NovelToon NovelToon

Cruel Revenge

Prolog

Jika keputusan sudah bulat maka sebagai orang dengan pendirian yang kuat dan tegap tak bisa tumbang ke lain arah, ini yang terbaik.

"Zidan Haidar Agasarah, Nama kamu bagus sekali ya, Ibu mau pergi jangan cari ibu dimanapun, karena Ibu ada di belakang kamu."

Seorang perempuan dengan hijapnya yang panjang bersamaan gamis hitam yang menutup seluruh tubuhnya dan berjalan pergi keluar panti asuhan ia sudah tidak bisa menahan rasa sakit dalam hati juga gangguan kesehatan yang tidak bisa di toleransi lagi sakitnya.

Sambil terus menangis dan rasa berat dalam hati setelah mengecup kening sang putra yang begitu sangat ia cintai, dia adalah nyawanya.

Iyaa, semuanya salahnya karena itu wanita yang suka sekali sakit ini harus menanggung semua hal dalam hidupnya sampai akhirnya penyakit itu mengalahkan usahanya untuk hidup.

Juga mengalahkan dan menghanguskan semua rencananya untuk hidup bahagia dengan putra semata wayangnya.

****

Hari ini begitu cerah tepat satu tahun beralalu setelah Zidan lahir ke dunia ini di sambut di tahun pertamanya dengan suka cita dari keluarga maupun semua orang yang terlihat bahagia dengan kehadirannya.

Namun, semuanya berubah tepat jam dua siang hari jumat setelah semua anggota keluarga laki-laki melaksanakan sholat jumat suami atau ayah dari Zidan pulang membawa perempuan yang terlihat begitu cantik dengan pakaian panjang membentuk tubuh dan terlihat perutnya hamil.

"Selamat Bu Sarah atas ulang tahunnya anakku."

Sebagai seorang ayah apa ini hal biasa kenapa suaminya diam saja.

Sebagai seorang perempuan yang baru akan menemui kehidupan indah setelah acara ulang tahun ini kenapa malah ia menemui badai dan tsunami sekaligus.

Semua keluarga dari pihak Sarah dan Algaz terdiam dan sejak keduanya masuk semua hanya diam berbisik atau diam memperhatikan kedua orang tua mereka juga tak kalah terkejutnya.

Air mata di wajah sang istri yang berdiri di hadapan Algaz hanya tersenyum dengan air dari kelopak mata terus tipis mengalir.

"Iya, Terimakasih." Sambut Sarah yang tidak langsung meledakkan semuanya karena ini belum pasti.

Masih ia tahan walau emosinya jelas sekali terlihat di permukaan.

"Ini istri kedua ku Dia aku nikahin saat kamu baru mengandung Zidan aku tidak sengaja melakukannya dan aku harus bertanggung jawab." Santai dan tenang wajahnya sama sekali tak terlihat takut bahkan tatapan matanya begitu percaya diri seolah itu tak akan membuat kehancuran jika, jika ia membuka penjelasan itu.

Tamparan keras semenit kemudian setelan kesunyian berlalu.

"SARAH! Apa yang kamu perbuat kenapa kamu lakuin itu sama Suami kita!" Marah perempuan itu dengan mata yang sangat tak terima, ada sorot ketakutan disana.

Apa sarah terlalu keras menamparnya tidak kan? Tapi, itu cukup membuat robekan di ujung bibir Algaz jelas terlihat.

"Cara kalian bersikap, cara kalian menyapa semuanya baik-baik saja, tidak akan seru ya sayangku jika aku tidak sakit hati, Aku harus menjelaskan betapa sakitnya hatiku sekarang."

Kata itu keluar dari perempuan dengan hijap panjang dan gamis hitam panjang wajah sepenuhnya tertutup kain hitam, amarahnya sangat lembut dan dengan kata sayang terucap, bisa-bisanya menggoyahkan hati Algaz sekarang.

Tatapan Algaz kaget.

"Sarah..." Panggilnya lembut dan seolah ingin sadar sekarang.

Angkat tangan kanan dengan telapak menghadap kedepan saat Algaz mau menyentuhnya.

"Mulai detik ini aku Sarah istri dari Algaz tidak akan menerima sentuhan apapun dari suamiku sendiri, Aku minta maaf karena aku telah memukul suamiku dan mempermalukannya didepan umum, aku sangat sakit hati dan Aku sakit dengan tubuhku yang hampir tidak mau diajak untuk hidup sehat, Aku memang pantas menerimanya karena Algaz sendiri jijik dengan ku, dan kamu selamat atas pernikahan nya dan anakmu semoga anakmu bisa membawamu ke tempat yang lebih baik yang tidak akan ada orang buruk yang bisa menyakiti kalian."

Sarah berbalik pergi dengan penutup wajah nya yang basah tapi, tidak kelihatan sama sekali.

Sarah berlari memasuki kamar Zidan dan membawanya turun melewati semua anggota keluarga termasuk orang tuanya.

Semuanya hanya menatap itu tanpa ingin mencegah. Mereka semua tau siapa itu Sarah dan seharunya Algaz lebih paham lagi karena mereka sudah dua tahun satu atap dan bersama, apa yang sebenarnya terjadi?

Semua kembali tertunduk dan suara Algaz menyadarkan mereka.

"Sialan semuanya!" Teriaknya murka.

Sebuah Tamparan di tempat yang sama di layangkan sang ibu, ibu kandung Algaz yang seorang perempuan paruh baya terlihat jelas ia sudah pantas memiliki cucu, kriputnya samar tapi, wajah cantiknya mengalahkan usianya.

"Anakku hanya Sarah, kamu bukan Anakku, Kalian berdua jangan pernah perlihatkan diri kalian di depan kami semua, termasuk darah dagingku sendiri." Kata sang ibu membuat Algaz sadar dan kembali jatuh dengan keras pada kenyataan.

Algaz menatap semuanya dan di samping perempuan yang diakuinya sebagai istri didepan sarah hanya diam malu dengan wajah takut.

"Keterlaluan." Suara sang ayah kandung dari Sarah membuat satu ruangan kembali suram sebelumnya sangat suram dengan aura yang Sarah berikan tapi, sekarang lebih bahkan sepuluh kali lipat aura pekat itu terasa.

Langkah kaki dari suara adu lantai dan pantofel.

"Apapun yang akan terjadi kedepannya. Jika Zidan ingin marah padamu kami akan membiarkannya, Kau ayah nya ayah kandung dari cucuku, Putriku sangat keras bahkan akupun tak bisa membuatnya berhenti dan itu akan membuatku sakit, sekarang aku harus mengurus berlian yang kau buang, berlian yang kuberikan dengan mempertaruhkan nyawa sebelum kau memilikinya, kini kembali lagi padaku dengan cara yang buruk, sungguh aku menyesal."

Kedua keluarga menahan malu bahkan semua anggota keluarga laki-laki dari kelurga Sarah sakit hati dengan perlakuan Algaz.

Sebegitu tak punya hati, suara dari bisikan anggota keluarga Algaz.

Wajah keluarga Algaz menahan malu dari perbuatan Algaz.

"Sarah aku harus membawanya kembali!"

Gerakan cepatnya terhenti dengan jatuh tubuhnya dengan pukulan samping wajahnya tempat lain yang tidak kena tamparan sama sekali.

"Sekali lagi kau menyebut nama perempuan itu Aku, kakak mu sendiri yang akan membunuhmu."

"Kalian semua cari Sarah di manapun berada, Om Daka dan tante Tika mohon untuk tenang, Ayah Ibu tolong Bisma sebentar."

Pria dengan tubuh tinggi tegap dan bahu lebar wajahnya sangat tampan dan sangat bisa dianggap sebagai seorang pria mantang yang menarik hati.

Sedangkan Algaz hanya pria biasa namun, bentuk fisik tak jauh beda dengan Bisma. Untuk besar tubuh dan tinggi badan Algaz, Bisma masih pemenangnya.

****

Didepan panti asuhan sebuah mobil Harpi terparkir dan menurunkan perempuan dengan berjalan langsung ke kursi belakang membawa seorang bayi dalam gendongannya Panti asuhan ini jauh dari dari jangkauan keluarganya bahkan tak akan ada yang paham kalo Sarah bisa datang ke sini.

Dua hari perjalanan Sarah akhirnya sampai dan seorang perempuan tua dan perempuan muda seumuran dengannya.

"Sarah kamu kenapa, kenapa anak kamu di bawa kesini?"

"Aku takut anak ini bisa membuat masalah dengan membuat hal buruk untuk ayahnya sendiri." Sambil menangis dan menggendong Zidan didepan kedua perempuan itu.

Perempuan dengan jilbab menutup dada dan punggung, keduanya berjalan mendekat dan bersama membawa Sarah masuk.

Sarah duduk dihadapan mereka diatas karpet.

"Aku tak bisa menjelaskan semuanya dengan singkat, Aku mau kalian mengajari putraku dengan baik, aku tau kalian berdua baik kepadaku, Ayahnya telah menikah lagi dengan perempuan lain tanpa sepengetahuanku dan dia sama sekali tak bisa merasakan perasaanku saat menjelaskan itu."

Terlihat wajah keduanya kebingungan.

"Aku tidak punya waktu lagi, aku menitipkannya pada kalian dan aku harus pergi."

"Sarah tunggu, tapi ini bukan hal yang baik kamu masih emosi dia masih bayi Sarah sadar lah ini bukan keputusan sama saja kamu mau membuang anakmu."

Sarah menggeleng dan memberikannya pada ibu di samping perempuan yang seumuran dengannya.

"Dalam surat itu aku sudah menuliskannya, buku itu juga sudah cukup lalu foto itu akan mengatakannya dan Jika umur Zidan sudah pas dua puluh tahun kalian bisa membuatnya pergi dari sini dengan cara apapun jangan di tahan karena Zidan itu putraku, aku mengenalnya sejak aku mengandungnya.

Tatapan matanya berembun mendekat perlahan.

Jika keputusan sudah bulat maka sebagai orang dengan pendirian yang kuat dan tegap tak bisa tumbang ke lain arah, ini yang terbaik.

"Zidan Haidar Agasarah, Nama kamu bagus sekali ya, Ibu mau pergi jangan cari ibu dimanapun, karena Ibu ada di belakang kamu."

Seorang perempuan dengan hijapnya yang panjang bersamaan gamis hitam yang menutup seluruh tubuhnya dan berjalan pergi keluar panti asuhan ia sudah tidak bisa menahan rasa sakit dalam hati juga gangguan kesehatan yang tidak bisa di toleransi lagi sakitnya.

Sambil terus menangis dan rasa berat dalam hati setelah mengecup kening sang putra yang begitu sangat ia cintai, dia adalah nyawanya.

Iyaa, semuanya salahnya karena itu wanita yang suka sekali sakit ini harus menanggung semua hal dalam hidupnya sampai akhirnya penyakit itu mengalahkan usahanya untuk hidup.

Juga mengalahkan dan menghanguskan semua rencananya untuk hidup bahagia dengan putra semata wayangnya.

Barang siapa ini

Sejak saat itu Fatin tidak mendengar kabar Sarah ataupun melihat kedatangan orang dari daerah Sarah tinggal.

Sarah perempuan berani dan Sarah bukan perempuan biasa yang takut dengan penjahat atau hantu, mentalnya sekuat baja tapi, penyakit keronisnya membuatnya harus bertahan dengan tubuh lemah.

Fatin melihat seorang pemuda berusia dua puluh tahun sedang mengajak bicara adik-adik nya.

"Zidan... Boleh Umma bicara sebentar." Wajah yang tadinya ceria berubah datar dan murung.

"Ini ada barang yang harus kamu bawa saat kamu mau pergi dari sini, Umma tanya sekali lagi bahkan Nenek juga sebelum pergi berulang kali pesan sama Zidan untuk jadi laki-laki yang baik dan Imam dan baik, Allah bisa tau kamu anak baik karena allah tau itu. Pertanyaannya, apa kamu udah ada tujuan untuk pergi dari sini? Kalo belom, Umma ada kenalan dan mungkin kamu bisa kerja sama dia, dan mungkin ada hal yang ingin kamu tanyakan kamu bisa tanya sama temen Umma namanya, Bisma Raden Adipati . "

Zidan terdiam.

Fatin akui, wajah Algaz lebih mirip dengan Zidan lama kelamaan di perhatikan dan dari dekat juga semakin jelas tapi, mata coklat emas dan tajam itu milik Sarah.

"Umma terimakasih sudah jaga Zidan, Zidan benci harus tinggal di panti asuhan, rasanya Zidan di buang."

Tiba-tiba tanpa ada perasaan yang jelas Fatin terdiam dengan ucapan Zidan yang sepertinya ia tidak diinginkan di mana pun.

Fatin terdiam menggeleng cepat dan memaikan pena cetekan.

"Enggak sayang, Zidan anak baik dan Zidan laki-laki tangguh yang patuh sama Allah. Zidan itu kebanggan Ummanya Zidan Umma kandungnya Zidan Loh."

Fatin tau ini sangat tidak berhasil menghibur anak laki-laki yang sudah berumur dua puluhan didepannya.

"Iyaa Umma."

Menghela nafasnya dan tersenyum.

"Kamu berberes dan tentuin kamu harus kemana, Umma akan temani adikmu yang lain."

Mengangguk setelah Fatin sudah pergi dari sana.

Sebuah tas jinjing besar berwarna hitam dengan pita motif.

Di sentuh Zidan perlahan.

Ada nama di ujung pita terbuat dari syal itu.

"Sh." Bacanya.

Membuka isinya yang ternyata buku lalu surat kertas pena dan mainan juga ada foto.

Lalu wajah perempuan di samping wajah bayi merah dan wajahnya dengan perempuan tertutup kain hitam.

Membolak balik lembaran dan menemukan tulisan di setiap belakang Foto.

"Ini adalah foto pertama Umma sama kamu nak, Sebenernya Umma gak biasa di panggil Umma tapi, Ibu juga gak masalah."

Seterusnya sampai Zidan paham ini semuanya barang yang di berikan Ibunya sebelum menaruhnya di Panti asuhan, menitipkan itu lebih baik.

Buku dengan sampul hitam. Di buka dan di baca dengan baik.

Lalu beralih ke surat-surat yang banyak itu hingga surat terakhir.

"Ini Surat terakhir Umma buat kamu, Maaf ya Umma kesannya kayak buang kamu sayang, Zidan... jadilah anak yang pintar cerdas baik dan selalu buat semua orang merasa bahagia dan tidak kesusahan kalo ada didekat kamu."

"Zidan Haidar Agasarah itu nama yang Umma sendiri buat jangan tanya Ayahmu ya, Umma egois karena kamu anak satu-satunya dan kebahagian Umma satu-satunya."

"Mungkin setelah kamu baca surat dari Umma ini, ini surat terakhir kan ya. Uhm.. Umma mau bilang, Umma sayang banget sama Zidan tapi, Umma harus pergi ke Allah tugas Umma buat jadi ibu untuk Zidan cuman sebentar, sesaat sebelum anak laki-laki Umma sadar kalo punya Umma yang cantik dan baik ini, Bercanda sayang."

"Umma hanya berharap kamu bisa jadi sosok baik dan bertanggung jawab, tujuan hidup kamu gak boleh berantakan atau diatur gemerlap dunia sayang, Umma bolehin kamu berbuat buruk atau semua hal yang jelek tapi, jangan perlakukan Allah dan Sholat kamu dengan buruk bahkan Al-Qur'an."

"Jangan lupa Tolong, Terimakasih dan Maaf."

"Umma terlalu cerewet ya sayang, Sekarang kamu bisa buka amplop yang ada di saku buku hitam harian Umma yang mungkin, kamu baca sebelum surat ini atau sesudahnya, itu terserah kamu aja sayang."

"Selalu sehat untuk Anakku Zidan. Umma."

Tetesan air mata membuat jejak acak di atas surat. Tinta hitam yang hampir luntur karena basah.

"Tidak berguna." Katanya melipat rapih suratnya lagi dan menata rapih isi dalam tas sambil melihat dimana buku hitam tadi.

Menemukan buku hitam dan mencari saku dan terlihat adalah lepitan amplop tebal dan beberapa lembar uang dan satu kartu ini sudah lama dan kartu ini tidak punya tanggal kadaluarsa.

Ini mencurigakan.

Memebersihkan sisa air mata dan membawa tas beserta isinya pergi. Zidan melangkah lebih lebar agar sampai ke dalam kamarnya lebih cepat sebelum ada yang tau ia menangis.

Saat akan mengenakan hoddi hitam lalu selesai dengan mengenakan kaos kaki hingga mengikat tali sepatu.

Umma Fatin berdiri di sana.

"Hati-hati Zidan. Umma selalu mendoakan yang terbaik buat kamu."

Zidan mengangguk dan mencium tangan Umma Fatin dari batas kain hijap panjangnya.

Berbalik pergi sampai langkah kaki lebar ini berhenti didepan gerbang masuk halaman panti yang sudah berdiri entah kapan tapi, ini rumah bagai Zidan dengan kadaluarsa tinggal disini dua puluh tahun saja.

Zidan tidak akan berbalik lagi ia akan tetap membelakangi apa yang sudah ia lewati lalu berjalan pergi sungguhan dari sana.

Terimakasih, ucapnya dalam hati dengan senyum cerah tampak di wajah dinginnya.

Ramainya ibu kota dan sibuknya penghuni kota.

Ingatan Zidan melayang kearah dimana ia membaca setiap baik dari surat yang ibunya tulis.

Didalam bus yang terus berjalan mengarah ke ibu kota.

Zidan duduk dekat jendela dan ada di barisan tengah sendiri.

Dengan penumpang yang jarang.

"Ini bukannya akhir dari impian bro."

"Hanya butuh sentuhan perempua. kehidupan laki-laki pasti berbeda, ingatkan?"

Obrolan kenek bus dan sopirnya yang sepertinya mereka lebih tua dari Zidan.

Alangkah baiknya kalo Zidan tidak terlalu banyak bergaul tapi, itu bukan ide yang buruk juga.

"Hey... Apa kalian bisa kasih tau dimana bisa bekerja seperti kalian?"

"Ah... Siapa?" Tanya kenek bus itu bingung rasanya canggung sekali.

Sejujurnya ia takut dengan penampilan Zidan yang sangar dan tampan itu dengan badan tinggi lebih dari dirinya yang seratus tujuh puluhan Laki-laki didepannya ini mungkin ada seratus delapan puluh atau mungkin lebih.

Tatapan mata dan gaya bicara santainya membuat supir kikuk juga.

"Asal mu, dimana.. eh darimana?" Tanya Sopir itu cepat karena ucapan keneknya sepertinya terdengar aneh.

"Aku, dari kota sebelah dan aku lari dari rumah karena orang tuaku berpisah Ayahku menikah lagi dengan perempuan cantik."

Eh.. keduanya terdiam canggung dan ekspresi Zidan sangatlah membuat mereka tertekan, tersenyum dan polos didepan keduanya.

Permainan milik Zidan akan di perankan Zidan sendiri.

Umma Zidan datang.

Laki-laki mirip

Ketiganya saling diam duduk di warung soto dekat terminal bus antar kota daerah.

Zidan memesan mie rebus dan memakannya bersama kenek dan Sopir tadi.

Kenek terdiam hingga berdehem seketika membuat Zidan berhenti makan.

"Ehm.. Fahmi kenalin, ini Bang Jaka kita juga dari daerah yang sama sama kamu. Kita merantau cuman bedanya Bang Jaka udah nikah dan punya satu anak perempuan kalo aku belum."

"Untuk tempat ini kamu bukan yang pertama kali kan?"

Terdiam Zidan menatap keduanya matanya melirik kanan kiri bingung.

"Ah.. yaa maafkan aku ternyata ini yang pertama ya... Nam.."

"Panggil aja Zidan.. Lagi bingung cari kerja tempat tinggal ada tempat yang gak jauh dari gedung tinggi-tinggi itu gak sih."

Fahmi agak kaget dengan jawaban Zidan yang ia sendiri belum selesai bicara sudah disela, Fahmi mulai paham Zidan itu orang seperti apa.

"Oh.. itu, kamu lulusan apa?" Tanya Fahmi lagi yang dilirik tajam Bang jaka, pertanyaan itu terdengar biasa di telinga Zidan apa da yang salah dari ucapan Fahmi kenapa Bang Jaka melirik tajam ke Fahmi gitu.

"Smk." Singkatnya.

Bang Jaka mengangguk. Mendengar Zidan menjawab tenang tanpa rasa malu.

"Oiyaa.. itu gedung hotel Posaiden lagi nyari pegawai kebersihan kemarin tetangga ku bilang keponakannya keluar karena tidak tahan tekanannya."

Penjelasan dari Bang Jaka tiba-tiba.

"Ini kartu nama hrd nya." Kada Bang Jaka dengan santai dan serius.

Zidan menerimanya dari kartu yang di geser diatas meja dengan jari telunjuk dan tengah tangan kanan Bang Jaka.

"Makasih bang, Wah... boleh juga nih... lumayan buat permulaan." Katanya dengan semangat senang menerima sesuatu seperti hadiah.

"Apa?" Kata Fahmi bingung mau meneruskan ucapannya.

Bang Jaka menendang kaki Fahmi memintanya untuk diam dulu.

Zidan bangkit dari duduknya meninggalkan, Fahmi dan Bang Jaka, cara Zidan meninggalkan mereka, keduanya bingung sendiri sambil makan mie nya Fahmi.

"Aelah bang laper gue pan tadi situ dah makan banyak."

Bang Jaka juga sambil memakan kerupuknya sehabis selesai makan nasi lauk dan sempatnya mencicipi makanan Fahmi.

"Apaan sih lo, gue cuman penasaran aja, kok lo makan tuh mie enak juga keliatannya."

Fahmi tampak bingung. Melihat Zidan berdiri lama didepan warung.

Zidan kembali duduk sambil membuka ponselnya.

"Hais... Zidan maaf sebelumnya banget ya, Kamu orang beruntung karena ketemu orang baik, tempat itu bukanlah tempat yang bisa kamu datangi ini kota besar wilayah luas dan banyak tipuan di manapun."

Saran Fahmi yang di pikir untuk kebaikan Zidan juga.

"Oh ya... kalo gitu aku akan berhati-hati dan semuanya beres." Zidan bangkit dan tersenyum.

"Terimakasih bantuannya, Aku langsung lanjut lagi, mungkin sambil jalan bisa ketemu tempat yang bagus buat tidur malam ini."

Jaka dan Fahmi hanya diam saja memperhatikan Zidan dan Zidan memberikan keputusan mau nekat kerja di hotel posaiden atau tidak membuat keduanya cemas dan frustasi juga rasanya.

"Sudahlah yang penting sudah di kasih tau." Kata Bang Jaka setelah Zidan benar-benar pergi.

Saat keduanya mau membayar, pemilik warung malah memberikan masing-masing satu bungkus rokok dan korek.

"Lah.. Mbk?" Kata Fahmi.

"Ini dari mas ganteng tadi makanan nya udah di bayarin juga, katanya kembaliannya buat ini sama saya aja." Kata ibu-ibu pemilik warung soto mendorok kedua benda itu.

Jaka dan Fahmi menatap rokok itu dan menukarnya, yah hanya posisi berbeda saja.

Masih bingung keduanya, siapa yang barusan mereka ajak bicara.

"Kita kayaknya ketemu orang baik."

"Bukan orang dia malaikat!"

****

Semakin sepi walau tidak terlalu bisa di bilanh sepi karena hampir hanya satu atau dua motor lewat setelah Zidan berjalan diatas trotoar yang jauhnya seratus meter setiap ada kendaraan lewat.

Dimana hotel itu?

Tanya pada dirinya sendiri yang melihat kedepan lurus.

Duduk di tepi teras depan gerbang musholla yang pintu terbuka sedikit.

Membuka mapsnya dan mencari sesuatu.

Baru ketemu tempat menginap yang pas suara keras membuatnya terganggu sampai menoleh dan siapa mereka, Zidan tak kenal tapi, itu perempuan.

"Jangan ambil!" Teriaknya panik.

"Tolong... tol..."

"Jangan sampe lo teriak lagi atau Lo..."

Pukulan keras membuat penjahat itu pingsan dan satu lagi mundur ketakutan dengan wajah Zidan yang sangar.

"Sok jagoan Lo." Menyerang dengan ketakutan akhirnya jatuh dengan tangan di patahkan Zidan, mungkin sedikit keseleo.

Zidan pergi begitu saja, padahal perempuan itu belum sempat bilang terimakasih.

Tatapan matanya bingung segera setelah sadar ia pergi dan mengejar laki-laki yang membantunya.

Suara kelakson motor menghentikan langkah kaki Zidan.

"Bang!"

"Mau di tumpangin gak, mau kemana sini pake motor saya, Terimakasih udah bantu."

Zidan melihat jam tangan di pergelangan tangan kirinya.

"Ke alamat ini." Memperlihatkan layar ponselnya.

Perempuan itu mengangguk dan bersiap karena tubuh Zidan besar.

"Saya yang bawa." Kata Zidan meminta ia saja yang menyetir.

"Lah, ya udah silakan." Perempua itu percaya saja.

Dalam diam motor yang Zidan kendarai akhirnya berhenti didepan alamat yang di tuju.

"Ibu kos udah tidur, sebentar mungkin anaknya belum." Kata dari perempuan itu membuat Zidan terdiam.

Tangannya bergerak mengulir layar ponsel dan menelpon.

"Oh, Hallo Mb Gina ini ada temenku baru dateng merantau dia cari kost di sini kamar di lantai dua sepeleh kiri ku itu masih kosong kan ya?"

"Eh iya, Kenapa ya Aisya, apa udah dateng orangnya?"

"Hehe.. iyaa mbk, maaf ya ganggu bisa minta tolong mbk soalnya dah capek juga kayaknya temen ku ini."

Seketika itu wajah perempuan yang di tolong Zidan terlihat puas lalu menyimpan ponsel yang panggilannya selesai kedalam tas coklat cangklongnya.

"Rumah ibu kost disana, ayo." Ajaknya pada Zidan yang hanya diam saja.

"Permisi..." Menoleh dan melihat Zidan mengantungkan kunci di jari telunjuknya.

"Oh iya terimakasih."

"Boleh taruh di sana gak motornya didorong aja terus tutup gerbangnya Aku kesana duluan."

Mengangguk saja Zidan.

Setelah selesai menutup gerbang dan membawa motor keparkiran Zidan menyusus perempuan tadi.

Ke empatnya duduk di teras rumah pemilik kost.

"Jadi siapa temen kamu Aisyah?" Tanya Bapak Selo yang baru saja duduk bersama.

"Ini namanya..." Aisyah memberi kode.

"Saya Zidan, Saya dari daerah sebrang mau ngekost disini sekitar dua tahun dan saya bayar di muka uangnya selama dua tahun."

Singkat padat dan ini mengejutkan.

"Dua tahu?" Datar ekspresi Pak Selo menutupi rasa kagetnya.

"Saya mau ada urusan kerja disini dan juga saya mau ketemu sama keluarga ibu saya yang katanya tinggal di ibu kota."

Ketiganya paham.

"Owalah gitu, ya sudah jika ini kemauan Zidan untuk tidak terlaku basa basi, Saya ambilkan kunci dulu." Pak Selo pergi keluar.

Gina dan Aisyah saling pandang.

Keduanya mengkode yang Zidan juga tak mau menghiraukan.

Pak Selo datang membawa kunci dan Zidan berdiri.

Mengikuti Pak Selo Zidan Gina dan Aisyah ikut mengekor.

Didepan kamar Zidan ini keempatnya berdiri.

"Saya langsung saja ya, ini malam dan sepertinya kamu sudah cape, Gina ayo." Kata Pak selo mengajak anak perempuannya.

Aisya juga ikut pergi setelah Pak selo sudah melangkah duluan.

"Aisya ya, terimakasih." Kata Zidan menoleh dan Aisyah yang sudah berjalan berbalik badannya.

Suaranya rendah dan terdengar sopan.

"Iyaa sama-sama bang." Lalu pergi lagi meninggalkan Zidan.

Masuk Zidan kedalam dan melepas sepatu juga menaruh tasnya ia juga menelpon Umma Fatin, ah tidak jangan ini sudah malam.

Dari pada mengabari Umma fatin sekarang Zidan harus istirahat dulu.

Baru saja ia duduk setelah merapikan kasur. Zidan menoleh ke ponsel yang habis daya baterainya.

Saat di lihat ternyata email masuk.

Sebelum berangkat mencari kost ia sempat mengirip lamaran kerja lewat email dan posisi yang ia lamar dan ini cepat juga di setujuinya.

Besok ia akan datang untuk wawancara.

Di tempat lainnya wajah yang hampir kehilangan semangat hidupnya kini terdiam dengan tatapan kosong didepan Bisma.

"Apa lagi yang mau kau cari?"

"Sarah." Suara lemah itu datang dari pria yang patah semangatnya.

"Semua terlambat dan kau harus memikirkan nasib mu dan nasip anak cacat mu bukannya kau mencintai istri keduamu yang bahkan kami semua tak mau tau siapa namanya."

Menatap keluar jendela ruang kerjanya malam ini tepat saat itu Bisma menerima telpon dari bawahannya. Ia berada di dalam ruangan Algaz. Algaz yang melihat saudaranya itu berdiri pergi sambil mengangkat telpon, cuek saja.

"Terima saja dan pekerjakan dia dengan biasa tanpa perbedaan."

Tidak ada rasa curiga telinganya mendengar pembicaraan Bisama di telpon dengan seseorang.

Zidan juga menatap keluar jendela.

Dari lantai dua dataran tinggi kost ini berdiri gedung hotel Posaiden terlihat jelas.

"Aku dan putraku sangat mirip tak mungkin kita tidak akan bertemu." Ucapan dari Algaz tanpa tahu malu itu membuat Bisma emosi dan hanya menahannya di kepalan tangan.

Ia memilih keluar ruangan pergi dari sana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!