NovelToon NovelToon

TUAN MUDA AKU BENCI KAMU

KELULUSAN

Luna Aliester, seorang mahasiswi Seni di universitas ternama di Prancis. Dia berasal dari keluarga terpandang di negara asalnya, China. Hari ini merupakan hari yang sangat membahagiakan baginya, karena hari ini merupakan pengukuhan gelarnya dengan predikat cumlaude dan lulusan terbaik.

Sidang pengukuhan sudah selesai, Luna bergegas mencari kedua orang tuanya.

“ Pa, ma aku disini." panggil Luna sambil melambaikan tangannya ditengah keramaian.

“Wah.. mama dan papa bangga sekali dengan kelulusan mu.” Nyonya Aliester memberikan buket bunga dan memeluk putri kesayangannya itu.

Sangat manis sekali, Luna tak lupa mengabadikan setiap momen dengan merekam video dan berfoto. Setelah selesai Luna dan keluarganya berencana untuk merayakan kelulusannya di restoran.

“Luna, Papa sudah memesan tempat. Apa kita sudah bisa pergi sekarang?” tanya tuan Aliester sambil memandang Luna yang masih sibuk mengambil foto selfie.

Belum sempat menjawab, tiba-tiba seorang pria yang elegan memanggil Luna.

“Luna, maaf aku telat ya?” pria itu jalan mendekat, tersenyum bersalah sambil menggaruk kepalanya.

“Eh Kakak, tidak apa-apa. Maaf merepotkan mu loh. Kan aku sudah bilang kalau sibuk jangan dipaksakan datang.” Luna berucap dengan tersenyum ramah.

“Aku tidak sibuk. Tadi hanya sedikit lama memilih kado untukmu. Aku harap kamu suka.” Pria itu menyodorkan sebuah kotak perhiasan dan buket bunga mawar.

“Aduh merepotkan lagi, aku pasti suka apapun pemberian kakak.” Luna tersenyum bak matahari.

Deg!

Jantung pria yang bernama Jiang He itu berdegup dua kali kencang.

Ya Tuhan, Luna jangan lakukan ini padaku. bisik hati Jiang He.

“Ehemm!” Tuan Aliester berdehem memecahkan suasana, membuat Luna langsung menoleh padanya.

“Ohbiya, Pa, Ma, ini senior Luna. Namanya kak Jiang He. Dia sudah banyak membantu Luna selama disini.”

“Salam om, tante. Saya Jiang He.” Jiang He menyapa dan memperkenalkan diri dengan sopan.

“Ah, anak yang baik. Jiang He kamu ikut kita saja ya, kebetulan kami mau ke restoran Alice untuk merayakan kelulusan Luna.” ajak Nyonya Aliester sambil memegang tangan Jiang He dengan lembut.

Jiang He terkejut, dia melihat Luna yang saat ini memberi isyarat untuk setuju.

“Baiklah tante.”

.

.

.

 

Jiang He sangat mudah bergaul dengan keluarga Luna. Baru beberapa menit berbincang, mulai dari percakapan serius hingga topik yang mengundang gelak tawa yang memenuhi ruangan dengan hebohnya di ruang restoran mewah yang dipesan secara khusus.

 

Jiang He memang merupakan pria yang sangat elegan dan sopan sehingga Papa, Mama Luna senang dengannya. Luna juga sangat dekat dengannya. Orang di kampus selalu mengira kalau mereka adalah sepasang kekasih.

 

Makanan sudah dihidangkan semuanya, dan mereka mulai menikmati hidangan tersebut.

 

“Jadi sekarang kamu melanjutkan bisnis keluargamu Jiang He?” Tanya Tuan Aliester.

“Iya om, kesehatan Ayah saya belum stabil jadi beliau mempercayakan urusan perusahaan pada saya.”

“Dulu saya cukup dekat dengan Ayah kamu, hanya saja sekarang kami putus kontak. Sampaikanlah salam saya pada Ayahmu nanti.” siapa sangka Tuan Aliester mengenal Ayah Jiang he. Ini benar-benar takdir.

“Pasti saya sampaikan om.”

Jiang He tersenyum sopan. Dia senang Tuan Aliester mengenal Ayahnya, tapi dari pembicaraan singkat ini, dia merasa hubungan keduanya tidak begitu baik.

Suasana tiba-tiba berubah menjadi sedikit canggung.

“Ah, udang ini sangat lezat, cobalah!” Nyonya Aliester berusaha memecahkan suasana sambil menaruh udang tersebut ke piring Jiang He.

“Terimakasih tante.” Jiang He membalas dengan senyum, lalu sedikit melirik Luna di sebelahnya.

Selesainya makan, Jiang He pamit duluan karena tiba-tiba ada telepon untuk urusan kantor.

Luna mengantarkan Jiang He ke mobil. Berjalan beriringan sambil berbincang.

“Ternyata Papa kenal dengan Ayah kakak."

“Bukankah itu akan sangat baik untuk kita.” jawab Jiang He dengan nada menggoda.

Pipi Luna sedikit memerah “Ka-kakak,” dengan tersipu malu dan menggigit bibirnya.

Jiang He tersenyum lembut, melihat Luna yang tersipu malu karenanya.

“Besok berangkat jam berapa?” nada suara Jiang He terdengar sedih.

“Jam 10."

“Luna, kamu jaga diri baik-baik ya. Aku janji akan cepat menyelesaikan tugasku di sini, lalu akan mengambil alih perusahaan cabang di China. Aku janji akan menyusul mu ke sana. Tunggu aku.”

Ucapan Jiang He bagaikan janji seorang kekasih bagi Luna, dia hanya mengangguk dan tersenyum.

“Ya sudah sekarang Kakak pergi. Nanti terlambat.” ucap Luna dengan lembut.

Jiang He masuk ke dalam mobil dengan perasaan berat, Luna yang menyadari itu berusaha menghibur.

“Kakak, aku bukan anak kecil lagi, Kakak jangan khawatir. China tanah air ku dan juga ada Papa Mama di samping ku.”

Jiang He kembali keluar dari mobil dan tiba-tiba memeluk Luna. Luna sangat terkejut hingga terbengong dan menelan ludah.

“Kalung yang aku berikan jaga baik-baik, maaf aku tidak bisa memasangkannya secara langsung.” Jiang He tampak meneteskan air mata kesedihannya.

Luna mengangguk, tak bisa berkata apa-apa lagi. Siapa sangka senior yang selama ia kenal sangat periang, ternyata bisa sesedih ini berpisah dengannya.

 

Akhirnya Jiang He pun pergi meninggalkan Luna dengan berat hati. Karena hari ini merupakan hari terakhir Luna di Prancis tapi di penerbangan besok dia tidak bisa mengantar Luna karena ada rapat penting yang harus ia hadiri.

 

PESAN YANG MANIS DAN KEADAAN YANG ANEH

Enam bulan sudah berlalu sejak kepulangan Luna dari Paris. Hari-hari dia lewati dengan melukis, mengunjungi perusahaan Papanya, menghadiri pameran diluar negeri dan sesekali berkumpul dengan teman-teman.

Meskipun Luna merupakan seniman baru, tapi dia sudah mendapat beberapa prestasi di dalam dan di luar negeri .

Sebenarnya Luna berencana ingin membuat galery seni megah dengan desainnya sendiri, lalu mengadakan pameran dengan usahanya sendiri. Oleh karena itu dia berusaha dengan sangat keras agar bisa segera mewujudkan impiannya ini.

Dan satu lagi, faktanya jurusan yang diambil Luna sebenarnya kurang disetujui oleh Tuan Aliester. Tuan Aliester selalu berharap Luna bisa lebih mendalami ilmu bisnis, sehingga bisa mengelola perusahaan nantinya.

Tapi, Luna tidak tertarik dengan perusahaan papanya, sehingga dia tetap bersikeras mendalami dunia seni lukis.

Apa boleh buat, Luna merupakan anak satu-satunya, Tuan Aliester hanya bisa menerima saja keputusan Luna ketimbang harus berdebat. Dia tahu anaknya sangat pintar, suatu saat dia pasti akan mau juga mempelajari tentang perusahaan.

.

.

.

Di pagi hari ponsel Luna bergetar, yang menandakan sebuah pesan masuk. Luna yang baru selesai mandi bergegas men-cek ponselnya.

“Kak Jiang He.” Luna bergumam sambil tersenyum bahagia. Dia cepat membuka pesan.

Jiang He: Luna beberapa bulan ke depan aku akan sangat sibuk. Jadi, maaf jika nanti tidak mengabari mu. Jaga dirimu.”

Senyum Luna seketika menjadi masam seketika.

Luna: Aku sudah dewasa jangan perlakukan aku seperi anak-anak! Kakak semoga urusanmu berjalan dengan lancar, (memberi emoticon semangat yang imut).

Disisi lain Jiang He yang membaca pesan Luna tersenyum bahagia. Dia membalas pesan Luna.

Jiang He: Chuuu. (emoticon cium).

“Tuan kita harus segera berangkat.” tegur sekretaris Jiang He yang berdiri di depannya.

Jiang He menyimpan ponselnya dan berdiri dengan perasaan senang, “Baiklah, hari ini aku sangat bersemangat.” dia senyum bahagia, karena dia sudah menggoda Luna dengan emoticon cium itu.

Sementara Luna benar saja pipinya sudah memerah hanya dengan sebuah emoticon yang dikirim oleh Jiang He.

“Ya Tuhan, apa-apaan ini. Aku tidak boleh seperti ini.” dia menggerutu dan menampar pipinya agar segera sadar.

.

.

.

Minggu berikutnya benar saja memang Jiang He sangat jarang menghubunginya. Luna merasa sedikit kesepian, dan entah kenapa keadaan di rumah juga terasa sedikit aneh, kedua orang tuanya juga sedang melakukan perjalanan bisnis ke Amerika. Jadi di rumah hanya ada Luna dan beberapa orang pelayan.

“Apa aku begitu kesepian, sehingga aku merasa aneh dengan suasana ini?” celotehnya sendiri.

Dia menghela napas berat, "Sudahlah, mungkin karena Papa Pama tidak dirumah."

Lima hari setelah papa mama Luna pergi hal aneh semakin terasa. Pelayan membatasi waktu Luna keluar, bahkan mereka membatasi untuk melakukan panggilan telepon.

Mereka mengambil laptop dan ponsel luna saat Luna masih tertidur. Tapi Luna tetap tenang, karena Luna merupakan gadis cuek sehingga dia tidak mempermasalahkan hal seperti ini.

Apalagi hari ini dia sedang meliburkan diri dan hanya ingin bersantai, jadi dia juga tidak butuh barang-barang itu.

Saat di taman, pelayan juga tidak seperti biasanya. Dua orang pelayan mengawasinya, padahal dia hanya duduk minum teh dan merawat bunga mawar kesayangannya.

“Bi Ina, apa yang terjadi? kenapa kalian memperlakukan aku seperti ini?" Luna mulai tidak nyaman dan bertanha dengan nada dingin. Suasana ini benar-benar sudah di luar kewajaran.

“Saya hanya melakukan apa yang harus saya lakukan nona Luna.”

“Siapa yang menyuruh kalian melakukan ini? Tidak mungkin Papa, Mama ku kan?” Luna sudah kesal, dia percaya Papa Mamanya tidak mungkin melakukan hal seperti ini pada dia anak satu-satunya. Tapi, dia cukup khawatir apa sebenarnya yang terjadi.

“Nona Luna cukup menurut saja, maka urusan akan lebih mudah.” ujar Bi Ina dengan nada sedikit rendah dan menyesal.

Luna terdiam, dia mengepalkan tangannya dengan penuh tanda tanya dengan keadaan ini.

 

Dia berdiri, lalu berjalan. Lagi-lagi pelayan-pelayan itu mengikutinya. Luna yang sudah kesal langsung menghentikan langkahnya.

“Cukup, aku bilang cukup!!! kalian jangan mengikuti ku lagi! Aku hanya ke kamar untuk istirahat. Apakah kalian masih mengikuti ku meskipun aku hanya tidur?” bentaknya kesal.

“Tapi Nona..."

“Bi ina! kamu adalah pengasuhku sedari kecil, aku rasa kamu sangat paham dengan diriku.” Luna berjalan menuju ke kamar.

Bracckk!

Dia menutup pintu dengan sekuat tenaga. Keadaan di luar semakin mencekam dengan sikap Luna seperti ini.

TERINGAT KEJADIAN MASA LALU

Di dalam kamar, Luna merebahkan diri di tempat tidur. Dia menutup mata dan berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh.

“Tidak! aku tidak boleh menangis, tidak boleh!” dia mengusap wajah sambil menggelengkan kepala.

Dia berpikir apa yang salah, kenapa pelayannya aneh tidak seperti biasanya. Kemudian Luna ingat akan ponsel yang yang dia temukan tiga bulan lalu, dengan semangat dia bangkit dan menggeledah mencari ponsel itu.

“Dimana, dimana aku manyimpa nya? kenapa tidak ada disini?" dia bergumam sambil menggigit bibir bawahnya.

“Oh, aku ingat. Aku memindahkannya di kotak rahasiaku.” Luna bergegas mengambilnya.

Saat melihat ponsel di dalam kotak, bibirnya tersenyum bahagia, lalu bergegas menyalakan ponsel tersebut.

“Ponsel ini terkunci, bagaimana aku menggunakannya? apakah tidak apa mengembalikannya ke pengaturan awal. Tapi, aku sangat penasaran dengan isi ponsel ini, pasti akan lebih banyak foto-foto tampannya didalam kan? aaaaa....aku harus bagaimana?" Begitulah karakter Luna yang sangat santai, masih bisa memikirkan hal yang lain, meskipun dalam keadaan yang tidak dia pahami sekalipun.

Pikirannya kembali mengingat peristiwa lalu.

Saat itu...

Luna berlari terengah-engah mencari tempat persembunyian. Wajahnya sudah pucat dan berkeringat.

“Kemana aku bersembunyi? aku tidak boleh tertangkap. Sial, karena sangat kesal dengan Papa Mama di rumah, aku malah menabrak para preman ini di jalan. Mereka mengapa sangat menakutkan, padahal aku sudah meminta maaf.”

Tiba-tiba seseorang menarik tangannya. Luna hampir menjerit, tapi pria itu segera menutup mulutnya.

”Diam! kalau tidak ingin tertangkap, patuhlah!”

Luna mendongak, seorang pria tinggi berpakaian serba hitam dengan postur tubuh yang sempurna, bibir atas mempesona dengan bibir bawah yang sedikit tebal berwarna merah seperti buah cery yang menggoda.

Tapi, Luna tidak bisa melihat jelas wajahnya. Pria itu menutupi sebagaian wajahnya dengan topi. Luna tersadar dan merasa tubuh mereka terlalu dekat, dia berusaha berontak.

“Lepaskan aku!”

Pria itu malah semakin membenamkan tubuhnya pada Luna.

Luna sangat terkejut dengan perlakuan ini.

Tidak! Ini terlalu dekat.

Luna melepaskan tas yang dipegangnya dan mendekap tangannya di dada agar tidak bersentuhan dengan tubuh pria itu.

Dan... tiba-tiba jantungnya berdegub kencang.

Di balik tempat persembunyian sekarang, dia mendengar suara segerombolan orang yang mengejarnya tadi. Luna terpaksa patuh dan diam.

Beberapa orang berkumpulan, “Bos kita kehilangan jejak gadis itu.”

“Sial! kita akhiri saja. Kita lepaskan kali ini.” meraka semua pergi berlalu.

Luna dengan cepat melepaskan diri dari dekapan tubuh pria asing itu dan berbalik badan untuk menutupi pipinya yang sudah memerah.

“Terima kasih sudah menolongku.” Luna berucap sangat canggung.

 

Tidak ada jawaban, Luna segera melihat ke belakang.

Kosong!

“ Ehh, kemana pria itu? kenapa menghilang? Apa hanya halusinasiku saja?" Luna terbengong, lalu dia menggeleng, "Tidak! mana mungkin aku berhalusinasi, dekapan badannya tadi sangat nyata."

Tiba-tiba saja segerombolan orang datang dengan pakaian yang rapi, berlarian dan menghampiri Luna. Luna segera kembali ke kesadarannya.

“Adik kecil, apakah kamu melihat pria yang mencurigakan disekitar sini?”

Luna sontak menjawab, "Tidak, aku tidak melihat siapapun disini.” nadanya sangat tenang. Dalam benaknya, dia sudah mengira mungkin pria tadi dalam kejaran segerombolan ini.

Seseorang datang dari arah lain, “Yoo... kamu seorang gadis, kenapa berada ditempat seperti ini?”

Luna melihat ke arah sumber suara, dia melihat pria berpenampilan sangat rapi dan berkarisma, tapi terlihat seperti boss seorang penjahat.

“Kenapa malah diam?” pria itu mengeraskan suara sehingga Luna sedikit terperanjak.

Luna melihat pria itu dengan tatapan tidak senang, "Heh, masalahmu apa? aku disini ingin mencari kucingku. Kenapa kalian membentak seolah mengintrogasiku?“ Luna berpura-pura menangis agar tidak ketahuan.

“Kenapa kau sangat cengeng." bentak pria itu kesal, "Simond, kita pergi saja. Aku rasa si brengsek itu sudah jauh, lebih baik kita mengejarnya dari pada menanyai gadis cengeng ini.”

“Baik, Tuan muda.”

“Semuanya, kita pergi saja.” Simond memberi arahan pada yang lainnya.

Pria itu berjalan melewati Luna dan berbisik,

“Aku akan mengingatmu gadis cengeng.” nadanya nakal dengan tatapan misterius.

“Eh, apa salahku?” Luna terkejut hingga membulatkan matanya menatap pria itu.

Pria itu hanya berlalu, Lunamelihat punggung pria itu. Tiba-tba pria itu berbalik badan, lalu mengedipkan matanya dan tersenyum licik kepada Luna.

“Aishh, pria itu sangat menggelikan.” celoteh Luna dengan mengangkat bahu dan mengusap kedua lengannya.

“Tapi siapa sebenarnya pria yang menolongku tadi? kenapa tiba-tiba dia menghilang? Apakah dia yang dimaksud pria barusan? ah, entahlah. Aku tidak melihat wajahnya dengan jelas. Jika benar, berarti impas.

Dia menolongku, akupun menolongnya. Ya benar seperti itu. Aku Luna Aliester mana boleh berutang budi.” gumamnya.

Sementara disudut lain, pria yang menari Luna tadi memperhatikan. Merasa keadaan sudah aman, dia segera pergi.

Luna mengambil tasnya, lalu dia melihat sebuah ponsel.

“Eh, ini milik siapa?" sambil berkata sambil menoleh ke sekeliling.

"Apakah pria tadi?” Luna mengambil ponsel tersebut dan menyalakan layar, seketika Luna terdiam. Dia melihat foto seorang pria yang sangat berkelas dan tampan.

“Ya Tuhan, kenapa jantungku berdegup kencang? Apakah ini rupa pria yang menolongku? tampan sekali. Aku Luna Aliester sudah sering bertemu pria tampan di penjuru dunia, dan aku pikir kak Jiang He lah yang paling tampan. Tapi, kenapa ketika melihat pria yang baru aku temui beberapa detik bisa menyentuh hatiku? Ya Tuhan... ini hanya foto, apakah aku sudah gila? tergoda dengan sebuah foto?” dia menampar pipinya agar sadar dari kekagumannya.

“Tapi, bagaimana aku mengembalikannya?"

Luna kembali memperhatikan sekitar. Sangat sepi. Ponsel ini terkunci dan hanya bisa dibuka dengan sidik pemiliknya.

Sudahlah jika ini penting, dia pasti mencarinya. Semoga kita bertemu lagi.

Luna memasukkan ponsel tersebut ke dalam tasnya. Dia bergegas meninggalkan tempat itu.

Tok, tok, tok!

Seorang pelayan mengetok pintu, sehingga menyadarkan Luna dari lamunannya. Dia dengan cepat dia menyembunyikan ponsel tadi.

“Nona Luna, saatnya makan malam. Turunlah.” panggil pelayan dari luar.

“Ya sebentar, aku mandi dulu.”

“Baiklah, Nona.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!