Di kota yang tak pernah tidur, di balik kilauan lampu neon dan gemerlap malam, terdapat dunia yang tak terlihat oleh mata orang biasa. Dunia gelap yang dikuasai oleh para mafia, tempat di mana kekuasaan dan kedudukan menjadi mata uang utama. Di sini, jalanan dipenuhi dengan ancaman yang mengintai di setiap sudut, dan kebenaran sering terkubur di bawah lapisan tipu daya dan intrik.
Para bos mafia mengendalikan segalanya dari balik layar, menjalankan operasi gelap mereka dengan kejam dan tanpa ampun. Pertumpahan darah bukanlah hal yang asing, dan tak ada yang benar-benar aman. Dalam dunia gelap ini, kekuasaan adalah segalanya, dan siapapun yang berani melangkah di luar batas akan menghadapi konsekuensi yang mengerikan.
"Tuan Zhang, minuman Anda," kata seorang bartender sambil menyerahkan minuman milik pria dingin di hadapannya.
"Hmm," jawab pria itu, Zayne.
Seorang pria paruh baya dengan wajah memerah marah memandang wanita malam di hadapannya. "Wanita sialan!! Berani sekali kau menolakku?" bentaknya.
Wanita itu, yang pastinya Jessica, hanya menyeringai sinis. "Kau pikir dirimu siapa, pelacur sepertimu tapi menolak untuk melayaniku?!"
Jessica bersidekap dada, menatap lelaki itu dengan pandangan tajam. "Kau sudah tua, bau tanah. Daripada sibuk mencari kesenangan di sini, sebaiknya pulang dan ajak bermain cucu-cucumu. Lagipula, apa yang bisa aku dapatkan dari bajingan tua dan tidak bermoral sepertimu?!"
"KAU—" bentakan terhenti tiba-tiba.
Pertengkaran itu langsung menarik perhatian semua pengunjung yang ada, termasuk Zayne yang duduk di bar stool dengan wajah dingin.
"Dia berulah lagi," ucap bartender sambil menggelengkan kepala. Zayne menoleh ke arah mereka.
"Namanya Jessica, dia primadona di klub malam ini. Tapi sayangnya, tidak semua orang bisa mendekatinya, hanya orang-orang tertentu saja," jelas bartender yang bernama Vico.
Mendengar penjelasan Vico, Zayne merasa tertarik. Matanya yang biasanya dingin menjadi sedikit lebih tajam, menunjukkan ketertarikannya pada Jessica.
Tanpa berkata-kata, Zayne bangkit dari kursinya dan mendekati Jessica. Dia meraih pinggang wanita itu dan memeluknya dengan intim, membuat Jessica terkejut. Namun, dia tidak bisa menolak pesona dari wajah tampan Zayne.
"Aku butuh seseorang untuk menemani minum," ucap Zayne, suaranya tenang namun tegas. "Dan aku akan memberikan imbalan yang sangat besar untuk itu."
"Lima juta untuk satu jam," jawab Jessica tanpa ragu.
"Tidak masalah. Di dalam kartu ini ada 100 juta. Temani aku sampai pagi," pintanya.
Jessica menyeringai. "Tidak masalah," ucapnya sambil mengambil kartu dari tangan Zayne. "Ayo ikut aku."
Jessica membawa Zayne menuju ruang VVIP. Mereka melintasi kerumunan orang yang tengah asyik menari dan minum. Di dalam ruangan itu, lampu redup menerangi suasana yang eksklusif, menciptakan aura misteri yang menarik.
.
.
Zayne melepaskan jasnya, melemparkannya begitu saja di atas kursi. Menyisakan Vest V-Neck hitam tanpa lengan. Setelah mengunci pintu, Jessica mendekati Zayne, langkahnya ringan namun pasti.
"Kau ingin minum apa?" tanya Jessica sambil menatap Zayne. Di atas meja terdapat beberapa minuman beralkohol bermerek dan mahal.
"Scotch, single malt," jawab Zayne tanpa ragu, matanya menatap langsung ke arah Jessica.
Jessica mengangguk sambil tersenyum kecil, lalu dengan cekatan ia menuangkan scotch single malt ke dalam gelas kristal yang elegan. Dengan gerakan yang fasih, ia menyajikan minuman itu di hadapan Zayne, memperhatikan setiap detail dengan seksama sebelum akhirnya menempatkan gelas itu di meja dengan lembut.
"Apa yang bisa aku lakukan untukmu?" tanya Jessica sambil duduk di pangkuan Zayne. Dengan lembut, jari-jari lentiknya bergerak di atas benda hitam bertali yang menutup mata kanan pria itu.
Zayne menggenggam tangan Jessica dengan lembut sebelum menciumnya. Aroma bunga sakura yang menenangkan menguar di hidungnya ketika ciuman itu berpindah dari jari-jari lentik Jessica ke tengkuknya.
"Layani aku," pinta Zayne dengan suara lirih.
Jessica menatapnya dengan intens, lalu tersenyum nakal. "Tentu saja. Apapun yang kau inginkan?"
Zayne menarik Jessica lebih dekat, matanya berkilat penuh hasrat. "Aku ingin kau..."
Jessica tersenyum genit. "Apa, hm?"
Zayne mendekatkan bibirnya ke telinga Jessica. "Aku ingin kau memenuhi setiap keinginanku malam ini."
Jessica tersenyum lebih lebar, lalu menggoda, "Oh, aku akan memberikan yang terbaik untukmu, Tuanku."
Zayne tersenyum puas, lalu memeluk Jessica erat. "Hn, itu yang aku inginkan."
Jessica merasakan detak jantungnya berdegup kencang. "Ayo, biarkan aku memberimu pengalaman yang tak terlupakan."
Mereka saling berpandangan, matanya penuh dengan keinginan. Zayne menarik Jessica ke arahnya, bibir mereka bertemu dalam ciuman yang membara. Jessica menanggapi dengan penuh gairah, mencoba memberikan segalanya untuk memuaskan Zayne.
Dalam pelukan yang erat, mereka tenggelam dalam dunia nafsu yang tak terbatas, siap untuk mengeksplorasi segala kemungkinan bersama.
...🌺🌺🌺...
Wanita tua itu terus batuk-batuk di dalam kamarnya. Tangannya meraih gelas di atas meja. Wajahnya terlihat sangat tersiksa. Dia mencoba mengatur napasnya yang tak menentu sambil berusaha meminum air dari gelas tersebut.
Setiap batuk terasa menyiksa, dan wajahnya meringis kesakitan. Dengan napas tersengal, dia berusaha menahan batuk agar tidak semakin parah. Dinding kamar menyaksikan kesendirian dan penderitaannya, tanpa seorang pun di sisinya untuk menenangkan atau membantunya.
Dengan penuh kesabaran, dia mencoba bertahan dalam kesendirian dan ketidaknyamanan yang menghimpitnya, menerima kenyataan bahwa hanya dirinya sendiri yang bisa meredakan rasa sakit dan penderitaannya.
"Nenek," tiba-tiba seorang pemuda muncul di kamar wanita tua itu dengan wajah panik. "Nenek, apa dadamu sakit lagi?" Dia menatap sang nenek dengan cemas, hatinya dipenuhi kekhawatiran yang mendalam.
"Leon, dimana kakakmu?" tanya Nenek Maria mencari keberadaan Jessica.
Pemuda itu, Leon, mengangkat kepalanya dengan ekspresi sedih, lalu menjawab, "Kakak, masih bekerja dan belum pulang."
"Dia bekerja keras untuk kita. Kakakmu tidak pernah memikirkan dirinya sendiri, dia selalu memprioritaskan kita sebagai prioritas utamanya. Dia pasti kelelahan. Nenek benar-benar merasa bersalah padanya," ucap nenek Maria dengan suara yang penuh sedih, berlinang air mata mengalir di pipinya.
Leon mengangguk setuju. "Untuk itu, Nenek harus menjaga diri baik-baik. Nenek, harus cepat sembuh agar Kakak memiliki lebih banyak waktu bersama kita," ujarnya dengan tulus, berharap agar neneknya bisa segera pulih dan mereka bisa meluangkan lebih banyak waktu bersama.
Air mata nenek Maria tidak bisa dicegah. Dia menangis sedih. Karena keegoisan kedua orang tuanya, Jessica dan Leon menjadi korban. Kini Jessica harus bekerja keras untuk menghidupi mereka bertiga, mengatasi biaya pengobatannya dan biaya sekolah Leon.
Situasinya begitu berat dan penuh tekanan, tapi Jessica tidak pernah mengeluh dengan keadaannya saat ini. Bahkan dengan beban besar yang harus ia pikul dengan pundaknya sendiri. Dan keadaan telah merubahnya menjadi wanita kuat dan mandiri.
...🌺🌺🌺...
...BERSAMBUNG...
Zayne membuka matanya dan menyadari bahwa ruangan tempat ia dan Jessica menghabiskan waktu semalam kini kosong. Dengan tenang, ia memindai setiap sudut ruangan, berharap menemukan jejak sang dara, namun sia-sia. Kamar itu sunyi dan sepi.
Lalu pandangan Zayne tertuju pada bercak merah di atas tempat tidur. Matanya membelalak dengan sempurna. "Sial!! Dia masih perawan!!" desisnya, merasa terkejut dan kesal karena menemukan fakta itu.
Zayne mengambil pakaiannya dan memakainya dengan cepat sebelum melenggang meninggalkan kamar dengan terburu-buru. Berharap dia bisa menemukan Jessica. Tapi sayangnya Dewi Fortuna tidak berpihak padanya. Karena wanita itu sudah pergi dan jejaknya tidak ada lagi
🌺🌺🌺
Jessica sibuk menyiapkan sarapan di dapur. Suasana pagi cerah menyelimuti kota Beijing dengan sinar mentari pagi yang hangat.
Derap langkah kaki Leon menyadarkan Jessica dari kesibukannya. Dia berhenti di depan Jessica, menatapnya penuh ingin tau. "Kak, semalam kau pergi kemana? Nenek sangat mencemaskanmu," ucap Leon dengan suara cemas.
Jessica menatapnya tanpa ekspresi. "Tentu saja bekerja," jawabnya singkat.
Leon mengerutkan keningnya. "Memangnya pekerjaan apa yang kau lakukan sampai-sampai berangkat malam dan pulang menjelang pagi? Apa kau menjual dirimu?"
Jessica terdiam sesaat, gerakan tangannya terhenti. Dia merasa tersinggung oleh pertanyaan Leon. Tidak pernah terpikir olehnya bahwa adiknya akan mengajukan pertanyaan semacam itu.
"Jangan bicara sembarangan," tegur Jessica dengan nada tegas. "Jika aku tidak bekerja keras, bagaimana aku bisa memenuhi semua kebutuhan keluarga ini? Untuk kehidupan kita sehari-hari, biaya sekolahmu, dan pengobatan Nenek. Sebaiknya fokus saja pada sekolahmu dan jangan banyak bertanya."
Leon menundukkan kepala, merasa tersentuh oleh kata-kata kakaknya. "Maaf, Kak," ucapnya pelan.
Jessica menghela nafas. "Sarapan hampir siap. Sebaiknya kita tunggu Nenek, setelah itu kita sarapan bersama-sama," lanjutnya dengan suara yang lebih lembut. Leon mengangguk tanpa mengatakan apapun lagi.
Dia benar-benar merasa bersalah dan sangat-sangat menyesal setelah melayangkan pertanyaan tajam itu kepada kakaknya. Harusnya dia lebih memahami Jessica yang dipundaknya memikul beban yang sangat berat.
🌺🌺🌺
Pintu ruangan besar dan berpelitur elegan itu terbuka perlahan ketika seseorang mendorongnya dari luar. Pria itu melangkah masuk dan menghampiri pria lain yang berdiri di depan dinding kaca.
"Tuan, Anda memanggil saya?" tanya pria itu begitu sampai di depan majikannya.
Pria berpakaian hitam tanpa lengan itu menoleh. Mata kirinya menatap tajam. "Sean, aku ingin kau melakukan sesuatu untukku. Cari tahu tentang wanita bernama Jessica yang bekerja di Greens Bar," pinta Zayne dengan suara dingin.
Sean mengangguk dan membungkuk dengan hormat. "Baik, Tuan, kalau begitu saya permisi dulu," ucapnya sambil membungkuk sebelum meninggalkan ruangan bosnya.
Mata kiri Zayne kembali menerawang jauh, dipenuhi dengan rasa penasaran yang mendalam terhadap wanita itu. Dia bertanya-tanya, bagaimana bisa wanita yang bekerja di klub malam ternyata masih perawan. Rasa penasaran itu membakar keingintahuannya lebih dalam untuk mencari tahu lebih banyak tentang Jessica.
🌺🌺🌺
Di malam hari, Jessica bekerja sebagai wanita penghibur di salah satu klub malam ternama di kota ini. Namun, begitu pagi tiba, dia berubah menjadi seorang guru biola di sebuah sekolah menengah pertama bertaraf internasional. Dua dunia yang berbeda, dua identitas yang bertolak belakang, menyatu dalam diri Jessica.
"Selamat pagi, Miss," sapu beberapa murid Jessica ketika mereka berpapasan dengan guru cantik itu.
Jessica tersenyum ramah dan menjawab sapaan mereka dengan hangat. "Selamat pagi, semuanya," sapa Jessica dengan senyum hangat.
"Kau datang lebih awal pagi ini?" ucap orang itu, Vincent, sambil menghampiri Jessica. Dia adalah salah satu guru di sekolah ini, dan mereka cukup dekat.
Jessica mengangguk. "Ya, aku ada kelas setengah jam lagi," jawabnya sambil tersenyum.
"Kau selalu begitu rajin," ujar Vincent sambil tersenyum.
Jessica menggeleng. "Aku hanya ingin memastikan semuanya siap sebelum kelas dimulai."
Vincent mengangguk mengerti. "Itu baik. Kau memang guru yang sangat peduli dengan murid-muridmu."
Saat Jessica hendak menjawab, bel tanda masuk berbunyi, menandakan kelas akan segera dimulai. Mereka berdua mengangguk satu sama lain sebelum berpisah untuk menuju ke kelas masing-masing.
🌺🌺🌺
Zayne melangkah di koridor perusahaannya dengan langkah pasti. Tatapannya dingin dan datar, tidak menunjukkan emosi sedikit pun. Wajah tampannya tanpa ekspresi, tidak ada senyum atau kehangatan yang terpancar dari ekspresi wajahnya.
Beberapa karyawan mengangkat kepala dan membungkuk hormat singkat saat Zayne melintasi bilik-bilik mereka. Tatapan mereka penuh dengan rasa hormat pada sang atasan yang karismatik. Meskipun wajah Zayne tetap serius, tapi kehadirannya sendiri sudah cukup membuat suasana tegang.
Mereka tahu bahwa di balik ketenangan itu, ada ketegasan tak terbantahkan. Zayne melangkah dengan tenang, melewati karyawan-karyawan yang sibuk dengan tugas masing-masing. Meskipun hanya sesaat, tatapan dinginnya meninggalkan kesan yang tak terlupakan di hati setiap orang yang ia lewati.
"Presdir, ini agenda Anda hari ini," ujar Natasya sambil menghampiri Zayne di ruangannya. Dia adalah sekretaris CEO tampan dan dingin itu.
Zayne mengangguk singkat. "Beritahu para dewan direksi. Kita harus mengadakan rapat darurat dalam 20 menit," pesannya.
Natasya mengangguk patuh. "Baik, Presdir. Kalau begitu saya permisi dulu," ucapnya sebelum meninggalkan ruangan.
Selain sebagai CEO, Zayne juga berprofesi sebagai bos mafia. Namun, identitasnya sebagai mafia tersembunyi dan tidak diketahui oleh banyak orang. Mata kanannya adalah bukti nyata.
Zayne kehilangan mata kanannya dalam bentrokan brutal dengan kelompok mafia yang selama ini menjadi musuh bebuyutannya. Kejadian itu meninggalkan bekas yang dalam, mengingatkannya pada rasa dendam yang tak terlupakan setiap kali dia menatap cermin.
🌺🌺🌺
Saung musik dipenuhi dengan alunan biola yang dimainkan oleh Jessica. Setiap senar yang disentuhnya menghasilkan melodi yang begitu merdu, membuat pendengarnya terpesona. Suaranya memenuhi ruangan, membawa kedamaian dan keindahan di tengah keramaian kota.
Ketika dia bermain, ekspresi wajahnya penuh dengan emosi, seolah-olah mengungkapkan segala cerita yang terkandung dalam setiap nada. Momen seperti ini menjadi waktu yang berharga baginya, di mana dia bisa sepenuhnya menyatu dengan musik dan melupakan segala urusan dunia.
"Oke, kalian semua, dengarkan aku," kata Jessica dengan suara yang hangat kepada para muridnya yang berkumpul di ruang musik. "Hari ini, kita akan fokus pada teknik pemanjangan melodi dalam permainan biola. Ini penting karena memungkinkan kita untuk mengekspresikan lebih banyak emosi dalam musik kita."
Para murid mengangguk penuh antusiasme, siap untuk memulai.
"Baiklah, ayo kita mulai dengan latihan. Aku akan menunjukkan contohnya, dan kemudian kalian akan mencobanya sendiri," lanjut Jessica sambil mengangkat biolanya.
Dia mulai memainkan melodi yang lembut dan indah, menunjukkan teknik pemanjangan melodi dengan lancar dan penuh perasaan.
"Lihatlah bagaimana nada-nada panjang ini memberikan kesan yang lebih dalam pada musik," jelas Jessica sambil menatap para muridnya. "Sekarang, coba kalian semua praktekkan."
Para murid mulai mempraktekkan teknik yang diajarkan oleh Jessica dengan penuh semangat, mencoba untuk meniru permainannya dengan baik.
🌺🌺🌺
BERSAMBUNG
Ketukan pada pintu membuat Zayne mengalihkan perhatiannya dari laptopnya. Pintu terbuka dari luar dan Sean memasuki ruangan megah itu sambil membawa dokumen yang berisi informasi yang Zayne inginkan.
"Tuan, saya sudah mendapatkan informasi yang Anda inginkan," ucap Sean.
"Jelaskan," pinta Zayne dengan dingin.
Sean mengangguk. "Wanita itu adalah korban broken home. Orang tuanya bercerai sejak dia duduk di bangku sekolah menengah akhir dan tidak melanjutkan kuliah. Dia memiliki seorang adik yang harus dibiayai dan seorang nenek yang sakit-sakitan," jelas Sean panjang lebar.
Dalam ruangan yang tenang, suara Sean terdengar jelas saat dia menguraikan latar belakang Jessica kepada Zayne. Wajah Zayne tetap serius, tetapi dalam dirinya, ada kilatan ketertarikan akan cerita yang dibawakan oleh Sean. Mengetahui lebih banyak tentang Jessica, terutama sisi kehidupannya yang gelap.
"Dia bekerja sebagai guru musik di salah satu sekolah ternama di negeri ini, dan saat malam hari dia mengambil kerja sampingan sebagai wanita penghibur. Dia selalu menolak untuk berhubungan badan dengan para pelanggannya, meskipun dia memberikan harga tinggi," lanjut Sean.
"Dan Anda, adalah satu-satunya orang yang berhasil tidur dengannya," jelas Sean panjang lebar.
Suasana di ruangan itu menjadi tegang saat Sean menutup uraian tentang Jessica. Zayne mendengarkan dengan serius, mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Sean.
Informasi itu menggambarkan Jessica dalam cahaya yang berbeda, dan Zayne merasa tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang wanita itu. Meskipun tatapannya tetap dingin, tapi dalam hatinya, ada kilatan penasaran yang sulit dia sembunyikan.
"Kau boleh pergi," pinta Zayne.
Sean mengangguk, membungkuk hormat, lalu melangkah pergi meninggalkan ruangan atasannya.
"Jessica, kau benar-benar menarik."
🌺🌺🌺
Malam telah tiba, dengan dinginnya angin malam yang menusuk kulitnya yang terbuka. Jessica melangkah dengan anggun, mengenakan gaun merah yang memperlihatkan bentuk tubuhnya yang ramping, dengan kaki jenjang yang indah.
Dia memasuki klub malam tempatnya bekerja."Sica," Dua wanita terlihat melambaikan tangannya pada Jessica sambil berseru memanggil namanya. Mereka adalah Tiffany dan Sunny, kedua sahabat baik Jessica.
Jessica membalasnya dengan senyum hangat dan lambaian tangan yang ramah. "Sebaiknya kau segera pergi. Tamumu sudah menunggu," ucap Sunny, yang dibalas dengan anggukan oleh Jessica.
Di tengah langkahnya, Jessica terus berpikir. Bagaimana mungkin tiba-tiba ada tamu yang sudah menunggunya, padahal sebelumnya belum ada yang membuat janji untuk dia temani. Jessica mengangkat bahunya dengan acuh, dia tak mau ambil pusing. Yang penting baginya adalah mendapatkan uang.
.
.
"Maaf, sudah membuatmu menunggu lama," ucap Jessica sambil melangkah masuk ke ruangan VVIP. Di dalamnya, seorang pria dalam balutan pakaian gelap dengan benda hitam bertali pada mata kanannya duduk di sofa, menikmati minumannya.
"Tidak masalah, aku juga baru tiba," jawab Zayne.
Jessica menghampirinya dan duduk di pangkuannya, memeluk lehernya. "Apa yang kau inginkan dariku malam ini? Kehangatan, kepuasan, atau..."
"Kenapa kau tidak merasakan padaku sebelum kita melakukannya jika sebenarnya kau masih perawan?" tanya Zayne tanpa basa-basi, membuat Jessica terdiam.
Jessica turun dari pangkuan Zayne dan berdiri di depan dinding kaca di belakang sofa. "Kau sudah memberiku uang yang sangat besar. Bukankah aku harus memberikan imbalan yang pantas?" jawabnya dengan dingin.
Zayne menghampiri Jessica, menarik lengannya hingga mata mereka saling bertemu dan bersirobok. Ada penyesalan di mata hitam Zayne ketika menatap mata Jessica, merenungi apa yang terjadi malam itu.
"Aku tau apa yang ingin kau katakan. Sebaiknya tak perlu dibahas. Karena semua sudah terjadi dan percuma juga disesali. Bukankah kita sama-sama mendapatkan keuntungan? Aku mendapatkan uangmu, dan kau mendapatkan kepuasan, bukankah begitu," Jessica berbalik badan, matanya terkunci pada mata kiri Zayne.
Dalam ruangan yang hening, Jessica mengungkapkan pikirannya dengan tegas. Dia mencoba menenangkan situasi, menghadapi kenyataan yang tak bisa diubah. Namun, di balik kata-katanya, terasa ada rasa kehampaan yang menghantui.
"Dari sekarang, aku adalah partner ranjangmu. Kapanpun kau membutuhkanku, aku akan selalu siap untuk melayanimu. Aku tidak ingin menjadi orang yang tidak tahu diri dan tidak balas budi," imbuh Jessica dengan mantap.
Tanpa berkata-kata, Zayne menarik tengkuk Jessica lalu mencium bibirnya. Dia melumattnya dengan frontal dan penuh gaiirah, memenuhi ruangan dengan kehangatan yang memabukkan.
Tangan Jessica memeluk erat leher Zayne, matanya tertutup rapat. Meskipun sedikit kewalahan, dia mencoba mengimbangi ciuman Zayne yang begitu memabukkan. Zayne terus mencium bibir Jessica dengan penuh gairah, memainkan lidahnya dengan lincah. Sesekali, mereka saling bertukar saliva, mengalami French kiss yang intens.
Zayne mendorong Jessica dengan lembut menuju ranjang besar di tengah ruangan, tanpa melepas tautan bibir mereka. Ciuman mereka semakin tak terkendali, penuh gairah, dan memabukkan. Dessahan keluar dari sela-sela ciuman tersebut, menciptakan suasana yang semakin panas di antara mereka. Jessica benar-benar dibuat mabuk kepayang oleh partnernya.
"Ambil kartu ini. Apalagi yang kau pikirkan? Bukankah kau memiliki seorang nenek yang sakit-sakitan dan adik yang perlu kau biayai? Bukankah dengan uang itu kau bisa merubah kehidupan keluargamu?" ucap Zayne dengan nada dingin.
Jessica mengangkat kepalanya dan menatap Zayne dengan tajam. "Jadi kau menyelidiki tentang latar belakangku? Kau benar-benar lancang. Jangan hanya karena kau memiliki uang, maka bisa memasuki privasi orang lain. Ambil kembali kartu ini, aku tidak membutuhkannya."
Zayne menatap Jessica dengan tatapan yang dingin, namun terdapat kejutan di matanya. "Kau tidak paham, Jessica. Aku tidak melakukan ini untuk mencampuri privasimu. Aku melakukannya karena aku peduli padamu. Aku ingin membantumu keluar dari lingkaran gelap ini. Ambillah uang itu, bukan untukku, tapi untuk keluargamu," ucapnya dengan suara yang lembut, mencoba merayu Jessica.
"Tidak perlu, aku tidak butuh. Jangan pernah mengikatku dengan uang," kata Jessica tegas, memandang Zayne dengan ketegasan yang sama. "Aku akui, aku memang membutuhkan uang itu. Tapi bukan berarti kau bisa mengatur hidupku."
Jessica terdiam sejenak, membiarkan kata-katanya menghentak di udara sebelum melanjutkan. "Anggap saja kejadian malam itu sebuah kesalahan. Sebaiknya mulai sekarang kita tidak usah bertemu lagi. Kita sama-sama impas, kau mendapatkan kepuasan, dan aku mendapatkan bayaranku. Aku pergi."
Zayne menahan pergelangan tangan Jessica dengan kuat, ekspresinya serius. "Jangan coba-coba untuk kabur dariku. Ingatlah, Jessica, kau hanya milikku!" suaranya menggema di ruangan, menciptakan ketegangan di udara.
Jessica menyentak tangan Zayne dengan gerakan tegas dan menatapnya dengan tatapan tajam. "Aku bukanlah mainanmu," ucapnya dengan suara tegas, memancarkan keberanian. "Kau tak bisa mengendalikanku hanya karena sudah membayarku di atas ranjang!"
Tanpa menghiraukan Zayne, Jessica pergi begitu saja. Bukannya merasa tersinggung, dia justru merasa tertantang. Baru kali ini ada wanita yang berani berbicara dengan nada tajam padanya. Zayne menyeringai dingin. "Menarik,"
🌺🌺🌺
BERSAMBUNG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!