NovelToon NovelToon

Majikanku Suamiku

Episode 1

Malam yang sunyi, sepi, hanya suara jangkrik yang terdengar jelas, angin sepoi sepoi menembus dari sebuah pekarangan, malam ini adalah malam terakhir Nadia berada di desa ini.

Ya, seumur hidupnya baru kali ini ia akan meninggalkan desanya demi cita cita yang ingin di capai dari kecil.

"Ayah, kau meninggalkan kami disaat kami masih butuh perlinduganmu, Ayah semoga Allah selalu mengangkat derajatmu di sisi Nya,'' gumamnya.

Nadia mendapatkan bea siswa di kampus terkenal di kota J, dan berharap itulah jalan satu satunya untuk meraih kesuksesan.

" Nak, kenapa masih diluar, ini kan sudah malam, ayo masuk!" ucap sang Ibu yang baru saja keluar menghampirinya.

"Bu, besok aku kan pergi, Ibu jaga diri baik baik ya, Bu, maafin Nadia ya tidak bisa menemani ibu lagi." Ucapnya dengan mata berkaca kaca menahan air mata yang hampir luruh.

"Tidak apa apa, nak, Ibu akan selalu berdoa untuk kamu, semoga cepat tercapai cita citamu, kan Ibu di sini masih ada paman mu, kamu hati hati di sana, kamu di sana tidak ada sanak saudara, kamu jaga diri baik baik ya!"

Ceklek.....

Membuka pintu kamarnya dan langsung merebahkan tubuhnya masih memikirkan bagaimana keadaan nanti setelah dirinya pergi, apakah langsung bisa mendapat pekerjaan atau tidak, hidup di kota dengan pengalaman baru tidaklah mudah, pasti banyak rintangan yang harus di lalui, apa lagi ini pertama kali baginya.

Andai saja ayah masih hidup, aku tidak akan memikirkan soal biaya kuliahku seperti ini, dan Ibu pasti juga ada teman di saat aku pergi.

"Ah, pikirkan besok saja deh, yang penting aku masuk kuliah dulu, dan semoga nanti aku langsung dapat kerja sambil kuliah." bermonolog.

Itulah yang dari tadi di pikirkan, biaya kuliah, ya bea siswa hanya masukkan nya saja, tapi tidak menanggung semua nya.

Pagi pagi sekali Nadia bersiap siap untuk pergi ke kota J, tak banyak barang bawaan, hanya baju dan perlengkapan untuk kuliah.

"Jaga diri baik baik nduk, itu kota besar, banyak bahaya yang mengintai dan kamu jangan sering keluar malam." wanti sang paman.

"Iya paman, doakan Nadia ya, semoga apa yang Nadia inginkan cepat tercapai.

''Doa paman menyertaimu nduk, pergilah!"

Sedangkan sang Ibu tak banyak berkata, hanya suguhan tangis yang di berikan, Nadia pun kembali memeluk Bu Lela sebelum dirinya berangkat.

Nadia mempunyai teman di sana, namanya Lilis, setelah naik Bis beberapa saat, ia menlepon Lilis untuk menjemputnya.

Setelah perjalanan yang memakan waktu beberapa jam, akhirnya sampai juga, Nadia turun dari bus dan melihat keindahan kota J yang sangat ramai.

Wah, indahnya kota ini, seumur umur baru kali ini aku menikmati keindahan kota, batinnya.

Ada wajah cantik yang sudah menunggu di sana, siapa lagi kalau bukan Lilis sang sahabat.

"Liliiis...." panggilnya.

"Nadia."

Nadia menyeret kopernya menuju kosan, di mana tempat Lilis singgah semenjak di kota.

"Nadia ini kosan aku, kamu bisa tinggal disini juga."

"Kamu nggak apa apa Lis, kalau kita tidur satu kamar."

"Enggak Nad, aku malah seneng punya teman ngobrol."

"Terima kasih ya, Lis, kamu memang teman yang terbaik dari kampung."

''Ngomong ngomong gi mana keadaan disana?"

"Alhamdulillah Lis, semua baik baik saja."

Cukup nyaman untuk keduanya tinggal berjuang untuk mendapat sesuatu yang lebih baik lagi.

Keesokan harinya.

"Nad, sarapan dulu, aku sudah beliin nasi goreng, maaf ya, aku nggak sempat masak." Lilis.

"Iya nggak apa apa kok, masih untung aku dapat makan."

''Lis, bantu aku cari kerja ya, biar aku bisa membiayai kuliah ku, aku nggak mau kalau Ibu kesusahan gara gara aku."

"Iya, nanti aku bantu, lagian aku juga kerja kok, nanti aku tanya di tempatku siapa tau ada lowongan.

"Memangnya kamu kerja apaan?"

"Aku kerja di cafe, aku masuk pulang kuliah, jadi nggak mengganggu kuliah aku."

''Iya deh, aku mau."

Hari ini Nadia berangkat kuliah bareng Lilis,

Setelah sampai kampus, ia langsung berjalan menuju kantor untuk menyerahkan berkas bea siswa dari sekolahnya.

Pertama kali masuk, Nadia melihat seorang cowok yang di marahi Dosen.

Ini hari pertamaku, dan semoga aku bisa berhasil, Ibu doakan aku selalu, batin Nadia.

Setelah keluar dari kantor Nadia mencari ruangan yang di tunjukkan dosen nya, selang beberapa menit Ia pun menemukan ruangan itu, tak menunggu waktu Nadia langsung masuk ke dalam di temuinya wajah cantik yang terlihat dengan wajah datarnya.

"Maaf boleh kita kenalan, namaku Nadia, nama kamu siapa?''

"Putri.'' jawabnya singkat.

Huh dasar orang kaya, sombong banget. batinnya.

Nadia mengikuti semua materi yang di ajarkan, tak ada sesuatu yang penting baginya selain itu.

"Nad, apa kamu sudah selesai?''

"Sudah.'' jawabnya saat keluar dari ruangan.

"Ayo kita ke kantin!"

Nadia menggeleng.

"Sudah, biar aku yang bayar, kamu nggak usah khawatir.''

Karena Lilis memaksa Akhirnya Nadia pun mengikutinya.

Tak sengaja Nadia bertemu dengan seorang cowok yang sangat tampan sampai membuatnya kagum.

Ya Allah maha sempurna ciptaan-Mu, siapakah gerangan.

"Hoy, jangan lihatin aja, nanti kamu bisa di labrak sama ceweknya.'' Ucap Lilis tepat di telinga Nadia.

"Memang siapa dia?''

"Anak pemilik kampus ini, dan pacarnya bernama Putri.''

"Wah, jangan jangan Putri yang duduk disamping aku,

"Mungkin.'' jawab Lilis sambil mengunyah makanan yang baru saja sampai.

''Siang kak, sapa Lilis saat cowok itu melewati meja nya.

"Siang.'' jawabnya dengan muka datar tanpa menatap.

"Ya Allah Lis, kenapa di sini banyak orang sombong, tadi di kelasku juga ada, di sini juga ada, huh dasar orang kaya.''

"Bilang apa kamu tadi?" tiba tiba saja suara berat dari belakang mengejutkannya.

Haduh, mati aku, apa ucapanku tadi terlalu keras, kenapa dia bisa dengar.

"Sudah lah Zal, ngapain kamu ladenin, nggak penting, ayo kita pergi saja.'' Ajak temannya yang membuat Nadia bernafas lega.

"Lain kali jangan ngomongin dia, nanti kamu bisa berurusan juga sama ceweknya.''

"Maaf Lis aku nggak tau?''

"Ya sudah jangan ulangi lagi.''

"Siapa cewek itu, aku belum pernah lihat sebelumnya, apa dia anak baru?" Deni.

"Tau ah, ngapain urusin orang lain.''

Rizal Fikri Pratama, anak kedua orang yang paling tersohor di kota J.

Yang mempunyai banyak perusahaan dan kampus ternama.

Rizal memang memilih kuliah di Indonesia,

Tidak seperti sang kakak yang memilih kuliah di luar negeri.

Baginya kuliah dimana saja juga akan sama saja, toh nantinya juga nerusin perusahaan papanya.

Rizal memang anak yang penurut, Rizal selalu menuruti apa kata papanya, Tapi untuk urusan cewek Rizal nggak mau papanya ikut campur,

Itulah yang membuat papanya selalu marah sama Rizal.

Doni pratama, itulah orang yang paling tersohor di kota J

Bersambung!

Episode 2

Setelah jam kuliah selesai, Nadia kembali mencari Lilis yang belum nongol batang hidungnya, karena belum juga muncul, ia memilih pergi ke taman untuk menghilangkan kejenuhan.

Akhirnya kamu datang juga.

"Nad, kamu pulang sendiri ya, soalnya aku langsung ke cafe, kamu nggak apa apa kan?''

"Nggak apa apa Lis, lagian aku sudah hafal kok jalan pulang.'' Ucapnya yang di iringi dengan senyuman.

Ada angkot yang berhenti dan ternyata menuju cafe tempat Lilis bekerja.

"Aku duluan ya Nad.''

Da... da...

Angkot yang di naiki Lilis pun berlalu, kini tinggal Nadia sendiri yang nunggu.

Karena itu kampus yang sangat ternama, tak banyak yang naik kendaraan umum, kebanyakan mereka di jemput, pulang pergi naik mobil.

Lama sekali tak ada angkot yang lewat, lagi lagi Nadia merasa bosan, dan memilih berjalan.

Tak lama kemudian ada mobil sport mewah berhenti di belakangnya.

Nadia menoleh dan langsung membelalakkan matanya melihat siapa yang turun dari mobil tersebut.

Gawat gawat gawat.... siap siap kamu Nad.

Ingin rasanya berlari sekencang kencangnya untuk menghindari pria itu, tapi tak mungkin karena jarak mereka sudah terlalu dekat.

"Maaf kakak mau apa?'' ucapnya dengan bibir gemetar menahan takut.

"Kamu nggak tau siapa aku?''

"Tau, kakak anak pemilik kampus, aku minta maaf atas kelakuanku tadi kak, aku baru tau.'' Jawabnya semakin lugas.

Tak banyak yang mereka bicarakan, pria itu terus menatap wajah ayu Nadia yang terlihat masih ketakutan.

Setelah puas memandang, kini Rizal pun berlalu.

Selamat, rasanya jantungku mau copot, Ya Allah semoga aku nggak melakukan kesalahan lagi, benar kata paman, tak gampang hidup di sini.

Tak berselang lama, angkot berhenti di samping Nadia, tak mau membuang waktu, Nadia pun masuk, mungkin kosan adalah tempat yang aman baginya saat ini.

Setelah sampai Nadia langsung berinisiatif untuk memasak dan membersihkan kamar mereka, itung itung membalas jasa Lilis yang sudah baik padanya.

"Assalamualaikum.'' sapa Lilis saat pulang.

"Waalaikum salam.'' Sahut Nadia dari dalam.

''Wah, kamu masak Nad, memangnya kamu bisa?'' nada meremehkan.

''Lis, jangan remehin aku, ya bisalah, jadi selama aku belum dapat kerja, aku akan masak untuk kamu, jadi kita nggak usah beli makanan, kan lebih hemat.''

''Maaf ya Nad, di tempatku juga belum ada lowongan, tadi aku nanya sama pak manager, katanya belum bisa menerima satu orang pun, karena sudah penuh.''

"Nggak apa apa Lis, aku juga akan nyari kok, jadi pembantu juga nggak apa apa, yang penting aku bisa kuliah.

"Besok aku akan nanya sama teman aku, siapa tau mereka membutuhkan pembantu, mereka kan orang orang kaya.''

"Kamu nggak malu, Nad?''

"Untuk apa malu yang penting halal dan aku bisa kuliah itu saja Lis.

"Ya sudah kalau begitu, nanti aku nanya juga deh sama temanku.

"Ayo makan keburu dingin.''

Sebenarnya aku juga sedikit malu Lis menjadi pembantu, tapi demi kuliah aku akan lakukan apa saja, supaya cita citaku tercapai, dan aku juga nggak mau membebani ibuku Lis, karena beliau sudah tua. batinnya.

Di seberang sana,

Ada yang lagi pacaran, makan malam bersama di restoran mewah.

"Sayang kamu mau makan apa?'' Putri.

"Samakan sama kamu saja.''

Rizal dan Putri yang lagi makan malam romantis, mereka sudah pacaran lama, mereka saling berkenalan saat ada pertemuan kedua keluarganya, karena memang kedua orang tua mereka rekan bisnis.

Putri juga anak orang yang tersohor, Putri langsung menyukai Rizal saat pertama kali mereka bertemu.

Di kediaman Doni Pratama...

"Ma, apa Rizal belum pulang?'' pak Doni.

"Belum pa?'' memang ada apa lagi sih.

"Nggak, ma, papa cuma ingin tau saja.''

"Pa, besok Bik Sri mau pulang kampung katanya nggak balik lagi, kita harus secepatnya cari pengganti bik Sri.''

''Iya, nanti cari saja di tempat penyalur asisten rumah tangga, kan banyak.''

"Tapi pa, cari pembantu seperti bik Sri itu sangat sulit, dia itu sangat sabar dan bisa memasak kesukaan Rizal.'' Mama Widya mulai khawatir.

"Ya sudah papa akan ikut cari pengganti bik Sri secepatnya, mama tenang saja.''

Mama Widya sangat lega mendengar ucapan sang suami.

Di rumah mereka memang banyak pembantu, tapi untuk urusan masak memang mereka memilih bik Sri, karena dari semua pembantu hanya makanan dari bik Sri yang akan di makan oleh Rizal.

Ceklek.

Pintu utama terbuka.

"Ma, Pa Rizal pulang.''

"Baru pulang Zal?''

"Iya pa.''

"Kamu dari mana saja?'' tanya Pak Doni dengan penuh ke seriusan.

"Habis makan di luar sama Putri, tapi masih lapar soalnya makanannya nggak enak.''

''Ya sudah ma, pa, Aku ke kamar dulu ya.''

Rizal berlalu ke kamarnya yang ada di lantai dua, kamar yang sangat luas dan mewah, Rizal membersihkan diri kemudian merebahkan tubuhnya di ranjangnya yang sangat besar,

Rizal memejamkan matanya, dan beralih kedunia mimpinya dan lagi. melupakan perutnya yang meronta.

Keesokan harinya...

"Tuan, Nyonya, saya pamit dulu, maafkan saya, kalau saya selama ini banyak salah di rumah ini, Bik Sri pamit.

"Enggak bik, kami yang seharusnya minta maaf, kalau selama bibi bekerja disini,

kami pernah menyinggung atau memarahi bibi.'' Bu Widya.

"Kami sangat berterima kasih pada bibi karena selama ini sudah banyak membantu di rumah ini.'' pak Doni.

Bu Widya memberi gaji dan pesangon untuk bik Sri.

Mereka adalah keluarga yang sangat baik, meskipun mereka orang kaya, tapi mereka tidak sombong dan menghargai orang lain meskipun pembantu.

Rizal turun dari kamar untuk sarapan, karena bik Sri pulang sangat pagi, jadi tidak sempat memasak.

Rizal duduk di meja makan dan mengambil nasi serta lauk.

Mama Widya yang melihatnya, mengernyitkan dahinya saat Rizal memasukkan makanan ke mulutnya, dugaan mama Widya memang tak pernah salah, Rizal langsung berhenti setelah makan satu suap.

Itulah Rizal, dari kecil yang sangat susah makan, tapi semenjak bik Sri yang masak Rizal jadi selera, tapi kini kembali lagi, dengan sifatnya dulu.

Bik sri sudah ikut bu Widya sejak Rizal berumur 5 tahun, dan bik Sri di ambil dari jasa penyalur asisten rumah tangga, dan kini umur Rizal sudah 24 tahun, jadi bik Sri kurang lebih 19 tahun bekerja di rumah pak Doni.

" Ma, ini masakan siapa? kok rasanya beda sih,''

Mama Widya hanya tersenyum kecil.

"Itu masakan bik Narti sayang, sekarang bik Sri sudah pulang kampung, dan nggak balik lagi, jadi kamu harus belajar makan masakan orang lain, tapi kamu nggak usah khawatir nanti mama akan mencari pembantu yang jago masak seperti bik Sri.''

"Kamu Zal, balik lagi kekanak kanakannya.'' papa Doni.

Bersambung!

Sampai jumpa lagi....

Episode 3

Hari ini hari kedua bagi Nadia di kota J, meskipun baru dua hari ia sudah merasa nggak enak sama Lilis karena numpang tidur dan makan.

Pagi sekali ia sudah bangun setelah sholat shubuh, dan langsung memasak untuk keduanya, itung itung balas budi, sebelum Lilis bangun ia sudah mempersiapkan semuanya,

aku nggak bisa nunggu lama nih, pokoknya aku nanti harus datang ke jasa penyalur rumah tangga, aku nggak mau Lilis terbebani karena aku, batinnya.

" Lis, bangun sudah pagi, Nadia membangunkan Lilis.

"Nad, kamu pagi sekali bangunnya?

"Lis, nanti temani aku ke jasa penyalur rumah tangga ya? plisss...memohon.

"Nad, kamu nggak betah tinggal disini? apa kurang nyaman.

Nadia diam, berfikir sejenak.

"Bukan Lis, tempat ini sangat nyaman, cuma aku harus cepat cari uang untuk kebutuhanku, jadi aku harus cepat kerja aku nggak mau ngrepotin kamu terus.

"Ya udah nanti aku anterin.

Keduanya pergi pagi sekali ,karena mereka mampir ke jasa penyalur rumah tangga dulu, Sesampainya di sana, ia di tanya keahlian dan semua yang bersangkutan dengannya, dengan lukas dan jelas Nadia pun menjawab semua pertanyaan yang di ajukan.

Pucuk di tiba ulam pun tiba, Baru saja Nadia turun dari angkot, tapi ia sudah mendapat telepon dari tempat tersebut, katanya ada yang mencari pembantu yang seperti kriterianya, yaitu memasak, ia memang selalu di ajarkan ibu untuk memasak.

"Selamat ya, Nad,ayo kita masuk.

''Nad, kamu memang anak yang sangat baik, demi kuliah kamu rela kerja jadi pembantu untuk mengurangi beban ibumu, ucap Lilis.

Hari ini Nadia terlihat senang, karena akan mendapatkan pekerjaan meskipun hanya sebagai pembantu, ia akan membiayai hidupnya sendiri dan tidak menyusahkan sang Ibu.

Setelah masuk kelas , Nadia pun menatap wajah sombong Putri yang sudah duduk di twmpatnya.

Ya Allah, kok ada ya wanita se angkuh itu, melirik ke arah Putri.

Nadia pun duduk di tempatnya , mereka memang tak saling menyapa ,karena melihat wajah Putri yang tak bersahabat, jadi Nadia juga tak berani menyapanya.

Seperti biasa saat jam kuliah selesai ia langsung pulang, tapi kali ini Nadia langsung datang ke tempat yang tadi pagi ia datangi untuk menanyakan alamat yang nanti ia tempati .

Ibu yayasan memberi alamatnya, tanpa pikir panjang Nadia langsung ke sana dengan hati berbunga bunga , naik angkot adalah pilihannya menuju rumah majikannya.

Pak sopir berhenti di depan rumah yang sangat besar dan mewah hingga ia pun kagum saat menatapnya.

"Pak permisi... apa ini benar rumah Bapak Doni?

"Iya benar neng, ada urusan apa? jawabnya dengan ramah.

"Maaf pak, saya dari penyalur rumah tangga ,saya mau kerja di sini ,ucap Nadia dengan sopan sambil melirik kertas di tangannya .

"Sebentar ya neng saya panggil Nyonya dulu?

Nadia hanya mengangguk menunggu pak satpam memanggil majikannya ,sesekali ia mengibaskan tangannya karena cuaca sangat panas.

Wah, ini mah bukan rumah, ini istana ,bagus banget,siapa majikannya ya, apa bapak menteri, ah sudahlah yang penting aku kerja dan semoga majikanku nanti nggak galak. batinnya.

Pak satpam keluar dari istana dan menghampirinya lalu membukakan gerbang.

"Silahkan masuk neng, di tunggu nyonya di dalam .

Dengan pelan Nadia masuk, ia melihat wanita cantik duduk di sofa, dengan langkah penuh semangat Nadia menghampirinya

Wanita itu hanya tersenyum sambil menatap Nadia dari atas sampai bawah, entah apa yang ada dalam fikirannya, yang pastinya Nadia sedikit merasa takut.

"Duduk di sini saja jangan di bawah, ucap sang Nyonya saat Nadia tiba tiba ngeleset di atas karpet.

"Kamu masih muda sekali, berapa umur kamu?''.

"Sembilan belas Nyonya ,jawab Nadia singkat.

"Jangan panggil nyonya, panggil ibu saja!''titahnya.

"Kamu beneran mau kerja disini sebagai pembantu?'', tanya nya lagi.

Nadia mengangguk pelan.

"Kamu bisa masak kan?'', entah kenapa wanita itu seperti tak percaya dengan keahlian Nadia.

Nadia mengangguk lagi, makin menciut saja wajah Nadia ,karena baru kali ini di hadapkan dengan orang yang akan menjadi majikannya.

"Ya sudah, mulai besok kamu sudah bisa kerja, tapi kamu juga harus tinggal disini, dan tugasmu hanya memasak saja.

''Maaf Bu, apa boleh saya sambil kuliah? ,bernegosiasi.

"O... silahkan, yang penting disini tugas kamu memasak, dan pastikan masakan kamu itu selera anak saya.

Selera, memangnya seleranya apa, dan gimana sih orangnya sampai memasakan pun harus selera, kalau aku mah yang penting enak juga sudah aku makan, batinnya.

Setelah Nadia menerima penjelasan tugasnya, ia pun kembali untuk pulang.

Ceklek

"Aduuh... sakit ,keluhnya saat menabrak benda keras

Ini apa sih keras banget.

"Hati hati kalau jalan, nggak lihat apa ada orang. suara itu mengejutkan Nadia yang sedang menunduk dan mengelus jidatnya.

Hah, cowok ini apa dia anak yang di bilang ibu tadi, atau hanya sekedar tamu,

"Hai... kenapa bengong ?

"Maaf, aku mau lewat,tak menjawab Nadia bergegas untuk meninggalkan rumah mewah tersebut.

"Ma, tadi itu siapa? Ngapain dia datang kesini, mau apa dia?''pertanyaan beruntun dari Rizal untuk sang mama.

"Dia yang akan menggantikan bik Sri, dan mulai besok dia sudah kerja di sini.

Rizal mengernyitkan dahinya.

Cewek itu kan kuliah, ngapain dia kerja jadi pembantu, ah, sudahlah ngapain aku ngurusin dia , nggak penting juga .

Di kosan Lilis, Nadia menyibukkan diri untuk memasak ,sambil menunggu sang sahabat pulang.

Bagaimana jika kak Rizal itu majikanku ya, apa aku bisa menghadapi pria angkuh seperti dia.

"Lis, aku mulai besok sudah bisa kerja, jadi aku akan tinggal di tempat kerjaku, kamu nggak apa apa kan aku tinggal? ,sambutan pertanyaan untuk Lilis pertama kali.

"Enggak apa apa Nad, kan sebelum ada kamu aku juga sendiri, jadi aku sudah terbiasa ,Eh, bagaimana, apa kamu sudah lihat orangnya?'', tanya Lilis penasaran.

Nadia mengangguk.

"Sepertinya sih baik, tapi tau deh, kalau nanti aku sudah kerja.

Kalau bisa memilih Lis ,aku akan memilih kerja seperti kamu, tapi aku hanya bisa berencana , Allah berkehendak lain, aku harus menerima kenyataan ini meskipun pahit, aku harus berjuang dengan keadaan ini,demi cita citaku.

Ya Allah semoga ini memang jalan yang terbaik untukku, doa dalam hati.

Kehidupan memang tak selalu mulus, tapi apa salahnya jika terus berjuang, itulah pedoman Nadia saat ini.

Semangat Nadia kamu adalah perempuan yang kuat, yang tidak akan tergoyah oleh apapun, menyemangati diri sendiri,

Karena lelah seharian menguras tenaga dan otak, kini Nadia merebahkan tubuhnya, mungkin dengan cara itu bisa menjernihkan otaknya kembali, dan bergelut dengan suasana baru yang lebih keras untuk menyambung hidup.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!