Kegelapan semakin menelan malam, suara tapak sepatu saling beradu memecah keheningan. Dua orang saling kejar mengejar dan lawan-melawan.
“Shit! dasar jalang sialan!!” ucap seorang pria dewasa dengan marah.
Set!
Gadis dengan tinggi badan sekitar 160 cm, dan menggunakan pakaian sederhana itu, menyeringai menatap pria dewasa yang sudah sangat lama diincar.
“Paman, aku bukan gadis biasa tahu!” ujarnya sambil menyeringai.
Gadis itu mempercepat langkahnya, dan mulai memasang kuda-kuda untuk menyerang pria dewasa di depannya dengan keras. Pria itu merasa terkejut dikala melihat tubuh gadis berbadan kecil itu melayang di udara, dan kaki gadis itu mengudara untuk menendang dirinya.
Bruk!
“Sialan! uhuk-uhuk! siapa kamu sebenarnya ha!?” bentak pria itu dengan tubuh yang sudah terduduk di atas tanah.
Gadis itu menepuk-nepuk kedua tangannya seolah-olah sedang menyingkirkan debu. Dia lalu menatap datar namun tajam ke arah pria dewasa itu.
“Kau bertanya aku siapa paman? astaga merepotkan sekali tahu gak! Lebih baik paman diam aja, ikut aku secara baik-baik!” tegas gadis itu.
“Hee! Coba saja kalau bisa!” jawab pria itu sambil menyeringai.
Gadis itu sudah habis batas kesabaran, dengan santai dia berjalan mendekati pria dewasa bertubuh kekar dan memiliki banyak tato serta beberapa luka di wajahnya itu. Dengan menggunakan celana hitam sedikit besar dan hoddie hitam besar dengan topi hoddie yang menutup kepalanya. Gadis itu perlahan mengeluarkan sebuah borgol.
“Sial! Apa dia seorang polisi? tapi bagaimana mungkin? tubuh mungil seperti dia bisa masuk ke dunia polisi?” gumam pria itu.
“Anda berhak diam, dan berhak dibela saat pengadilan nanti. Sekarang ikut saya ke penjara!” tegas gadis itu.
Saat hendak memborgol pria yang masih terduduk di atas tanah sambil sesekali meringis karena sakit. Tiba-tiba saja beberapa orang datang mendekati mereka. Orang-orang itu memiliki tatapan tajam yang mengarah pada satu tujuan, ya itu adalah gadis yang kini sedang berdiri di tengah-tengah para pria dewasa kekar yang berpengalaman preman.
“Hoam … , paman, kenapa paman sangat merepotkan ha? aku ingin segera cepat-cepat kembali tidur, tapi paman sangat sulit untuk di ajak berkompromi! Ya bagaimana lagi, aku sudah berusaha sesopan mungkin. Tapi, sekarang tidak ada waktu untuk sopan!” ujar gadis itu sambil berdiri malas.
“Banyak omong!! Ayo serang gadis itu! kita buat dia mendesah nikmat di bawah kita nanti. HAHA!!!” gelak tawa para preman yang terdengar begitu keras.
Rahang gadis itu mengeras, dia tidak terima di perlakukan selayaknya seperti itu. Dia tidak suka harga dirinya di rendahan.
“BRENGSEK! sini kalian semua! cepat maju!!!” teriaknya dengan marah.
Aksi bangku hantam tak terelakkan, gadis itu dengan handal menyerang dan menjatuhkan beberapa pria dewasa berbadan kekar itu secara brutal.
“Uhuk-uhuk! gadis macam apa dia ha? pukulannya sangat mematikan.” ujar salah seorang pria sambil menahan sakit di bagian perut.
“Udah belum nih? jangan banyak cekcok lagi lah. Kita langsung aja!” tegas si gadis.
Gadis itu kembali melangkahkan kaki menuju ke pria dewasa pertama yang ingin di tangkap.
“Dasar jalang kecil!” ujar pria itu.
“Diam paman! jangan mempersulit keadaan ku, aku ingin segera kembali tidur!” tegasnya.
Saat hendak memborgol tangan pria dewasa yang sudah tergeletak tak berdaya itu, tiba-tiba pria dewasa lainnya memukul kepala belakang si gadis. Rasa berdenyut begitu terasa, matanya perlahan mulai kabur.
“HAHA! mampus kau bocah!” ujar sang pria penuh kemenangan.
Gadis itu beberapa kali menggelengkan kepala untuk mempertahankan kesadarannya. Saat si pria berusaha mendekat dan ingin menyentuh si gadis, dengan cepat si gadis memutar tangan pria itu dengan keras sehingga membuat pria itu meringis kesakitan.
“Akh! lepaskan aku!” ucapnya.
“Dasar paman bodoh! Aku akan mematahkan tangan mu!” ujar si gadis dengan marah.
Krek!
Pria itu langsung duduk terlemas di tanah sambil memegang tangannya yang terasa mati rasa.
“Haa … , merepotkan sekali.” ujar si gadis.
Gadis itu langsung merogoh kantong samping celananya dan mengambil telepon genggam serta mulai melakukan panggilan telepon.
“Hallo! aku sudah membereskannya. Sekarang cepat lah ke sini! aku rasa sebentar lagi aku akan pingsan!” tegas si gadis.
Setelah memutuskan telepon secara sepihak, si gadis memegang kepalanya yang semakin terasa sakit dengan pandangan yang semakin memblur.
“Ck! sial! aku merasa pusing.” gumamnya.
Gadis itu buru-buru mencari tempat yang cocok untuk beristirahat setelah selesai memberantas para pria dewasa yang merepotkan. Dia memutuskan untuk duduk menyandar di dekat pagar besi yang berada di wilayah gang gelap itu.
“Aku sepertinya ingin tidur ….” lirih gadis itu.
Matanya perlahan-lahan mulai kelabur, namun dari kejauhan dia masih dapat melihat samar-samar beberapa orang yang sedang berlari menuju ke arahnya.
“Tara! Tara!” teriak orang itu.
“Hee! aku tidur saja deh …..”guman gadis itu sambil tersenyum miring.
Drap ….
Drap ….
Banyak sekali orang-orang yang mengamankan para pria yang sudah tergeletak tak berdaya di sana.
“Komandan! kami tidak menemukan di mana Tara.”
“Sial! kemana bocah itu? kenapa dia berbicara tidak jelas di telepon tadi ha?” ucap komandan dengan panik.
Komandan itu tetap memperhatikan sekeliling dengan seksama, dan akhirnya dia melihat keberadaan Tara yang sudah menutup mata sambil duduk menyender di dekat pagar besi.
“Tara!” teriaknya dengan keras.
Komandan itu langsung menghampiri Tara, melihat Tara tak kunjung membuka mata. Sungguh hal itu membuatnya khawatir, beberapa kali dia menggoyang-goyangkan tubuh Tara, namun yang punya tidak merespon sama sekali.
“Tara! bangunlah! jangan membuat ku merasa khawatir begini!” tegas komandan dengan suara lantang.
Merasa panik sekaligus khawatir, si komandan tanpa sadar memeluk tubuh Tara dengan lembut, buliran air mata tiba-tiba saja terjatuh dari kedua matanya.
“Komandan! lebih baik kita bawa Tara ke rumah sakit segera!”
Komandan itu langsung menghapus air matanya sebelum para anggota mengetahuinya, dia langsung berdiri dan mengangkat tubuh Tara dengan gaya bridge style.
“Aku pergi!” tegasnya.
Komandan itu langsung berlari sambil menatap wajah damai Tara yang sama sekali tak membuka mata.
“Tetaplah bertahan, Tara ….” lirihnya dengan suara pelan.
Para anggotanya hanya bisa diam di tempat menatap kepergian komandannya.
“Sudah ku bilang kan, komandan itu suka dengan Tara.”
“Ternyata komandan kita bucin banget. Kasihan juga sih komandan, sepertinya Tara tidak peka kalau komandan kita menyukainya.”
Komandan itu langsung memasuki lobi rumah sakit. Beberapa pasang mata langsung tertuju ke arah komandan itu.
“Eh lihat, tampan sekali! mana tubuhnya kekar dan pas sekali menggunakan seragam kepolisian itu!”
Bahkan pasien yang sedang berada di kursi roda pun tak luput dari pesona si komandan.
"Sus, apa saya sudah di surga?”
Para perawat langsung bertindak dengan membawa ranjang rumah sakit roda. Dengan cepat si komandan meletakkan tubuh Tara dengan pelan.
“Silahkan tuan urus administrasinya dulu, kami akan segera menangani pasien!”
“Baik.” jawab si komandan.
Buru-buru si komandan menuju ke arah resepsionis, awalnya si resepsionis melamun karena larut dalam pesona pria tampan tinggi dan kekar di hadapannya. Namun karena sadar akan pekerjaannya, lamunan itu segera ia buyarkan.
“Ada apa pak?”
"Saya mau mengurus administrasi.” jawab si komandan.
Bagian resepsionis segera memberikan formulir kepada si komandan tampan. Setelah menyelesaikan semua formalitas, si komandan hendak beranjak pergi. Namun tangannya ditahan oleh seorang gadis kecil berusia 5 tahun.
“Paman tampan, siapa nama paman tampan?”tanyanya dengan tatapan berbinar.
“Anak baik, kamu ingin tahu nama paman hmm?” jawab komandan sambil berjongkok untuk menyamai tinggi si gadis kecil.
Menanggung antusias, “iya paman! aku ingin sekali tahu!” jawab si gadis kecil.
Komandan itu tersenyum lalu mengelus lembut puncak kepala si gadis kecil.
"Untuk apa kamu ingin tahu nama paman?” tanyanya.
“Mmm … , untuk memberikannya ke ibu. Ibu bilang aku harus mencari ayah baru. Itu, ibu ku di sana.” ujar si gadis kecil sambil menunjuk ke arah si ibu.
Si ibu gadis kecil tampak tersipu malu saat pria tampan berseri kepolisian itu menatap ke arahnya. Sementara komandan kepolisian itu mengubah ekspresi menjadi wajah datar. Lalu kembali tersenyum manis saat menatap lagi si gadis kecil.
“Baiklah, paman akan memberitahu mu. Mendekat Lah ke paman.” ucapnya.
Si gadis kecil patuh, komandan mulai membisikan ke telinga si gadis kecil.
“Oooo, jadi nama paman itu?” ujar si gadis kecil.
“Iya, oh ya. Ada satu lagi yang paman lupa beritahu.” ucap komandan.
“Apa itu?” tanya si gadis kecil.
Komandan kepolisian itu kembali membisikan sesuatu ke gadis kecil itu.
“Oh begitu, baiklah paman terima kasih. Aku pergi dulu, dadah ….” ujar si gadis kecil.
Komandan itu mengangguk, setelah si gadis kecil kembali ke ibunya. Dengan cepat si komandan berjalan menuju ke kamar inap tempat Tara berada.
“Bagaimana? siapa nama paman polisi tampan itu?” tanya sang ibu.
“Namanya, Ro.” jawab si gadis kecil.
“Apa? Ro? nama yang aneh.”ujar sang ibu sambil menautkan kedua alis.
“Iya ibu, dan paman Ro bilang dia tidak bisa menjadi ayah ku.” ucap si gadis kecil.
“Apa!? kenapa tak bisa?” tanya sang ibu dengan wajah terkejut.
“Paman Ro bilang, dia sudah punya tunangan.” ujar si gadis kecil.
Sang ibu hanya bisa menelan kenyataan pahit, impiannya untuk menikah lagi setelah bercerai pupus sudah.
Kret…
Komandan membuka pintu ruang inap dengan pelan, dia takut akan mengusik Tara. Namun setelah pintu sepenuhnya terbuka lebar, hal pertama yang dilihat si komandan kepolisian itu adalah siluet Tara yang sedang asik makan dengan rambut panjang hitam bergelombang yang tergerai dengan pipi yang menggembung di penuhi makanan.
“Tuan, silahkan masuk.” ucap suster dengan sopan.
Si suster langsung undur diri, sementara Tara masih sibuk dengan makanannya.
“Tara, enak sekali kamu makannya.” ujar si komandan.
“Hm? eh Ro! Ayo sini, ayo makan. Aku lapar banget, jadi aku makan lah.”jawab Tara dengan santai.
“Aku sudah bilang, panggil nama ku dengan benar! nama ku Astro, bukan Ro!” ujar Astro sambil memijat keningnya.
“Alah sama aja Ro, yang penting nyangkut.” balas Tara.
“Haa … , terserah kamu lah.” ucap Astro sambil menghela nafas.
Tara masih sibuk memakan makanan rumah sakit yang lumayan bagi dirinya yang sedang dilanda lapar. Sementara Astro hanya memperhatikan, lalu sesaat kemudian dia duduk di atas ranjang Tara.
“Pelan-pelan makanya, nanti keselek.” ucap Astro.
Tara hanya mengacungkan jempol sambil terus makan dengan lahap. Astro hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Tara.
“Uhuk-uhuk, air, aku butuh air!” ujar Tara.
Astro segera mengambilkan air dan memberikannya kepada Tara. Dengan cepat Tara mengambilnya dan meminum habis air dalam gelas tersebut.
“Sudah ku bilang hati-hati.” ujar Astro.
“Iya, udah bawel. Komandan ini kayak emak-emak , bawel banget!” sewot Tara.
Sret!
Astro menyelipkan surai lembut dan panjang milik Tara ke telinga, Tara yang tadi ingin menyuapkan makanan ke dalam mulut langsung berhenti karena terkejut.
“Kenapa berhenti makan hmm? lanjutkan saja, aku hanya ingin menyentuhmu saja kok.” ucap Astro sambil tersenyum tak berdosa.
Tara diam mematung saat Astro menatapnya dengan kedua manik yang terlihat mendalam penuh makna.
“Ehem! singkirkan tanganmu! nanti kamu bisa masuk penjara karena upaya melecehkan anak di bawah umur!” tegas Tara sambil menepis tangan Astro.
Astro menahan tawa melihat wajah marah Tara dengan kedua pipi putih yang sudah bersemu merah itu.
“Haha … , kamu lucu sekali. Jadi pengen gigit.” ucap Astro sambil tertawa gemas.
"Ck, terserah lah. Yang penting aku lolos dari ujian!!" tegas Tara.
Hari ini suasana di sebuah ruangan yang sangat kental dengan nuansa hukum, dengan bermacam banyak tulisan visi dan misi bertempelan di setiap dinding, sedang dalam suasana damai dan tentram. Beberapa pria sedang duduk santai di bangku mereka masing-masing.
“Menurut kalian, apakah Astro itu menyukai Tara?” tanya Justin.
“Kenapa kamu bertanya?” ujar Bily.
“Ya habisnya si Astro itu sangat perhatian dengan Tara, padahal Tara bukan siapa-siapanya. Keluarga aja bukan, iya kan?” tutur Justin dengan bingung.
“Hem, kau benar. Aneh, apa jangan-jangan sih Astro suka lagi sama Tara?” ujar Bily dengan wajah tampak terkejut.
Kreet …
Suara pintu tiba-tiba terbuka, siluet seorang wanita berambut panjang sebahu, tubuh langsing, tinggi, serta memiliki kulit putih bersih dan kaki jenjang yang indah selayaknya seorang model, melipat kedua tangan sambil menatap tajam ke arah dua pria yang kini sedang merasa terkejut akan kehadirannya.
“Hana? kamu sedang apa disini?” tanya Bily.
Hana berjalan masuk dengan tangan yang masih terlipat, tatapan mengintimidasi tak luput dilakukan ke Bily dan juga Justin yang langsung meneguk ludah karena merasakan hawa singa betina yang tengah marah.
“Dimana Astro!?” ujar Hana dengan tegas.
Mereka tampak bingung harus menjawab apa, yang jelas mereka takut akan kemarahan Hana yang termasuk ahli dalam Divisi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam kepolisian. Berbohong juga percuma, karena Hana pasti tahu kemana mereka pergi beberapa saat yang lalu.
“Aku tanya, dimana Astro!” tegas Hana.
“Itu … hum, Astro sedang di rumah sakit.” jawab Bily tampak ragu-ragu.
Justin hanya bisa menghela nafas saat Bily lebih memilih berkata jujur daripada berbohong. Hana merasa kesal, kedua tinjunya di kepal begitu kuat sehingga menampakkan buku-buku jarinya yang memutih.
“Sial! dia pasti bersama dengan gadis sialan itu!” ujar Hana dengan tatapan yang semakin menajam.
Hana langsung beranjak keluar. Brak! pintu ditutup dengan keras oleh Hana yang sudah diliputi rasa marah yang besar.
“Buset! bisa mati muda kalau Hana sering-sering banting pintu gini.” ujar Justin.
“Emang kau masih muda?” ejek Bily.
“Ck, sialan!” jawab Justin dengan kesal.
Setelah makan, Tara memulai sesi makanan selanjutnya yaitu memakan buah-buahan yang baru saja dibelikan oleh Astro. Tara memakan buah yang sudah dikupas dan dipotong rapi oleh Astro, dia memegang piring yang berisikan bermacam buah, mulutnya mengunyah dengan nikmat, namun tatapannya terus menatap Astro.
“Ada apa dengan pria ini? kenapa dia aneh sekali?” monolog Tara dalam hati.
Astro yang sadar akan tatapan dari Tara,langsung berdiri dari sofa tempat ia duduk dan berjalan mendekati gadis yang sedari tadi menatapnya. Tara langsung memalingkan wajah, dan berpura-pura sibuk dengan piring yang ada di tangannya.
“Kenapa kamu sedari tadi selalu menatap ku hmm?” tanya Astro sambil tersenyum.
Tara yang sudah ketahuan, langsung menatap kedua manik milik Astro tanpa ada rasa takut sama sekali. Tatapan yang selalu bisa menghipnotis Astro, tatapan yang berapi, tatapan yang penuh hasrat, benci, dendam. Namun juga tersirat rasa sakit dan sedih yang begitu dalam serta tersembunyi.
“Memangnya kenapa? apa lo akan menembak gue sekarang juga ha!?” ujar Tara sambil tersenyum miring.
“Tidak. Kenapa aku harus menyingkirkan hal yang ku suka?” ujar Astro dengan senyuman psikopat yang membuat Tara semakin waspada dengan pria di depannya saat ini.
“Gue harus berhati-hati dengan pria ini, dia sangat mencurigakan.” monolog Tara dalam hati.
Brak!
“Astro!!” teriak Hana dengan marah.
Keduanya sontak menoleh ke arah pintu ketika mendengar suara Hana yang begitu melengking.
“Ck, mulai lagi deh drama nya.” gumam Tara dengan raut wajah malas.
Hana berjalan mendekati kedua insan yang saling memberikan tatapan penuh makna kepada satu sama lain. Melihat wanita yang selalu membuat dia merasa risih, Astro langsung mendatarkan wajah seperti jalan aspal yang begitu mulus.
“Astro, kamu kenapa disini sih? aku khawatir tahu dengan kamu, ada yang luka gak? apa wajah kamu terluka?” ujar Hana sambil menyentuh pipi Astro.
“Singkirkan tanganmu!” tegas Astro yang langsung menepis tangan milik Hana.
“Pfft, kasihan.” gumam Tara sedikit keras agar Hana mendengar ucapannya.
Hana melotot menatap tak suka kepada Tara sih bocah ingusan kemarin sore di matanya.
“Maksud lo apa ha?! lo ngeledek gue ha?!” bentak Hana tak suka.
“Emang, lo gak suka ha? pick me banget sih lo jadi cewek, kemarin gue lihat lo tepe-tepe ama cowok dari Divisi Humas, sekarang ama komandan kepolisian. Definisi harus nyari yang pangkatnya lebih tinggi banget sih lo.” ledek Tara sambil tersenyum miring.
“LO! jangan sembarang lo ya! gue sama Astro itu uda kenal lama. Lo itu sok tahu!” elak Hana.
Tara mengangkat kedua bahu sebagai tanda tak peduli, sementara Hana langsung merangkul lengan kekar Astro dengan manja.
“Astro, percaya deh sama aku. Itu gak benar, aku setianya sama kamu kok….” rengek Hana dengan manja.
Astro tak berkutik, wajahnya tetap datar. Tara yang melihat drama yang menjijikan itu langsung merinding. Dirinya yang tadi sangat nafsu memakan banyak buah di dalam piring, mendadak tak selera. Dia meletakkan piring di atas meja yang berada di samping ranjangnya. Tak mau terlibat drama romansa yang menjijikan, Tara langsung berdiri dari ranjang rumah sakit sambil mendorong tiang infus untuk keluar dari dalam ruangan.
“Mau kemana kamu ha?” tanya Astro.
“Huf, ya mau keluarlah, pusing kepala gue lihat lo pada!” ujar Tara.
Astro langsung menepis tangan Hana dengan kasar, dia langsung berdiri di depan Tara karena tak mengizinkan gadis itu keluar.
“Minggir! gue mau lewat!” ujar Tara dengan tatapan tajam.
“TIDAK!, sekali tidak tetap tidak!” tegas Astro.
Merasa diabaikan, Hana langsung mendekati Astro lagi dengan tatapan tajam yang mengarah ke Tara.
“Astro, udah biarin aja sih. Dia kan udah dewasa, lebih baik hari ini kita ke rumah mama kamu aja ya, udah lama gak ketemu mama.” ucap Hana sambil tersenyum.
“Nah, dengar tuh, awas! gue mau lewat!” tegas Tara.
Lagi dan lagi, Astro kembali menghalangi jalan Tara. Sungguh itu membuat Tara geram, ingin sekali dia memberikan satu pukulan keras ke wajah pria menyebalkan yang berdiri di depannya kini. Namun Tara masih sadar bahwa dirinya masih menjadi murid di Academic Kepolisian, dia belum menjadi bagian divisi apapun di kepolisian.
“Huf, tolong komandan berikan saya jalan untuk lewat.” ucap Tara yang terpaksa tersenyum.
“Tidak, kamu tahu saya komandan kamu. Jadi, jangan membantah saya.” ucap Astro sambil bersedekap dada.
“Astro, udah biarin aja sih, dia itu gak penting tahu.” sahut Hana.
“Diam! saya gak bicara sama kamu!” tegas Astro dengan wajah datar.
Hana langsung membeku, sungguh nyalinya menjadi ciut saat mendengar Astro mulai menaikkan oktaf suaranya.
“Huf! gini aja deh pak. Bapak bawa aja tunangan bapak ini keluar, biar saya bisa istirahat dengan tenang!” ujar Tara.
“Iya Astro, lebih baik ki ….”
“Dia bukan tunangan saya!” tegas Astro.
Hana langsung terdiam karena ucapan Astro, dia benar-benar naik pitam melihat Astro yang terang-terangan menunjukkan bahwa dia tertarik kepada Tara.
“So? hubungannya sama saya apa pak? bodo amat saya mah, kalau emang gak mau keluar. Saya aja deh yang keluar!” ucap Tara.
“Baiklah, saya akan keluar. Kamu harus istirahat, paham!?” tegas Astro.
Tara melongo menatap komandan kepolisian yang terasa berbeda sikapnya akhir-akhir ini, Hana yang melihat Astro berjalan cepat menuju pintu keluar, langsung mengikuti langkahnya dan tak lupa memberikan tatapan tajam ke arah Tara sebagai sebuah peringatan.
“Apa sih? dasar cewek aneh! siapa juga yang mau ngerebut cowok modelan dia?” ucap Tara merasa kesal.
Tara kembali berjalan menuju ke ranjang rumah sakit untuk segera merebahkan tubuhnya.
“Emang paling benar itu rebahan.” ucap Tara sambil nyengir kuda.
Saat tubuhnya sudah di rebahkan, Tara baru saja ingat akan hal penting yang seharusnya cepat-cepat ia lakukan.
“Sial! dia datang hari ini kan? kenapa aku bisa lupa sih? ah sial! dasar Tara bodoh!” ujar Tara sambil mengacak rambut panjangnya.
Tara mulai memikirkan rencana bagaimana caranya supaya dia bisa keluar dari rumah sakit tempat ia dirawat tanpa ketahuan kalau dia diam-diam keluar.
“Hem, gimana caranya ya?” gumam Tara sambil memikirkan ide dengan serius.
Beberapa saat kemudian, Tara tiba-tiba tersenyum aneh. Sesuatu sudah terlintas di pikirannya.
“Haha! gue emang cerdas!” puji Tara ke dirinya sendiri sambil tertawa selayaknya seorang raja.
“Menurutmu, kenapa komandan menyuruh kita berjaga di depan ruangan tempat murid biasa? apa gadis itu adiknya komandan?”
“Stt! Diamlah! aku juga tak tahu, kita ikuti saja apa mau komandan.”
Tara diam-diam mengintip dari celah pintu,sungguh dia merasa frustasi dengan apa yang sebenarnya diinginkan oleh komandan dingin dan aneh itu terhadapnya.
“Ha! dia pikir gue bakalan patuh gitu? alasan utama gue masuk ke akademi kepolisian bukan untuk menjadi salah satu dari mereka. Tapi gue mau menuntaskan rasa dendam yang masih terpendam!” gumam Tara dengan tatapan yang menajam.
Hari semakin larut, kedua anggota polisi yang berjaga di luar pintu sudah mulai merasa mengantuk. Ketika kedua orang itu lengah, seseorang dengan pakaian serba hitam dengan wajah yang ditutup dengan topi, mengambil kesempatan. Orang misterius itu berpura-pura lewat sambil menyemprotkan cairan dalam botol yang dikira kedua polisi itu adalah parfum.
“Hoam …. , kok aku tiba-tiba ngantuk ya?”
“Sama, aku juga.”
Orang misterius itu tersenyum miring, dia tetap berpura-pura sebagai pejalan kaki biasa yang hanya numpang lewat. Kedua polisi itu sudah benar-benar sudah tidak bisa menahan kantuk, akhirnya mereka jatuh tertidur di atas lantai rumah sakit yang dingin. Setelah memastikan kedua polisi itu tertidur, orang misterius itu kembali. Dia menatap dingin kedua polisi itu, lalu dia membuka pintu tempat Tara berada dengan perlahan. Tak ada orang, sungguh orang misterius itu tampak kebingungan karena tak melihat siapa-siapa. Namun rasa bingung itu berubah jadi keterkejutan saat dia merasakan sebuah benda tajam menyentuh leher belakangnya.
“Siapa kamu! jangan macam-macam! atau aku akan membunuhmu!” tegas Tara.
Orang misterius itu tak berkutik, sementara Tara semakin mendekatkan pecahan kaca yang tajam ke leher orang yang tak ia kenali itu.
“Jika kau tidak ingin menjawab, maka aku tak akan segan-segan akan menggorok lehermu!” ancam Tara.
“Hee! sungguh kau tak punya hati nurani.” jawab orang itu dengan satu sudut bibir yang terangkat.
“Tentu saja, hati nurani ku sudah ku bunuh 6 tahun yang lalu!” jawab Tara sambil tersenyum miring.
Orang itu perlahan menoleh ke belakang, hal itu membuat Tara semakin waspada dengan pecahan kaca yang semakin dekat menyentuh permukaan leher orang asing itu.
“Kau melukai ku.” ujar orang itu.
Deg!
Manik kedua mata indah Tara langsung membulat sempurna saat ia mendengar dengan jelas suara orang yang sangat ia kenal.
“Kau? apa kau …..”
Orang itu tiba-tiba membuka topi yang menutup wajahnya, saat topi hitam itu jatuh di atas lantai. Barulah Tara bisa melihat dengan jelas wajah orang yang kini sedang berada di depannya.
“Ha! t-tuan? astaga! maafkan aku tuan….” ucap Tara dengan wajah yang tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.
Tara langsung menurunkan tangannya, terlihat sedikit darah yang keluar dari permukaan kulit leher orang itu. Sungguh Tara merasa sedikit merasa bersalah, sementara orang misterius itu menyentuh lehernya yang berdarah sambil tersenyum seolah-olah itu adalah hal yang menyenangkan bagi dirinya.
“Haha! malam ini aku mendapatkan tato tanpa harus memintanya.” ucap orang itu sambil tertawa keras.
Walau orang itu tertawa, tetap saja Tara bisa merasakan hawa-hawa iblis. Walau orang yang berada di hadapannya begitu tampan seperti seorang malaikat, namun dunia adalah tempat semua kejahatan berada. Pria tampan yang berada di depannya bukanlah orang berhati malaikat, malah sebaliknya. Dia adalah orang yang terlihat seperti tidak cocok dengan wajah malaikatnya itu.
“Kenapa kamu hanya diam? apa kamu tak suka melihat kehadiran ku ha?” tanyanya dengan wajah yang tiba-tiba menjadi datar.
“Hah? b-bukan, bukan begitu tuan. Saya hanya terkejut melihat kehadiran tuan di sini.” ujar Tara merasa gugup.
Dengan tatapan dingin khas miliknya, orang yang selalu di panggil Tara dengan sebutan tuan itu perlahan mendekati Tara yang terlihat seperti kurcaci karena tinggi pria itu secara signifikan sangat jauh berbeda.
“Kamu terus memanggil saya tuan, tapi saya lihat kamu sangat akrab dengan komandan itu.” ujarnya dengan suara serak berat sambil memainkan ujung rambut panjang milik Tara.
“B-bukan begitu tuan, saya sangat menghormati tuan. Jadi, saya akan selalu memanggil anda tuan untuk selamanya.” tegas Tara sambil menahan rasa gugup.
“Pfft, Haha! sepertinya tekad mu sangat bulat ya?” ujarnya dengan tawa psikopat yang menakutkan bagi Tara.
Tara yang notabene adalah gadis keras kepala, berani dan blak-blakan langsung merasa ciut di depan pria yang jauh berbahaya dan jauh lebih dingin daripada Astro.
“Tentu tuan! sampai kapanpun saya akan selalu membulatkan tekad atas apa yang saya ucapkan.” tegas Tara.
Sungguh hal itu yang membuat pria tampan misterius seperti tuan Tara ini merasa tertarik dan senang saat melihat tatapan mata Tara membinarkan api membara yang bisa membakar semua orang.
“Hem, sepertinya saya akan bersungguh-sungguh untuk mengubah satu tekad mu yang akan selalu memanggil saya tuan.” ujarnya sambil mengelus pipi kanan Tara dengan lembut.
Tatapan itu, tatapan yang aneh. Tara tak bisa memaknai tatapan pria berbahaya di hadapannya. Pria itu menatap Tara dengan tatapan berbeda setelah beberapa tahun pertemuan pertama mereka. Tara yang sangat ingat dengan tatapan dingin dan membunuh dari pria itu untuknya dulu, namun sekarang Tara tak bisa menganalisa apa maksud dari tatapan yang dingin, namun terlihat tenang itu.
“Keluarlah, ayo pulang kerumah.” ucapnya dengan datar.
“Rumah? tapikan saya tinggal di asrama.” jawab Tara.
“Bukannya kamu berniat kabur? dari persiapan mu yang sudah membuat senjata sendiri sampai melukai saya. Sepertinya kamu ingin kaburkan?” ucapnya sambil bersedekap dada.
“Ah, mmm … , iya sih. Tapikan saya tak ada rumah tuan?” ucap Tara merasa bingung.
Pria itu berdecak kesal dengan tangan yang masih bersedekap dada, dia menatap Tara dengan dingin. Hal itu membuat Tara membatu, dan sedikit menundukkan pandangannya.
“Sial! bahkan sudah mempelajari semua di akademik, aku tetap kalah dengan tatapan matanya yang tajam seperti elang itu!” gerutu Tara dalam hati.
“Pulang ke rumah saya! bukankah sejak usia mu 12 tahun, kamu tinggal disana? jadi, itu adalah rumahmu.” tegasnya.
Tara menatap pria itu, entah mengapa perasaan Tara sedikit tersentuh saat ada seseorang yang mengatakan kalau dia punya rumah untuk pulang.Jika bukan karena orang yang berdiri di depannya saat ini, mungkin 6 tahun yang lalu Tara tak akan bisa bernafas dengan bebas seperti saat ini. Sungguh ia merasa seolah-olah diasuh oleh paman kandungnya sendiri.
“Terima kasih paman, saya sungguh berhutang budi….” tutur Tara sambil menahan rasa sedih.
Pria itu melotot terkejut saat dirinya dipanggil paman, persis seperti saat pertama kali dia bertemu Tara 6 tahun yang lalu. Mungkin dulu dirinya memaklumi karena Tara masih kecil saat itu, namun sekarang entah mengapa dia merasa kesal dan meledak-ledak saat Tara yang kini tumbuh menjadi gadis cantik menyebut dirinya paman, seolah-olah tidak akan ada ruang bagi dirinya untuk di lihat Tara sebagai seorang pria.
“Siapa pamanmu ha?! aku bukan pamanmu!” bentaknya dengan marah.
“Hah? m-maaf, maksud saya terima kasih tuan ….” tutur Tara dengan suara pelan.
“Menyebalkan! saya tunggu kamu di mobil! dalam waktu 5 menit kamu tidak sampai. Saya akan MEMBOM rumah sakit ini!” tegasnya dengan wajah datar.
Tara membulatkan mata, sungguh pria itu gila. Dengan perasaan kesal, pria itu berjalan keluar dari ruangan sambil sesekali menggerutu pelan.
“Ck! shit! kenapa dia melihatku seperti pamannya? padahal aku melihatnya sebagai wanita!” gerutunya dengan marah.
Tara masih bingung dengan apa yang salah, apa yang membuat pria kejam itu tiba-tiba marah.
“Apa dia gak suka dibilang paman? padahal gue gak salah, umur gue 18 tahun, nah dia kan 30 tahun. Jadi, letak salah gue dimana coba?” gumam Tara merasa bingung.
Tak mau berlarut-larut dengan beribu pertanyaan yang mengusik pikirannya atas sikap aneh dan tak jelas dari pria iblis berwajah malaikat itu, Tara buru-buru berjalan keluar bahkan dia berlari keluar untuk menuju ke mobil tuannya sebelum tuannya itu benar-benar membom satu rumah sakit.
“Kenapa sih gue selalu dikelilingi orang gila!!!!!” teriak Tara sambil terus berlari.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!