Huateng terbangun dari tidurnya lalu beranjak cepat seraya turun dari atas ranjangnya yang terbuat dari batu es.
Menguap sembari menggeliat pelan lalu berdiri sambil memperhatikan sekelilingnya.
"Sepertinya raja neraka mengirimkan misi aneh lagi padaku...", ucap Huateng.
Muncul kedua sayap dari arah punggungnya lalu mengibas kuat.
"Apalagi yang harus kukerjakan disini ?" gumam Huateng.
Huateng berjalan lambat sedangkan kedua sayapnya terus mengepak kuat di balik punggungnya.
WUZHHH... !
WUZHHH... !
WUZHHH... !
Terlihat tubuh Huateng terbang di atas ruangan luas dengan bangunan menjulang tinggi yang mirip sekali bangunan kastil.
Huateng meraih sebutir berlian dari atas cawan bening yang terletak di atas meja konsul dari kristal.
"Aku harus menambah lagi berlian-berlian kehidupan ini karena hampir habis setelah aku memakannya", ucap Huateng.
Belum sempat Huateng memakan berlian kehidupan sebagai sumber energinya.
Tiba-tiba terdengar suara jeritan yang menyayat hati dari arah kedua telinganya, menggema kuat hingga nyaris merusak gendang telinga Huateng.
"JANGAN SIKSA AKU !!!"
Suara jeritan aneh muncul menggema kuat di gendang telinga Huateng.
PRAAAANG... !
Tanpa sengaja Huateng menyenggol gelas kristal di dekat cawan sampai hancur berkeping-keping ke atas lantai ruangan.
Kembali lagi suara lengkingan muncul mengiang kuat di telinga Huateng.
"BALAS MEREKA SEMUA !!!"
Huateng berteriak keras seraya menutupi kedua telinganya yang kesakitan.
"AAAAAAAKHHHH... !!!" teriak Huateng.
BRUK !
Huateng langsung melesat cepat meninggalkan ruangan luas terbuat dari es yang menjadi tempatnya tinggal.
KRAAAK... !
Suara aneh langsung terdengar dari dahan ranting pohon ketika angin menghembus kencang.
Terlihat kilatan cahaya terang terbang meluncur cepat bagaikan kilat ke arah sebuah bangunan rumah sakit.
BLAAAR... !
Disertai semburan hawa dingin bagaikan es menyelimuti ruangan yang tampak sepi.
Huateng bergerak pelan, kedua sayapnya terlihat mengepak samar dari arah punggungnya ketika dia berjalan.
Seluruh penampilannya berubah, kini Huateng telah menjelma penampilannya menjadi seorang dokter berwajah tampan.
Langkah kakinya pelan tapi kuat saat dia melangkahkan kedua kakinya di atas lantai.
Tap... !
Tap... !
Tap... !
Huateng terus berjalan menuju ke salah satu kamar yang memancarkan cahaya terang.
"Rupanya kamar itu sumber dari masalah tadi", ucap Huateng.
Salah satu tangan Huateng lalu memancarkan cahaya berkilauan, angin dingin bertiup lembut disekitar telapak tangannya.
Sebuah tas medis lalu muncul bersamaan dengan tiupan angin dingin tadi.
Huateng terus melangkahkan kedua kakinya menuju kamar yang bercahaya terang.
KLEK !
Diputarnya pegangan pintu dengan sekali kibasan tangan hingga pintu kamar di depannya terbuka perlahan-lahan.
Seorang perempuan sedang duduk di lantai dengan kepala tertunduk lalu menoleh ke arah Huateng yang berdiri tepat di depan kamar.
"Hmm...", gumam Huateng saat membalas tatapan mata perempuan itu.
Tiba-tiba perempuan itu melempari Huateng dengan berbagai benda hingga mengenai wajah tampannya.
BRUK !
"Haish... ?!" gumam Huateng sambil menggeram pelan, berusaha menahan amarahnya.
Sedetik kemudian perempuan itu lalu menerjang cepat ke arah Huateng dengan mencoba menancapkan garpu padanya.
Spontan membuat Huateng terkejut kaget ketika mendapatkan serangan brutal dari seorang perempuam asing.
Huateng dengan sigapnya menghindari serangan perempuan itu yang terlihat mengamuk lalu ditahannya tangan perempuan lusuh yang menggenggam kuat sebuah garpu dengan kedua tangannya.
"Grrr... ! Bunuh mereka !" gumam perempuan yang mengamuk itu.
"Siapa yang kau maksudkan ?" sahut Huateng sembari menautkan kedua alisnya.
"Grrrmmm... ! Grrrrmmm... ! Grrrrmmm...! Mereka semua !" ucap perempuan itu.
"Apa kau sudah tidak waras ?" tanya Huateng.
"Yah... Aku memag sudah tidak waras...", sahut perempuan itu.
"Kenapa denganmu, nona ?" ucap Huateng.
"Mereka telah menjebakku ! Bukan aku pelakunya tapi mereka membuatku seperti seorang morfinis akut !" sahut perempuan itu dengan kedua mata berkilat-kilat.
"Aku tidak mengerti ucapanmu, nona", ucap Huateng lalu membalas tatapan perempuan itu.
"Lepaskan aku ! Biarkan aku pergi dari sini !" ucap perempuan itu sembari mendesis pelan.
Perempuan dalam ruangan kamar rehabilitasi itu terus memaksa keluar seraya mendorong kuat tubuh Huateng agar menyingkir dari depan kamar.
"Menyingkirlah dari hadapanku !" geram perempuan itu yang dipenuhi kemarahan.
SRET !
Huateng menggenggam kuat tangan perempuan di hadapannya supaya dia tidak mengamuk.
"Diamlah nona !" perintah Huateng agak kewalahan saat menahan tubuh pasien perempuan itu.
"Jangan halangi aku !" ucap perempuan itu.
Huateng terpaksa mengambil tindakan cepat agar perempuan itu tidak lagi mengamuk padanya.
Sekali hentakan tangan, Huateng memaksa perempuan itu kembali ke tempat tidurnya.
"Duduk disana !" perintah Huateng.
Tubuh perempuan itu lalu bergerak melayang seraya terbang ke arah tempat tidurnya lalu dia duduk di atas sana.
"Diam disana !" perintah Huateng.
Tidak ada reaksi dari arah perempuan itu, dia terlihat diam melamun seraya menatap kosong ke arah Huateng.
"Apalagi tugas aneh ini ?!" ucap Huateng sambil mendongakkan kepalanya pasrah.
Huateng tak pernah menyangka akan mendapatkan pengalaman seperti ini diawal tugasnya di dunia manusia.
"Apa keinginan dari Raja Neraka itu sebenarnya ?!" keluh Huateng.
Huateng menutup pintu kamar dan menguncinya rapat agar tidak ada seorangpun masuk ke kamar ini kemudian dia melangkah menghampiri tempat tidur perempuan malang itu.
"Siapa namamu ?" tanya Huateng.
Huateng melangkah pelan sembari melirik ke arah papan nama yang ada di tempat tidur.
Tertulis jelas sebuah nama Qixuan pada papan nama yang menyebutkan bahwa pemilik kamar ini bernama Qixuan.
"Apa namamu Qixuan ?" tanya Huateng.
Perempuan itu lantas menengadahkan kepalanya ke arah Huateng.
"Kau mengenalku ?" tanya perempuan itu.
"Benar, rupanya namamu adalah Qixuan", sahut Huateng.
Huateng bergegas duduk di sebelah Qixuan lalu menolehkan kepalanya.
"Kenapa kau sampai bisa berada disini ?" tanya Huateng.
"Aku... ?!" sahut Qixuan lalu menatap sendu.
"Apa yang terjadi denganmu ?" tanya Qixuan.
"Panjang ceritanya...", sahut perempuan bernama Qixuan.
"Ceritakanlah padaku agar aku tahu dengan pasti tentang kisahmu", kata Huateng.
"Untuk apa aku menceritakan kisah hidupku, bukankah sama saja hasilnya aku tetap tinggal di tempat terkutuk ini", ucap Qixuan.
"Yah, itu hakmu tapi aku ingin kau mengatakan musibah yang kau alami hingga kau berada disini", sahut Huateng.
"Kenapa ?" tanya Qixuan.
"Supaya aku bisa menolongmu, Qixuan", sahut Huateng.
"Apa kau seorang malaikat ?" tanya Qixuan.
"Hampir mirip dengan makhluk bersayap dua itu tapi tugasku disini sebagai dokter yang menangani pasien sepertimu", sahut Huateng.
"Jika seandainya kau seorang malaikat tentunya kau memahami masalahku karena tanpa aku mengatakan persoalanku seharusnya kau langsung mengerti musibah yang ku alami ini", ucap Qixuan.
"Sayangnya aku hanya seorang dokter yang bertindak mirip seorang malaikat", sahut Huateng.
"Apa kau sedang bercanda ?" kata Qixuan.
"Tidak, aku tidak pernah bercanda, Qixuan", sahut Huateng.
Qixuan lalu menaikkan kedua kakinya ke atas tempat tidur seraya menyandarkan tubuhnya.
"Kalau aku mengatakan hal yang sebenarnya padamu maka kau pastinya akan terkejut saat mengetahuinya", kata Qixuan.
"Lantas apa yang mesti aku lakukan untukmu ?" tanya Huateng.
"Siapa namamu ?" tanya Qixuan.
"Huateng...", sahut Huateng.
"Apakah kau tahu siapa pasien yang kau hadapi ini ?" tanya Qixuan.
"Entah, mana aku tahu siapa kamu", sahut Huateng sambil menaikkan bahunya ke atas.
"Tidakkah kau membaca riwayat hidupku sebelum kau memeriksaku sebagai pasienmu", kata Qixuan.
"Belum, aku belum melihatnya karena aku terburu-buru kemari setelah mendapat panggilan telepon dari rumah sakit ini", sahut Huateng.
"Kau sungguh naif...", ucap Qixuan.
"Naif ?!" kata Huateng.
"Yah, kau seorang dokter serta malaikat tapi kau tidak mengenal pasienmu, apa kau tidak takut ?" tanya Qixuan.
"Tidak...", sahut Huateng.
Huateng hanya menggelengkan kepalanya pelan ketika mendengar ucapan Qixuan lalu terdiam seraya mengamati perempuan berwajah sangat cantik itu.
Huateng masih tertegun saat menyadari tugas yang diembannya, bukanlah suatu pekerjaan mudah.
Berhadapan dengan seorang perempuan setengah waras yang terjebak di rumah sakit rehabilitasi pengap.
Tentu membuat Huateng tersiksa bahkan dia nyaris kehilangan kewarasannya seperti perempuan yang menjadi pasien khususnya itu.
Tidak hanya itu saja, Huateng yang merupakan seorang malaikat harus terpaksa beradaptasi dengan kehidupan di bumi sebagai seorang dokter.
Bagaimana dia harus menjadi seorang ahli medis profesional sedangkan dia tidak tahu menahu cara menjadi seorang dokter spesialis.
Merasa dirinya terjebak oleh tugas rumit dari Raja Neraka, Huateng harus berpikir cerdas agar dia tidak terbawa suasana.
Huateng masih menatap dingin ke arah Qixuan yang juga menatapnya tajam lalu dia berkata dengan sabar.
"Apa yang harus aku takutkan ?" tanya Huateng.
"Disini kau berhadapan dengan seorang kriminal, penjahat ulung yang memliki reputasi buruk", sahut Qixuan.
"Lantas alasannya yang mendasari ketakutanku itu apa ?" tanya Huateng.
"Sebelumnya aku adalah seorang perampok benda-benda berharga dengan nilai jual tinggi di tempat-tempat pelelangan perhiasan mewah", sahut Qixuan.
"Hmm, rupanya kau seorang perampok ya ?!" ucap Huateng.
"Yah, aku adalah spesialis pencuri perhiasan mewah dari museum ataupun gedung yang menyimpan sejumlah barang mewah", kata Qixuan.
"Karena itu alasannya kau berkata kalau aku terlalu naif", ucap Huateng.
"Yah, tepatnya seperti itu maksud dari perkataanku tadi", sahut Qixuan.
"Kau pikir kalau aku akan mudah terperdaya dengan wajah polosmu atau tertarik pada pesonamu", kata Huateng.
"Mungkin saja karena kau bertindak tanpa mengenal pasienmu yang mungkin saja dia memang tidak waras atau sakit secara kejiwaan", sahut Qixuan.
"Aku tidak mengatakan bahwa kau seperti itu, Qixuan...", ucap Huateng.
"Benarkah ?" tanya Qixuan.
"Yah, tentu saja, apa yang kau ragukan ???" sahut Huateng seraya melipat kedua tangannya tepat di depan dada.
"Kau berbohong, dokter", ucap Qixuan lalu tertawa pelan.
Sorot mata Qixuan berubah tajam, dingin, sedingin bongkahan es saat menatap ke arah Huateng.
"Oh, iya ?! Sahut Huateng membalas tatapan Qixuan.
"Raut wajahmu mewakili perasaan di hatimu dan aku tahu bahwa kau ingin mengatakan kalau aku sedang mengalami krisis kejiwaan", kata Qixuan.
"Tidak..., tidak ada alasan yang tepat untuk menggambarkan perasaanku tentang hal itu karena yang kutahu kalau kau memang butuh pertolongan", ucap Huateng.
"Apa imbalan yang kau inginkan dari jasa membantuku ?" tanya Qixuan.
"Kau pikir aku butuh imbalan atas jasa yang aku berikan padamu ?!" sahut Huateng seraya mengernyitkan keningnya.
"Entahlah..., mungkin saja...", ucap Qixuan.
"Ya Tuhan ! Demi langit dan seisinya, aku mohon !!!" keluh Huateng sambil mengangkat dagunya naik.
Qixuan terdiam seraya memalingkan mukanya ke arah lain.
"Sekarang apa yang mesti aku lakukan untuk membantumu ?" tanya Huateng.
Qixuan tersentak kaget, mendengar ucapan Huateng yang tetap menawarinya bantuan, dia menoleh ke arah Huateng dengan wajah murung.
"Membantuku ?" sahut Qixuan.
"Iya, itu sebabnya aku berada disini dan tugasku adalah membantumu untuk bangkit dan sembuh", kata Huateng.
"Tapi nyawaku berada di ujung tanduk sekarang... Bagaimana mungkin aku akan memiliki peluang hidup ?" sahut Qixuan pasrah.
"Apakah tujuanmu saat kau memanggilku karena kau ingin mati, Qixuan ???" kata Huateng.
SREEET... !
Qixuan lalu memperlihatkan bekas suntikan pada kedua lengannya yang membekas merah serta membiru.
"Tidakkah kau lihat luka akibat suntikan di tanganku ini, dokter ?!" kata Qixuan.
Huateng terkesiap diam saat memandangi kedua lengan Qixuan yang penuh bekas luka suntikan.
"Mereka sengaja memasukkan narkoba ke dalam tubuhku secara paksa agar aku terlihat seperti benar-benar seorang pecandu", ucap Qixuan.
Huateng menggertakkan gerahamnya dengan menahan emosinya yang akan meledak sambil berkata dengan tatapan dingin yang menusuk.
"Apa alasan mereka memasukkanmu ke rumah sakit rehabilitasi ini ?" tanya Huateng.
"Aku dijebak sebagai pembunuh calon mertuaku oleh tunanganku sendiri...", sahut Qixuan dengan kedua mata memerah.
"Kau memiliki tunangan ?" tanya Huateng.
"Yah..., benar !" sahut Qixuan seraya mengangguk pelan lalu menutupi lengannya dengan kain bajunya.
"Mereka menuduhku sebagai pembunuh calon mertuaku dibawah pengaruh obat-obatan terlarang, narkoba sehingga pengadilan memutuskan memasukkanku ke tempat ini sebelum menjalani masa hukumanku", kata Qixuan.
"Mereka juga menjatuhi hukuman penjara padamu ?" ucap Huateng.
"Ya...", sahut Qixuan.
"Apa calon mertuamu telah benar-benar tewas oleh pembunuhan yang kau lakukan ?" tanya Huateng.
"Aku tidak tahu pastinya karena saat malam itu terjadi, aku tidak mengingat apa-apa setelah tunanganku datang ke rumahku", sahut Qixuan.
"Kau tidak mengingat apapun juga saat itu", kata Huateng.
Qixuan menganggukkan kepalanya cepat seraya menatap ke arah Huateng dengan pandangan sedih.
"Bahkan cincin tunangan kami masih melekat erat di jari manisku...", sahut Qixuan seraya memperlihatkan jari manisnya yang mengenakan sebuah cincin berlian kepada Huateng.
Qixuan tersenyum hambar lalu tertawa kecil saat menunjukkan jari manisnya.
"Ironis bukan ?" ucapnya datar.
Huateng kembali tertegun dengan cerita yang dia dengar dari mulut Qixuan, tak pernah menyangka kalau perjalanan hidup Qixuan sangatlah rumit.
"Saat tunanganku ke rumah malam itu, dia menghadiahiku sekotak black forest kesukaanku", lanjut Qixuan.
"Lalu kau memakan black forest darinya ?" tanya Huateng.
"Ya...", sahut Qixuan dengan wajah murung.
"Setelah itu dia menciptakan kejadian mencekam itu agar kau terjebak sebagai dalang pembunuhan calon mertuamu", kata Huateng.
"Dibawah pengaruh obat-obatan terlarang", sambung Qixuan.
"Balck forest itu telah dibubuhi narkoba agar tidak terendus buktinya sehingga kau melakukan pembunuhan itu di bawah pengaruh narkoba yang seolah-olah obat-obatan terlarang itu biasa kau konsumsi", kata Huateng.
"Tidak hanya dalam black forest itu mereka memasukkan narkoba tapi juga menyuntikkannya secara paksa serta brutal saat aku setengah sadar pada malam itu", ucap Qixuan.
"Mereka menciptakan peristiwa mengerikan hanya untuk menyingkirkanmu yang mereka anggap sebagai batu sandungan", kata Huateng.
Qixuan langsung menoleh ke arah Huateng, menatapnya sejenak lalu berseru penuh semangat.
"Ternyata kau sangat cerdas juga, dokter ! Aku salut padamu !" sahut Qixuan lantas menyeringai lebar.
"Aku tidak sebodoh seperti yang kau pikirkan karena aku tidak mudah terjebak sepertimu, Qixuan", kata Huateng.
"Setidaknya ada orang cerdas yang bisa aku ajak bicara", ucap Qixuan.
"Artinya aku tidak senaif yang kau sangkakan, bukan", sahut Huateng lalu membalas menyeringai.
"Bukankah kau memang malaikat yang menyamar menjadi dokter untukku", kata Qixuan.
"Bagaimana kau tahu hal itu ?" sahut Huateng termenung.
"Tidak usah kau jelaskan, aku sudah mengetahuinya bahwa kau adalah malaikat yang menjelma menjadi manusia dan berperan sebagai dokter", ucap Qixuan.
Qixuan lalu membaringkan tubuhnya seraya menatap ke arah langit-langit ruangan kamarnya.
"Mana ada manusia biasa yang dapat menerobos masuk kemari tanpa diketahui petugas disini", kata Qixuan.
"Ehk ?!" gumam Huateng terkejut.
"Dan pantulan bayanganmu di dinding saat kau datang sangat jelas jika kau malaikat yang memiliki dua sayap di punggungmu", lanjut Qixuan lalu menunjuk ke arah dinding kamar.
"Sayap ?!" sahut Huateng lalu menoleh ke arah dinding kamar.
Tampak bayangan dirinya dengan dua sayap kokoh sedang mengepak kuat.
"Aku tidak tahu jika malaikat juga bisa membuat kekeliruan fatal lalu haruskah aku mengingatkanmu bahwa kau malaikat atau dokter yang naif, Huateng", ucap Qixuan yang masih mengarahkan ujung telunjuknya ke arah dinding kamar.
Qixuan hanya memandangi Huateng dengan wajah datar sedangkan Huateng tersentak kaget lalu berubah panik setelah identitas aslinya dengan mudah diketahui oleh Qixuan.
"Apa yang bisa kau jelaskan padaku saat ini ?" tanya Qixuan.
Huateng sang malaikat berdiri termenung ke arah dinding di dekatnya yang memantulkan bayangan lain dirinya.
Dua sayap kokoh tampak mengepak kuat di pantulan dinding kamar.
Huateng tidak memiliki alasan lainnya lagi untuk mengelak siapa dirinya yang sebenarnya kepada Qixuan.
Pandangan Huateng terlihat aneh dan berubah ketika memandang ke arah Qixuan.
Sudut bibirnya terangkat sedikit ke atas sehingga membentuk seulas senyuman tipis lalu dia berkata.
"Apa aku benar-benar mirip seperti malaikat sekarang ?" tanya Huateng.
Qixuan hanya terdiam dengan wajah datar seraya menjawab.
"Kalau kau merasa malaikat kenapa kau harus menyembunyikan jati dirimu yang sebenarnya, bukankah hal itu tidak masalah jika kau menunjukkannya dari awal", sahut Qixuan.
Qixuan lalu beranjak berdiri kemudian menatap ke arah Huateng sambil mengulurkan tangannya hendak menyentuh wajah sang malaikat yang menyamar menjadi dokter.
"Tapi usahamu telah membuatku kagum padamu karena kau berjuang untuk membantuku keluar dari permasalahan ini", lanjut Qixuan.
Qixuan lantas tersenyum samar dengan sorot mata teduh.
"Kehadiranmu menjadikan semangat tersendiri untukku supaya aku dapat bangkit lagi dari keterpurukan ini", ucap Qixuan.
Ujung jari tangan Qixuan tampak gemetaran saat menyentuh wajah Huateng.
"Semoga kita berjodoh, Huateng...", kata Qixuan. "Terimakasih telah mendengarkan suara hatiku, malaikat...", sambungnya.
BRAK.... !
BRAK... !
BRAK... !
Suara pintu tiba-tiba digedor dari arah luar ruangan kamar.
Menyentakkan Huateng yang terburu-buru menyembunyikan sosok dirinya sebagai malaikat yang terpantul pada dinding kamar.
Huateng mengibaskan tangannya ke arah tubuhnya agar bayangan sayap miliknya pada pantulan dinding tidak tampak lagi.
"Uhk ?!" gumam Huateng saat dia menahan tekanan berat pada bagian dadanya.
Sempat membuat Huateng jatuh bersimpuh di lantai akibat tekanan berat yang dia alami pada tubuhnya.
Qixuan segera membantu Huateng berdiri, bersamaan itu pula pintu kamar terbuka lebar.
BLAM... !
Dengan cepat Qixuan mengalihkan pandangannya ke arah pintu lalu muncul dua orang berseragam rumah sakit masuk ke dalam kamar.
"Saatnya makan siang dan waktu pengobatan", ucap salah satu dari petugas rumah sakit seraya berjalan ke arah Qixuan.
Tampak petugas itu terkejut saat melihat kehadiran Huateng di dalam kamar Qixuan kemudian dia bertanya.
"Siapa dia ?" tanyanya keheranan.
"Saya dokter Huateng yang bertugas secara khusus untuk menangani pasien Qixuan", sahut Huateng.
Huateng segera menunjukkan selembar surat tugas kepada dua orang petugas rumah sakit yang baru saja datang ke kamar Qixuan.
"Ini adalah surat tugasku dari rumah sakit pusat untuk menangani pasien khusus Qixuan !" ucapnya dengan wajah serius.
Kedua orang berseragam rumah sakit itu lalu saling berpandangan setelah melihat surat tugas milik Huateng.
Surat tugas baru saja dibuat oleh Huateng ketika dua orang petugas rumah sakit itu datang ke dalam kamar Qixuan.
"Baiklah, dokter Huateng. Tugas akan kami serahkan pada anda setelah pekerjaan kami selesai untuk memberi suntikan obat pada pasien Qixuan", ucap petugas rumah sakit lalu beranjak mendekat ke arah Qixuan.
"Silahkan nona Qixuan segera berbaring lagi ke atas tempat tidur tanpa paksaan karena kami akan menyuntikan cairan obat ini !" pinta salah seorang petugas rumah sakit.
"Setelah obat berhasil masuk, nona Qixuan tidak diperkenankan untuk bergerak, supaya cairan obat bekerja lebih maksimal ke dalam tubuh nona", sambung petugas lainnya.
Qixuan terdiam tanpa merespon karena dia tahu kalau petugas rumah sakit itu hendak menyakiti dirinya sesuai perintah dari tunangannya yang telah membayar mereka.
Sedetik kemudian, Qixuan segera melangkah mundur lalu bersembunyi di balik punggung Huateng.
"Jangan takut, nona Qixuan ! Kami tidak akan menyakiti anda !" ucap petugas rumah sakit seraya tersenyum ketika dia mendekat ke arah Qixuan.
"Benar, nona Qixuan. Tenanglah ! Dan tetaplah patuh !" kata petugas lainnya.
Namun sikap Qixuan menunjukkan sikap berbeda ketika dia melihat dua petugas rumah sakit itu hendak mendekati dirinya.
Tampak kedua tangan Qixuan bergetar pelan saat dia menggenggam erat lengan Huateng sambil menahan rasa cemasnya, Qixuan hampir tidak bisa menutupi rasa ketakutannya yang besar terhadap dua petugas rumah sakit itu.
Huateng yang menyadari kegelisahan hati Qixuan saat ini segera tanggap terhadap reaksi perempuan cantik bernama Qixuan yang berdiri di belakangnya.
Saat salah satu seorang petugas rumah sakit itu hendak menyelesaikan pekerjaannya dengan memberi suntikan ke dalam tubuh Qixuan.
Huateng tiba-tiba mencegahnya seraya menahan tangan petugas berseragam rumah sakit lalu menatapnya dingin.
"Biarkan pekerjaan ini aku yang melakukannya ! Kalian pergilah dan serahkan saja tugas ini kepadaku !" ucap Huateng.
Sorot mata Huateng mendadak berubah tajam serta bersinar penuh kilatan merah.
"Tapi...", sahut petugas tersebut kebingungan.
Sebelum dua orang berseragam rumah sakit itu menyambung ucapannya serta melanjutkan kembali pekerjaannya.
Huateng segera mengendalikan penuh pikiran dua orang petugas rumah sakit itu melalui pikirannya hingga keduanya langsung berubah diam mematung.
Berdiri tanpa ekspresi apapun saat pikiran mereka dimasuki oleh pikiran Huateng.
Tidak butuh waktu lama bagi Huateng untuk mengendalikan kerja otak dua petugas rumah sakit itu, tanpa diperintahkan lagi oleh sang dokter yang ternyata malaikat, dua orang itu langsung menuruti perintah Huateng.
Mereka segera menyerahkan alat medis berupa alat suntikan beserta cairan obatnya kepada Huateng dengan suka rela.
Sepiring makanan yang berada di atas nampan alumunium juga diserahkan oleh mereka kepada Huateng.
Tanpa perlawanan apapun dari kedua petugas rumah sakit, barang yang mereka bawa diberikan semuanya kepada Huateng lantas keduanya pergi dari kamar dengan pengaruh kendali pikiran yang dilakukan oleh dokter Huateng.
Setelah pintu tertutup rapat seperti semula, Huateng lalu membalikkan badannya, menghadap ke arah Qixuan.
"Mereka sudah pergi, jangan takut, Qixuan", ucap Huateng mencoba menenangkan Qixuan yang berada di belakangnya.
"Syukurlah...", sahut Qixuan segera jatuh terduduk ke atas lantai kamarnya dengan tubuh lemas.
Terlihat jelas di wajah Qixuan jika dia sangat lega ketika dua petugas rumah sakit itu pergi dari kamarnya.
"Qixuan !" panggil Huateng kaget ketika melihat reaksi dari Qixuan.
Huateng dengan sigapnya segera membantu Qixuan berdiri kembali tetapi tubuh Qixuan keburu lemas sehingga menyulitkan Huateng untuk menolongnya.
Terpaksa Huateng mengangkat tubuh Qixuan lalu membawanya kembali ke atas tempat tidur.
"Qixuan bertahanlah !" ucap Huateng yang terlihat cemas ketika melihat kondisi Qixuan.
Tergesa-gesa Huateng membaringkan tubuh Qixuan di atas tempat tidurnya seraya berusaha menyadarkannya.
"Qixuan sadarlah ! Kau tidak apa-apa, Qixuan ?!" ucap Huateng.
Qixuan melirik lemah ke arah Huateng.
"Aku baik-baik saja... Huateng...", sahut Qixuan dengan suara lemah.
"Syukurlah kalau kau baik-baik saja, kau membuatku cemas, Qixuan !" ucap Huateng iba.
Qixuan hanya membalas reaksi Huateng yang mencemaskan dirinya dengan senyuman tipis.
"Terimakasih telah mengkhawatirkan keadaanku, Huateng", ucap Qixuan.
Huateng segera menarik nafas dalam-dalam saat melihat kondisi Qixuan yang baik-baik saja lalu menoleh ke arah meja di dekat mereka.
"Apa kau tahu isi suntikan obat itu ?" tanya Huateng.
"Iyah...", sahut Qixuan.
"Darimana kau tahu isi cairan obat dalam suntikan itu, Qixuan ?" tanya Huateng.
"Aku tahu kalau cairan dalam suntikan itu bukanlah cairan obat penyembuh melainkan cairan narkoba yang diracik sedemikian rupa seperti obat", sahut Qixuan.
"Artinya kau tahu bahwa cairan suntikan itu bukan obat tetapi narkoba yang sengaja mereka masukkan untuk diberikan kepadamu", kata Huateng tertegun.
"Yah..., aku tahu itu...", sahut Qixuan.
Huateng langsung menautkan kedua alisnya seraya menatap dingin ke arah nampan yang berisi alat suntikan yang telah berisi cairan obat-obatan terlarang.
Malaikat yang menyamar menjadi dokter itu tidak mengerti, bagaimana bisa petugas rumah sakit memberikan obat terlarang pada pasien mereka sedangkan rumah sakit ini adalah rumah sakit rehabilitasi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!