?
'Bagus...' Gumam Keyla dalam hati.
"Tidak, Pak." Ucap Keyla setelahnya.
Ucapan Keyla membuat Agam tertawa kecil. "Aku hanya becanda, Key, aku tidak menduga kau akan berbohong identitasmu padaku."
Mata Keyla terbuka lebar namun ia tetap berkata hal yang sama. "Aku memang tidak mengenali, Bapak, kecuali jika tadi temanku menjelaskannya padaku."
Keyla berpikir untuk mengelabuhi laki-laki itu, ia tidak ingin Agam mengenalinya setelah sekian lama.
Agam terkekeh, ia tidak menjawab tetapi bangkit dari kursinya. Laki-laki itu berjalan memutari kursi yang diduduki Keyla.
"Tiga tahun lalu, aku mempunyai seorang istri yang kabur entah kemana, dia menghilang bagai hantu dan pergi begitu saja tanpa jejak... " Agam berdiri di depan Keyla lalu mengangkat dagu gadis itu pelan hingga ia menatap wajahnya. "Bukankah begitu, istriku?"
Keyla menepis tangan Agam, sorot matanya berubah menjadi dingin. "Aku tidak ingat diriku sudah menikah, aku bahkan menganggap diriku masih singel, Tuan Agam."
Agam tertawa kecil. "Kau banyak sekali berubah Key, kau terlihat lebih cantik di banding tiga tahun lalu, apalagi ini, gaya rambutmu yang terurai panjang."
Keyla mendengus, ia bangkit dari duduknya dan bersiap pergi, tetapi sebelum ia melangkahkan kakinya lebih jauh tangannya tiba-tiba di tarik oleh Agam hingga gadis itu jatuh dalam pelukannya.
"Agam lepaskan!" Keyla berujar protes, ia berusaha mendorong tubuh Agam tetapi tenaga laki-laki itu terlalu kuat untuknya.
"Sebentar, aku ingin memelukmu lebih lama..."
"Kau tidak boleh memeluk orang lain dengan cara paksa seperti ini, aku akan melaporkan hal ini pada polisi atas kasus pelecehan." Ancam Keyla.
"Oh, silahkan, aku hanya tertawa lucu ketika seorang suami tidak boleh memeluk istri sendiri..."
Keyla mematung, benar juga, meski ia meninggalkan Agam karena pria itu selingkuh namun kenyataannya keduanya masih memiliki hubungan suami istri.
Keyla memutar otaknya lalu mencubit perut laki-laki itu hingga Agam terpaksa melepaskan pelukannya.
"Aku keliru menyimpulkan semuanya, kau ternyata telah jauh berubah Key, sikapmu jadi galak seperti ini..." Agam meringis menahan sakit di perutnya, Keyla benar-benar mencubitnya sangat keras.
Seingat Agam, Keyla adalah wanita yang lembut dan mudah tersenyum, meski isterinya itu marah setidaknya Keyla yang dulu tidak akan sampai mencubit seperti ini.
"Aku tidak galak, aku hanya sedang melindungi diriku!" Keyla melipat tangannya di dada, dirinya paling tidak suka disebut galak.
Agam tersenyum tipis, ia kembali mendekatkan tubuhnya pada Keyla yang membuat gadis itu refleks melangkah mundur menjauhinya.
"Aku ingin selalu bertanya hal ini kepadamu, kenapa kau meninggalkan aku, Key?" Agam tersenyum lembut.
"Aku tidak meninggalkanmu, sejak awal kau bukan siapa-siapa aku."
"Hm, kau tidak menganggap aku suamimu lagi..." Agam terus bergerak maju.
"Itu hanya status tetapi tidak dalam perasaan, aku tidak lagi mencintaimu..." Keyla ingin mundur lebih jauh lagi namun tubuhnya sudah mentok di dinding kaca gedung.
"Kau telah berbeda, menjadi wanita yang sangat cantik, Key..." Tangan Agam akhirnya bisa meraih Keyla, ia mengelus pipi gadis itu dengan lembut sekaligus mengunci pergerakannya agar Keyla tidak kabur.
Agam tahu penampilan Keyla dulu tidak seperti ini, ia jarang bermake-up meski masih terlihat cantik, Keyla saat itu masih berambut sebahu, berbeda dengan sekarang yang memiliki rambut panjang sampai sepinggang.
"Kau juga telah berubah, Agam, suamiku yang dulu tidak akan mengunciku seperti ini..." Keyla menepis tangan Agam.
"Kau pikir siapa yang membuatku berubah?" Tanya Agam balik.
"Aku tidak tahu, ataupun peduli. Sekarang lepaskan aku!" Keyla mencoba melarikan diri.
Agam tersenyum simpul, ia tidak peduli dan kembali mengelus pipi Keyla. Agam menatap setiap inci wajah Keyla yang sudah berbeda, istrinya itu benar-benar berubah menjadi perempuan yang cantik. Rambut panjangnya, mata cokelatnya, suara merdunya, Keyla telah banyak berubah.
"Aku sudah mencarimu kemana-mana, mencoba menghubungimu. Kenapa kau tidak menjawab panggilanku selama ini, Key?" Tanya Agam dengan tatapan dalam.
"Itu bukan urusanmu!" Keyla berusaha mendorong tubuh Agam, posisinya benar-benar di desak oleh laki-laki itu tetapi tetap saja percuma, Agam terlalu kokoh untuknya. "Ayolah, Agam, aku ingin keluar dari sini. Aku harus bekerja!"
"Tenang saja, ini adalah perusahaanku, kau tidak perlu buru-buru pergi dari sini."
"Perusahaanmu, bagaimana kau bisa sekaya ini dalam waktu tiga tahun?" Keyla mengetahui benar keluarga Agam seperti apa, ia tidak mengerti dalam tiga tahun ini lelaki itu sudah menjadi pria yang sukses seperti ini.
"Sejak awal kau tidak mengetahui apa-apa tentangku, termasuk identitasku yang sebenarnya." Seolah bisa membaca pikiran Keyla, Agam menjawabnya dengan senyuman bangga.
Oke, Keyla menatap laki-laki itu dengan kesal. Ia melipat tangannya di dada. "Apa yang kau mau sebenarnya?"
"Mauku?" Agam tersenyum lebar. "Aku ingin menciummu, Key..."
Keyla terkejut dan semakin kesal. "Dasar gila! Minggir, aku ingin pergi! Aku-..."
Keyla belum sempat menyelesaikan kalimatnya saat Agam tiba-tiba mencium bibirnya lembut. Keyla membelalakkan mata, ia ingin memberontak tetapi tangannya sudah di kunci oleh Agam dengan cepat.
Ciuman keduanya tidak berangsur lama, Agam tidak mau memaksa Keyla terlalu jauh.
"Kau... Dasar pria gila!" Pekik Keyla marah.
"Maaf, bibirmu tampak begitu menggoda..." Agam menyeringai lebar.
Keyla mendorong tubuh agam dengan keras, kali ini ia bisa lolos dari tubuh laki-laki itu.
"Aku akan melaporkanmu ke polisi, kau benar-benar melecehkanku!" Keyla menatap Agam dengan dingin.
"Aku yakin kau tidak akan melakukan hal itu, kau tadi sempat menikmatinya bukan..." Agam tersenyum penuh makna.
Wajah Kayla merona. "Dasar brengsek. Aku akan pergi..."
Tanpa persetujuan dari Agam, Keyla langsung pergi meninggalkan ruangan tersebut. Keyla melangkahkan cepat menuju lift dan langsung menekan tombolnya.
Ketika pintu lift hendak tertutup, uluran tangan seseorang dari luar membuatnya terbuka lagi. Keyla terkejut saat Agam menyusulnya.
"Kenapa kau kesini?" Keyla terkejut saat Agam masuk dan berdiri di sampingnya.
"Kenapa, tentu saja menyusulmu..."
Keyla memutar matanya dengan malas sementara Agam tersenyum tipis. Keyla menekan tombol lift, membuat pintunya tertutup, ia kemudian menekannya sekali yang membuat lift turun menuju lantai lima.
Suasana begitu hening, tidak ada seorang pun di lift kecuali mereka berdua. Keyla sedikit risih karena dari tadi Agam terus menatap wajahnya.
"Apakah ada sesuatu, Tuan Agam?" Keyla akhirnya membalas tatapan itu dengan tatapan tajam.
"Kau terlihat cantik, Kei."
"Kau sudah mengatakan itu tiga kali."
"Aku tahu, dan aku akan mengatakan itu berulang-ulang kali." Agam tersenyum lalu mengecup pipi putih Kayla.
"Kau!"
"Sudah kubilang, aku tidak tahan melihat wajah manismu, istriku."
Keyla ingin menyemprot Agam dengan cacian pedas tetapi pintu lift sudah mulai terbuka.
"Aku ingin kau menyembunyikan semua ini, termasuk statusku!" Ancam Keyla.
Agam tersenyum tipis, tidak menjawabnya.
Ketika pintu lift terbuka suasana kantor seketika berubah saat melihat Agam, CEO mereka. Pekerjaan langsung terhenti, semua pegawai segera berdiri dan memberikan hormatnya pada Agam.
Agam menganggukkan kepalanya pelan lalu memberi instruksi agar mereka bekerja kembali. Keyla di sampingnya sedikit terkejut, tidak menyangka begitu dihormatinya laki-laki itu di kantornya.
Keyla langsung buru-buru berjalan menuju tempat kerjanya sementara Agam mengikutinya dari belakang. Aksi tersebut membuat pegawai lain bertanya-tanya.
"Sebenarnya apa mau laki-laki ini..." Batin Keyla dengan kesal.
Keyla duduk di tempat kerjanya dimana hanya ada Sekar dan Zahra di meja itu, kedatangannya ke sana membuat dua temannya menghentikan aktivitas mereka apalagi saat Keyla datang bersama Agam.
"Tuan Agam, selamat pagi." Zahra tersenyum dan menyapanya.
Agam mengangguk. "Pagi, Zah, bagaimana pekerjaanmu hari ini?"
"Tidak terlalu buruk tetapi tidak juga terlalu baik." Ucap Zahra separuh becanda. Agam tersenyum kecil.
'Mereka saling kenal?' Keyla terkejut saat Agam memiliki hubungan berbeda dengan Zahra, setidaknya mereka tampak akrab.
Keyla duduk di kursinya, ia mulai bekerja di depan komputernya sementara Agam masih berdiri tak jauh darinya bekerja. Sudah biasa seorang atasan melihat prosedur kerja pegawainya tetapi Keyla yakin Agam tidak berniat seperti itu.
Berbeda dengan Keyla yang mencoba melupakan keberadaan Agam di sampingnya, Sekar justru sebaliknya, ia sesekali mencuri pandangan dari CEO tampannya itu.
Keyla menyikut lengannya, menyuruh agar gadis itu berhenti melakukan hal tersebut.
"Dia benar-benar tampan, Key, seperti Bad boy.." Sekar berbisik pelan di telinga Keyla tetapi Agam justru mendengarnya.
Agam menyusul Keyla hanya ingin melihat pekerjaan gadis itu di kantornya, mengetahui ia bersama Zahra dan pekerjaannya tidak terlalu sulit, sepertinya ia tidak perlu bertindak untuk gadis itu.
"Kita akan bertemu lagi, kuharap kau sudah bersiap-siap nanti..." Agam berbisik pelan di telinga Keyla sebelum ia kemudian berbalik dan pergi.
Keyla menatap Agam sampai punggung laki-laki itu menghilang. Gadis itu membuang nafasnya lega, entah kenapa ia gugup sekali dekat dengan pemuda itu.
Keyla tidak mengetahui maksud bisikan Agam tetapi ia yakin itu bukan sesuatu hal biasa, Kayla memegang telinganya, jantungnya sempat berdebar ketika bibir Agam berbisik dekat di telinganya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!