NovelToon NovelToon

Suami Pilihan Ayah

Ujian Final

"You know me so well, Ayah." omel Rara pada Ayahnya seraya mengerucutkan bibirnya kesal.

"Yes, Baby. Karena itu, Ayah ingin yang terbaik untukmu." Ayah Burhan menjawab omelan Rara dengan tertawa geli.

"Terbaik apanya sih, Ayah? Ayah mencarikan suami buat Rara kayak lagi memperebutkan piala dunia, tahu enggak?" Omel nya lagi belum puas memarahi sang Ayah.

"Ayah--"

"Stop, Ayah! Rara enggak mau. Emang Rara wanita apaan, Ayah begitu caranya nyariin suami buat, Rara." Rara memotong perkataan Ayahnya yang lagi-lagi ingin membela diri.

"Ayah pakai cara begitu buat nyari yang terbaik buat kamu, Sayang. Kamu lebih berharga dari apapun di mata Ayah."

"Gitu? Kalau aku berharga di mata Ayah, kenapa Ayah seperti itu caranya? Rara bisa kok ya Yah, nyari laki-laki yang baik buat suami Rara. Coba deh Ayah itu percaya sama Rara. Nanti 'kan Ayah bisa menilainya, pantas enggak buat Rara kalau Rara ajak ia kesini. Enggak kayak gini." Rara pun tidak berhenti untuk menggagalkan rencana konyol Ayahnya.

Perempuan berpipi chubby, bergaya sedikit tomboi itu terus saja mengembungkan pipinya kesal demi protesnya pada Ayahnya.

"Rara.. Bukannya Ayah enggak percaya sama kamu. Tapi.." Ada jeda yang dibuat oleh Burhan, sembari melihat raut wajah anaknya. "memang Ayah enggak percaya." sambungnya sembari tertawa terbahak-bahak.

"Ayaaaah!" teriak Rara kesal pada Ayahnya.

"Rara anak Ayah. Seharusnya kamu berterimakasih sama Ayah, bukannya ngomel enggak jelas terus seperti ini."

"What? Terimakasih dari segi apa, Yah? Karena Ayah mau nyariin suami buat Rara dengan cara mengadakan tes tertulis dan non tertulis ini? Kayak enggak laku aja, Aku ini Ayah." Rara yang semula terus berdiri di samping sang Ayah yang sedang mengerjakan pekerjaannya di ruang kerja, seraya terus menghentakkan kakinya, kini memakai jurus ampuhnya dengan mendudukkan dirinya di pangkuan sang Ayah.

Biasanya, jurus ampuh satu itu, yang berhasil membuat Ayahnya menuruti segala kemauannya.

Maklum, Rara--Clara Pramudita, adalah anak perempuan satu-satunya di keluarga Burhan Mahendra. Dan terkenal super manja di keluarganya, karena kedua kakaknya adalah laki-laki semua.

Dirinya yang selalu diperlakukan seperti Ratu, membuatnya enggan mengenal laki-laki yang tidak seperti Ayah dan kedua Kakaknya.

Well, bagaimana ia bisa mengenal laki-laki yang seperti Ayahnya atau enggak jika dia terus menutup diri akan itu?

Sehingga usianya yang sudah menginjak dua puluh lima tahun dia masih betah menjomblo, karena belum merasakan apa itu jatuh cinta dengan lawan jenis.

Baginya, dicintai Ayah dan Kedua Kakak laki-lakinya, sudah begitu melengkapi hidupnya.

Lalu, Apakah ada laki-laki yang begitu mencintainya sebesar Ayah dan dua Kakaknya?

Rasanya belum ada, dan karena itulah Rara betah sekali dalam kesendiriannya.

Dalam hidupnya yang terasa begitu lengkap tanpa seorang pendamping itu, membuat sang Ayah harus turun tangan memilihkan suami untuknya.

Bukan karena tidak ada laki-laki yang menyukai Rara, tapi karena Rara yang belum mau membuka hati untuk sedikit melihat ke arah mereka yang menaruh rasa padanya.

"Siapa yang bilang Anak Ayah ini enggak laku? Hm?" tanya Ayah Burhan dengan menyelipkan anak rambut Rara ke belakang telinga.

"Ya.. Ya enggak ada Ayah. Cuman yang Ayah lakuin ini kayak menunjukkan kalau Aku itu enggak laku." rajuk Rara manja.

"Ada apa sih ini? Ramai banget kayaknya!" Bunda Citra menyela pembicaraan Ayah dan anak itu dengan membawa secangkir kopi untuk suaminya.

"Tahu ini Bun, Ayah ngaco banget nyariin suami buat Rara pakai cara kayak gitu." ucap Rara pada Bundanya, yang hanya dijawab senyuman oleh Citra.

"Kamu sudah dikasih tahu Ayah kalau hari ini ujian finalnya, ya, Sayang?" Citra malah bertanya yang membuat kerutan di dahi Rara semakin terlihat.

"Bunda juga terlibat?" Rara bertanya dengan raut wajah tidak percaya.

"So pasti. Kamu itu juga anak Bunda tahu." balas Bunda Citra dengan mencolek hidung mancung Rara.

"Ayah sama Bunda nyebelin!" Rara langsung berdiri dari pangkuan sang Ayah, dan berlari menuju pintu meninggalkan kedua orang tuanya yang sedang terkekeh melihat kelakuannya.

****

"Ayah sama Bunda kenapa sih ngebet banget pengen aku nikah cepat? Mau usir aku dari rumah ini? Aku 'kan anak kesayangan. Masa begini sih definisi dapat jodohnya?" gerutu Rara sembari berjalan menuruni tangga rumahnya yang berlantai lima.

Wanita cantik berpipi chubby itu terus mengerucutkan bibirnya kesal sembari tidak berhenti menggerutu sedari tadi.

Sebenarnya, di rumah mewah milik Rara sudah tersedia lift di pojok kanan rumahnya, namun karena Rara sedang badmood, alhasil tangga lah yang selalu menjadi pendengar setia omelan-nya jika sedang ngambek dengan anggota keluarganya.

"Ehem!"

Deheman seorang pria berhasil menginterupsi Rara yang sedari tadi tidak berhenti menggerutu, untuk menyadari dirinya jika ia sudah sampai di lantai terbawah rumah megahnya.

"Kamu? Siapa?" tanya Rara pada laki-laki tampan berambut kribo.

"Hm.. Kenalin. Nama saya Riko." Riko mengulurkan tangannya pada Rara untuk berkenalan, namun saat Rara hendak membalas jabat tangan Riko, suara Ayah Burhan menghentikannya dan Rara pun akhirnya kembali menarik tangannya yang baru saja hendak ia ulurkan.

"Pak." sapa Riko seraya tersenyum tipis sembari menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba terasa gatal.

"Kamu jangan curi start ya. Ujian finalnya hari ini. Jadi jangan coba-coba mendekati anak saya dulu." tegas Burhan yang membuat Riko langsung menganggukkan kepalanya, paham.

"Permisi Ayah!" sapa Leon, sahabat dekat Rara waktu SMA dengan gaya konyolnya saat memasuki rumah megah milik Burhan Mahendra.

Leon, dengan gaya tengilnya, memasukkan tangannya yang sebelah di saku celana dan tangan yang satunya terus melambai seperti seorang artis yang sedang jumpa fans.

"Ngapain kamu kesini, Yon?" tanya Rara heran, "jangan bilang kamu juga ikut kandidat ujian konyol Ayahku, ya?" sambung Rara dengan mendelikkan matanya tajam pada Leon.

Memang Rara belum mengetahui dan belum pernah bertemu dengan dua puluh laki-laki yang 'katanya' mengikuti ujian konyol yang diberikan oleh Ayahnya.

Pun dengan Ayah Burhan yang tidak berminat sama sekali untuk mengenalkannya lebih dulu, kecuali hari ini, karena sudah ujian finalnya, dan Rara harus bertemu dengan calon suami pilihan Ayahnya.

"Ya elah.. Santai aja kali, Ra. Ini itu definisi kalau jodoh enggak akan kemana." Leon berucap dengan percaya dirinya yang melambung tinggi sembari mengusap bawah hidungnya menggunakan jari tangannya.

"Idih! Sok-sokan banget sih lo. Emang siapa yang mau nikah sama lo?" Rara sewot, karena dari dulu Rara tidak suka jika persahabatan dicampur dengan percintaan.

Katanya, Jika sahabat jadi cinta, dan ditolak cintanya, maka sahabat itu akan jadi pembenci.

Berbeda dengan sahabat yang tetap menjadi sahabat, selamanya dia akan selalu ada buat kita tanpa rasa lebih di dalamnya.

"Ka--"

Ucapan Leon terpotong, saat ada satu lagi kandidat di ujian final ini yang masuk ke dalam rumah megah Burhan Mahendra.

"Assalamualaikum.. Selamat siang. Apakah Saya kesiangan datangnya, Om?" Berbeda dengan Leon dan Riko yang langsung melihat ke Rara, Rifki emang agak kalem dan sopan orangnya.

"Waalaikumsalam. Kamu enggak kesiangan. Cuman telat sepuluh menit saja. Sampai kaki saya terasa pegal nungguin kamu dari tadi." canda Ayah Burhan yang ditanggapi serius oleh Rifki.

"Maaf, Om. Saya minta maaf. Tadi Saya bantuin Bapak jualan dulu soalnya."

"Ayah ini apa-apaan sih? Anak orang dikerjain sampai begini. Kamu enggak salah kok. Ayahku cuman bercanda." bela Rara yang membuat kening Burhan mengernyit.

Tumben?

"Benarkah?" Rifki tersenyum saat bertanya pada Rara.

"Eits! Eits! Enggak boleh tebar senyum sama anak saya sebelum terpilih siapa pemenangnya." Lagi-lagi Ayah Burhan menghalangi peserta ujiannya untuk mendekati Rara.

Anak perempuannya yang sedang dicarikan suami olehnya.

Rara diam-diam menghela napas melihat kelakuan Ayahnya. Ayahnya yang merupakan cinta pertamanya yang sangat ingin memilihkan suami untuknya, tapi terkesan seperti tidak rela saat ada laki-laki lain ingin mendekati anaknya.

Oh Ayah, Siapakah suami pilihan Ayah untuk Rara?

Bersambung..

Kesempatan Membuktikan

"Aku harus gimana, Bunda?" Rara yang sedang duduk di ranjangnya, seketika mendongak sembari bertanya pada Citra yang baru saja memasuki kamarnya.

"Gimana apanya, Sayang?"

"Bunda kebiasaan deh, aku tanya malah balik nanya. Aku itu enggak mau nikah sama pilihan Ayah, Bunda." Rara mencebikkan bibirnya membuat Citra tersenyum melihatnya.

"Rara.. Bunda dan Ayah itu orang tua kamu, Nak. Orang tua pasti tidak akan sembarang memilih pasangan hidup untuk anaknya. Apalagi Ayah itu kritis banget orangnya, ya enggak? Bunda mau beli gamis aja yang milihin Ayah kan? Jadi, Rara percaya deh sama pilihan Ayah." Bunda Citra berkata sembari mengusap pundak Rara dengan sayang, yang membuat Rara kini terdiam.

"Jadi, menurut Bunda, aku harus nurut aja gitu sama pilihan Ayah? Enggak boleh protes?" Rara menoleh menatap mata Bunda yang duduk di sampingnya.

Bunda Citra seketika mengangguk mendengar pertanyaan Rara dan itu membuat Rara langsung mengembuskan napas kasar.

"Huft! Bunda sama aja sama Ayah. Egois!" Rara menutup wajahnya dengan bantal yang ia pegang sedari tadi.

"Bunda sama Ayah enggak egois. Bunda hanya ingin yang terbaik buat anak Bunda. Nanti setelah kamu menjalani pernikahan dan kamu mengerti apa aja arti di dalamnya, kamu pasti paham dan mengerti dengan maksud baik Bunda, Nak." Bunda Citra berkata sembari mengecup kening Rara sebelum keluar dari kamar gadis kesayangannya.

***

"Ra.. Sepertinya kita memang tidak berjodoh." Leon berkata dengan raut wajah begitu sendu saat menghampiri Rara yang kini sedang duduk di pinggir kolam rumahnya.

"Alhamdulillah deh." Rara menjawab acuh.

"Kok alhamdulillah sih Ra?" Leon merasa tidak terima.

"Lah terus gue harus gimana, Yon? Nangis-nangis sama Ayah biar Ayah nerima lo gitu? Jangan harap ya! Kita lebih baik jadi sahabat aja. Titik!" putus Rara sembari menaikkan sebelah alisnya yang membuat Leon langsung berbalik badan seketika meninggalkannya sembari menggerutu, "jahat lo, Ra!"

"Lo yang jahat, menghianati persahabatan kita dengan mengikuti ujian konyol Ayah." sahut Rara yang mendengar gerutuan Leon.

"Menghianati? Enggak salah, Ra? Ini itu gue lakuin buat nunjukin sama lo kalau gue ada rasa lebih sama lo. Masa lo enggak peka sih?" Leon pun membalikkan badannya lagi menghadap Rara.

"Enggak! Gue enggak peka dengan apapun yang bakalan merusak persahabatan kita. Gue lebih seneng kita sahabatan aja. Perlu gue ulangi berapa kali itu perkataan gue, Yon!"

"Ra--"

"Ehem!" Burhan pun langsung memotong perkataan Leon dengan tatapan tajam yang membuat Leon mengangguk lemah lalu sedetik kemudian memilih pergi dari rumah Rara.

"Udah ujiannya, Yah? Mana calon suami pilihan Ayah buat Rara? Kok Ayah sendirian?" tanya Rara sewot.

"Jadi.. Kamu udah enggak sabar buat menikah ya, Sayang?" ejek Ayah Burhan dengan wajah menyeringai yang menjengkelkan di mata Rara.

"Au ah! Lelah bestie!" jawab Rara acuh sembari berlalu dari hadapan Ayahnya.

"Ayah belum memilihkan pasangan yang tepat untukmu, Ra. Kamu boleh membuktikan untuk membawa laki-laki yang kamu cintai ke rumah ini sebelum Ayah memutuskan." ucap Ayah Burhan serius sebelum Rara berjarak lebih jauh darinya.

"What? Apa tadi, Yah?" Rara berlari menghampiri Ayahnya dengan raut wajah bahagia, "Ayah enggak bercanda kan? Ayah serius kan? Sayaaaaang banget sama Ayah. Muach!"

"Okay. Ayah tau kok. Kamu memang sesayang itu sama Ayah."

"Ish!---"

"Eits! Enggak boleh protes ya!"

"Iya deh, Iya." Rara pun memutar bola matanya kesal.

Dengan masih berpelukan dengan anak gadis kesayangannya, Ayah Burhan pun kembali berujar yang membuat mata Rara membulat seketika.

"Besok!"

"Apanya Yah yang besok?" Rara memelas.

"Bawa pacar ke rumah."

Glek

Rara seketika susah menelan saliva, dari mana ia mendapat kekasih dalam satu hari saja?

**

"Lis, bantuin gue pokoknya."

"Bantuin gimana? Gue nyarinya di mana, Ra?" Lisna terdengar kesal. "Lagian minta bantuan nyariin pacar kok udah jam 9 malam kayak gini baru nelpon, mana buat besok pagi pula. Lo lagi mimpi apa gimana sih, Ra? Bingung gue sama lo."

"Enggak, Lis! Gue lagi enggak mimpi. Beneran. Gue lagi butuh beneran cowok buat besok gue ajak ketemu sama bokap gue. Lo tahu kan bokap gue kayak gimana orangnya?" Rara berucap memelas yang membuat Lisna ingin sekali mencubit hidungnya jikalau mereka sedang berhadapan.

"Ya itu kan urusan lo sama bokap lo, Ra. Mana gue tahu." Lisna sewot juga akhirnya.

"Please, Lis! Gue mohon! Ntar gue beliin iPhone keluaran terbaru deh kalau lo berhasil dapatin cowok buat gue ajak ke rumah." Rara mengeluarkan jurus merayunya dengan kekuasaan uangnya.

Haha.. Rara sangat mengerti jika sahabatnya itu sangat materialistis, dan pasti jika sudah berkaitan dengan barang mahal, pasti akan mau menolongnya. batin Rara yakin.

"IPhone terbaru, Ra?" Lisna menimpali yang membuat Rara langsung mengepalkan genggaman tangannya ke udara seakan berkata 'yes gue berhasil.'

Rara berdehem sebentar untuk menetralkan suaranya. "Iya, Lis. Gue beliin iPhone keluaran terbaru. Mau ya?"

"Tapi gue nyari di mana Ra cowok buat lo jam segini." desah Lisna.

"Ya.. Ya tadi sebenarnya sore gue mau nelpon lo, Lis. Tapi seharian ini waktu luang gue disabotase sama Ayah. Kata Ayah, sebelum gue menikah, gue harus ada waktu sama keluarga gue." Rara seperti teringat sesuatu.

"Apa tadi cuman akal-akalan Ayah aja ya Lis biar gue enggak bisa nyari cowok pura-pura? Mana Ayah tadi mintanya pagi-pagi banget lagi, Lis. Pokoknya besok pas lari pagi di taman, Ayah harus ketemu sama pacar gue, Lis." Rara menggigit kukunya karena resah melanda pikirannya.

"Makanya Ra, jadi orang itu loadingnya jangan kelamaan. Gitu kan jadinya. Memang enggak punya bakat bohong lo, Ra. Ckckck."

"Lis!" bentak Rara tak Terima Lisna terus menertawakannya. "Cepetan mikir! Jangan ketawa terus ngapa. Enggak kasihan sama sohib lo ini apa."

"Bentar.. Bentar, Ra. Gue belum puas ngetawain ke Lola an lo. Hahaha."

"Jahat banget sih. Gue tutup nih telponnya." ancam Rara yang membuat Lisna semakin tertawa terpingkal-pingkal.

"Sok! Sok atuh ditutup telponnya. Gue juga pusing mikirin nyari dimana cowok yang mau disewa malam-malam gini buat lo."

Rara mendelik, "Lisna!" teriaknya yang membuat Lisna menjauhkan handphonenya sejenak lalu menutup telinganya.

"Gimana kalau lo sama Leon aja?"

"What? Are you seriously?"

"Iyalah. Gue serius, Ra. Laki-laki yang paling kita bisa mintai tolong malam-malam gini buat besok pagi-pagi banget ya cuman dia."

"Enggak! Gue enggak mau, Lis!" tolak Rara mentah-mentah.

"Kenapa, Ra? Dia kan sohib kita. Jadi dia pasti bisa jaga rahasia lo kalau perkenalan dengan Ayah lo itu cuman pura-pura."

Rara menangis tiba-tiba mendengar itu, dan Lisna menjauhkan sedikit handphonenya untuk menyakinkan dirinya jika yang menangis bukanlah Rara.

"Ra.. Lo nangis?"

"Hihi... Tadi siang gue nolak Leon. Dia juga peserta yang udah dieliminasi sama Ayah. Masa iya gue harus sama Leon sih, Lis? Mau gue taruh di mana muka gue ini, Lis?"

"Apa?" teriak Lisna. "Peserta tereliminasi? Lo tolak? Maksud lo apa, Ra?"

"Panjang ceritanya, Lis. Pokoknya jangan Leon please!" rengek Rara.

"Abang gue aja gimana?" Usai berpikir sekian detik, Lisna mengungkapkan idenya.

"Lo yakin, Lis?" Rara mengusap air matanya seketika saat mendengar ide Lisna.

"Iya. Cuman dia harapan kita satu-satunya. Entar gue lobi deh." ujar Lisna yang membuat Rara tanpa sadar mengangguk dan langsung menjawab "Ya" pada Lisna.

"Yang penting jangan lupa iPhone barunya ya sayang." Ledek Lisna cekikikan karena sebentar lagi ia bakal punya iPhone terbaru.

"Tapi Lis, gue kan belum pernah ketemu sama abang lo? Gimana gue ngenalin dia? Terus kalau bokap besok tanya-tanya dia soal gue, dia jawabnya gimana coba." keluh Rara lagi.

"Beres. Serahin semuanya sama sohib lo yang cantik ini bestie. Lo Terima beres deh pokoknya."

"Hem.. Thanks ya Lis. Lo emang sohib gue paling cantik dah. Bye." Rara pun menutup telponnya dengan Lisna seraya mengembuskan napas lega.

Kini, wanita berpipi chubby itu menarik selimutnya seraya memejamkan mata, untuk besok pagi menyiapkan tenaga menghadapi posesifnya Ayahnya padanya.

Bersambung...

Sosok Yang Sama

"Morning, baby."

"Morning, Ayah." balas Rara sembari duduk di sebelah kanan Ayahnya.

"Enggak nyapa Bunda kamu, Ra?" tanya Bunda Citra saat Rara mau menyuap roti ke dalam mulutnya.

Rara menampilkan senyuman kecil yang dipaksakannya, "morning, Bunda."

"Morning sayang.. Kamu kenapa? Kok kayak enggak semangat gitu?"

"Semangat kok! Rara semangat, Bunda. Bunda enggak usah ngaco deh." jawab Rara yang malah membuat Ayah Burhan menaikkan alisnya. "Semangatnya kok kayak kepaksa gitu, baby?" tanyanya.

"Jadi ngenalin pacar kamu kan pagi ini, Sayang?" tanyanya lagi yang dijawab anggukan pelan oleh Rara.

**

"Bunda enggak ikut?" tanya Rara menatap sang Ayah saat Bunda Citra masih memakai piyamanya sedangkan mereka berdua sudah siap dengan pakaian olahraganya.

"Enggak." Bunda Citra berdiri lalu memanggil maid untuk membersihkan sisa sarapan mereka. "Bunda mau di rumah aja, Ra. Mau masakin calon mantu." sambungnya yang membuat Rara mengerutkan dahinya.

"Siapa Bunda? Calon mantu Bunda?" Rara menoleh pada Ayahnya. "Siapa Yah? Ayah bohong sama Rara?" tuduhnya.

"Buat apa Ayah bohong baby." Ayah Burhan mencubit hidung mancung Rara.

"Lalu?" Rara bertanya kembali pada Bundanya. "Yang dimaksud Bunda sama calon mantu itu siapa Yah? Rara marah ya sama Ayah kalau Ayah bohong sama Rara."

"Loh! Kok pakai ngancam segala. Kapan Ayah bohong sama kamu sayang?" Ayah Burhan tidak terima dituduh anaknya.

"Rara.. Anak cantiknya Bunda kenapa jadi suka marah-marah kayak gitu. Enggak baik loh, Nak." Bunda Citra mengusap kepala Rara dengan sayang. "Yang dimaksud Bunda calon mantu ya laki-laki yang mau kamu kenalin ke Ayah, Ra. Bukan pilihannya, Ayah. Paham Sayang?"

Mendengar penjelasan Bunda Citra, Rara pun menunduk sembari menggigit bibirnya, yang membuat Ayah Burhan ingin sekali memeluknya namun diurungkan agar anak gadisnya itu sedikit takut padanya.

"Ma--maafin Rara ya Ayah." ujarnya kemudian saat keduanya sudah meninggalkan halaman rumah.

"Iya, Baby."

Mereka berdua hanya berjalan kaki sampai di taman terdekat rumahnya walaupun memakai pakaian olahraga karena baru selesai sarapan.

****

Ayah Burhan menaikkan sebelah alisnya saat menatap laki-laki di depannya yang katanya merupakan pacar anak perempuan satu-satunya.

Rara pun sama, wanita cantik berpipi chubby itu mendelik kaget saat melihat laki-laki yang disuruh Lisna menemuinya dan Ayahnya jalan pagi di taman, dan mengaku sebagai pacarnya.

'Kenapa Lisna enggak bilang kalau abangnya itu Riko? Huft! Mau taruh dimana ini muka depan Ayah!' gerutu Rara sembari mengembang kempiskan hidung mancungnya.

"Pagi, Pak!" sapa Riko sembari menampilkan deretan giginya.

Ya, laki-laki tampan berambut kribo yang kemarin pagi ke rumah Rara adalah abangnya Lisna.

"Hem.. Pagi!" balas Ayah Burhan sembari menatap Rara seakan bertanya, ini dia pacarmu? Lelaki yang masuk ujian finalnya Ayah? Sok-sokan nolak, lah malah? Ckckckckck.

"Kamu--" Ayah Burhan menoleh ke Rara, "Jadi, Kalian--" tanyanya sembari menunjuk keduanya.

"Iya, Pak. Kita pacaran!" Riko menyahut duluan yang membuat Rara seketika membuang pandangan.

"Hem! Kapan? Kenapa kemarin enggak bilang?" Ayah Burhan berlagak bodoh, karena melihat reaksi putrinya, sepertinya ada hal yang tidak benar disini.

"Kemarin sebenarnya mau bilang, Pak.. Cuman Bapak udah keburu manggil kemarin." balas Riko sembari menatap Rara yang terus membuang pandangan darinya sedari tadi.

Dalam hati tentu Riko bertanya, kenapa Rara tidak mau menjawab pertanyaan Ayahnya, padahal dia sudah diberi tahu oleh Lisna adiknya jika ada sesi tanya jawab dengan Ayah Rara, Riko lah yang harus menjawabnya.

"Benar begitu ya, Baby?" Ayah Burhan pun bertanya sembari mengusap lengan Rara dengan sayang.

Rara hanya mengangguk sekenanya tanpa menoleh pada dua laki-laki yang kini sedang menatapnya.

"Lihat apa sih, baby? Kenapa Ayahnya dicuekin?" Ayah Burhan menatap kemana arah tatap Rara, "disini juga ada PACAR kamu loh, enggak dikenalin sama Ayah?" tanyanya lagi sembari menekankan kata pacar pada Rara.

"Ayah kan udah kenal sama dia, Yah." Rara menjawab tanpa menoleh.

"Gitu? Cuman karena Ayah udah kenal terus jadi kamu malu-malu gini dari tadi enggak mau lihat ke Ayah sama Pacar kamu!" ledek Ayah Burhan yang kali ini berhasil membuat Rara menoleh padanya.

"Rara malu, Yah." ujarnya sembari menunduk.

"Malu sama--" Ayah Burhan menunjuk dirinya dan Riko bergantian.

"Tahu ah! Rara bete!" kekeh Rara sembari menghentakkan kakinya lalu berlari pergi begitu saja.

"Loh!" Ayah Burhan melongo melihat reaksi Rara yang malah pergi.

"Kamu enggak ngejar pacar kamu, Riko?" sindir Ayah Burhan saat beberapa detik Rara pergi tapi Riko tetap berdiri di depannya.

"Saya bingung, Pak." Riko menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba terasa gatal.

Ayah Burhan hanya menaikkan alisnya mendengar jawaban Riko, lalu pergi menyusul Rara yang sudah duluan jalan ke rumah.

**

Bur~~

"Lisna!" teriak Leon sembari mengusap wajahnya yang terkena semburan jus alpukat. "Apa-apaan sih lo! Gue baru datang malah lo sembur kayak gini! Kotor kan baju gue!" Desisnya sembari menunjuk kaos T-shirtnya yang berwarna putih berubah agak hijau.

"Huh! Sorry! sorry Yon, gue enggak sengaja." Lisna menyengir sembari mengusap baju Leon.

"Enggak sengaja apanya? Ini banyak banget tau!" omel Leon gak habis-habis.

"Lo tau enggak kalau kaos gue ini baru banget gue beli? Dan lo tau enggak harganya? Mahal tahu Lis!"

"Gue kan udah minta maaf Yon."

"Emang gampang banget ya kalau bilang maaf, gue juga bisa."

"Terus gue harus gimana? Gue itu lagi shock Yon. Nih baca nih."

Lisna yang terus diomeli Leon pun akhirnya memberitahu pesan dari Rara yang membuatnya shock hingga tidak sengaja menyemburkan jus yang hendak diminumnya ke wajah dan kaos depan Leon.

'Lis! Perjanjian kita batal. IPhone keluaran terbaru buat lo gagal gue beliin.'

"Apa ini? Ada perjanjian apa antara lo sama Rara?" Leon pun bertanya sembari menaikkan sebelah alisnya.

"Huh! Enggak usah naikin alis lo kayak gitu juga kali, Yon! Enggak cocok banget lo kayak gitu." kilah Lisna sembari meminta kembali handphonenya dari tangan Leon.

"Kebiasaan ya Lis! Gue tanya apa, lo bukannya jawab malah komentari gue!"

"Ya emangnya gue harus jawab apa, Yon! Itu 'kan rahasia ciwi-ciwi!"

"Gue sahabat kalian! Lo ingat kan, Lis?"

Lisna sontak menganggukkan kepalanya, "Dah ah! Gue bales chat Rara dulu."

"Terus Lo anggap gue apa? Lo ngajak ketemuan buat apa? Buat lihatin Lo pijitin hape!" Leon langsung berdiri dari tempatnya, "kalian gak anggap gue sahabat kalian lagi. Sahabat macam apa main rahasiaan. Gue marah, Lis!"

"Gue enggak bisa cerita, soalnya lo juga rahasiakan sesuatu dari gue! Rara udah cerita kalau lo ada rasa sama dia, Yon!" ucap Lisna yang seketika menghentikan langkah Leon yang baru saja 3 langkah dari kursi yang didudukinya.

"Dan Lo juga ikut ujian Ayahnya Rara kan? Dan lo enggak cerita sama gue kan?" tembak Lisna lagi yang membuat Leon berbalik badan dan kembali duduk di tempatnya.

"Memang apa hubungannya dengan itu semua, Lis?" Leon pun dengan cepat bertanya.

"Rahasia. Lo tau arti kata itu kan, Yon?"

"Kalau rahasia ngapain Lo nyuruh gue baca itu chat dari Rara bego!"

"Nah ini nih! Sikap lo yang gampang banget ngatain orang yang buat Rara enggak bakal mau nerima lo!"

"Oh ya? Sok teu benget sih Lo, Lis! Rara enggak nolak gue ya, gue aja yang enggak lolos ujian dari bokapnya!"

"Tapi Rara bilang dia juga nolak lo, Yon!"

"Enggak ya!"

"Iya!"

"Enggak!"

"Iya Yon! Lo enggak usah kebanyakan ngeles deh. Kalau Rara enggak nolak Lo, ngapain coba dia susah-susah mau ngasih gue Iphone baru buat nyariin laki-laki yang mau pura-pura jadi pacarnya di depan bokapnya asal enggak Lo!" setelah kalimat itu meluncur manis dari bibirnya, Lisna yang sadar kalau sudah membocorkan rahasianya dengan Rara langsung menutup mulutnya dengan telapak tangan.

"Eh! Enggak-enggak, enggak gitu ceritanya!" Lisna langsung membantah yang enggak mungkin dipercaya oleh Leon.

"Terus siapa yang Lo rekomendasiin ke Rara buat jadi pacar pura-puranya?" Leon sangat penasaran.

"Enggak ada!"

"Dah lah! Lo udah cerita dan Lo masih mau menyangkal, Lis!"

"Udah gue bilang, enggak kayak gitu ceritanya, Yon!" Lisna memegangi pelipisnya yang tiba-tiba terasa pusing.

"Kalau Lo ngaku, gue bakal beliin lo iPhone terbaru!" Leon mengajukan imbalan yang sama dengan Rara.

"Tapi kalau Lo enggak ngaku, gue bakal cerita ke Rara kalau Lo udah bocorin rahasianya ke gue!" ancam Leon yang membuat Lisna mendongak sembari membuka mulutnya.

Bersambung..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!