Angie Liu terlihat tergesa-gesa saat memasuki area mall di pusat perbelanjaan terbesar Shanghai.
Hari ini adalah hari pertamanya dia masuk kerja di sebuah mall bagian administrasi.
Perempuan berusia 25 tahun dengan setelan jas panjang serta wajah manis itu agak kerepotan membawa tas kerjanya karena harus berlarian sedangkan dia mengenakan sepatu hak tinggi.
Langkah Angie sangat cepat ketika dia hendak masuk Lift, tanpa sadar dirinya menubruk seseorang tepat di depan pintu Lift.
BRUK... !
Sejumlah kertas melayang berhamburan di lantai.
Angie Liu tanpa sadar telah membuat seseorang jatuh ke lantai karena ulahnya yang terburu-buru.
"Maaf... !!!" pekiknya kaget.
Terlambat, Angie telah menyebabkan masalah di awal kerjanya.
"Apa kau akan terus menimpa tubuhku ?'' tanya suara pria.
"Oh, maaf...", sahut Angie segera beranjak bangun.
Pria itu langsung menahan lengan Angie seraya menatapnya tajam.
"Apakah kau akan melarikan diri seusai membuat seseorang terjatuh ?" kata pria bermata elang yang menatap tajam ke arah Angie Liu.
Angie Liu terdiam melamun ketika pria itu berbicara padanya.
"Hufff..., sebaiknya aku segera pergi ke kantor karena ada pekerjaan yang masih harus aku selesaikan", ucap pria itu.
Angie Liu masih duduk termenung saat dia melihat ke arah pria yang ditubruknya itu.
Tak mengira dia telah membuat seorang pria tampan jatuh ke lantai marmer yang dingin karena ulahnya.
Pria itu mengibaskan tangannya ke arah pakaiannya untuk membersihkan sisa-sisa debu yang menempel kemudian melirik pelan ke arah Angie.
"Apa kau akan masih duduk melamun disana ?" tanya pria itu sembari berdehem pelan.
"Ehk ?!" sahut Angie tersentak kaget lalu bergumam lirih.
"Siapa namamu ?" tanya pria itu seraya memungut kertas-kertas file yang berserakan di atas lantai depan Lift.
"Angie Liu...", sahut Angie polos yang turut serta membantu pria itu mengambil kertas-kertas file dari lantai mall.
"Baiklah, terimakasih atas pertemuan ini dan aku sangat simpati padamu, lainkali bersikaplah lebih hati-hati !" ucap pria itu seraya membantu Angie berdiri.
"Maafkan aku telah merepotkanmu", sahut Angie seraya membungkuk cepat, memohon maaf atas kesalahan yang dia lakukan.
"Tidak masalah, aku juga tergesa-gesa tadi sehingga tidak melihatmu di depan Lift karena sibuk membaca file", kata pria itu.
"Maaf...", ucap Angie Liu sekali lagi.
"Yah...", sahut pria itu sambil menghela nafas.
Pria berwajah tampan itu lalu melirik ke arah tanda pengenal yang ada di leher Angie Liu kemudian dia tersenyum.
"Rupanya kau karyawati baru di mall ini, ya", ucap pria itu.
"Oh, iya, aku baru masuk kerja di sini dan ini adalah hari pertamaku bekerja", sahut Angie sambil mengangguk cepat.
"Perkenalkan namaku William Fu", ucap pria itu seraya mengulurkan tangannya ke arah Angie Liu.
"Oh, iya..., senang berkenalan denganmu", sahut Angie agak gugup sembari membalas uluran tangan Wiiliam Fu.
"Ini kartu namaku jika sewaktu-waktu kamu membutuhkannya, kau bisa segera menghubungiku di nomer telepon yang tertera di kartu itu", ucap William Fu.
"Terimakasih, seharusnya aku tidak merepotkanmu", kata Angie sopan.
"Tidak apa-apa, ini sekedar insiden kecil saja, tidak perlu terlalu dipermasalahkan atau dibesar-besarkan", sahut William Fu.
"Maaf, aku ucapkan sekali lagi maaf atas insiden ini dan membuatmu tertunda pergi ke kantor", kata Angie.
"Jangan dipikirkan lagi, dan sekarang aku akan segera pergi karena harus ke kantorku mengurus pekerjaan", sahut William Fu.
Keduanya saling membungkuk hormat lalu berpamitan pergi.
Angie Liu bergegas menuju Lift untuk naik ke tempat kerjanya di bagian administrasi mall sedangkan pria bernama William Fu melangkah pergi ke ruangan kerjanya.
Mereka berdua lalu berpisah setelah bertemu untuk pertama kalinya seusai perkenalan singkat yang tak sengaja itu.
Mungkin suatu hari nanti mereka akan berjumpa lagi di pertemuan lainnya.
Takdir baru mulai berjalan perlahan-lahan seiring waktu seusai perkenalan di awal cerita antara Angie Liu dan William Fu.
Jam pasir mulai bekerja...
Waktu mulai merangkak terbatas, dan takdir sepotong kehidupan Angie Liu baru saja di mulai.
Sepasang mata tengah menatap sendu ke arah bola kaca yang bersinar terang.
Tertawa lirih sembari memperhatikan bola kaca di depannya kemudian memutarnya dengan ujung jari tangannya yang berkuku runcing.
Tampak Angie Liu memasuki ruangan kerjanya di mall dengan langkah panjang sembari memegang tas kerjanya.
Angie Liu segera menyapa ramah ke arah seorang perempuan berpenampilan rapi di depan meja kerjanya.
"Selamat pagi, aku Angie Liu, karyawati baru bagian administrasi di mall ini, boleh aku bertanya dimana meja kerjaku", ucap Angie.
"Apa kau pikir aku ini seorang resepsionis ?" sahut perempuan itu sambil menautkan alisnya.
Perempuan itu melirik ke arah Angie Liu dari balik kacamata tebalnya lalu melanjutkan kembali ucapannya.
"Lurus saja ke arah kanan ! Ada ruangan kepala bagian administrasi disana lalu masuklah ke ruangan itu dan tanyakan pada kepala bagian administrasi, apa tugasmu dan dimana letak meja kerjamu !" ucapnya seraya menujuk lurus ke arah kanan.
"Emm..., baiklah, terimakasih atas informasinya", sahut Angie.
"Ya, sama-sama", ucap perempuan itu.
Angie Liu bergegas cepat menuju arah yang ditunjuk oleh perempuan berkacamata tadi.
Langkahnya tergesa-gesa saat melangkah ke ruangan kepala bagian administrasi.
Tepat di depan pintu masuk ruangan kepala bagian administrasi, Angie Liu segera mengetuk keras pintu di depannya.
TOK... !
TOK... !
TOK... !
Terdengar suara jawaban dari dalam ruangan kerja, kepala bagian administrasi yang menyahut ketukan pintu milik Angie Liu.
"Ya, masuk !", ucap suara seorang laki-laki.
Angie Liu segera memutar pegangan pintu di depannya lalu membukanya cepat.
KRIEEET... !
Pintu terbuka lebar dan Angie Liu berjalan masuk ke dalam ruangan kerja milik kepala bagian administrasi dengan melangkah cepat.
Tap... !
Tap... !
Tap... !
Seorang pria muda sedang duduk di depan meja kerjanya sambil membaca sebuah map besar.
"Selamat pagi...", sapa Angie ramah.
Pria muda itu hanya sekilas memperhatikan ke arah Angie Liu lalu melanjutkan kembali aktivitasnya.
"Ya, apa ada yang bisa aku bantu ?" tanya pria itu acuh tak acuh.
"Perkenalkan nama saya Angie Liu, karyawati baru di bagian administrasi di mall ini, saya ingin bertanya dimana letak meja kerja saya", sahut Angie.
"Kau akan bekerja di hari pertamamu kau masuk kerja, aku akan memanggil Mayleen untuk mengantarkanmu ke meja kerjamu", ucap pria itu.
"Terimakasih...", sahut Angie lega.
Angie Liu terlihat sedang mengamati kartu tanda pengenal kerja milik pria itu, tertera sebuah nama bertuliskan nama Andrew Kong serta tertulis jelas jabatan kepala bagian administrasi pada kartu pengenal itu.
Pria bernama Andrew Kong segera menghubungi lewat telepon kantornya, memanggil perempuan bernama Mayleen untuk datang ke ruangan kerjanya.
Semenit kemudian, muncul Mayleen ke ruangan milik kepala bagian administrasi lalu mengantarkan Angie Liu ke meja kerjanya yang letaknya tepat di depan ruangan kepala bagian administrasi.
Jaraknya hanya selangkah dari ruangan kepala bagian administrasi, Angie Liu segera meletakkan tas kerjanya lalu duduk disana.
"Ini meja kerjamu, dan aku akan memberimu beberapa pekerjaan untuk kau selesaikan hari ini", ucap Mayleen.
"Ya...", sahut Angie.
"Jika ada pekerjaan yang tidak kamu pahami, kau bisa menanyakannya padaku ataupun jika kurang jelas lagi kau bisa bertanya pada kepala bagian administrasi", ucap Mayleen.
"Ya, terimakasih", sahut Angie.
"Oh, iya, namaku Mayleen dan kepala kita bernama Andrew Kong", ucap Mayleen.
"Ya, terimakasih, Mayleen", sahut Angie Liu kembali lalu tersenyum manis.
Terdengar suara pintu dibanting keras dari dalam rumah.
BRAK... !!!
Disusul suara jerit tangis yang memecah kesunyian.
Tampak seorang perempuan membungkuk telungkup di atas karpet dengan uang berserakan di sekitarnya.
Perempuan itu menangis sekencang-kencangnya dengan rambut acak-acakan.
"Hoaaahhh... ! Hoaaahhh... ! Hoaaahhh... !" tangisnya seraya menahan emosinya.
Dua tangannya mengepal kuat hingga memucat ketika kuku-kuku jarinya yang panjang mengenai telapak tangannya.
"Kenapa kau sangat kejam, Wang Xuemin !!!" pekik perempuan itu menangis sejadi-jadinya dengan tubuh masih menelungkup ke bawah.
Perempuan itu menjerit pilu saat meluapkan kesedihannya yang mendalam.
"Kau sungguh tega meninggalkanku sendirian dengan pergi bersama wanita itu !!!" pekiknya menyayat hati.
Rose Yan menggenggam erat foto bergambar seorang pria yang sedang bersanding mesra dengan wanita cantik nan seksi.
Tangan Rose Yan bergetar hebat sedangkan wajahnya terus menghadap ke bawah dengan berurai air mata.
"Kenapa kau tega meninggalkanku dengan anak yang masih kecil, apa yang harus kulakukan untuk membesarkannya sendirian, Wang Xuemin ?!" ratap Rose Yan.
Rose Yan masih duduk menelungkup dengan isak tangisannya yang menyayat hati.
Suaranya terdengar lirih ketika dia menangisi nasib hidupnya, sepeninggal suaminya yang memilih menikah lagi dengan wanita lain.
Air mata terus membasahi wajah cantiknya yang tak terurus.
"Hoaaahhhh... ! Hoaaaahhh... ! Hoaaaahhh... !"
Suara jeritan tangis Rose Yan terus menggema di ruangan sepi.
Tubuhnya yang langsing terlihat masih menelungkup ke bawah dengan terus-menerus menangis tiada hentinya.
Tiba-tiba pintu ruangan yang memisahkan dengan ruangan lainnya terbuka lebar.
Muncul seorang anak laki-laki berusia dua tahun berdiri di dekat pintu sambil menggosok kedua matanya.
Anak laki-laki itu lalu bergumam pelan memanggil mamanya dengan menguap lebar.
"Mama...", panggilnya.
Rose Yan tersentak kaget lalu terburu-buru menyeka lembut wajahnya yang basah oleh linangan air mata.
"Gou Wang !" sahut Rose Yan segera berbalik menghadap ke arah anak laki-laki berusia dua tahun.
Rose Yan mendekat cepat ke arah Gou Wang dengan agak menyeret tubuhnya lalu dia mendekap erat tubuh anaknya.
"Gou Wang ! Putraku...", ucap Rose Yan menahan tangisannya.
"Mama, kenapa mama menangis ? Aku tidak bisa tidur karena mendengar suara mama menangis", sahut Gou Wang.
"Mmm... ?!" gumam lirih Rose Yan.
Rose Yan menggigit bibirnya agar tidak menangis, dipeluknya erat-erat putranya dengan hati perih.
"Gou Wang...", ucapnya berusaha menahan isak tangisnya.
"Mama...", sahut anak kecil itu tak mengerti dengan yang terjadi pada mamanya sehingga mamanya menangis, dia hanya bisa diam.
Gou Wang merasakan tubuh mamanya bergetar pelan, terdengar isakan tangis mamanya yang tertahan lirih saat Rose Yan mendekapnya kuat.
Anak laki-laki itu hanya mampu menepuk pelan punggung mamanya, seakan-akan berusaha meredakan kesedihan hati mamanya.
"Gou Wang...", ucap Rose Yan.
Rose Yan tak sanggup lagi menahan kepedihan hatinya, dia menangis sejadi-jadinya sambil memeluk Gou Wang, putranya.
Malam ini, suasana menjadi penuh kesedihan, tak ada lagi keceriaan yang memenuhi ruangan di sudut rumah Rose Yan.
Waktu dihabiskan oleh Rose Yan hanya dengan menangis sedih sambil memeluk tubuh anak laki-lakinya yang masih berusia dua tahun di sebuah ruangan rumahnya yang tampak sepi.
Entah, apa yang akan Rose Yan lakukan nanti seusai malam menyedihkan ini.
Bagaimana dia nanti akan menghadapi dunianya yang telah hancur berkeping-keping karena pengkhianatan cinta oleh suaminya, Wang Xuemin dengan seorang wanita lain.
Hari berganti pagi, Rose Yan terdiam berbaring disisi Gou Wang, anak laki-lakinya yang masih tertidur lelap.
Pandangan mata Rose Yan terlihat kosong saat menerawang jauh ke atas ruangan kamarnya.
Kedua matanya sembab dan hampir tidak bisa dia buka karena bengkak.
Suhu panas mulai dia rasakan mengalir di tubuhnya, Rose Yan jatuh demam dan kepalanya terasa pusing.
"Wang Xuemin...", gumam Rose Yan.
Rose Yan menatap langit-langit kamarnya dengan hati tersayat sembilu.
"Sungguh sialan kau !!!" teriak Rose Yan penuh emosi.
Tiba-tiba Rose Yan bangkit dari tempat tidurnya lalu berdiri cepat seraya melangkah menghampiri cermin.
"Aku akan membalasmu, Wang Xuemin !!!" ucap Rose Yan menggertak marah.
Anak laki-lakinya langsung terbangun kaget ketika mendengar suara jeritan Rose Yan di pagi hari.
Gou Wang duduk sambil berkata pada mamanya.
"Mama, kenapa marah-marah sendirian ?" tanya Gou Wang lugu.
Rose Yan segera memalingkan mukanya ke arah Gou Wang lalu menjawab ucapan anak laki-lakinya itu dengan suara lembut.
"Tidak apa-apa, Gou Wang. Jangan dipikirkan lagi tentang mama, sekarang bersiaplah mandi karena mama akan mengantarmu ke sekolah", sahut Rose Yan.
"Iya, mama...", ucap Gou Wang lalu turun dari atas tempat tidurnya.
"Pelan-pelan dan lihatlah langkah kakimu, sayang", kata Rose kepada putranya dengan penuh perhatian.
"Mama, apa papa tidak pulang ke rumah ?" tanya Gou Wang tiba-tiba menanyakan tentang papanya.
Rose Yan terkesiap diam, hanya berdiri sambil menatap sendu ke arah cermin di depannya.
Tidak tahu harus berkata apa untuk menjelaskan pada anak laki-lakinya tentang papanya yang pergi bersama wanita lain dan meninggalkan rumah mereka.
Rose Yan sendiri tidak tahu akan nasib rumah tangganya kelak, apakah pernikahannya ini akan tetap bertahan atau berakhir di meja hijau.
Mendadak tubuh Rose Yan menggigil hebat sedangkan wajahnya berubah memucat.
Awalnya suhu tubuh Rose Yan naik dan panas sekarang berubah dingin seperti membeku.
"Mama tidak tahu, apa papamu akan pulang atau tidak karena dia hanya meninggalkan uang untuk kita", sahut Rose Yan.
Gou Wang terdiam ketika mamanya menjawab pertanyaannya, anak kecil berusia dua tahun itu tidak mengerti apapun masalah yang sedang terjadi diantara kedua orangtuanya. Dan yang bisa dia lakukan hanya menggosok kedua matanya yang masih mengantuk.
"Saatnya mandi sekarang, Gou Wang", ucap Rose Yan sambil membimbing putranya keluar kamar.
"Ya, mama", sahut Gou wang menurut.
"Nanti mama akan membelikanmu kue kesukaanmu sepulang sekolah, kau pasti suka", kata Rose Yan yang berusaha menghibur hati putranya.
"Aku mau kue coklat, mama !" sahut Gou Wang.
"Ya, baiklah, mama akan membelikanmu kue coklat", ucap Rose Yan yang mencoba tersenyum.
"Yaaaay... !" seru Gou Wang senang.
Rose Yan tertawa pelan seraya menuntun Gou Wang ke kamar mandi.
Seperti biasanya Rose Yan akan memandikan Gou Wang sebelum berangkat ke sekolah tapi kali ini berbeda situasinya karena biasanya tugas mengantar ke sekolah dikerjakan oleh Wang Xuemin setiap pagi.
Tugas Rose Yan menjadi bertambah sekarang karena dia harus juga mengantarkan Gou Wang berangkat ke sekolah.
Rose Yan segera menyelesaikan tugasnya menyiapkan keperluan sekolah Gou Wang setelah dia memandikan putranya, mulai dari mempersiapkannya sarapan, tas sekolahnya, memasak bekal sekolah hingga mengurus seragam anaknya itu.
Semua terpaksa Rose Yan kerjakan sendiri dan dia juga harus mengantar sendiri Gou Wang ke sekolah mulai dari sekarang.
Sesekali Rose Yan menarik nafas dalam-dalam serta menghela nafas panjang saat dia harus menghadapi problema rumah tanggannya ini yang tak tahu ujung pangkalnya nanti.
Rose Yan sesekali menatap ke arah anak laki-lakinya yang duduk di dekatnya.
Tampak raut wajah Gou Wang masih sangat polos, dan tidak seharusnya dia mengetahui masalah rumah tangga orang tuanya.
Rose Yan tak tega untuk mengatakan perihal Wang Xuemin pada Gou Wang karena dia tidak ingin putranya akan berubah sedih jika mendengar kelakuan papanya diluar sana bersama wanita lain.
Seorang gadis muda bertubuh gemuk terlihat keluar dari dalam sebuah rumah mewah dengan mulut penuh roti hamburger lapis.
Gadis muda itu tergesa-gesa sembari mengikatkan dasinya.
Wajahnya yang dipenuhi jerawat merah dengan pipi tembemnya terlihat merona karena sinar cahaya matahari.
Seorang sopir telah berdiri menunggunya di depan mobil sedan mewah berwarna hitam.
Sopir itu bergegas membukakan pintu mobil untuk gadis muda yang berseragam sekolah putri dari sekolah internasional yang terkenal.
Mobil bergerak lambat menuju ke gerbang rumah yang tinggi menjulang serta kokoh.
Bangunan rumah disekitar kawasan perumahan itu rata-rata merupakan bangunan super mewah dengan halaman luas.
"Nona Jennifer Chan, apa kita akan langsung menuju ke sekolah ?" tanya sopir dari arah kemudinya di jok depan mobil.
"Ak--aku akan mampir sebentar ke toko kue untuk membeli kue manis disana", sahut gadis bernama Jennifer Chan sembari terus mengunyah roti hamburgernya tanpa henti.
"Baiklah, sesuai permintaan anda, kita akan meluncur ke sana", ucap sopir.
"Masih ada waktu satu jam lagi untuk sampai di sekolah, aku ingin menikmati kue manis dari toko itu", kata Jennifer.
"Siap, nona Jennifer, saya akan membawa mobil menuju ke toko kue", sahut sopir bersemangat.
Penghalang diantara dua bagian ruangan di depan dan di bagian belakang mobil lalu tertutup rapat setelah sopir selesai bertanya pada Jennifer Chan yang duduk di belakang mobil.
Mobil sedan berplat khusus itu terus bergerak dan semakin bertambah cepat lajunya saat melintasi jalanan utama.
Jennifer Chan, gadis sekolah menengah atas itu terlihat duduk sembari menikmati roti hamburger miliknya tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya.
Terus mengunyah itulah yang dia kerjakan sepanjang hidupnya.
Jennifer Chan telah menginjak remaja dan sekarang dia telah duduk di sekolah menengah atas, hal itu bisa dibilang bahwa dia sudah bukan anak kecil lagi melainkan seorang gadis remaja yang akan tumbuh menjadi dewasa.
Namun, penampilan Jennifer Chan sungguh mengecewakan karena dia tidak pernah peduli sedikitpun pada dirinya sendiri.
Jennifer Chan tumbuh menjadi seorang gadis yang memiliki rasa rendah diri, berpenampilan acak-acakan dengan badan gemuk bahkan dia terlihat tidak bahagia meski bergelimangan harta benda.
Semua penampilannya itu benar-benar jauh dibawah standart untuk ukuran gadis seusianya yang mestinya memperhatikan penampilannya dan bersenang-senang.
Dimana letak kesalahan pada Jennifer Chan sehingga menyebabkan dia seperti itu dan berpenampilan sangat tidak terawat.
Mobil masih melaju kencang saat berbelok menuju ke toko kue yang menjadi tempat favorit Jennifer Chan sebelum dia berangkat sekolah.
PIP... !
PIP... !
PIP... !
Alarm berbunyi dari ponsel miliknya saat Jennifer Chan mengeluarkan benda itu dari dalam saku seragamnya.
Tertera informasi penting pada layar ponselnya yang memberitahukan tentang tanggal kelahirannya.
Hari ini adalah hari Jumat tepat tanggal sebelas september dan hari ini dia sedang berulangtahun.
Jennifer Chan memperhatikan layar ponselnya yang tertera tanggal lahirnya.
Terdiam merenung sembari menatap dingin layar ponsel miliknya, Jennifer Chan merasa kalau hari ini adalah hari kelahirannya yang teristimewa.
Sayang, tak seorangpun yang mengingatnya ataupun mengucapkan kata selamat ulang tahun padanya.
Jennifer Chan langsung memasukkan kembali ponsel miliknya ke dalam saku seragamnya kemudian mengalihkan pandangannya ke arah kaca mobil.
"Hmm...", gumamnya pelan dengan wajah penuh kecewa.
Diusapnya ujung jari-jari tangannya dengan tissue sembari menghela nafas.
"Apa kita sudah sampai ?" tanya Jennifer pada sopirnya.
KLEEEK... !
Pembatas diantara ruang mobil langsung terbuka naik ke atas.
"Iya, kita sudah sampai di toko kue", sahut sopir.
"Baiklah, aku akan turun disini dan tolong tunggu aku sepuluh menit lagi, aku akan kembali", ucap Jennifer.
"Siap, nona Jennifer", sahut sopir lalu membuka pintu mobil secara otomatis.
"Terimakasih, Heng...", ucap Jennifer lalu keluar dari dalam mobil.
Jennifer Chan segera berlari menuju ke toko kue yang ada diseberang jalan, tempat mobil miliknya terparkir.
Cepat-cepat Jennifer masuk ke dalam toko kue yang menjual berbagai macam kue-kue manis nan lezat.
Terlihat Jennifer Chan berjalan-jalan mengitari etalase kue.
Kebiasaan ini selalu Jennifer lakukan sebelum ke sekolah seolah-olah kegiatan ini semacam ritual penting yang wajib dia lakukan sebagai tradisi.
Jennifer lalu berdiri di samping etalase kue yang berisi cake-cake lezat penuh buah-buahan segar.
Ada bermacam varian rasa mulai rasa kue strawberry, lemon, blueberry sampai rasa apel semuanya lengkap tersaji di dalam lemari kaca.
Jennifer paling suka mengamati etalase kue karena dia dapat melihat lebih jelas ke arah kue-kue nan cantik serta lezat itu.
Suatu ritual khusus sebelum dia menjatuhkan pilihan, Jennifer tersenyum senang sembari memilih-milih kue yang hendak dia beli nanti.
Jennifer lantas meminta pada pelayan toko untuk mengambilkannya sepotong kue dengan cream beserta taburan blueberry di atasnya.
"Tolong bungkuskan kue ini !" ucap Jennifer.
"Apa anda tidak akan memakannya seperti kebiasaan sebelumnya ?" tanya pelayan toko kue seraya memasukkan sepotong cake blueberry ke dalam kotak kardus.
"Iya, aku tetap akan memakan kue lezat dari toko ini tapi yang ingin aku makan bukan kue ini melainkan cake cokelat disana itu", sahut Jennifer.
"Oh... ?!" ucap pelayan toko lalu menoleh ke arah meja panjang yang diatasnya terletak cake-cake lezat.
"Aku mau kue itu dan aku akan memakannya sekarang juga, bisakah kau mengambilkannya untukku", kata Jennifer.
"Ya, baik, aku akan mengambilkannya untuk anda, berapa potong cake yang akan anda makan", sahut pelayan toko sembari berjalan menghampiri meja panjang yang terpasang di dinding toko.
"Dua potong cake cokelat dan satu potong cake rasa keju", sahut Jennifer.
Jennifer segera mengambil tempat di salah satu meja yang ada di pojok toko kue lalu duduk disana sembari menunggu pelayan toko mengambilkannya kue yang dia minta.
Suasana toko kue terasa nyaman dengan sirkulasi udara yang sejuk sehingga membuat rasa tentram dirasakan oleh pengunjung toko apabila mereka bertandang kesana.
Rasa betah tentu saja didapatkan bagi para pengunjung toko kue setiap mereka datang untuk menghabiskan waktu mereka di toko.
Jennifer mulai menyuapkan kue cake cokelat ke dalam mulutnya. Dia melahap nikmat kue-kue manis tersebut sampai habis tak tersisa.
Pelayan toko kue segera menghampiri meja Jennifer sambil menawarkan secangkir minuman kepadanya sebagai penawar manis setelah menikmati cake yang dominan berasa manis yang kuat.
Jennifer menolaknya, beralasan dia tidak terlalu suka minuman panas karena dia lebih memilih minuma bersoda daripada sekedar secangkir teh lemon atau segelas jus.
Gadis sekolah menengah atas itu beranjak berdiri dari tempatnya duduk lalu bertanya pada pelayan toko kue.
"Apa masih ada promo di toko ini ?" tanyanya.
"Masih ada promo dengan potongan harga 20 persen serta tambahan bonus berupa voucher memilih kue cantik bagi pengunjung pertama yang datang di jam tertentu", sahut pelayan toko kue.
"Apa aku mendapatkan kesempatan emas itu ?" tanya Jennifer.
"Ya, tentu saja, anda adalah pengunjung pertama di toko kue ini yang rajin datang pagi di jam 6 pagi", sahut pelayan toko kue seraya tersenyum manis.
"Baiklah, aku akan mengambil kesempatan itu, dan tolong pilihkan sekotak kue cantik untukku", kata Jennifer.
"Siap, akan segera saya bungkuskan kue cantik untuk anda", sahut pelayan toko.
"Terimakasih", ucap Jennifer.
Pelayan toko segera mengerjakan pesanan milik Jennifer Chan.
Tak lama kemudian Jennifer keluar dari dalam toko kue dengan membawa dua bungkus plastik berisi kotak kue.
Ketika Jennifer Chan hendak melangkah pergi, seorang anak kecil telah berdiri tepat di depannya dan sedang menatap ke arahnya.
Jennifer segera menyapanya ramah seraya memberinya satu bungkus plastik berisi sekotak kue kepada anak kecil itu sebelum dia melanjutkan pergi ke sekolah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!