NovelToon NovelToon

Terpenjara Dendam Pengacara Lin

Akan Membebaskanmu, Tapi Menikah Denganku!

Hujan deras mengguyur kota, suara petir yang saling bersahutan dengan kilatan cahaya yang semakin membuat malam ini mencekam. Seorang pria baru saja turun dari mobilnya dan dia harus melihat adiknya jatuh dari lantai gedung dengan mengenaskan. Lin menatap ke arah atas gedung itu, dan melihat seorang perempuan yang berada disana dengan membungkuk dan satu tangannya menggantung. Membuat Lin yakin jika dia adalah orang yang sudah mendorong adiknya jatuh.

Lin berlari menerobos derasnya hujan, dia melihat darah yang mengalir terbawa air hujan. Keadaan adiknya tentu sangat mengenaskan, dia segera menelepon ambulance dan juga polisi.

"Wen, kamu harus bertahan. Aku tidak akan biarkan dia hidup bahagia!"

Lin langsung berlari masuk ke dalam gedung dan menemui gadis yang mendorong adiknya itu. Gadis itu terlihat masih gemetar dengan tubuhnya yang basah kuyup.

"Dia pelakunya dan tangkap dia!"

Suara bariton itu membuatnya langsung tertegun, ketika dia menoleh pada sumber suara. Dua orang polisi sudah berjalan ke arahnya dan memborgol tangannya. Sementara pria tampan disana hanya menatapnya dengan dingin.

"Kita akan bertemu di pengadilan, hey gadis pembunuh!" tekan Lin pada gadis itu.

Tumbuhnya langsung membeku di tengah derasnya hujan. Bagaimana dia yang mendengar sebuah mimpi buruk kali ini. "Tidak! Aku tidak membunuhnya. Pak, tolong percaya pdaku. Aku tidak membunuhnya"

Terus berteriak meski dia tidak di dengar, derasnya hujan malah menenggelamkan suaranya.  Saat dia di bawa oleh dua polisi itu dan melewati Lin, tatapannya begitu memohon padanya. Sejenak  membuat Lin tertegun. Entah kenapa dia melihat tatapan minta tolong dari gadis itu. Namun, Lin langsung menggeleng cepat agar tidak terpengaruh dengan tatapan gadis itu.

"Bawa dia Pak, aku yang akan bersedia menjadi saksi" ucap Lin.

Tidak mungkin juga Lin akan diam saja saat melihat adiknya di dorong oleh gadis itu. Bahkan sekarang dia harus segera pergi ke rumah sakit untuk mengetahui keadaan adiknya.

*

Seolah menjadi mimpi buruk, Laras harus mendekam di dalam jeruji besi sekarang ini. Namun, hal yang lebih menyakitkan saat ini adalah ketika dia kembali mendapat kabar jika korban itu sudah meninggal. Padahal Laras sangat menunggu pria itu sadar dan akan menjelaskan semuanya, bisa membuat dia bisa terbebas dari tuduhan ini. Namun, pagi ini dia malah mendapatkan kabar yang sungguh sangat menyakitkan.

"Ya Tuhan, aku harus bagaimana sekarang? Jika benar dia telah meninggal, maka aku akan selamanya berada di dalam penjara ini"

Laras hanya bisa menangisi takdir yang tidak pernah berpihak padanya. Padahal dia sudah cukup menderita selama ini. Dia hanya menangis dengan memeluk lututnya sendiri di ujung ruangan. Sampai seorang polisi wanita datang dan memanggilnya.

"Ada yang ingin bertemu denganmu, ayo keluar"

Laras hanya mengangguk saja, dia berjalan keluar dengan langsung kedua tangannya di borgol oleh polisi itu. Saat Laras sampai di tempat jenguk, dia melihat Ayahnya dan Ibu tirinya disana. Laras langsung berjalan cepat menghampiri mereka.

"Ayah, Ibu, tolong aku. Aku tidak bersalah" ucap Laras, mempunyai harapan besar dengan kedatangan orang tuanya ini.

Plak.. Bukan sebuah jawaban yang Laras dapatkan, tapi malah sebuah tamparan keras dari Ayahnya itu. Air matanya menetes begitu saja ketika rasa panas di pipinya terasa begitu menyayat hatinya sendiri.

"Apa yang bisa kamu lakukan selain membuat malu keluarga? Aku tidak pernah menyangka akan mempunyai anak seorang pembunuh sepertimu! Mulai sekarang, jangan pernah anggap aku Ayahmu lagi. Karena aku tidak sudi mempunyai anak pembunuh sepertimu!"

Tess,, air mata mengalir deras di pipinya. Laras bahkan tidak menyangka akan mendengar perkataan seperti itu dari Ayahnya sendiri. Sehancur ini yang hatinya rasakan ketika orang tuanya sendiri, sudah men-cap dirinya sebagai pembunuh.

"Ayah, aku mohon bantu aku. Ayah, Laras tidak membunuh. Ayah!"

Laras berteriak dan ingin mengejar Ayahnya, namun segera di tahan oleh polisi yang berjaga. Hingga dia hanya menangis sambil menatap punggung Ayahnya yang berlalu menjauh. Bahkan saat ini tidak ada lagi yang bisa dia minta  tolong. Laras sudah tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa. Bahkan sudah beberapa hari dia disini, pacarnya pun tidak pernah datang menemuinya.

Laras hanya bisa terdiam dengan menangis di dalam jeruji besi itu. Semuanya seolah menjadi akhir hidupnya saat ini. Laras tidak akan bisa lagi mewujudkan semua mimpinya. Dia hanya akan menjadi seorang gadis dengan masa depan suram saat ini.

"Kenapa harus aku? Kenapa aku yang mengalami semua ini?"

Suaranya yang teredam dengan isak tangis yang begitu memilukan.

Satu bulan berada di dalam penjara, Laras bingung karena sidangnya belum di mulai. Dia belum mendapatkan jatuhan hukuman. Sampai hari ini, dia kembali di panggil oleh polisi jaga dan bilang ada yang ingin bertemu. Laras hanya berjalan gontai dengan kedua tangannya yang terpasang borgol.

Tubuh Laras langsung membeku saat dia melihat pria yang melaporkannya ke polisi sebagai pembunuh malam itu. Laras berjalan dan duduk di kursi depan pria itu. Terhalang meja.

Tatapan pria itu terlihat sangat tajam padanya. Membuat Laras tidak berani bersitatap dengannya. Dia hanya menundukan kepalanya.

"Aku akan membebaskanmu, tapi kau harus menikah denganku!"

Deg,, tubuh Laras langsung membeku mendengar itu. Apa maksudnya ini? Bukankah dia sendiri yang memasukan Laras ke penjara, tapi sekarang dia yang ingin membebaskannya tapi dengan syarat yang tidak masuk akal. Membuat Laras begitu kebingungan dan kaget.

"Mak-maksudnya?"

Lin tersenyum mengerikan saat menatap Laras. Membuat gadis itu semakin menunduk dalam. "Aku rasa untuk menghukum orang sepertimu, bukan dengan di penjara. Aku punya cara lain. Dan kau tidak mempunyai pilihan!"

Tuhan, apalagi ini?

Rasanya Laras ingin menjerit dan menangis saat ini. Mendengar ucapan pria di depannya barusan, jelas membuat Laras tahu, jika dia mempunyai rencana lain untuk menghukum Laras.

Lin berdiri dari duduknya, dia menatap Laras dengan tatapan yang begitu tajam. "Tunggu saja, kau akan segera bebas"

Setelah Lin berbalik dan berjalan pergi dari sana, Laras baru berani mendongakan wajahnya. Dia menatap punggung pria itu, dengan air mata yang mengalir di pipinya. Seolah Laras tahu, jika setelah ini hidupnya akan semakin hancur.

Ikuti saja takdirmu Laras, sampai Tuhan memanggilmu untuk kembali padanya.

Sepertinya saat ini, sudah tidak ada lagi yang bisa Laras lakukan. Mungkin dia hanya bisa pasrah pada semua yang telah terjadi dalam hidupnya. Karena Laras juga tidak bisa melakukan apapun saat ini.

"Kamu harus bersyukur karena Pengacara Lin bisa membebaskanmu. Apalagi ini menyangkut dengan adik kesayangannya yang kamu bunuh itu. Dia adalah pengacara yang tidak pernah membiarkan tersangka bebas begitu saja. Apalagi kasus pembunuhan seperti ini" ucap polisi wanita yang menggiring kembali Laras ke dalam sel tahanan.

Mungkin semua orang akan berpikir aku beruntung. Tanpa mereka tahu apa yang sebenarnya di inginkan pria itu. Hanya ingin menghukum ku.

Bersambung

Sambutan Hangat Untuk Calon Istriku!

Hari kebebasan Laras tiba juga, akhirnya dia bisa keluar dari sel tahanan. Namun, sama sekali bukan sebuah kebebasan yang sebenarnya untuk Laras. Ini adalah awal dari hidupnya. Seseorang sudah menunggunya di halaman kantor polisi ini.

"Nona Laras?"

Laras hanya mengangguk saat pria itu bertanya padanya.

"Mari ikut saya, Tuan Lin sudah menunggu anda" ucapnya.

Sekarang Laras tahu jika pria itu adalah suruhannya pengacara Lin itu. Sekarang sudah tidak ada waktu lagi untuknya bisa hidup bebas. Jelas jika dirinya tidak mungkin bisa bebas begitu saja, saat dia sudah terlibat dengan pria seperti Lin.

Sudahlah Ras, menyerah saja dengan semuanya dan ikuti hidupmu sampai akhir hidupmu tiba.

Laras masuk ke dalam mobil itu, membiarkan pria yang mengemudikan mobil ini membawanya kemana pun. Karena dia juga sudah tidak bisa melakukan apapun saat ini.

"Maaf, nama kamu siapa ya? Aku harus memanggilmu apa?" tanya Laras, sebenarnya dia hanya mencoba untuk mencari bahan pembicaraan di dalam mobil ini, karena terasa sepi dan membuatnya semakin kepikiran atas apa yang terjadi padanya saat ini.

"Panggil saja Dimas"

Laras mengagguk, dia memalingkan wajahnya dan menatap keluar jendela. Pemandangan luar yang sudah satu bulan lebih dia tidak melihatnya. Namun, sama sekali tidak ada yang menarik baginya, karena dia bisa berada disini, bukan untuk menjalani hidup yang lebih baik. Tapi, hanya untuk menebus kesalahan yang sebenarnya tidak dia lakukan.

Mobil berhenti di sebuah halaman rumah mewah di kawasan perumahan elite. Laras menatap sekelilingnya, halaman yang begitu luas dengan rumahnya yang juga mewah dan besar. Dia tahu sekarang, kenapa semua orang begitu tunduk pada pengacara Lin. Mungkin selain dia adalah seorang pengacara handal, tapi dia juga seorang yang terpandang dengan semua kekayaannya.

Pintu mobil dibuka oleh Dimas. "Silahkan Nona, Tuan Lin sudah menunggu anda di dalam"

Laras mengangguk saja, meski dia sangat ingin berlari saat ini jika dia bisa melakukannya. Namun, apa yang bisa dia lakukan saat dirinya sudah terjebak dengan seorang pria seperti Lin. Laras mencoba tersenyum pada Dimas dan mengucapkan terima kasih padanya.

Saat Laras naik ke atas tangga, dan berdiri di depan pintu utama rumah ini. Laras sempat berpikir untuk melarikan diri saja saat ini. Namun, dia sadar jika melakukan hal itu akan menjadi hal yang sia-sia baginya. Pintu tiba-tiba terbuka, sebelum Laras mengetuk atau menekan bel. Seorang wanita dengan seragam pelayan berdiri di depannya saat ini.

"Nona Laras ya?"

Lagi, Laras hanya mengangguk ketika semua orang yang dia temui hari ini selalu bertanya seperti itu.

"Mari ikut saya, Tuan Muda sudah menunggu anda"

Laras hanya menganguk dan mengikuti wanita itu. Dia membawanya ke sebuah ruangan, yang kini Laras tahu jika ini adalah sebuah ruang kerja. Laras melihat punggung lebar dan tegap seorang pria yang duduk di kursi meja kerja, namun dengan  posisi membelakanginya. Meski baru dua kali bertemu dengan Lin, Laras bisa tahu jika itu adalah dia.

"Tuan Muda, Nona Laras sudah datang. Saya permisi dulu"

Setelah pelayan itu keluar, Laras hanya berdiri diam di tempatnya tanpa berani mengatakan apapun. Laras hanya diam dan tidak berani melakukan apapun saat ini. Sampai Lin memutar kursinya dan langsung menatap Laras dengan tajam.

"Selamat datang di rumahku, Nona Muda Lin"

Suara itu benar-benar terdengar begitu menakutkan, hingga membuat Laras merasa merinding dibuatnya. Apalagi ketika dia menatap senyuman tajam dari bibir Lin. Membuatnya hanya bisa menunduk saja sekarang.

Lin berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah Laras, berdiri di depannya dengan tatapan yang dingin. Laras semakin menundukan wajahnya, merasa takut dengan berdirinya Lin di depannya saat ini. Namun tangan pria itu meraih dagunya, sampai membuat tubuh Laras bergetar ketakutan. Lin mencengkram dagu Laras dengan kencang, lalu dia mengangkat wajahnya agar menatapnya.

"Selamat datang di rumahmu yang baru. Kau akan menjadi Nona Muda di rumah ini. Apa kau tidak senang? Kenapa wajahmu menunjukan jika kau tidak senang?" ucap Lin dengan senyuman tajamnya.

Air mata Laras sudah menggenang di pelupuk matanya. Menatap Lin dengan tatapan penuh memohon, namun jangan pernah berharap Lin akan melepaskannya begitu saja.

"Apa yang kamu inginkan dariku?" tanya Laras dengan suara bergetar, meski sebenarnya dia sudah tahu apa yang sebenarnya Lin inginkan darinya.

Lin tertawa dengan begitu mengerikan, lalu kembali menatap Laras. Kali ini tangannya turun dari dagu ke leher gadis itu, mengelusnya lembut sebelum elusan itu berubah menjadi cengkraman kuat di leher gadis itu. Hanya butuh satu tangan untuk Lin mencengkram leher Laras.

"Beraninya kau masih bertanya apa yang aku inginkan darimu. Tentu aku hanya ingin penderitaanmu, sebelum aku menginginkan nyawamu!" tekan Lin.

Wajah Laras sudah merah padam, dia mulai sesak dengan cengkraman kuat tangan Lin di lehernya. Laras memegang tangan Lin itu dan mencoba untuk melepaskannya, namun cengkraman tangan itu terlalu kuat.

Lin hanya tersenyum melihat Laras yang hampir kehabisan nafas itu. Setelah di rasa cukup, dia segera melepaskan tangannya dari leher Laras. Gadis itu langsung jatuh lunglai ke atas lantai dengan terbatuk-batuk sambil memegang lehernya yang terasa sakit.

Lin membungkukkan tubuhnya, meraih dagu Laras dan mendongakan wajahnya agar menatapnya. Lin menatap Laras dengan senyuman jahatnya itu.

"Ini adalah sambutan hangat untuk calon istriku!" 

Lin langsung menghempaskan dagu Laras dan dia segera keluar dari ruangan itu. Sementara Laras hanya diam dengan air mata yang mengalir deras di pipinya. Tangannya masih memegang lehernya yang terasa sakit. Sekarang dia sudah tahu, kehidupan seperti apa yang akan dia jalani setelah ini.

Pintu kembali terbuka, pelayan wanita tadi yang masuk dan menghampiri Laras. "Nona, mari saya bantu anda ke kamar anda"

Laras hanya menurut saja tanpa mengatakan apapun, rasanya tenggorokannya begitu sakit hingga sulit untuk berkata-kata sekarang. Dia di antar ke sebuah kamar yang cukup luas dan nyaman. Namun sayang, Laras sama sekali tidak merasakan kenyamanan itu saat ini.

"Minumlah Nona, nanti saya ambilkan obat pereda nyeri untuk Nona"

Laras tersenyum tipis pada pelayan wanita itu, dia mengambil segelas air yang di berikannya. Meminum air di dalamnya, dengan sedikit susah payah karena tenggorokannya yang benar-benar sakit. 

Setelah sedikit meminum air, Laras merasa lebih baik. Meski rasa sakit di lehernya masih begitu terasa. "Siapa namamu? Aku harus memanggilmu apa?"

"Reni, panggil saja saya Reni"

Laras mengangguk mengerti, dia menyimpan gelas di atas nakas samping tempat tidur yang dia duduki saat ini. "Sepertinya kau lebih tua dariku, jadi aku panggil Mbak Reni saja ya"

Reni hanya mengangguk saja, sebenarnya dia merasa tidak tega dengan Laras yang harus masuk ke dalam rumah ini karena dendam dan kemarahan Pengacara Lin. Tapi dia hanya seorang pelayan di rumah ini, Reni tidak bisa melakukan apapun.

"Semoga suatu hari semuanya akan membaik ya, Nona" ucap Reni sambil menepuk bahu Laras, seolah memberikan kekuatan pada Laras untuk menghadapi kehidupan barunya saat ini.

Bersambung

Akan Membuatmu Menderita

Malam pun tiba, hanya ada kesunyian di dalam kamar yang Laras tempati saat ini. Laras hanya duduk diam disana, tanpa berniat keluar dari dalam kamar ini. Laras sangat takut jika harus bertemu lagi dengan Lin. Pria dingin yang terlihat seperti monster yang siap menyiksa Laras.

Laras duduk di sofa dekat jendela, hujan deras sedang melanda kota saat ini. Seiring dengan tatapan kosong dari kedua mata Laras yang sudah sembab karena terlalu banyak menangis. Hingga akhirnya sekarang air matanya seolah sudah mengering dan tidak ingin keluar lagi. Dan sekarang yang tersisa hanyalah tatapan kosong tanpa harapan apapun.

Suara pintu kamar yang terbuka, bahkan Laras abaikan begitu saja. Sampai suara Reni yang terdengar, barulah membuat Laras menoleh.

"Nona, mari makan malam dulu. Tuan Muda sudah menunggu anda disana"

Laras menghela nafas pelan, rasanya tidak ada selera untuk makan apapun. Tapi jika dia menolak pun, hanya akan menjadi sebuah masalah besar. Jadi, Laras hanya mengangguk dan akhirnya mengikuti Reni keluar dari kamar. Berjalan menuju ruang makan. Disana sudah ada Lin yang sedang menunggunya.

Reni menarik kursi tepat di dekat Lin untuk Laras duduki. "Silahkan Nona"

Laras mengangguk dan segera duduk disana sambil mengucapkan terima kasih pada Reni yang melayaninya. Bahkan dia yang mengambilkan makanan untuknya dan Lin. Setelah tugasnya selesai, Reni segera berlalu dari sana. Hingga sekarang, hanya tertinggal Lin dan Laras disana. Laras hanya bisa menundukan kepalanya tanpa berniat berbicara apapun. Mencoba mengunyah makanan dan menelannya dengan susah payah. Apalagi tenggorokannya yang masih terasa sakit karena bekas cengkraman tangan Lin tadi.

"Makanlah dengan banyak, agar kau bisa bertahan saat aku menyiksamu!"

Tes,, akhirnya air mata itu menetes kembali. Ucapan Lin benar-benar menusuk ke relung hatinya, seolah Laras ini hanya seekor binatang yang hanya dia pelihara untuk di siksa dan di kurung. Bukan untuk di sayang dan di rawat.

"Besok pagi kita akan menikah, kau pasti sangat senang bisa menikah denganku. Karena banyak sekali wanita yang ingin bersanding denganku. Anggap saja aku memberikan keberuntungan padamu!"

Lin bangun dari duduknya setelah selesai makan, dia menghampiri Laras dan menepuk bahunya. Lalu dia menjambak rambut Laras, hingga kepala Laras tertarik dan wajahnya sampai mendongak. Laras melirik wajah Lin dengan matanya yang berair.

"Jangan pernah berpikir untuk kabur! Karena kau tidak akan pernah lepas dariku, apapun yang terjadi!" tekan Lin.

Setelah Lin menghempaskan tangannya dari rambut Laras, dia langsung berlalu pergi begitu saja. Sementara Laras hanya diam dengan air mata yang terus mengalir. Bahkan air matanya menetes mengenai makanan di depannya.

Tidak ada yang bisa Laras lakukan saat ini, dia hanya bisa mengikuti semua yang di inginkan oleh Lin. Karena tidak membantahnya saja, dia sudah berlaku begitu kasar padanya. Apalagi jika Laras membantahnya. Sekarang sudah tidak ada yang perlu Laras pertahankan dan perjuangkan, jelas jika Ayahnya saja sudah tidak peduli lagi padanya. Bahkan pacarnya saja tidak pernah ada kabar hingga sekarang. Jadi, tidak ada lagi yang peduli pada Laras saat ini. Dan dia juga tidak mungkin bisa terlepas dari Lin.

"Terima saja Ras, nyatanya kamu sudah terpenjara dendam Pengacara Lin"

Isak tangisnya yang tidak bisa berhenti, Laras pun kembali ke kamarnya tanpa menghabiskan makanannya.

*

Laras duduk terdiam di atas tempat tidur, menatap sebuah gelang yang terpasang di lengannya. Gelang berwarna coklat itu, adalah pemberian Ibunya. Kenangan yang tersimpan sampai saat ini, sebelum Ibunya meninggal di usia Laras masih terlalu kecil untuk di tinggalkan seorang Ibu.

"Bu, besok Laras akan menikah. Meski sebenarnya Laras tidak mencintai pria yang akan menikahi Laras, dan dia pun juga tidak mencintaiku. Do'akan saja yang terbaik untuk Laras ya Bu"

Sekarang Laras sudah tidak punya harapan apapun lagi. Selain dirinya yang hanya bisa pasrah saja pada takdir yang tertuliskan untuknya.

Laras tidak benar-benar bisa tidur sekarang, rasa sakit di tenggorokannya pun belum hilang. Bahkan bekas tangan Lin terlihat membiru di sekitar lehernya, saking kencangnya dia mencengkram leher Laras. Ketika pagi ini dia bangun dan sudah ada dua orang wanita yang akan meriasnya untuk acara pernikahan.

Kedua wanita itu, langsung terdiam saat melihat bekas membiru di leher Laras, mereka tidak berani bertanya atau apapun, karena mereka di minta bekerja disini dengan bayaran yang mahal hanya untuk setengah hari saja. Namun, syaratnya tidak ada yang bisa mereka tanyakan dan tidak ada yang boleh menceritakan apa yang mereka lihat selama disini.

"Kulit Nona sangat mulus sekali, jadi lebih mudah meriasnya. Nona sudah cantik alami"

Laras hanya tersenyum tipis mendengar pujian itu. Sama sekali tidak ada binar kebahagiaan di wajahnya. Tidak seperti calon pengantin wanita pada umumnya yang akan selalu bahagia saat hari pernikahan sudah tiba. Nyatanya Laras benar-benar tidak memancarkan binar bahagia saat ini.

"Sudah selesai Nona, sekarang ayo kita keluar"

Hanya dengan riasan sederhana dan gaun sederhana juga. Pernikahan ini hanya akan dilaksanakan dengan tertutup saja. Bukan seperti pernikahan biasanya, setelah mereka resmi menikah, maka di sinilah hidup baru Laras dimulai.

Laras hanya memejamkan matanya saat ikrar pernikahan telah di ucapkan oleh Lin. Air mata menetes begitu saja. Mulai detik ini, Laras sudah terperangkap dengan pengacara Lin. Kehancuran hidupnya baru saja akan dimulai.

Setelah acara pernikahan yang teramat sangat sederhana ini, semuanya langsung pergi. Penata rias dan yang lainnya. Sekarang hanya tinggal Laras dan Lin di ruang tengah rumah ini. Lin yang sudah tampan dengan balutan jas di tubuh tegapnya, berjalan menghampiri Laras. Meriah dagunya dan menatap mata wanita itu yang basah oleh air mata.

"Bagaimana? Apa kau senang sudah menikah denganku? Apa kau menangis penuh haru sekarang? Haha"

Suara tawa Lin yang begitu mengerikan sekarang. Rasanya terlalu sakit bagi Laras mendengar suara tawa pria yang telah menikahinya itu.

"Apa kau akan membunuhku setelah menikahiku?" ucap Laras dengan terisak.

Lin tersenyum mengerikan, dia mendekatkan wajahnya ke telinga Laras. Berbisik disana. "Tidak semudah itu,  aku akan membuatmu menderita, hingga kau sendiri yang memilih mengakhiri hidupmu"

Bruk.. Dengan satu dorongan keras, Laras jatuh ke atas lantai. Lin hanya tersenyum melihat itu. "Selamat datang di pernikahan kita yang akan begitu menyenangkan, pembunuh!"

Lin langsung berlalu begitu saja, setelah berkata seperti itu. Sementara Laras hanya beringsut bangun dengan mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Dia memeluk lututnya sendiri, menatap sekelilingnya. Ruangan luas dan terasa kosong ini, membuat Laras semakin merasa sendirian. Dia menatap jari tangannya yang baru saja di pasangkan cincin oleh Lin beberapa waktu lalu. Cincin pernikahan yang sama sekali tidak dia harapkan.

"Pada akhirnya aku tidak bisa menikahi pria yang aku cintai"

Bukan kekasihnya, tapi teman masa kecilnya yang entah pergi kemana. Dan sampai sekarang Laras selalu berharap bisa bertemu dengannya. Meski dia sudah mempunyai kekasih, tapi dia terus berharap bisa bertemu dengan teman masa kecilnya itu. Namun sekarang, dia harus mulai melupakan semua impiannya itu.

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!