Alisa wanita cantik yang berprofesi sebagai dokter umum itu, keluar dari poli kandungan dengan wajah yang berseri seri, dia tidak sabar untuk pulang memberikan kejutan kepada suami dan keluarganya, karena dia di nyatakan hamil, sungguh dia sangat berharap dalam kehamilannya ini, karena dia tau suaminya sangat menyukai anak anak, dan juga berharap dia hamil, namun impian mempunyai anak itu baru terwujud setelah 5th pernikahan mereka, dan dimana hari ini adalah hari ulang tahun sang suami, dia akan memberikan kado yang sangat bearti ini kepada suaminya, senyum tak pernah luntur dari bibir tipis dokter cantik itu, dia berjalan penuh semangat di lorong rumah sakit itu, menuju ke parkiran mobil, karena sudah tidak sabar untuk pulang ke rumah, menyiapkan kejutan untuk sang suami dan keluarga suaminya.
"Wiihhh.... Buru buru banget dok?" tanya rekan seprofesinya.
"Hehehe... Iya dok, saya sudah tidak sabar untuk sampai di rumah." kekeh Alisa dengan senyum yang terus menghiasi bibir mungil itu.
"Wiihhh.... Kayaknya ada yang lagi bahagia nih?" kekeh teman Alisa
"Kepo." kekeh Alisa terus berjalan dengan wajah berseri seri.
Tak lama mengendarai mobil, sampai lah Alisa di rumah, dengan langkah penuh sangat dia masuk ke dalam rumah.
"Assalam mu'alaikum...." Alisa membaca salam masuk ke dalam rumah besar itu.
"Wa'alaikum salam." jawab mereka serempak dari dalam rumah.
"Loh.... Kalian kok sudah ada di rumah?" kaget Alisa melihat keluarga suaminya berkumpul di ruang tengah itu, memang mereka akan mengadakan pesta ulang tahun Rafael suami Alisa, namun itu nanti malam, tidak siang ini, tapi kenapa mereka sudah berkumpul, membuat Alisa sedikit bingung, dan di situ juga ada sang suami yang menatapnya dengan pandangan tak menentu.
Alisa menyalami Opa Oma dan ke dua mertuanya, tak lupa juga dia mencium tangan sang suami dengan penuh takzim.
"Alisa, duduk lah..." ujar Bu Sarah mertua Alisa.
Dengan patuh Alisa duduk di samping sang suami.
Deg...
Jantung Alisa mendadak berdetak tak menentu, melihat wanita yang ada di hadapannya, yang tersenyum remeh kepadanya, dengan memangku seorang gadis kecil, di yakini umurnya mungkin baru 3th.
Alisa menoleh kepada sang suami, namun suaminya tidak sedikit pun menatap Alisa, yang ada hanya mandangan lurus ke depan.
*Ada apa ini?* gumam Alisa dalam hati.
"Alisa, kau tau bukan, kau menikah dengan anak saya hanya sebatas kontrak, karena pengantin wanitanya pergi saat itu, dan kami juga menikahkan kamu dengan Rafael tidak dengan gratis juga, kami memberi imbalan dengan membiayai perawatan ayahmu saat itu." ujar bu Sarah yang lansung pada intinya, dia memang dari dulu kurang menyukai Alisa, karena gadis itu hanya wanita miskin, tidak sepandan dengan anaknya, yang dia sukai hanya Anita calon istri anaknya, yang telah pergi meninggalkan Rafael di detik detik mereka mereka akan menikah.
Duar.....
Bagai petir menyambar hati Alisa, mendengar ucapan mertuanya itu.
"Ma..." Sentak Rafael dan sang suami.
"Sarah..." pekik oma Rafael.
"Apa sih, biarkan saja dia harus tau itu, tidak usah bertele tele untuk mengakhiri itu semua." ketus mama Rafael.
Sungguh hati Alisa perih mendengar ucapan mertuanya itu.
"Maksud mama apa?" tanya Alisa sendu.
"Kau bisa melihat dengan mata kau bukan, di depan mu ada seorang wanita cantik dan berkelas, dia itu Anita calon anak saya." sinis ibu mertuanya.
"Lalu..." ujar Alisa yang mulai paham, dan hatinya perih mendengar ucapan sang mertua, dan juga tidak ada pembelaan sedikit pun dari suaminya, mungkinkah ini akhir kisahnya. Ahhh... Sudah lah, ini memang Alisa yang salah, karena berani bermain hati dalam pernikahannya, karena dia tau pernikahan yang dia jalani hanya pernikahan kontrak, menjadi istri pengganti.
Tapi bolehkah Alisa egois, pernikahan yang dia jalani tidak lah sebentar, bukan 5 hari, 5 minggu, atau 5 bulan, ini 5 th, bagaimana bisa Alisa tidak menggunakan hatinya dalam pernikahan ini, suaminya yang memperlakukannya dengan baik, bahkan tiada hari berbagi peluh, hingga saat ini dia hamil, bisa kah dia mempertahankan pernikahannya ini? sepertinya tidak, suaminya tidak membela dirinya sama sekali, hanya duduk diam tanpa kata seperti patung, miris sungguh miris hidupnya.
"Mas..." panggil Alisa lirih.
Laki laki itu hanya diam tanpa kata, pikirannya benar benar kacau saat ini, setelah sekian lama dia berpisah dengan wanita masa lalunya, kini wanita itu kembali hadir, membuat dunianya berantakan.
"Mas, apa mas ingin aku pergi dari hidup mas?" tanya Alisa serak.
Rafael hanya diam, tak bergeming sedikit pun.
"Kau sudah tau jawabanya bukan, sekarang pergilah ambil barang barang mu, tinggalkan rumah ini, Anita akan kembali pada posisinya." sinis ibu mertua Alisa itu.
Tanpa banyak kata, Alisa bangkit dari duduknya, dan berjalan menaiki lift di rumah itu, untuk sampai ke kamar yang biasa dia tempati bersama sang suami, mungkin sebentar lagi kamar ini akan di tempati oleh wanita lain bersama suaminya itu.
"Tuhan... Takdir macam apa ini." gumam Alisa menyapu air mata di pipinya, dia menangis pilu di kamar itu, menumpahkan rasa sedihnya.
"Nak, maafkan mama, mama tidak bisa memberikan keluarga lengkap kepadamu, dan mama tidak mau papamu tau klau kamu ada di sini nak, maafkan mama, mama egois, mama janji akan memberikan kasih sayang kepada kamu nak, sehat sehat di dalam ya sayang, kita mulai hidup baru kita." gumam Alisa bercucuran air mata, dan mengelus perut ratanya, niat hati ingin memberi kejutan di hari spesial suaminya, namun yang ada dia yang mendapatkan kejutan.
Dengan langkah gontai Alisa mengambil pakain yang dia beli memakai uangnya sendiri, dia tidak membawa pakaian yang di belikan oleh suaminya yang sebentar lagi mungkin akan menjadi mantan, dia tidak berminat membawa barang barang branded yang memenuhi lemari itu, semua perhiasannya pun Alisa tidak membawanya sama sekali.
Setelah memasukan pakaiannya ke dalam koper berukuran sedang, Alisa menatap sekeliling kamarnya, sebelum dia ke luar dari kamar itu.
Huufff....
"Semangat Alisa, hidup mu tidak akan berhenti hanya masalah ini, jangan lemah Alisa, ada anak yang akan membutuhkan dirimu, ada orang tua yang juga membutuhkan mu, jangan sedih berlarut Alisa, semua akan baik baik saja." gumam Alisa menyemangati hati imutnya.
Alisa menggeret kopernya keluar dan menemui penghuni rumah itu kembali.
"Sudah selesai." ujar bu Sarah menatap sinis Alisa.
"Sudah, tante." Alisa mengganti panggilannya kepada mertuanya itu.
"Mas, aku pergi, aku menunggu surat cerai darimu, ini... Aku kembalikan cincin nikah kita, dan aku kembalikan semua yang bukan hak aku." ujar Alisa mengeluarkan kunci mobil dan beberapa kartu ATM yang di berikan oleh Rafael kepadanya.
"Alisa..." gumam Rafael.
Alisa hanya tersenyum miris.
"Berbahagialah mas, cinta pertama kamu sudah kembali, aku undur diri." ujar Alisa menyalami tangan calon mantan suaminya itu, mungkin ini terakhir kalinya dia akan melakukan hal itu.
"Opa... Jaga kesehatan, jangan lupa minum vitamin." ujar Alisa menyalimi tangan opa mertuanya itu.
"Nak, maaf." ucap laki laki tua itu memeluk cucu menantunya yang sangat dia sayangi, cucu menantu yang selalu memperhatikannya, memasakan makanan untuk dirinya dan sang istri, cucu menantu yang selalu memperhatikan semua hal untuk dia dan sang istri.
"Oma akan merindukan mu hiks... huaaa...." pecah sudah tangis wanita tua itu memeluk calon cucu menantunya.
"Masa kita sudah sampai oma, aku pergi oma, jaga diri baik baik, jangan telat makan, dan minum vitamin ya oma." ujar Alisa mencium ke dua telapak tangan oma Lisa itu.
"Om, aku pergi." ujar Alisa kepada papa mertuanya.
Pak Elang lansung membawa Alisa kedalam pelukannya.
"Hidup lah yang baik nak, maafkan anak saya." ujar pak Elang yang juga sangat menyayangi Alisa, Alisa mengangguk dalam dekapan ayah mertuanya itu.
"Sudah sudah.... Terlalu lama untuk basa basi, segera lah angkat kaki dari sini." sinis ibu mertuanya itu.
Tanpa banyak kata, Alisa keluar dari rumah itu dengan langkah kaki yang mantab, tanpa menoleh sedikitpun kebelakang.
Dia pergi menuju gerbang utama rumah besar suaminya itu dengan berjalan kaki, dan menggeret kopernya.
"Non...." panggil sang bibi berkaca kaca, di samping sang bibi juga berdiri para pekerja lainnya di sana.
"Bi..." seru Alisa mendekat dan memeluk Alisa penuh kasih.
"Tuan muda benar benar bodoh, melepaskan nona demi wanita si alan itu." emosi Nina.
"Memang seharusnya begitu Nin, jangan salahkan mas Rafael, saya yang telah menggeser tempat Anita, dan sekarang dia datang untuk mengambil posisinya." ujar Alisa berusaha tegar.
"Haa... Klau benar itu posisinya, kenapa dia pergi saat pernikahan mereka sudah tinggal hitungan jam, kenapa sekarang datang setelah tuan muda bahagia." gerutu yang lain.
"Aku pergi, jaga diri kalian baik baik." sela Alisa yang sudah tidak ingin mendengar nama laki laki itu lagi, yang hanya akan menambah rasa sakit di hatinya.
"Nona Alisa juga hati hati, kami harap bisa menemukan laki laki yang tepat dan menyayangi nona dengan tulus, bukan akal bulus seperti di rumah ini."
Alisa hanya tersenyum hambar, keran taxi yang dia pesan sudah datang.
"Aku pergi ya...." ujar Alisa melambaikan tangannya.
"Jalan pak, sesuai aplikasi." ujar Alisa.
"Baik nona." ucap sang sopir.
"Selamat tinggal semua." gumam Alisa dalam hati.
Bersambung....
Alisa sampai di halaman rumah ke dua orang tuanya, dia menarik nafas berat, sejujurnya dia tidak ingin membuat orang tuanya bersedih, namun klau dia berbohong mungkin orang tuanya akan semakin bersedih.
Tok...
Tok...
Tok....
Alisa mengetuk pintu rumah orang tuanya.
"Tunggu sebentar!" teriak orang di dalam sana.
Terdengar bunyi anak kunci di putar dari dalam sana.
Ceklek..
Pintu terbuka dan menyumbul lah kepala sang ibu dari balik pintu sana.
"Alisa, kamu pulang nak?" tanya sang ibu berbinar.
"Assalam mu'alaikum, bu." ujar Alisa meraih tangan sang ibu dan menciumnya penuh takzim.
"Waalaikum salam, sayang. Kamu sama siapa? kenapa bawa koper? kamu mau pergi kemana nak?" tanya sang ibu beruntun, biasanya klau Alisa datang pasti bersama suaminya dan kali ini sang anak datang sendiri dan membawa koper, membuat hati sang ibu mulai gelisah dan bertanya tanya.
"Apa aku boleh masuk dulu bu, nanti di dalam aku akan ceritakan." ucap Alisa berusaha tegar dan tidak menangis di hadapan sang ibu.
"Ayo... Masuk nak." ujar bu Lastri, membuka pintu lebar lebar, agar sang anak bisa masuk ke dalam rumah.
"Siapa yang datang, bu..." tanya pak Rian kepada sang istri, dia belum melihat keberadaan anaknya.
"Alisa, Yah." sahut bu Lastri.
Mata pak Rian berbinar, mendengar nama putri semata wayangnya di sebut.
"Mana Alisa?" tanya pak Rian penuh semangat.
"Yah, Lisa di sini." seru Alisa di belakang sang ibu.
"Lisa, anak ayah pulang." ujar pak Rian merentangkan tangannya agar sang anak masuk ke dalam pelukannya.
Tanpa di minta dua kali, Alisa lansung berhambur ke dalam pelukan sang ayah, memang itu yang dia butuhkan saat ini, pelukan dari cinta pertamanya itu, untuk menumpahkan rasa sakit di dadanya, namun dia tidak ingin memperlihatkan air matanya di depan orang tuanya itu, takut ibu dan ayahnya akan ikut bersedih.
"Ada apa nak, bicaralah sama ayah, jangan di tahan sendiri." ujar pak Rian seolah tau apa yang di rasakan oleh sang anak.
Alisa melepaskan pelukannya dari sang ayah.
"Yah, bu, Lisa mau bicara sama ayah dan ibu, tapi... Ayah sama ibu janji ngak akan marah." ujar Alisa sendu.
"Bicaralah nak, apa pun itu, ayah tidak akan marah sama kamu." ujar pak Rian meyakinkan sang anak.
"M-mm... Yah, bu, masa lalu mas Rafael telah kebali." ujar Alisa pelan dan masih bisa di dengar oleh ke dua orang tuanya.
Deg....
Jantung bu Lastri lansung berdetak lebih kencang, apa hubungan anaknya akan berakhir, kasihan sekali anaknya itu.
Pak Rian pun tak kalah terkejut, sakit sungguh sakit hatinya melihat anaknya itu, andai waktu itu dia tidak sakit, pasti tidak akan membuat posisi anaknya seperti saat ini.
"Maafkan ayah nak." ucap pak Rian berkaca kaca.
"Kenapa ayah minta maaf, ini bukan salah ayah." kaget Alisa.
"Andai waktu itu ayah tidak sakit, pasti kamu tidak akan mau menerima penawaran yang orang itu tawarkan, tapi... karena ayah kamu jadi menderita seperti ini." lirih pak Rian.
"Ayah, ayah ngak boleh bicara seperti itu, semua sudah takdir kita seperti ini yah, tidak ada yang perlu di sesali, kita jalani saja hidup ini dengan ikhlas." ujar Alisa yang tidak ingin sang ayah menyalahkan dirinya.
"Andai waktu itu aku tidak bertemu dengan dia, mungki sekarang aku dan ibu sudah tidak bertemu ayah lagi, andai waktu itu aku tidak bertemu dia, mungkin saat ini aku tidak akan bisa meraih cita cita Lisa jadi seorang dokter, jadi ada anggap saja semua sudah jadi takdir Lisa seperti ini." ujar Lisa.
Sungguh pak Rian dan bu Lastri menatap kagum kepada sang anak, alih alih menyalahkan pak Rian dan menyalahkan takdir, justru anaknya selalu berfikir positif dengan apa yang terjadi dalam hidupnya, tidak menyalahkan siapa siapa dalam hidupnya.
"Apa kamu di usir dari rumah itu nak?" tanya Bu Lastri.
Alisa hanya tersenyum simpul, mungkin sebentar lagi aku akan menjadi janda bu." ucap Alisa.
"Maaf..." pak Rian kembali meminta maaf.
"Jangan minta maaf terus, Yah." oceh Alisa.
Pak Rian dan bu Lastri menatap anak satu satunya dengan tatapan sendu.
"Tapi Yah, bu, sebenarnya aku sekarang sedang berbadan dua, di sini" menunjuk perut ratanya " ada calon cucu ibu dan ayah." jujur Alisa.
"Haaa.... Benarkah, nak!" pekik bu Lastri dan pak Rian.
"Mm...." angguk Lisa.
"Tapi aku tidak mau mereka tau yah, bu, aku akan membawa anakku pergi dari kota ini, hanya ini satu satunya yang aku punya." terang Alisa.
"Baiklah, ibu dan ayah akan mengikuti kemauan mu, kami akan ikut kemana kamu pergi." ujar pak Rian.
"Ehh... Tapi bagaimana dengan usaha, ayah di sini?" kaget Rian.
"Besok pagi Ayah akan memulangkan rumah dan toko itu kepada mereka, karena semua adalah pemberian mereka, beruntungnya selama ini ayah selalu menyisihkan bagian ayah, sebagai kerja keras ayah membangun toko itu, jadi ayah tabungan untuk pergi dari kota ini." ujar sang ayah.
"Kita pulang ke kota xx, di sana masih ada rumah orang tua ibu di sana, tapi... Bagaimana dengan kerjaan kamu, nak?" tanya bu Lastri.
Alisa mengangguk setuju dengan ucapan sang ayah dan ibunya, rumah ini bukan lagi milik mereka, dulu memang rumah ini milik mereka, namun saat ayahnya sakit rumah ini di gadai ke bank oleh sang ibu, untuk pengobatan sang ayah, setelah dia menikah dengan Rafael, rumah itu di tebus oleh rafael dan di renovasi menjadi hunian yang bagus, dan Rafael juga membukakan orang tuanya toko sembako yang lumayan rame di daerah itu, itu bukan hak mereka lagi, Alisa setuju ayahnya mengembalikan rumah dan toko itu kepada Rafael, dia akan mengubur semua tentang Rafael kecuali anak yang ada di dalam kandungannya, dia tidak akan pernah memberi tahu keberadaan anak itu kepada ayah kandungnya, dan dia akan ikut pindah ke kota xx bersama orang tuanya, agar jauh dari orang orang yang telah menyakitinya.
"Alisa akan mengundurkan diri besok bu, klau dapat secepatnya kita pindah dari sini, Alisa tidak mau berlama lama tinggal di sini." ujar Alisa.
"Baiklah, besok setelah ayah dan ibu menyerahkan rumah dan toko ini kepada mereka, dan kamu mengundurkan diri ke rumah sakit, setalah itu kita lansung pergi dari kota ini." ujar sang ayah yang juga tidak ingin berlama lama tinggal di rumah yang membuat anaknya hancur itu.
"Baiklah... Sebaikanya kita beres beres dulu, bawa apa yang menjadi hak kita saja, tinggal semua yang bukan milik kita." ujar sang ibu.
"Aku bantu bu." ujar Alisa, walau sebenarnya Alisa dan ke dua orang tuanya ingin menangisi nasib hidupnya, namun itu semua tidak akan ada gunanya.
"Ayo... Kita lakukan bersama, biar cepat dan istirahat." ajak pak Rian.
Ke tiga orang itu mulai bergerak mengambil barang barang yang mereka beli dengan uang sendiri, tanpa mau membawa apa yang di belikan oleh keluarga Rafael, perhiasan perhiasan yang di belikan oleh Rafael pun di tinggal oleh bu Lastri, dia hanya mengambil perhiasan nya yang di belikan oleh anak dan suaminya saja, selebihnya dia tinggalkan di dalam lemari itu.
"Sudah rapi?" tanya pak Rian.
"Sudah Yah." sahut ke dua orang yang sangat di cintai oleh pak Rian itu.
"Klau sudah, mari kita beristirahat, biar besok tidak kesiangan." ajak pak Rian.
Bersambung...
Hallo.... Kesayangan mamak, mamak hadir dengan cerita baru nih, jangan lupa like komen dan vote ya...😘😘😘
Di rumah tempat Alisa tinggal sedang sibuk membenahi barang barang yang akan mereka bawa, sementara di kediaman orang tua Rafael, sedang berlansung pesta ulang tahun Rafael, rapi ada yang berbeda di pesta kali ini.
Oma Prita dan Opa Sean tidak ikut di acara tersebut, mengaku kurang enak badan, jadi mereka tidak mau keluar dari kamar mereka, bukan badan mereka yang sakit, akan tetapi hati mereka lah yang sakit, karena kehilangan cucu menantu yang sangat baik hati, yang selalu memperhatikan opa dan oma itu, selalu membuatkan makanan sehat untuk mereka, dan selalu menyempatkan diri untuk menghubungi mereka walau sesibuk apapun Alisa, pastilah cucu menantunya itu akan bertanya apa mereka sudah makan, minum vitami, bagaimana hari mereka, kini perhatian itu tidak akan pernah mereka dapatkan lagi, karena cucu menantunya sudah pergi dari rumah ini.
"Pa, mama tidak mau tinggal di sini lagi, papa ingin pulang ke villa kita di bogor." ucap oma Prita sendu.
"Baiklah, kita pulang ke bogor." ujar sang opa, dia tau istrinya tidak baik baik saja, karena dia sangat tau sang istri sangat dekat dengan cucu menantunya.
"Aku merindukan Alisa pa." ujar oma Prita lagi.
Opa menarik sang istri kedalam pelukannya, karena dia sendiri pun sangat merindukan cucu menantu kesayanganya itu.
"Nanti kita bisa ketemu Alisa lagi ma, walau sudah berbeda status, biarkan Alisa hidup behagia di luar sana, kasian dia sudah terkurung di sini selama 5th, dia sudah mengabdikan dirinya kepada keluarga ini selama itu, namun tidak di hargai oleh mertuanya dan cucu bodohku itu akan menyesal kehilangan istri sebaik Alisa." ujar opa Sean.
Sementara itu di dalam kamarnya, Rafael duduk termenung di atas kasur empuknya, ada rasa hampa di hatinya setelah sang istri pergi dari rumah ini, rasanya kamar itu sunyi dan dingin tanpa Alisa yang biasanya selalu cerewet bertanya ini dan itu, bahkan bayang bayang Alisa di setiap sudut kamar itu terekam sempurna di kepala Rafael.
*Mas, duduk sini, mau aku pijit tidak.*
*Mas, pakaiannya aku taro di sini, lekas mandi, aku mau bikin sarapan dulu.*
*Mas, kenapa beli perhiasan lagi sih, kan perhiasan aku masih banyak.*
*Mas....*
*Mas....*
*Mas.......*
Suara Alisa memenu telingan Rafel.
Huufff....
Rafael mengusap kasar wajahnya.
"Maafkan mas." gumam Rafael
Brak....
Pintu kamar Rafael terbuka kasar dari luar, membuat di kaget setengah mati, namun dia tau siapa pelakunya.
"Loe benar benar ya bang! gara gara wanita si alan itu, loe malah tega melihat istri loe di usir dari rumah ini, dasar laki laki bejat! apa kurangnya Alisa hu.... Selama ini sahabat gue itu selalu menjadi istri yang patuh dan tidak pernah sekalipun berbuat kesalahan di keluarga ini, bahkan dia rela mengorbankan masa depannya demi menyelamatkan muka keluarga ini dari cemoohan orang, tapi.... Apa balasan yang dia terima, setelah wanita sundal itu datang, loe malah membiarkan dia di usir oleh mama, semoga loe menyesal setelah kehilangan Alisa dari hidup, gue sumpahin hidup loe ngak akan bahagia pernah bahagia, setelah menyia nyiakan wanita baik hati itu!!" pekik Amora berapi api.
"Sayang... Sudah." bujuk suami Amora, dia takut istrinya semakin murka kepada abang iparnya itu.
"Aku membencinya mas, aku benci, andai aku tau sahabat ku akan di perlakukan seperti ini, aku lebih memilih keluargaku menerima malu saat itu, aku... Aku sudah membuat sahabat ku menderita hiks...." pecah sudah tangis Amora di dalam pelukan sang suami.
"Kita do'akan Alisa akan baik baik saja, dan mendapatkan jodoh yang tepat dan menyayanginya dan meratukannya suatu saat nanti, mungkin jodohnya dengan bang Rafael sudah habis, sudah cukup bukan dia mengambil hati keluarga mu, namun semua sia sia, dia tidak di hargai, dan sekarang biarkan dia bahagia di luar sana." ujar sang suami.
"Mas benar, semoga suatu saat nanti Alisa menemukan jodoh yang mencintainya dan meratukannya, ayo.... Mas kita pulang, aku tidak ingin berada di rumah ini." ucap Amora menarik tangan sang suami keluar dari kamar Rafael.
Rafael menundukan kepalanya penuh sesal, dia sudah mengecewakan sang adik, oma opa dan Alisa sang istri, mendengar sang istri akan bahagia dengan laki laki lain, hati Rafael mendadak memanas, dia tidak rela wanita itu di miliki oleh laki laki lain, namun di sisi lain hatinya bimbang mengingat Anita pulang, dan dia butuh penjelasan Anita kenapa dia pergi saat pernikahan mereka tinggal menghitung jam." Rafael penasaran tentang itu.
"Kalian mau kemana?" tanya sang mama, saat melihat Amora dan menantunya mau keluar dari rumah mereka.
"Pulang." ketus Amora, tanpa melihat wajah sang mama.
"Acaranya belum di mulai, kalian kenapa harus pulang?" heran sang mama.
"Mama pikir, aku masih mau melihat pesta ini, sementara kakak iparku sedang bersedih di luar sana!" pekik Amora.
"Berhenti membela wanita itu, Amora!" sentak sang mama tidak suka.
"Mama jahat!!" pekik Amora.
"Apanya yang jahat, semua sudah sesuai aturan, Amora. Apa kamu lupa, dia menerima tawaran menikah sama abangmu saat itu karena apa? kamu jangan lupa hal itu." sinis sang mama.
Amora menggelengkan kepalanya, tidak menyangka sang mama begitu tega, padahal dia juga seorang wanita dan mempunyai seorang anak perempuan, apa dia tidak takut karma, pikir Amora.
"Ma.... Bukannya mama yang menawarkan uang itu, apa mama lupa tentang itu, bahkan saat itu mama sendiri yang mencegah seseorang untuk membantu Amora, agar Amora mau menikah dengan bang Rafael, mama memamfaatkan kelemahan sahabatku saat itu, dan sekarang mama seolah olah menyalahkan Alisa, padahal ini kemauan mama!" pekik Amora tidak terima.
"Tanpa bantuan mama saat itu pun, ayah Alisa akan tetap di operasi sama dokter, asal mama tau, dokter Nugroho sangat menyanyangi Alisa seperti anaknya sendiri, namun mama mendesak Alisa agar mau menerima abang!" pekik Amora menggebu.
"Asal mama tau, saat itu Alisa ingin menolak permintaan mama, namun aku memohon kepada Alisa agar mau menerima abang, aku tau abang tidak akan menyakiti Alisa, dan itu pun terjadi, namun mama dengan teganya mendatangan wanita si alan lagi dalam rumah tangga abang, pikiran mama kemana hu.... Sudah di permalukan sama keluarga mereka, namun mama masih ingin dekat dengan mereka, aku ngak ngerti dengan jalan pikiran mama, entah apa yang membuat mama seperti ini, aku tidak tau." ujar Amora menatap kecewa kepada sang mama.
"Ayo.... Mas kita pulang." Amora bergegas keluar dari rumah orang tuanya.
"Huu... Kenapa masih memikirkan wanita gembel itu sih." kesal bu Sarah menatap kepergian sang anak.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!