Mora Laisara hidup dikeluarga yang bahagia bersama dengan ibu dan ayahnya. Sebelum kecelakaan itu terjadi Ibunya yang bernama Sara Milasari sedang pergi untuk menjemput Mora di taman kanak-kanak, yang tidak jauh dari perkomplekan rumah dia tinggal. Sara saat itu tidak tahu, kalau hari itu adalah hari terakhir dia untuk melihat putrinya Mora. Sebelum dia berangkat kendaraan sudah dicek oleh sopir, kalau tidak ada masalah yang akan terjadi.
Tapi tepat di tengah perjalanan dimana Sara merasa kalau dirinya tidak enak. Dia melihat ke belakang tampak ada mobil yang mengikutinya. Sara melaju mobilnya hingga tepat di belokan yang tajam dia lepas kendali dan menabrak pembatas pagar jalan. Awalnya mobil tidak langsung masuk ke dalam jurang karena ada pembatas jalan. Sara yang penuh luka dikepalanya sadar karena ada batal pelindung di mobilnya. Sara hendak keluar dari mobil tampak seorang berbaju hitam datang dan menodongkan pistol ke arah Sara.
“Duaar,”suara tembakan mengarah ke kepala Sara. Setelah Sara tewas ada truk yang menabrak mobilnya dari belakang membuat dia tewas, wajah yang tidak dikenali.
“Kenapa mama lama sekali menjemputku,”ucap Mora yang menuggu di depan taman kanak-kanak bersama dengan gurunya.
“Mora kita tunggu didalam saja bagaimana?,”ucap gurunya. Mora mengikuti gurunya masuk hingga datang Satya Bramwijaya dengan wajah sedihnya. Mora mendengar suara namanya di panggil dia menoleh ke belakang, wajah Mora tersenyum karena ayahnya menjemputnya. Dia langsung berlari ke arah ayahnya dan memeluknya.
“Kenapa ayah yang jemput, bukan mama,”ucap Mora dengan suara lembutnya. Bram tidak bisa berkata hanya bisa memeluk Mora putri satunya. Mora dan Bram pergi ke rumah sakit, dimana semua terlihat suram termasuk ayahnya. Mora yang tidak tahu apa yang terjadi mencari ibunya. Tapi dia tidak melihatnya hanya kain didepan yang menutupinya.
“Ayah dimana ibu,”ucap Mora. Setelah berkata itu tiba-tiba tangan Sara yang satunya terayun di kasur dorongnya. Tampak gelang pemberikan Mora di tangan yang gelap dan penuh luka. Mora yang melihatnya teringat kalau ibunya selalu memakai gelang yang dia buat itu. Tapi Mora yang tidak tahu kenapa tangan yang tergantung di kasur dorong itu memakai gelang yang sama dengan hadiah Mora kepada ibunya.
“Ibu,”ucap dengan suara kecil Mora. Bram yang melihat Mora langsung memeluknya dan menangis. Saat itu juga Mora sadar kalau ibunya sudah tiada didepan gelang itulah sebagai buktinya. Mora yang tidak percaya ingin melihat wajah ibunya. Tapi ayahnya melarang dan memberitahukan kepada Mora kalau ibunya tidak bisa dikenal karena dia mengalami kecelakan dan masuk tebing hingga mobil terbakar.
Mora menangis sejadinya setelah pemakaman selesai Mora yang tidak melihat ayahnya duduk di ruang tamu. Di mana wajah Mora yang sedih atas kehilangan ibu yang dia cintai. Tapi tidak disangka Mora yang duduk mencari ayahnya karena ingin dipeluk, pintu terbuka. Mora segera berlari untuk menyambut ayahnya.
Tapi ayahnya pulang bersama dengan dua orang yang Mora tidak kenal.”Ayah siapa mereka?,”ucap Mora yang polos.
“Sayang dia adalah ibu baru kamu Sari Indrayati dan adik kamu bernama Bela Mitasari,”ucap Bram dengan wajah tidak bersalah. Mora yang mendengarnya hanya diam saja apa lagi dirinya masih sedih atas kepergian ibunya.
“Ayah dia bukan ibuku dan adikku. Sebenarnya apa yang terjadi ayah?,”ucap Mora menghapus air mataya dimana hati kecil Mora merasa ayah sudah menyakiti hati ibu yang sudah pergi. Tapi bukan perkataan lembut yang dilontarkan Mora mendapatkan tamparan ke arah pipi kecil Mora sambil dia berkata,”Apa yang kamu katakan dia adalah ibu kamu mulai sekarang dan adik kamu jangan membantah. Ibu kamu itu sudah mati ayah tidak mau tinggal sendirian karena ibu kamu mati. Jadi hargai keputusan ayah kamu mulai sekarang. Jangan membuat keributan lagi sapa adik dan ibu baru kamu.”
Mora hanya menurut keinginan ayahnya dan memanggil ibu tirinya dengan wajah tidak terima dan adiknya. Tapi Mora yang tidak berdaya karena rasa sakit di wajahnya membuat dia masuk ke kamar. Bela yang dengan diam-diam mengikuti Mora dari belakang. Tepat pintu hendak tertutup Bela dengan keras mendorong pintu yang akan di tutup oleh Mora.”Wah kamar yang cantik aku mau tidur di sini,”ucap Bela.
“Bela kamu bisa keluar dari kamarku tidak, ini kamarku jadi jangan sembarangan masuk seperti itu,”ucap Mora yang tidak terima. Tapi kemudian Bela terjatuh dan menangis didepan Mora sampai Bram dan Sari mendengarnya.
“Bela apa yang terjadi dengan kamu,”ucap Sari memeluk Bela di lantai.
“Mora apa yang kamu lakukan kepada adik kamu. Jika kamu tidak suka dengan kami jangan seperti ini,”ucap Sara.
“Aku tidak melakukan apa-apa Bela jatuh sendiri tadi,”ucap Mora yang memberitahukan kebenarannya. Tapi Bram langsung menarik tangan Mora dengan erat membuat tangan kecil itu merasa sakit. Bram dengan kasar berkata,”Cepat minta maaf kepada adik kamu.”
“Tapi ayah aku tidak bersalah Bela yang masuk tiba-tiba dan jatuh sendiri aku saja tidak menyentuhnya sama sekali. Ayah percayalah kepadaku,”ucap Mora yang menahan rasa sakit dengan air mata yang hendak menetes. Tapi Bram tidak percaya dengan Mora hingga dia diseret masuk ke dalam loteng.
Pintu tertutup setelah Bram mendorong Mora hingga dia jatuh di lantai. Mora segera berdiri meminta ayahnya untuk membukakan pintunya tapi ayahnya tidak membukanya.”Mulai sekarang kamu akan tinggal di sini selamanya,”ucap Bram.
“Ayah aku tidak mau, tolong maafkan Mora,”ucap Mora dengan suara terisak-isak karena merasa takut di loteng yang gelap dan kotor. Bram segera turun dan melihat Bela yang masih ada dipelukan Sari.
“Bela putriku apa kamu tidak apa-apa,”ucap Bram dengan lembut. Bela hanya menggelengkan kepalanya kepada Bram.
“Mulai sekarang ini adalah kamar kamu jadi kamu jangan sedih ya,”ucap Bram memberikan kamar Mora kepada Bela tanpa izin dari putrinya sendiri.
“Iya ayah terima kasih,”ucap Bela memeluk Bram. Dimalam yang dingin setelah kematian Sara putrinya bernama Mora harus merasakan rasa pahit setelah kehangatan datang kepada dirinya. Suara tikus dan angin yang berhempus karena jendela yang sedikit terbuka. Mora menangis di dalam loteng hingga dalam pelayan memberikan makanan untuk Mora.
Tapi pelayan itu ketahuan oleh Bela dengan dia berterik dengan keras hingga semua orang datang.”Bela kenapa kamu berterik,”ucap Bram yang datang lebih dulu. Mora yang melihat ayahnya segera meminta maaf kepadanya. Tapi sikap ayahnya berubah dratis dengan dia mendorong Mora.
“Mora kamu ini anak nakal,”ucap Bram dengan wajah merasa tidak ingin menyentuhnya. Mora yang mendengarnya sangat sakit saat itu.
“Ayah pelayan itu memberikan Mora makanan dengan diam-diam,”ucap Bela sambil menunjuk. Bram menoleh ke arah pelayan itu dan segera dia memencat pelayan dengan tegas. Setelah pelayan itu di usir Bram berkata,”Mulai sekarang jangan beri makan atau membantu Mora. Karena mulai sekarang dia sama dengan kalian menjadi pelayan di rumah ini.” Mora yang mendengarnya hanya diam saja dia yang ingin bicara kepada ayahnya tapi dia urungkan karena Mora pasti akan di tampar lagi oleh Bram. Setelah itu bagaimana kehidupan Mora di rumah ayahnya dengan ibu tirinya?.
Setelah hari itu Mora bangun pagi membersihkan semua ruangan dan rumah di tempat dia tinggal. Di dalam hati Mora bertanya,”Kenapa ayah berubah ya.” Mora yang tidak tahu kenapa semua ini bisa terjadi, tapi yang dia tahu kalau semua ini adalah kesalahan Bela dan Ibu tirinya, Sari. Tapi Mora yang masih berumur 4 tahun yang membutuhkan kasih sayang.
Sudah diabaikan oleh ayahnya Bram di sela Mora menyelesaikan pekerjaannya. Pelayan dan bibi yang dulu pengasuhnya kadang membantu dengan diam-diam. Tapi saat ada Bram dan dua orang yang masuk tiba-tiba itu mereka bersembunyi. Bela yang keluar dari kamarnya yang baru dimana Mora dulu tinggal.”Kerja yang benar lihat ini masih kotor lantainya,”ucap Bela yang menginjak bekas lantai yang masih basah.
“Bela kamu kenapa lewat sini sudah jelas ada penanda kalau di situ masih basah. Kenapa kamu lewat situ, apa kamu mencoba mencari masalah denganku karena kamu disayang oleh ayah,”ucap Mora yang kesal.
Bela tidak membalas ucapan Mora malah dia pura-pura terjatuh karena saat itu Bram juga hendak melewatinya.”Aduh sakit, Mora kenapa kamu jahat kepadaku. Akukan tidak salah apa-apa kenapa kamu membuat aku jatuh,”ucap Bela dengan sikap sedihnya. Bram yang melihat Bela segera membantunya dan menggendongnya,”Putriku Bela apa kamu tidak apa-apa.”
“Ayah Mora membenciku dan dia ingin balas dendam karena kamarnya sudah aku ambil,”kata Bela yang memeluk Bram dengan wajah penuh air mata.
“Aku tidak melakukannya, dia sendiri yang jatuh bukan aku,”kata Mora yang membela. Bram yang merasa marah kepada Mora berkata,”Kamu itu anak yang tidak tahu terima kasih, sudah aku beri tempat tinggal masih saja mencelakai adik kamu. Apa perlu aku usir kamu ke desa tempat kakek kamu berada.”
“Tapi ayah, aku tidak melakukannya Bela kenapa kamu memfitnah aku,”ucap Mora dengan nada keras. Tapi ayahnya yang tidak percaya langsung mendorong Mora hingga kepalanya terbentuh tepian anak tangga.
Kepala Mora yang berdarah dan rasa sakit membuat Mora menahan rasa sakit itu.”Apa aku pergi saja ke desa tempat kakek berada dari pada aku disini selalu di perlakukan tidak baik,”ucap Mora yang hendak berdiri di bantu pelayan yang melihat.
“Nona anda tidak apa-apa,”ucap pelayan.
“Aku tidak apa-apa kok kak, aku baik saja,”ucap Mora yang menahan rasa sakit.Setelah itu Sari memanggil Mora untuk turun.”Iya ibu kenapa kamu memanggilku,”ucap Mora yang sedikit tertunduk.
“Siapkan makanan untuk kami bertiga. Itu hukuman kamu karena sudah membuat adik kamu terluka,”ucap Sari. Mora tanpa berkata pergi ke dapur dimana semua sudah disiapkan oleh bibi Ica dan pelayan yang lain. Mora hanya menyajikan dimeja makan setelah itu Mora yang hendak ingin duduk di meja makan. Di seret oleh ayahnya,”Untuk apa kamu duduk disini.”
“Aku juga ingin makan bersama ayah,”ucap Mora dengan polos.
“Mulai sekarang kamu tidak boleh makan di sini. Kamu makan bersama dengan pelayan yang lain,”ucap Bram dengan dingin.
“Tapi ayah...,”ucap Mora yang dihentikan bicaranya karena tarikan Bram menyeret dan mendorong Mora hingga dia terjatuh ke lantai.
Bibi Ica yang melihat segera membantu Mora dan memberikan obat untuk kepalanya yang terluka. Dimana Mora makan bersama dengan bibi Ica dan pelayan yang lain. Walaupun tidak mewah Mora sudah merasa senang dengan makanan yang dia makan.”Nona jika anda terus seperti ini sebaiknya anda tinggal dengan kakek anda saja di desa,”ucap bibi Ica.
“Itu juga yang aku ingin bibi, tapi apa ayah mau mengizinkan aku pergi ke desa tidak ya,”ucap Mora dengan wajah sedih dan murung. Setelah beberapa hari berlalu dimana kunjungan Taizan teman masa kecilnya. Tapi Sari yang memiliki rencana untuk tidak mempertemukan Taizan dengan Mora. Dimana Taizan diberitahukan kalau Mora tidak ingin bertemu dengan dia sehingga digantikan Bela yang bersikap lemah lembut dan polos untuk mendapatkan hatinya.
Sedangkan Mora yang di kurung di loteng hanya bisa melihat dari atas kalau Taizan datang berkunjung.”Kenapa ibu tiriku tidak mengizinkan aku untuk bertemu dengan Taizan,”batin Mora yang tidak terlalu berpikir negatif.
Setelah malam tiba Bram datang dengan sikap dinginnya.”Ayah,”ucap Mora yang terlihat senang.
“Apa kamu ingin kembali ke sekolah lagi Mora,”ucap Bram.
“Iya ayah aku ingin kembali sekolah lagi,”ucap Mora yang senang. Kalau hati ayahnya masih ada dirinya.
“Baiklah tapi ayah akan memindahkan sekolah kamu didesa tempat kakek kamu berada. Mulai besok kamu tidak harus tinggal di rumah ini lagi,”ucap Bram dengan dinginnya. Mora yang mendengarnya hanya bisa diam dan mencari tahu kenapa ayahnya berkata seperti itu,”Ayah tidak suka dengan Mora lagi ya?.”
“Iya aku tidak butuh anak cacat seperti kamu yang bisanya menghabiskan uangku saja. Kamu tinggal didesa dan bersekolah tapi ayah tidak akan membiayai kamu lagi,”ucap Bram.
“Ayah mengusirku ya setelah ibu mati ayah bisa semaunya begitu,”ucap Mora tiba-tiba. Bram mendengarnya langsung menampar Mora tanpa rasa bersalahnya.
“Kamu kira aku suka bermain rumah tangga dengan ibu kamu. Aku hanya ingin uang dan perusahan ibu kamu saja, yang aku cintai adalag Sari dan putriku Bela,”ucap Bram menutup pintunya dengan membantingnya dengan keras. Membuat Mora terkejut dimana dia tidak tahu kalau hubungan ayah dan ibunya yang dia anggap harmonis selama ini hanya akting belakang.
Mora yang tidak tahu sejak kapan semua ini berubah hanya bisa membuat dia menangis di loteng yang agak reduk dan sedikit gelap. Tapi itu sudah membuat Mora ingin menghancurkan ayahnya. Dimana hati Mora berkata,”Aku harus bisa bertahan sampai aku bisa membalas semuanya dan mencari kebenaran tentang hubungan ayah, ibu dan Sari itu.”
Mora yang telah bangkit dari rasa sedihnya mengemas semua barang yang ada saja di kamar itu. Karana saat pagi datang dia harus pergi ke tempat kakeknya yang dimana rumahnya tidak terlalu besar. Tapi disana cukup membuat Mora bisa mengembangkan bakat dia dengan diam-diam. Mora yang tertidur lelap dibangunkan oleh Sari dengan air dingin di pagi hari.
Mora yang terkejut karena siraman air dingin itu membuat tubuh kecil Mora menggigil.”Kamu sudah bangun cepat sana bersiap-siap sopir sudah menuggu kamu untuk mengantar kamu ke desa,”ucap Sari dengan wajah tidak sukanya. Mora yang masih menggil menuju kamar mandi menyalakan air hangat. Tapi air hangat sudah tidak ada di kamar itu membuat Mora harus mandi dengan air dingin. Mora selesa memakai baju yang sudah ada dimana baju itu hanya baju tahun lalu saja yang sudah sedikit kekecilan. Jaket yang di pakai oleh Mora juga hadiah dari mamanya tahun lalu tapi itu sudah membuat Mora hangat. Mora berpamitan dengan yang lain dimana Mora tidak melihat ayahnya. Mobil melaju meninggalkan rumah Bram dimana hati Mora sudah sakit hati oleh ayahnya. Di perjalanan yang dikira baik-baik saja ternyata tidak bagi Mora. Apa yang terjadi dengan Mora?.
Perjalanan menuju desa Mora bersama dengan pak sopir sudah melewati jalan turunan bukit. Tapi di tengah turunan terdapat masalah pada mobil yang dikendarai olehnya. Mobil itu tidak bisa berhenti saat hendak melewati belokan dan jalan yang menurun. Sopir yang sudah menginjak remnnya tapi tidak ada reaksi sama sekali, sehingga dia memutuskan untuk menabrak dinding jalan teping.
Mora terkejut hingga kepalanya terbentur bagian kursi depan. Sedangkan sopir yang kepalanya juga terbentur dan berdarah, tapi untungnya dia juga dilindungi oleh bantal pelindung yang menyebabkan lukanya tidak serius. Mora membuka pintunya kaca mobilnya, tapi sangat sulit karena terhalang oleh sesuatu.
Disisi lain pintu Mora juga hendak membuka tapi juga sama saja tidak bisa dibuka. Mora mencari akal untuk bisa keluar dari mobil itu apa lagi dia memiliki firasat yang tidak baik. Melihat ke arah kaca Mora mencari benda keras untuk bisa memecahkan kaca mobil. Setelah berulang kali Mora membenturkan kaca dengan benda keras yang dia lihat seperti palu.
Akhirnya kaca pecah, Mora melemparkan tas yang ada disampingnya dengan hati dia keluar dari kaca yang sudah dia beri kain disisi jendela kacanya. Percikan api terlihat olehnya, segera Mora membantu pak sopir yang tidak sadarkan dirinya keluar dari mobil. Tangan kecil dan mungil, dia pegang pintu dengan sekuat tenaga hingga pintu itu terbuka. Mora melepaskan sabuk pengamannya dan menarik pak sopir untuk keluar dari mobil.
Karena Mora melihat ada api yang akan datang setelah dia menyelamatkan pak sopir. Mora menarik pak sopir agar jauh dari mobil hingga tiba-tiba ledakan terjadi dan mobil terbakar. Mora melihat kobaran yang sangat besar itu depan matanya. Walaupun hatinya sangat takut tapi dia harus bisa selamat dari semua ancaman yang ada. Mora berbaring menuggu bantuan datang hingga malam tiba tidak ada yang datang. Angin malam yang dingin membuat tubuh Mora menggigil hingga pak sopir yang belum sadarkan dirinya dia berikan pakaian untuk menghangati tubuhnya.
“Aku berharap ada mobil yang datang malam ini,”guman Mora yang memeluk pak sopir agar tidak kedinginan. Setelah pukul sembilan malam ada mobil yang lewat. Mora yang hendak berdiri ingin meminta bantuan, tapi kaki Mora yang sudah kedinginan dan lemah. Membuat dia jatuh ke jalan sebelum dia berkata tolong kepada mobil yang lewat.
Mobil itu awalnya lewat dan tidak mendengarkan suara Mora. Tapi seteleh melihat ke samping ada mobil yang terbakar dia menghentikannya. Segera dia melihat apa ada orang yang selamat, hingga dia melihat satu bocah yang tergambar di jalan. Orang itu segera mendekat dan melihat bocah itu, dia sangat terkejut kalau bocah itu adalah cucunya.
“Mora cucuku,”ucap kakek. Mora membuka matanya dan melihat wajah kakeknya dia tersenyum dia juga menunjuk ke arah pak sopir yang terluka. Kakeknya membawa Mora ke dalam mobil dan mengangkat sopir itu ke dalam juga segera kakek bergegas menuju ke rumah sakit kecil di desanya.
Setelah sampai di rumah sakit sopir ditangani oleh dokter bersama dengan Mora. Kakek menuggu hasilnya hingga dokter datang kalau Mora hanya mendapatkan luka kecil saja dan tidak terlalu serius. Untuk sopir yang diselamatkan Mora dia mengalami luka dikepala dan memungkinkan akan sembuh selama dua bulan. Karena harus mendapatkan beberapa jahitan karena benturan kaca mobil.
Kakek melihat ke ruang Mora berdampingan dengan sopirnya.”Kenapa kamu bisa mengalami kecelakaan cucuku. Dimana ayah kamu kenapa dia tidak bersama kamu,”ucap kakeknya.
Pagi datang Mora membuka matanya melihat dia tidak ada dijalan yang dia lihat.”Ini apa di rumah sakit,”ucap Mora yang tidak melihat sekitarnya.
“Mora cucuku bagian mana yang sakit,”ucap kakek. Mora menoleh ke samping dan menangis melihatnya kakeknya. Di saat itu juga dia langsung memeluk kakeknya dimana dia bisa melepaskan rasa sakit dan sedihnya setelah kehilangan ibunya. Ayahnya yang juga menikah dengan wanita lain membawa putrinya Mora di larikan ke desa.
Setelah beberapa hari berlalu Mora tinggal di desa Bintarasari. Sementara Pak sopir yang juga masih dirawat dan berterima kasih kepada Mora. Karena sudah diselamatkan nyawanya, tapi pengobatan ditanggung oleh Bram sehingga semua sudah lunas tidak ada biaya lagi.
Di desa Mora merasa nyaman tinggal di desa setelah kakek tahu apa yang terjadi dengan cucunya.”Kenapa ayah kamu tega kepada kamu Mora,”ucap Kakek yang sangat menyesal sudah menikahkan putrinya kepada Bram.
“Kakek sekarang bagaimana dengan Mora,”ucap Mora yang sedikit tertunduk.
“Kamu jangan sedih, biar kakek yang membiayai kamu sampai kamu dewasa. Jika ayah kamu tidak mau merawat kamu biar kakek yang menjadi ayah kamu mulai sekarang,”ucap kakek. Mora merasa senang hingga beberapa hari berlalu. Mora yang terbiasa dengan kondisi di desa selalu diajarkan berbagai jenis hal yang membuat Mora tambah pengetahuan.
Mora juga tidak lupa belajar di sekolah biasa di desa Bintarasari. Dimana selama Mora tinggal di desa dia belajar berbagai hal dari dia bertani mencari uang dari hasil dia bertani. Ada kala Mora juga belajar bertani dengan kakeknya saat pulang sekolah saat tidak ada pekerjaan rumah.”Kenapa kamu datang ke sini?,”ucap kakek di sawah.
“Kakek aku ingin membantumu juga,”ucap Mora yang ikut bertani dengan warga yang lain. Tapi disaat bertani Mora juga belajar jenis tanah dan sayuran yang ditanam. Hari mulai sore dimana Mora dan kakek kembali ke rumah. Di usia 5 tahun ini Mora belajar memasak dengan kakeknya walaupun masih sederhana. Tapi Mora sudah senang kakek yang melihat hanya tersenyum hingga malam tiba.
Mora membaca buku matematika tingkat smp setelah mempelajari buku matematika tingkat sekolah dasar. Mora yang belajar diam-diam saat kakeknya telah tertidur pulas. Disela melihat bintang malam Mora menikmati suasana desa yang damai dan tenang. Tapi pagi datang Mora yang berangkat sekolah dengan teman yang baru. Melihat ada anak laki-laki yang selalu membuli mereka di serang oleh orang dewasa.
”Hai apa yang kamu lakukan kepada temanku, apa kakak ini tidak tahu malu sudah memalak anak SD. Dimana harga diri anak SMP yang ada di dalam diri kakak itu,”ucap Mora dengan santainya.
“Hai kamu bocah kamu tahu apa, apa kamu juga ingin dihajar,”ucap anak SMP. Mora mengambil salah satu batu kecil segera dia melempar ke kaki bocah SMP itu dengan diam-diam. Segera dia menarik teman yang selalu membulinya berlari untuk menghindari mereka.
Wajah Mora yang sedikit mengejek sebelum dia berlari kepada anak SMP yang membuli temannya.”Kenapa kamu menolong kami, kamikan selalu membuli kamu dan menjahili kamu disekolah,”ucap kawan satu SD.
“Untuk apa kamu berkata seperti itu kita bukan teman. Walaupun kamu selalu menjahili aku asalkan tidak keterlaluan itu sudah tidak masalah. Tapi kenapa kalian bisa bersama anak SMP tadi,”ucap Mora.
“Iya apa yang sudah kamu lakukan sampai mereka membuli kalian bertiga,”kata teman cewek yang juga ikut serta.
“Kami juga tidak tahu kenapa mereka membuli kami. Tapi mereka datang hanya meminta uang jajan kami saja,”ucap kawan laki-laki. Mora yang sudah tahu segera mencari tahu apa yang sedang terjadi hingga dia menemukan kalau uang itu mereka gunakan untuk membayar anak SMA. Tapi apa yang akan dilakukan oleh Mora setelah dia tahu kalau itu disebabkan oleh anak SMA?.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!