Namaku Ayana Danisha . Aku wanita dewasa berusia dua puluh lima tahun. Aku merupakan seorang istri dari pria yang bernama Alexander Ghazali Abbas, seorang CEO dari perusahaan properti terkenal di ibu kota yaitu AGA grup. Sebelum menikah dengan Alex, aku tinggal bersama dengan tante Mira yang merupakan adik dari ayahku selama tujuh tahun terhitung sejak ayahku meninggal saat aku masih remaja sementara ibuku meninggal saat aku masih di taman kanak- kanak karena sakit.
Hidup bersama dengan tante Mira tidaklah mudah, aku di tuntut untuk dewasa dan mandiri sejak dini serta harus bisa mengurus hidupku sendiri karena tante Mira tidak mau membiayai hidupku dan juga tidak mau terbebani dengan kehadiranku. Tante Mira beralasan jika kebutuhan keluarganya sudah sangat banyak terlebih beliau hidup bersama putra putrinya dan tanpa seorang suami.
"Kamu boleh tinggal di rumahku tapi aku tidak mau membiayai hidupmu. Kamu harus bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhanmu karena aku tidak punya uang lebih untuk membiayai hidupmu" Ucap tante Mira.
Sejak saat itulah kedewasaanku di mulai, hampir seluruh masa remaja aku habiskan untuk bekerja demi bertahan hidup hingga aku terbiasa mencari penghasilan sendiri untuk memenuhi kebutuhanku dan biaya sekolahku. Hampir semua jenis pekerjaan sudah pernah aku jalani dan kebanyakan merupakan pekerjaan kasar seperti cleaning services, waitress, kurir pengantar barang, pekerja rumah tangga, buruh pabrik dan sales. Berkat kegigihanku dalam mencari uang, aku berhasil melanjutkan pendidikan hingga ke bangku kuliah meski bukan di universitas terkenal.
Setelah menyelesaikan kuliah, aku mencoba melamar pekerjaan ke berbagai tempat namun sayangnya aku tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikanku. Tapi aku tidak pantang menyerah dan terus mencoba hingga akhirnya aku mendapatkan pekerjaan di perusahaan elektronik sebagai sales. Meski bukan pekerjaan yang hebat tapi aku patut bersyukur karena aku masih bisa menghasilkan uang walau bukan dalam jumlah yang besar.
Satu bulan setelah mendapatkan pekerjaan aku memutuskan untuk pindah dari rumah tante Mira dan memilih untuk mengontrak rumah. Keputusan itu aku ambil karena aku sudah tidak tahan lagi tinggal bersama tante Mira dan anak- anaknya, selama ini mereka selalu memerasku dengan mengambil setengah dari gajiku bahkan tabunganku pun ludes di tangan mereka. Namun niatku untuk pergi di tentang oleh tante Mira dan anak- anaknya, mereka takut tidak bisa lagi memerasku jika aku pergi dari rumah itu.
"Kamu sudah menumpang hidup di rumah kami jadi sudah seharusnya kamu membayar biaya sewa selama kamu tinggal di rumah ini" Ucap Eva, putri tante Mira.
"Kamu pikir lampu di rumah ini bisa menyala sendiri tanpa listrik dan air di rumah ini adalah air yang turun dari langit? Kamu harus sadar jika kamu sudah memakai semua fasilitas di rumah ini secara gratis jadi sudah seharusnya kamu membayar semua itu" Sambung Egi, putra tante Mira.
Alhasil aku terpaksa mengikuti keinginan mereka untuk terus tinggal disana hingga batas waktu yang tidak dapat di pastikan. Mungkin aku memang benalu yang numpang hidup di rumah tanteku namun mereka lebih parah, mereka seperti parasit yang terus menggerogoti hidupku hingga membuatku sulit untuk melepaskan diri.
Waktu terus berjalan dan aku semakin tidak tahan untuk tetap tinggal bersama tanteku, perlakuan mereka semakin lama semakin menjadi hingga membuatku muak. Disaat aku sudah putus asa, ternyata Tuhan menjawab semua do'a- do'a ku dengan mengirimkan seorang pria untuk hadir dalam hidupku. Dia bagaikan angin segar yang datang memberikan kesejukkan di kala cuaca panas membara.
"Menikahlah denganku dan aku akan membawamu pergi dari neraka itu" Ucap Alex padaku.
Tentu saja aku tidak perlu berpikir terlalu lama untuk menjawab ajakan menikah dari pria itu karena akhirnya aku memiliki alasan untuk bisa pergi dan terlepas dari keluarga tante Mira. Meskipun aku belum terlalu lama mengenal Alex, tapi aku yakin jika pria itu adalah pria yang baik, jika tidak, tidak mungkin dia mau memenuhi syarat dari tante Mira untuk memberikan mahar dalam jumlah yang cukup besar sesuai dengan permintaannya.
Singkat cerita aku pun menikah dengan Alex dan kami memutuskan untuk tinggal terpisah dari keluarga tanteku dan juga keluarganya guna menjaga privasi dalam rumah tangga kami. Layaknya rumah tangga pada umumnya, kehidupan pernikahan kami berjalan dengan sangat bahagia bahkan Alex memperlakukan ku dengan sangat baik melebihi dari apa yang aku bayangkan. Padahal kami hanya lah dua orang asing yang baru beberapa kali bertemu dan langsung menikah namun chemistri kami terjalin dengan sangat baik.
Aku merasa sangat beruntung karena mempunyai suami seperti Alex, tidak hanya memiliki wajah yang tampan namun dia juga pria yang santun dan juga karismatik meski sikapnya terkesan dingin dan misterius. Tapi setidaknya hidupku saat ini terasa lebih indah dari pada sebelumnya dan aku sangat mensyukuri hal itu. Alex memberikan nafkah lahir dan bathin sesuai dengan kewajibannya sebagai seorang suami dan begitu pun dengan aku, aku juga memenuhi seluruh kewajibanku sebagai seorang istri.
Namun prahara itu mulai muncul di tahun ketiga usia pernikahan kami di saat ibu mertuaku terus menerus menuntut cucu dariku sementara Alex sendiri masih enggan untuk memiliki anak dalam waktu dekat. Entah apa alasannya, aku pun tidak tahu pasti namun yang jelas Alex memintaku untuk menggunakan KB sejak awal pernikahan kami dengan dalih jika ia ingin menikmati waktu kebersamaan kami berdua tanpa ada gangguan. Setiap kali aku mengungkit masalah anak, Alex langsung marah dan murka padaku, dia berubah menjadi orang yang berbeda setiap kali kami bertengkar.
"Cukup diam dan nikmati saja hidupmu. Jangan banyak bertanya tentang hal- hal yang tidak penting seperti ini. Untuk saat ini aku hanya menginginkanmu dan aku tidak ingin memiliki anak dalam waktu dekat. Jadi, hentikan omong kosong ini dan aku tidak mau membicarakan masalah ini lagi" Tegas Alex.
Aku tercengang mendengar ucapannya namun aku tidak ingin membantah, aku berusaha untuk bersabar dan menunggu saat yang tepat untuk kembali berbicara dengannya. Namun ternyata harapanku hanyalah sebuah harapan semu karena pada akhirnya aku harus mengakui jika aku kalah dan harus menyerah. Puncak dari semua masalah itu muncul setelah aku mulai menyadari ada yang tidak beres dengan pernikahan kami, hingga membuatku meragukan perasaan Alex padaku dan aku juga merasa jika dia hanya menginginkan ragaku namun tidak membutuhkan cintaku. Beberapa pertanyaan pun mulai muncul di pikiranku
Benarkah Alex mencintaiku?
Tuluskah dia menikahiku?
Mengapa dia tidak ingin memiliki anak denganku?
Haruskah perpisahan menjadi jalan terakhir yang akan Ayana pilih?
Lantas, dapatkah Alex menyadari cinta tulus yang Ayana berikan untuknya?
Apakah ia akan sadar akan ARTI CINTA yang sesungguhnya setelah kepergian sang istri?
Penasaran!!!!
Lanjut di next eps ya,,,
♡♥︎♥︎♥︎♡
Hai gaes
Bertemu lagi dengan Author Chayahuda.
Sebelumnya Author mengucapkan terima kasih banyak atas kesetian kalian yang terus memberikan support untuk Author Chayahuda hingga mampu menyelesaikan novel sebelumnya dan kembali membuat karya berikutnya.
Kali ini Author hadir dengan karya terbaru Chayahuda yang berjudul
"SANG MANTAN ~ Arti Cinta".
Novel ini bukan lanjutan dari novel Sang Mantan sebelumnya ya gaes, tapi merupakan novel terbaru namun dengan makna cerita yang hampir sama tapi percayalah jika keduanya memiliki alur cerita yang sangat berbeda.
Kali ini imajinasi Author jauh lebih liar dari novel sebelumnya tapi tetap dalam konteks wajar ya, karena Author lelah setiap kali mendapatkan teguran dari editor noveltoon. Hehehehe
(padahal tulisan author masih wajar- wajar aja kan ya). Namun halangan itu tidak akan menjadi penghalang author untuk terus berkarya dan menyelesaikan novel ini.
Jika berkenan, sampaikan saran dan kritik teman- teman untuk novel ini di kolom komentar ya agar author bisa menulis karya yang bagus dan sesuai dengan selera kalian.
Akhir kata, selamat menikmati karya terbaru Chayahuda dan semoga kalian semua suka.
Love you guys
Thank's for our love
Happy Reading
♡♡♡♡♡♡♥︎♥︎♥︎♥︎♥︎♡♡♡♡♡♡♥︎♥︎♥︎♥︎♥︎
Suatu siang, di kantor AGA grup
"Uhm,,,,!"
"Ah,,,,!"
"Ouh,,,,!"
"Aku hampir sampai Ay. Uhm,,,!" Des ah Alex dengan pin ggul yang terus di hentak kuat.
"Ah, Al,,,!" Ranc auan Ayana kian menggila di saat gelombang itu hampir tercapai.
"Ay,,, ah,,, ah,,,ahhh,,,,,!"
Alex jatuh diatas tubuh sang istri usai mencapai puncak pelep asan. Seperti biasa setelah mengatur nafas untuk beberapa saat, Alex melepaskan penyatuannya dan langsung melangkah menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sementara itu, Ayana menarik selimut untuk menutupi tubuh po losnya dari terpaan hawa dingin yang berasal dari penyejuk ruangan. Sesungguhnya ia sangat membutuhkan pelukan dari sang suami untuk menghangatkan tubuhnya, namun sayang hal itu tidak pernah ia dapatkan karena Alex langsung pergi begitu ritual mereka selesai.
Tidak perlu menunggu lama, Alex keluar dari kamar mandi dengan memakai handuk sebatas pinggang hingga memperlihatkan tubuhnya yang kekar. Tanpa melirik sang istri, ia langsung mengenakan pakaiannya kembali seraya berucap:
"Aku harus pergi karena ada rapat penting yang harus aku hadiri. Aku akan meminta pak Usman untuk mengantarmu pulang".
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri. Lagi pula aku tidak ingin langsung pulang karena aku harus mampir ke suatu tempat" Sahut Ayana di balik selimut.
Alex berbalik dan menatap sang istri
"Kamu mau kemana? Mau bertemu dengan siapa?".
"Aku mau menjeguk temanku di rumah sakit".
"Siapa? Laki- laki atau perempuan? Apakah aku mengenalnya?" Tanya Alex penasaran.
Sifat posesifnya langsung keluar begitu mendengar sang istri ingin bertemu dengan seseorang karena ia paling tidak tahan jika melihat istrinya bertemu dengan laki- laki lain. Alex menyadari jika ia sedang cemburu namun sayang ia tidak pernah mau mengakuinya.
"Perempuan dan kamu pasti sudah mengenalnya, dia adalah Mona" Ucap Ayana.
Alex mengangguk pelan karena ia memang mengenal Mona yang merupakan sahabat sang istri dan ia juga sudah pernah bertemu dengannya.
"Baiklah, pak Usman akan mengantarmu" Ucap Alex kemudian.
Ayana tidak membantah karena ia tahu Alex tidak suka jika ia membantah ucapannya. Alex meraih dasi kemudian menghampiri sang istri yang masih berbaring untuk di pasangkan di lehernya. Ayana langsung paham apa yang sang suami inginkan, ia langsung bangkit dan menahan selimut sebatas dada agar tidak melorot kebawah. Alex menyerahkan dasi kepada istrinya lalu menunduk agar sang istri dapat memasangkan dasinya dengan mudah.
Alex kembali berdiri tegak setelah dasinya selesai di pasangkan, kemudian mengusap kepala Ayana sambil berkata :
"Istirahatlah di sini hingga tenagamu pulih, aku akan menghubungimu nanti" Ucap Alex sembari meraih jasnya lalu melangkah keluar.
Ayana menatap punggung sang suami yang menghilang di balik pintu dengan tatapan nanar. Untuk kesekian kalinya, Ayana harus menelan rasa pahit di tinggal sang suami setelah usai bercin ta. Alex memang selalu seperti itu, ia selalu pergi setelah selesai memberikan nafkah bathin pada sang istri. Tidak ada canda tawa, tidak ada pelukan hangat yang di balut kemesraan dan juga tidak ada kata- kata cinta seperti layaknya novel- novel romantis yang selalu ia baca, semua terasa hambar. Lama- lama Ayana merasa jika dirinya seperti seorang pelayan yang hanya bertugas untuk melayani sang suami di atas tempat tidur dan suaminya akan langsung pergi begitu hasratnya tuntas.
Tidak ingin larut dalam kesedihan, Ayana memutuskan untuk ke kamar mandi dan membersihkan diri. Saat ini Ayana butuh hiburan dan hiburan yang paling ia inginkan adalah dengan bertemu sahabatnya. Ayana keluar dari kamar khusus di kantor suaminya setelah berpakaian rapi, dengan langkah pelan ia melangkah menuju pintu namun pandangan matanya tertuju pada paperbag yang berada di atas meja.
"Ternyata dia belum memakannya" Lirihnya.
Ayana berpikir jika Alex menghubunginya tadi adalah untuk mengajaknya makan siang bersama makanya ia menyempatkan diri untuk menyiapkan makan siang untuk sang suami, namun teryata ia salah, makan siang yang Alex inginkan bukanlah makan siang yang di bawa olehnya melainkan adalah tub uhnya.
Tanpa memperdulikan paperbag itu lagi, Ayana bergegas melangkah keluar dan langkahnya tertuju keruang sekretaris, ia berniat meminta sekretaris suaminya untuk membereskan makanan diatas meja. Namun begitu sampai disana, samar- samar Ayana mendengar pembicaraan sekretaris suaminya dengan seseorang.
"Kenapa kamu masih disini? Bukankah kamu harus membersihkan ruangan pak direktur" Ucap seorang wanita.
"Sebentar lagi aku kesana, istri pak direktur belum keluar dari ruangan itu" Ucap Devita, sekretaris Alexander.
"Aku penasaran apa yang mereka lakukan di dalam sana hingga menghabiskan waktu berjam- jam. Kira- kira, mereka ngapain aja ya?".
"Hah! Kamu masih bertanya. Apa lagi yang akan dilakukan suami istri di dalam kamar jika bukan berc umbu" Jawab Devita sambil memainkan kedua jari telunjuknya.
"Heh! Sepertinya kamu tahu banyak ya".
"Tentu saja aku tahu, aku kan bertugas untuk membereskan kekacauan yang mereka buat setelah berperang. Kadang aku suka heran sama pak Alex, untuk apa dia bersusah payah memanggil istrinya kekantor hanya untuk berc inta. Jika hanya untuk melayan inya di atas ranj ang, siapapun juga bisa, tidak harus istrinya kan!".
"Memangnya kamu mau bermain dengan pak bos?" Tanya wanita itu lagi.
"Kamu sendiri? Memang tidak mau?" Devita balik bertanya.
"Tentu saja aku mau, itu adalah salah satu impianku. Hahaha,,,".
"Heh! Dasar g ila, hahaha,,,!".
Keduanya tertawa terbahak- bahak tanpa menyadari jika Ayana mendengarkan ucapan mereka.
Ayana menggepalkan tangannya dengan kuat, ia begitu geram mendengar pembicara dua pegawai suaminya yang kurang ajar itu. Ingin sekali ia menghampiri mereka dan melabraknya namum ia masih waras, Ayana tidak mau merendahkan harga dirinya dihadapan wanita yang tidak tahu diri seperti mereka. Ayana memutuskan berbalik dan memilih untuk pergi. Saat ini hatinya sedang panas dan sesak sehingga ia membutuhkan udara yang segar untuk melegakan nafasnya.
.
Senyum sumringah terpancar dari bibir Ayana di saat menatap bayi kecil yang tengah tertidur di dalam gendongannya, ia sangat senang menatap wajah sang bayi yang terlihat menguap hingga mulutnya monyong ke depan.
"Bayimu lucu banget Mon, aku jadi gemes deh" Ucap Ayana sembari mengelus pipi bayi mungil itu.
"Anak bayi memang menggemaskan Ay, makanya kamu cepat- cepat nyusul agar kamu bisa merasakan nikmatnya melahirkan" Sahut Mona dari atas ranjangnya.
Ayana tersenyum getir mendengar ucapan sahabatnya, ia tidak menyahut sepatah katapun dan hanya bisa menghela nafas panjang. Mona tidak tahu permasalahan yang tengah di hadapinya dan ia merasa segan untuk menceritakan hal tersebut pada sahabatnya itu.
"Mas Romi kemana? Aku tidak melihatnya sejak tadi?" Tanya Ayana mengalihkan pembicaraan.
"Mas Romi masih di pengadilan, dia sedang mendampingin kliennya di persidangan" Jawab Mona.
Romi adalah suami Mona, dia bekerja sebagai pengacara di sebuah firma hukum terkenal di Jakarta.
"Wah! Luar biasa suamimu itu. Dia masih sempat- sempat mengurusi para klien- kliennya bahkan disaat istrinya melahirkan seperti ini. Hebat! Hebat! Sepertinya waktu dua puluh empat jam sehari tidak akan cukup untuknya".
Mona terkekeh mendengar ucapan sahabatnya. Ya, ia harus mengakui jika suaminya adalah manusia super sibuk di dunia ini.
"Dia akan segera kembali setelah persidangannya selesai dan Zayn akan ikut bersamanya".
"Jadi Zayn belum melihat adiknya?" Tanya Ayana.
"Belum. Dia masih di rumah mertuaku" Sahut Mona.
"Kamu sungguh beruntung mon, kamu memiliki suami yang sangat mencintaimu dan keluarga yang sangat menyayangimu. Terkadang aku merasa iri dengan hidupmu yang penuh kehangatan".
"Andai kehangatan itu juga ada di dalam rumah tanggaku, pasti aku akan menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini"
"Lalu kamu sendiri bagaimana? Apa kamu merasa kurang beruntung? Kamu menikah dengan pria yang tampan dan juga kaya raya, kurang apalagi coba".
"Ah! Entah lah. Aku tidak tahu harus menjawab apa".
Ayana menghela nafas untuk sesaat dan setelah itu ia kembali fokus pada bayi cantik yang kini sedang di gendongnya.
"Kamu sudah pantas menggendong bayi, Ay. Cepatlah program agar Nayra bisa segera punya sahabat" Ucap Mona pada sahabatnya.
Senyum di wajah Ayana langsung sirna saat mendengar ucapan Mona, sahabatnya tidak tahu saja jika dirinya memang sudah sangat menginginkan anak namun sayang suaminya tidak merasakan hal yang sama. Di usia pernikahan yang sudah memasuki tiga tahun, Alex tetap tegas mengatakan jika dirinya tidak ingin punya anak dalam waktu dekat.
"Entahlah Mon, aku ragu jika Alex juga menginginkan hal yang sama" Sahut Ayana sendu.
Ayana meletakkan baby Nayra di dalam box bayi kemudian ia duduk di samping Mona.
"Kenapa? Memangnya Alex tidak ingin punya anak tahun ini?" Tanya Mona.
"Sepertinya begitu. Hingga saat ini kami belum menemukan kesepatan yang tepat untuk masalah ini".
"Sebenarnya apa masalahnya? Kenapa Alex tidak ingin memiliki anak meski kalian sudah lama menikah. Apa Alex tidak menjelaskan alasannya?".
"Tidak. Dia tetap enggan membahas masalah ini meski aku memaksanya".
Mona menghela nafas panjang, ia benar- benar tidak bisa memahami jalan pikiran Alex, kenapa pria itu tidak ingin memiliki anak? Apakah ada sesuatu yang dia sembunyikan?
☆★★★☆
Mona menghela nafas panjang, ia benar- benar tidak bisa memahami jalan pikiran seorang Alex dan ia juga merasa kasihan dengan kehidupan rumah tangga sahabatnya. Meski Ayana tidak menjelaskan secara gamblang, namun Mona tahu jika kehidupan pernikahan sahabatnya itu sedang tidak baik- baik saja.
"Aku rasa kamu harus membicarakan masalah ini lagi dengan suamimu. Minta penjelasan darinya dan cari solusi terbaik untuk permasalahan ini" Ucap Mona.
"Aku tidak tahu harus bagaimana Mon, aku sendiri bingung. Disatu sisi keluarga besarnya sudah sering menanyakan masalah ini padaku, mereka terus menanyakan apakah aku sudah hamil atau belum hingga aku bingung harus menjawab apa. Tapi di sisi yang lain Alex tetap santai, dia seolah tidak terpengaruh sedikit pun dengan masalah ini bahkan terkesan tidak peduli sama sekali".
"Katakan padaku Mon, apa yang harus aku lakukan? Aku harus bagaimana?".
Mona terdiam, ia tidak berani bicara terlalu banyak karena takut akan menyinggung perasaan sahabatnya.
"Entah mengapa akhir- akhir ini aku merasa jika aku hanyalah seorang pelayan, Mon" Ucap Ayana tiba- tiba hingga membuat Mona terkejut.
"Ay, apa yang kamu bicarakan? Kenapa kamu bicara seperti itu? Itu tidak benar, Ay. Kamu bukan pelayan, kamu adalah seorang istri".
"Ya, istri. Istri yang hanya berkewajiban melanyani suaminya di atas ranj ang" Ucap Ayana dengan hati penuh luka.
"Ay! Jangan pernah berkata seperti itu. Tidak ada kata pelayan dan tuan rumah dalam rumah tangga. Kamu adalah istri yang yang memiliki harga diri, jangan pernah menyamakan dirimu dengan pelayan".
"Tapi Mon,,,!"
Ceklekk. Pintu kamar tiba- tiba terbuka. Ucapan Ayana terjeda saat melihat Romi datang bersama Zayn. Ia langsung bangkit untuk menyambut kedatangan suami beserta putra sahabatnya itu.
"Hai Ay,,,! Kamu disini ternyata. Kapan kamu sampai?" Tanya Romi pada Ayana.
"Ya, sudah lumayan lama mas" Jawab Ayana sembari menyunggingkan senyum.
Romi ikut tersenyum sembari mengangguk mengerti kemudian ia beralih kepada istrinya yang terbaring di atas ranjang.
"Apa kabar sayang, bagaimana keadaanmu?" Tanya Romi setelah mencium kening istrinya.
"Aku merasa sudah lebih baik, tapi masih belum bisa bergerak bebas" Sahut Mona.
"Pelan- pelan saja sayang, jangan terlalu di paksakan. Aku tidak mau kamu kenapa- napa".
"Iya, aku tahu. Kamu menjemput Zayn?" Tanya Mona.
"Iya, sejak tadi pagi Zayn memanggil namamu. Sepertinya dia sangat merindukanmu" Ucap Romi.
"Ah, kasihan jagoan mama. Pasti kangen sama mama ya" Mona mengusap wajah putranya dengan lembut hingga membuat Zayn tersipu malu.
Mona dan Romi tertawa melihat wajah sang putra yang tampak memerah karena malu, sementara itu Ayana ikut tersenyum melihat keharmonisan keluarga Mona hingga tanpa sadar hatinya tiba- tiba saja terasa pedih. Sakit sekali rasanya ketika mengingat kehidupan rumah tangganya yang tidak seharmonis keluarga sahabatnya.
Ayana merasa iri saat melihat kemesraan antara Mona dan suaminya, kemesraan yang tidak pernah terjalin antara dirinya dengan sang suami. Semula Ayana menganggap jika Alex memang memiliki kepribadian yang dingin sehingga ia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu dan menerimanya dengan lapang pada saat pria itu melamarnya. Tapi sepertinya dugaannya itu salah, sikap Alex justru menjadi semakin dingin setelah mereka menikah dan mau tidak mau Ayana pun mencoba untuk menerimanya. Lambat laun ia merasa jika sikap suaminya semakin aneh, karena sedingin- dinginnya sifat lelaki pada orang lain pasti ia akan berusaha untuk bersikap hangat kepada istrinya.
Merasa kehadirannya tidak tepat, Ayana pun memutuskan untuk pamit karena ia tidak ingin menganggu kemesraan Mona dan suaminya terlebih kebersamaan itu membuatnya iri.
"Mon, aku pamit dulu ya" Ucap Ayana.
"Loh! Kok pamit sih, Ay. Kamu tidak mau menemaniku?" Rajuk Mona yang tampak kecewa saat Ayana berpamitan.
"Sebenarnya aku masih ingin tinggal lebih lama, tapi aku baru ingat jika aku punya janji dengan dokter Luna. Dia akan sangat marah jika aku tidak datang" Ucapnya.
"Oh, begitu ya. Ya sudah pergilah, aku tidak mungkin menahanmu lebih lama disini. Tapi janji ya, kamu akan datang untuk menjegukku lagi" Pinta Mona.
"Iya, besok aku akan kembali lagi" Jawab Ayana.
"Kalau begitu aku pamit ya" Ayana memeluk sahabatnya sekilas kemudian ikut berpamitan kepada Romi.
"Aku pamit dulu mas" Ucapnya.
"Ya, baiklah. Hati- hati" Jawab Romi.
Ayana tersenyum kemudian ia pun melangkah keluar meninggalkan pasangan yang tengah berbahagia menyambut kehadiran anggota keluarga baru.
.
Jam sembilan malam, Ayana sampai di rumah dan ia tampak terkejut saat melihat mobil sang suami telah terparkir rapi di halaman.
"Alex sudah pulang" Monolognya.
Ayana buru- buru masuk ke dalam rumah dan bergegas menuju ke kamarnya, namun sesampainya di dalam kamar, ia tidak menemukan suaminya.
"Kemana dia?" Ayana menelisik setiap sudut kamar untuk mencari suaminya tapi ia tidak bisa menemukannya.
"Apa mungkin dia berada di ruang kerjanya?" Tebaknya kemudian.
"Ah, ya sudahlah. Sebaiknya aku membersihkan diri terlebih dahulu setelah itu, aku akan menemuinya".
Ayana bertekad akan berbicara serius dengan suaminya, ia tidak boleh membiarkan masalah ini terus berlarut- larut tanpa ada kejelasan yang pasti.
Ayana bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri, selang beberapa saat kemudian ia pun keluar dari kamar mandi dan ia begitu terkejut saat mendapati suaminya tengah duduk santai diatas sofa sambil memainkan ponselnya.
"Ah, kamu membuatku terkejut" Ucapnya sembari mengusap dada beberapa kali.
Alex memandangi istrinya sekilas kemudian kembali fokus ke layar ponselnya dan Ayana hanya bisa menghela nafas menghadapi sikap sang suami yang terlalu dingin padanya. Ayana menatap suaminya yang terlihat asyik dengan ponselnya tanpa menghiraukan dirinya hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengganti jubah mandinya dengan baju tidur.
"Kamu sudah makan malam?" Tanyanya setelah selesai berganti pakaian.
"Hmm,,,!" Sahut Alex singkat.
Ayana menganguk pelan kemudian ia pun melangkah pergi keluar dan beberapa saat kemudian ia kembali sembari membawa teko yang berisi air mineral lalu meletakkannya di atas nakas di samping ranjang. Setelah itu ia kembali memandangi suaminya lalu memutuskan mendekat dan duduk di sampingnya.
"Aku habis bertemu dengan Mona" Ucapnya memulai kata.
"Hmm, kamu sudah mengatakannya tadi siang" Sahut Alex singkat.
"Mona melahirkan bayi perempuan dan dia terlihat sangat menggemaskan, aku bahkan hampir tidak berkedip menatap wajahnya yang lucu itu. Ah, sekarang dia sudah memiliki sepasang putra dan putri, aku sungguh iri padanya" Ucapnya dengan senyum yang terpancar dari bibirnya.
Alex terdiam, entah mengapa ia merasa risih mendengar ucapan istrinya.
"Al, bisakah kita bicara serius?" Tanya Ayana pada suaminya.
Alex mengalihkan pandangan matanya kepada istrinya.
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" Tanyanya kemudian.
"Aku tidak ingin berbasa basi lagi. Aku ingin punya anak" Ucapnya jujur.
Raut wajah Alex langsung berubah ketika mendengar ucapan istrinya, hatinya tiba- tiba mendidih mendengar permintaan sang istri yang membuatnya kesal.
"Sudah berulang kali aku katakan, aku tidak ingin membahas masalah ini lagi. Apa kamu lupa?" Ucapnya dengan nada tertahan menahan amarah.
"Tapi kenapa Al, apa salahnya jika kita memiliki anak. Kita telah lama menikah. Bukankah sudah cukup waktu kita untuk berbulan madu".
"Tidak. Aku belum cukup puas menikmati kebersamaan kita. Aku masih ingin menikmati waktu berdua bersamamu tanpa ada gangguan dari siapapun, termasuk dari bayi" Tegas Alex.
"Tapi anak bukanlah gangguan, Al. Kita masih bisa menikmati kebersamaan kita meski kita memiliki bayi".
"Aku tidak mau perhatianmu terbagi dengan siapapun" Ucap Alex.
"Itu tidak akan terjadi. Aku akan berusaha untuk mengatur waktu sebaik- baiknya, aku berjanji tidak akan mengabaikanmu dan akan selalu memprioritaskan dirimu di bandingkan bayi kita".
"Aku tidak yakin kamu mampu melakukan itu" Sahut Alex.
"Aku yakin aku bisa. Kamu meragukanku karena kamu belum melihat dan merasakannya sendiri tapi percayalah aku pasti bisa. Aku,,,,!!!"
"Aku bilang tidak, ya tidak" Sergah Alex dengan nada tinggi hingga membuat Ayana terkejut.
Alex mengusap wajahnya dengan kasar saat menyadari nada bicaranya yang tinggi.
"Bisakah kamu diam dan jangan banyak menuntut. Hidup kita baik- baik saja hingga saat ini, lantas kenapa kamu ingin mencari masalah".
"Tidak. Hidupku tidak baik- baik saja" Lirihnya perih.
"Aku tidak mengerti kenapa memiliki anak menjadi masalah untukmu, padahal menurutku anak adalah perekat hubungan kedua orang tuanya".
"Aku benar- benar tidak tahu bagaimana jalan pikiranmu, kenapa kamu bisa mengatakan hal tersebut".
Ayana sangat kecewa mendengar ucapan suaminya hingga membuat hatinya terluka. Ia bangkit dan berniat untuk pergi namun Alex menahan tangannya.
"Tunggu!".
♡♥︎♥︎♥︎♡
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!