Malam hari di sebuah hotel berbintang lima. Seorang wanita dengan tubuh yang bak seperti seorang model kini berjalan menyusuri hotel mencari kamar 701 tempat sang kekasih menginap malam ini. Mata elang sang wanita menatap tajam setiap apa yang ia lihat di hadapannya.
GERBAK...
Bunyi suara pintu kamar hotel yang terbuka secara keras hingga membuat sepasang kekasih yang sedang beradu kasih di dalam kamar langsung terperanjat kaget.
"Sa-sayang."Ucap Lelaki yang bernama Baim dengan terbata.
BYURRRRR...
Segelas wine di siram tepat ke wajah Baim, hingga membuat wajah Baim basah.
"Kau! Apa yang kau lakukan?" tanya sang wanita yang kini menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
"Mulai hari ini, kita putus. Dan jangan pernah menampakkan batang hidung mu lagi di perusahaan miliku. Karena kau sudah aku pecat!" Ucap Rayasi Stevaya. "Dan kau!" Raya menatap wanita yang kini berbalut selimut hotel "Hanya seekor lalat yang mengejar sampah!" Ucapnya dengan lantang dan berlalu dari sana.
"Hey, kau bilang apa? Dasar nenek lampir." Kata wanita yang kini sedang memakai selimut. Namun Raya sama sekali tidak menggubris karena baginya wanita itu hanya seekor lalat yang tidak ada bandingnya dengan dirinya.
"Sayang, sayang." Panggil Baim sambil menghalangi pintu agar Raya tidak keluar. "Please dengar dulu penjelasanku. Dia! Wanita itu merayuku. Dia merayuku sayang. Ini bukan salahku." Jelas Baim yang tentu tidak ingin hubungannya dengan Raya kandas di tengah jalan. Apalagi Raya adalah wanita yang kaya raya, sehingga apapun yang Baim inginkan pasti akan terpenuhi.
"Andre." Panggil Raya pada sang asisten.
"Iya nona."
"Jangan biarkan sampah menghalangi jalanku." Pinta Raya dengan wajah datar yang tak terbaca.
•••••
Mobil berhenti tepat di sebuah rumah mewah dan mega. Sang pemilik mobil keluar dan berjalan masuk ke dalam rumah dengan wajah yang datar dan dingin dan, tanpa ada kata sepatah pun keluar dari bibir mungilnya.
"Selamat malam nona." Sapa pelayan, namun Raya hanya lewat begitu saja.
Hingga saat Raya masuk ke dalam kamar, ia menutup pintu dan melepas tasnya ke sembarang arah. Raya langsung merebahkan dirinya di atas tempat tidur.
"Apa yang salah denganku?" Lirihnya.
Sudah empat kali ia gagal dalam menjalin hubungan. Setiap pria yang dekat dengannya tidak ada satupun yang mau mencintai dirinya dengan tulus. Mereka hanya ingin mengejar harta yang Raya miliki. Padahal, Raya sudah sangat tulus memberikan hatinya, tapi pria-pria yang berkencan dengannya ternyata semua sam*pah.
"Tidak! Aku tidak boleh menangis." Tegas Raya pada dirinya sendiri. Lalu Raya berdiri. Dan berjalan menuju balkon kamar. Di lihatnya langit langit malam yang memancarkan keindahan.
Andai saja perselingkuhan malam ini tidak terjadi. Mungkin saja, minggu depan Raya sudah bertunangan dengan mantan kekasih. Meskipun merasakan sakit hati, tapi Raya masih bisa bersyukur karena sisi buruk sang mantan bisa ia ketahui.
Rayasih Stevaya. Wanita mandiri yang kekurangan kasih sayang, membuatnya berharap bisa mendapatkan kekasih atau calon suami yang bisa memberikan kasih sayang padanya secara tulus tanpa memandang siapa dirinya. Raya, yang di kenal sebagai pengusaha sukses di usia yang masih muda, memiliki masa kelam yang sangat suram. Kehilangan sang ibu, membuat Raya sangat membutuhkan kasih sayang. Selama Raya hidup, ia hanya bertemu dengan orang-orang toxic yang berpura pura baik di hadapannya demi harta yang ia miliki saat ini.
••••••
Tap, tap, tap. Bunyi sepasang sepatu yang berjalan memasuki gedung perkantoran. Semua pengawai langsung menundukkan kepala dan menyapa dengan sopan saat Raya masuk ke dapan perusahaan.
Wajah dingin, namun di balik matanya ada kilatan lembut.
"Kau dengar berita?" Bisik salah satu pegawai.
"Berita apa lagi?"
"Semalam, tuan Baim pacar bu Raya ketahuan selingkuh."
Raya yang mendengar gosip rendahan itu langsung menghentikan langkah kakinya. Dan menatap tajam pada dua orang yang menggosipkan dirinya.
"Jika masih ingin bekerja, setidaknya mulutmu harus punya sopan santun." Kata Raya dengan aura ingin mencengkram kedua pengawainya.
"Maafkan kami bu." Ucap keduanya serentak.
"Andre! Aku tidak ingin cerminan perusahaan ku terdapat mereka berdua."
"Baik bu." Ucap Andre yang sudah mengerti apa yang Raya inginkan.
"Maafkan kami bu." Ucap keduanya.
Bagi Raya tidak ada kata maaf bagi mereka yang suka bergosip. Bagi Raya, tidak ada kata maaf pada mereka yang selalu berpura-pura tersenyum saat berhadapan tapi, saat tidak bersama justru menjelek-jeleknya atau bercerita yang tidak bagus. Raya, sangat tidak suka pada manusia yang memakai topeng di hadapannya.
Makan malam keluarga bersar Raya yang di hadiri oleh sang ayah, ibu tiri, dan juga adik tirinya. Raya, makan penuh dengan keanggunan, berbeda dengan sang adik tiri yang terus saja berbicara sambil tertawa di sela makan hingga membuat Raya merasa kesal.
BRANGKKKKK....
Raya meletakkan sendok dan garpunya secara serantak dengan sangat keras sehingga membuat semua yang berada di meja makan langsung keget.
"Raya." Tegur sang ayah. "Kau ingin ayah mati karena serangan jantung." Adatama
"Kau!" Raya menatap tajam pada Kelvin, tanpa menghiraukan ucapan sang ayah. "Dasar, tidak punya sopan santun." Cibir Raya dengan mata yang melotot tajam pada Kelvin sehingga membuat Kelvin diam menciut.
"Apa yang kau lakukan pada adikmu? Dia hanya berusaha menghibur ayahmu." Tegur Sabrina, ibu tiri Raya.
Raya hanya bisa tersenyum tipis mendengar ibu tirinya yang terus saja membuat tentang Kelvin. "Aku anak tunggal, dan tidak pernah memiliki adik." Ucapnya dengan sangat tegas lalu berdiri dan tidak ingin melanjutkan makan malamnya lagi.
"Raya..." Teriak sang ayah. "Duduk!" Titah Aditama. "Ayah bilang duduk!"
"Raya tidak selera makan dengan orang-orang muna*fik." Ucapnya dan berlalu dari sana.
Sabrina mengepal tangannya dengan erat. Ia sungguh sangat tidak suka dengan Raya yang selalu saja bersikap seenak jidat pada anaknya. Sabrina sangat-sangat membenci Raya, sebab Raya menghambat Kevin dalam mencapai mimpinya.
"Mom." Lirih Kevin, pria yang berbeda satu tahun dengan Raya.
"Sayang tenanglah. Jangan hiraukan Raya. Dia hanya sedang stres karena di tinggal pacarnya." Ucap Sabrina.
Berita tentang Raya sudah di ketahui oleh seluruh keluarga. Dan tentunya Sabrina merasa bahagia karena Raya kembali gagal menikah.
Adatama hanya diam, dan itulah yang membuat Raya semakin tidak suka dengan ayahnya. Yang selalu membela anak dan istri tirinya tanpa ingin tahu tentang diri Raya.
...🥀🥀🥀🥀🥀...
Malam harinya.
Di sinilah Raya berada, di samping pusaran sang ibu, duduk sambil menyandarkan kepalanya di atas tumpukan tanah
"Ibu." Lirihnya.
Walau Raya terkenal sebagai wanita yang dingin, tapi Raya juga memiliki sifat yang begitu rapuh. Tidak ada lagi tempat untuk bertukar cerita selain di pusaran sang ibu.
Tertidur lebih dari dua jam lamanya, akhirnya Raya terbangun dalam keadaan kepala yang terasa pusing, akibat tadi menangis sebelum tertidur. Raya berjalan tertatih hingga ia terjatuh tepat di dalam lokasi pemakanan.
Sebuah mobil sedan mewah yang juga kebetulan lewat, tanpa segaja sang pemilik yang duduk di kursi belakang menatap ke arah kuburan dan melihat sosok wanita berambut panjang terbaring di atas tanah.
"Stop!" Ucap pria yang bernama Derald Adam.
Sang supir langsung menginjak rem secara mendadak..
"Yakin? Ini kuburan Derald, kenapa harus berhenti di sini?" Tanya Cican sabahat sekaligus asisten Derald yang memiliki tubuh berisi.
"Lihat." Kata Derald sambil melihat kembali ke arah kaca jendela mobil, Cican yang juga ikut melihat spontan langsung teriak histeris. "Jangan teriak, tapi hampiri." Titah Derald.
"Tidak!" Tolak Cican dan langsung menancap gas, namun lagi lagi Derald menyuruhnya untuk menghentikan mobil.
"Penakut" Kata Derald dan keluar dari mobil menghampiri Raya yang kini sedang pingsang.
"Derald." Teriak Cican dengan kaki yang sudah gemetar dan pikiran sudah kemana-mana. Cican sudah berpikir jika wanita itu adalah kuntilanak yang sedang mencari mangsa. "Aku belum makan pizza buatan nyonya, aku belum mau mati, aku masih mau hidup, jadi ayo pulang." Kata Cican berbicara sambil menutu mata dengan kedua tangan, namun masih dapat melihat dari sela-sela jarinya.
"Dia masih hidup." Kata Derlad saat sudah memeriksa nafas Raya. Dan tanpa aba-aba Derald langsung menganggkat tubub Raya naik ke atas mobil miliknya.
Sepanjang perjalanan, Cican tak henti-hentinya mengomel, tentang hantu, hantu dan hantu. Bagaimana jika wanita yang saat ini sedang berada di dalam mobil langsung berubah menjadi kuntilanak. Bagaimana jika perempuan cantik ini, langsung berubah menjadi wanita yang menyeramkan dengan wajah yang berlumur darah dan kuku yang panjang.
"Derald, aku masih mau hidup. Jika wanita ini berubah menjadi kunti, kau harus yang pertama menjadi korbannya." Kata Cican sambil mengendari mobil.
"Setan suka orang yang penakut dan gemuk." Goda Derald sehingga membuat Cican kembali teriak.
"Derald.."
"Auhh." Ringis Raya sesaat lalu kembali memejamkan matanya.
"Hantunya sadar. Bagaimana ini, apa dia meminta darah segar?" Tanya Cican dengan panik.
"Diamlah Cican. Jika terus berbicara maka kau akan menjadi sasaran empuk."
Cican berhenti berbicara.
Derald, lalu menatap wajah wanita yang belum ia kenal siapa namanya. Derald mengusap rambut Raya dengan lembit dan menyelipkan di belakang telinga. Wajah cantik, yang mampu membuat Derald tersenyum tipis.
...🥀🥀🥀🥀🥀...
Pagi harinya.
"Aaaahhhhhh." Teriak Raya hingga membuat Derald kaget dan langsung masuk ke dalam kamar Raya.
"Ada apa?" Tanya Derald.
"Siapa kau? Apa yang kau lakukan dengan tubuhku? Dimana bajuku? Kenapa bisa terganti." Banyak sekali pertanyaan yang di lontarkan oleh Raya yang belum sempat Derald jawab, namun tamparan sudah berhasil mendarat di pipi Derald.
PLAK...
"Dasar pria mesum. Apa yang kau lakukan?" Tanya Raya dengan suara yang meninggi dan menatap tajam pada Derald. "Jangan bilang.."
"Aku sudah mengambil kesucianmu. Kenapa? Mau marah? Mau teriak? Silahkan, tidak akan ada yang mau menolongmu." Ucap Derald.
Dan lagi, tangan Raya melayang ingin menampar Derald namun dengan cepat Derald menahan tangan Raya.
"Lepaskan." Teriak Raya,
"Sekarang kita menikah. Aku akan tanggung jawab kepadamu."
Derald lalu menghubungi Cican.
"Segera bawa penghulu, hari ini aku akan bertanggung jawab kepada wanita yang sudah aku rebut kesuciannya." Kata Derald dan langsung memutuskan sambungan.
••••
Di tempat lain, tepatnya di sebuah pasar tradisional, Cican sedang berkulineran mencicipi kue khas, namun ia langsung menghamburkan semua makanan yang berada di dalam mulutnya kala mendapat panggilan telpon dari Derald.
"Pasti bercanda." Ucapnya. "Tidak! Derald tidak pernah bercanda."
"sah." Kata Cican dan juga ada beberapa orang dari desa tersebut yang di panggil untuk menjadi saksi pernikahan antara Raya dan juga Derald.
Jika Derald tersenyum tipis, tidak dengan Raya. Wajahnya saat ini memancarkan aurah permusuhan. Matanya menatap tajam ke arah Derald, ia bahkan sangat siap menerkam Derald, namun saat ini hanya bisa ia pendam mengingat ada beberapa orang yang duduk di sini.
"Hanya ini? Mis*kin!" Ucap Raya saat melihat aneka kue khas yang di bawa oleh Cican untuk dimakan saat setelah ijab kabul selesai. "Musibah apa yang terjadi, sampai aku harus menikah dengan pria mis*kin." Kata Raya dengan ketus sehingga membuat Cican ingin menampar mulutnya, namun Derald dengan cepat menarik lengan Cican dan menggelengkan kepala.
Setelah menikah, Raya langsung pergi meninggalkan sekumpulkan orang yang menyantap kue. Meski dirinya begitu sangat lapar karena belum memakan apapun semenjak dirinya membuka mata, tapi ia urungkan karena mengingat apa yang barusan terjadi. Pernikahan mendadak membuat dirinya lupa akan perutnya yang sudah sejak tadi berdemo minta untuk segera di isi.
"Makanlah." Tawar Derald sambil memberikan kue di hadapan Raya. Raya hanya diam memandang dingin ke arah Derald. "Kau harus makan, agar tidak pingsan lagi."
"Apa yang kau berikan pada kue ini? Racun?" Tanya Raya dengan suara yang dingin. Tentu, melihat suaminya sama saja dengan membuat darahnya mendidih. Raya memang sangat menginginkan pernikahan, tapi pernikahan yang di dasari oleh cinta. Sama sama memberikan cinta, bukan pernikahan dadakan yang harus di rayakan dengan hanya memakan kue kampungan.
Raya, masih menunggu jawaban dari pria yang sudah resmi menjadi suaminya. "Katakan!" Sentak Raya dengam ketus.
"Percayalah padaku. Aku tidak mungkin meracunimu." Ucap Derald sambil tersenyum.
Raya menatap wajah Derald dan kue yang ada di tangan Derald secara bergantian. Perutnya kembali berbunyi. Sungguh saat ini Raya benar-benar sangat lapar.
Dan tanpa permisi Raya langsung mengambil kue dari tangan Derald. Dimakannya dengan lahap. Sungguh kue kampungan ini rasanya begitu nikmat saat pertama kali Raya memakannya.
Lagi, Raya mengambil kue kedua. Tapi bagi Raya, kue ini tidak enak, hanya saja kebetulan dia sangat lapar, dan harus mengisi tenanga agar bisa menghadapi pria yang ada di hadapannya saat ini. Pria yang sudah menjadi suaminya, walau tidak ada cinta di antara mereka.
"Tunggu sebentar, aku akan mengambilkan mu air." Kata Derald dan berlalu dari sana, meninggalkan Raya yang sedang memakan lahap kue yang ka berikan.
...🍃🍃🍃🍃🍃...
Raya menatap keluar jalan melalui kaca jendela mobil. Mobil yang saat ini berjalan memasuki lorong perumahan yang bertipr 36. Mata Raya mendadak membulat sempurna saat mobil yang di kendarai oleh pria yang bernama Derald itu tiba di sebuha perumahan.
"Turunlah." Kata Derald lalu keluar dari mobil. Derald lalu masuk ke dalam rumah di susul oleh Raya dengan teriakan yang membuat Derald menghentikan langkah kakinya.
"Hey.." Teriak Raya dengan lantang. "Jangan bilang kalau kau akan mengajakku tinggal di rumah kumuh ini?" Tanyanya sambil melihat sekeliling.
"Ini rumahku, dan sekarang kau istriku. Jadi kau akan tinggal di sini bersamaku. Mulai hari ini kau sudah sepenuhnya menjadi tanggung jawabku."
'Hahahahahahahah' Raya tentu tertawa mengejek pada suami yang baru ia nikahi beberapa jam lalu. Tanggung jawab? Bagaimana pria ini dengan tanpa tidak tahu malunya berkata tanggung jawab di hadapan Raya, yang notabene nya adalah rich women. Yang belum pernah merasakan hidup susah dan tinggal di perumahan subsidi tipe 36 seperti ini.
"Jika kau belum memiliki uang setidaknya jangan mengajakku menjadi istrimu." Sindir Raya, namun Derald hanya diam saja, dan kembali berjalan masuk hingga ke pintu kamar.
"Ini kamar kita. Di sana ada dapur yang bisa kau gunakan untuk memasak." Tunjuk Derald pada salah satu ruangan, lalu Derald masuk ke dalam kamar.
"Tunggu." Raya ikut masuk ke dalam kamar dan menarik tangan Derald. "Aku memang sah sudah menjadi istrimu. Tapi ingat! Aku bukan pembantumu yang bisa kau suruh untuk memasak. Aku tidak mau, dan tidak pernah mau!" Tolak Raya dengan lantang.
"Baiklah."
"Menyebalkan." Gumam Raya sambil menyentakkan kakinya dengan asal lalu keluar dari kamar.
Ia lalu mengambil ponselnya dan menghubungi supir pribadinya untuk segera datang menjemput dirinya. Tidak butuh waktu lama, kini sang supir datang dan Raya langsung bergegas keluar dari rumah dan membanting pintu dengan begitu kasar. Sehingga dapat di dengar oleh Derald yang kini berdiri di ambang pintu kamar.
"Dia sudah pergi." Lirihnya.
Satu jam berlalu. Cican datang, sungguh Cican tidak bisa menyangka jika sang sahabat melakukan hal sedemikian rupa pada wanita yang baru saja mereka temui.
"Katakan! Cepat! Siapa wanita itu? Kenapa kau mau menikah dengannya padahal kita baru bertemu semalam?" Tanya Cican dengan sangat penasaran dengan jawaban yang keluar dari mulut sahabatnya itu.
"Aku mencintainya." Jawab Derald yang mampu menggelitik kuping Cican hingga membuat Cican tertawa sampai mengeluarkan cairan bening dari sudut matanya.
Namun, tawa Cican terhenti kala melihat Derald yang terdiam dengan wajah yang begitu serius. Cican benar-benar terhenyut, saat menyadari jika selama ini belum pernah sekalipun Derald mengaku mencintai wanita, dan ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Cican mendengarkan langsung dari bibir sang sahabat.
"Apa yang aku dengar ini benar?" Tanya Cican agar dapat memastikan semua benar keluar dari bibir Derlad. Namun Derald sudah memejamkan mata dengan kepala yang bersandar di dinding. "Kenapa? Kenapa kau harus menutup identitasmu? Harusnya jika kau mencintai wanita itu. Kau harus jujur agar dia mau menerimamu." Kata Cican.
"Tak perlu ku jawab, kau pasti tahu sendiri." Jawab Derald dengan mata yang masih terpejam.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!