NovelToon NovelToon

Pencarian Jodoh Sang CEO

Prolog dan Episode 1 (Rencana Meliburkan Para Karyawan)

Prolog

 

Semua berawal dari pertemuan yang tak disengaja.

Arya adalah seorang CEO, pendiri sekaligus pemilik Perusahaan GCK grup. Pria yang terbilang cukup tinggi dan tampan, usianya tiga puluh lima tahun. Saat ini ia tengah kesulitan mencari pasangan hidup. Statusnya sebagai CEO membuatnya kesulitan memilih calon pendamping yang tulus mencintai apa adanya.

Bukan hanya berstatus CEO, Arya juga salah satu ketua dari Perkumpulan Mafia terkuat di seluruh penjuru kota di negerinya.

Pria itu belum pernah menampakkan batang hidungnya di hadapan seluruh stafnya, itu karena prinsip yang ia pegang, ia tak suka jika kehidupan privatnya terusik. Aktifitas dan kesibukan yang selalu padat jadwal, mulai dari penerbangan ke luar kota, hingga urusan bisnis di beberapa pasar gelap di luar negeri membuat pria itu di juluki "Tuan Muda Perjaka Tua" oleh adik pria dan ibu. Ia juga dituntut untuk segera menikah oleh ibunya yang kini memilih tinggal bersama ayah tirinya.

Hingga suatu ketika, ia dan asistennya Bobby memutuskan berlibur bersama puluhan karyawan ke sebuah pulau untuk merayakan ulang tahun perusahaan GCK grup. Tentu saja hanya karyawan pilihan yang ikut berlibur selama sebulan penuh.

Karena tak ada satupun karyawan yang mengetahui wajah asli CEO mereka, Arya akhirnya memutuskan untuk menutupi identitasnya. Dan berpura- pura sebagai salah satu karyawan dari mereka.

Hanya satu asisten pribadi yang memang tahu pasti mengenai identitas Arya. Ya, pria itu tak lain ialah Bobby. Mereka berdua akhirnya kompak bekerjasama menutupi hal itu.

Dan sungguh di luar dugaan, perubahan hidup Arya justru berawal dari penyamaran ini. Dia yang biasanya bersikap dingin dan acuh pada siapapun, berubah menjadi pria hangat, penyabar juga penyayang.

Episode 1

"Arya! Bisakah kamu dengarkan Mama? Mama sedang bicara!"

Arya, pria itu diam tak bergeming. Ekspresinya datar. Tak ada yang mampu menebak apakah dia marah atau tidak.

"Kamu harus menikah secepatnya! Atau bisnismu akan diambil alih oleh suami dari adikmu, Tamara!"

Arya memang memiliki dua adik, pria dan wanita. Adik wanita adalah adik kandung dari ayah yang sama, dan kini sudah menikah. Sedang yang satu lagi, adik pria, dia adik kandung beda ayah. Atau adik dari ayah tirinya.

Pria bernama Arya itu hanya membuang pandangan saat ibunya bicara tanpa di hadapannya. Seakan tak mendengar ocehan yang sedari tadi dilempar ke arahnya itu. Ia lelah, selalu saja kalimat "Segera Menikah" yang menyambut kedatangannya setiap kali pulang ke kediaman keluarga.

Dan tak disangka, kini ia malah mengambil langkah yang berlawanan dengan kehendak ibunya. Bukannya berdiskusi, ia justru beranjak pergi dari ruang tamu yang cukup besar dan mewah itu. Meraih kembali mantel yang baru sepuluh menit lalu ia letakkan di atas sofa.

"Arya! Arya! Apa kali ini kamu akan menghindar lagi? Apa gadis-gadis di depanmu ini tak cukup cantik di matamu?" hardiknya. Ibunya bahkan mempersiapkan tiga calon wanita untuk Arya. Tapi pria itu tak meliriknya sedikitpun.

Arya masih tak bergeming. Sedang jarak mereka semakin jauh saja.

"Arya!! Jangan pernah kamu menginjakkan kaki di rumah keluarga ini sebelum membawa calon mempelai wanita!" Teriakan itu semakin lama semakin memudar seiring dengan cepatnya langkah kaki Arya menuju parkiran mobil di halaman yang seluas halaman istana.

Kembali ke rumah?? CK! Dia pikir hanya ini satu-satunya tempat untukku bernaung? Apa dia pikir aku tak memiliki tempat tinggal yang lain? Yah, begini lebih baik. Tak seharusnya ibu tau kalau aku memiliki sejuta aset yang tersebar di penjuru kota bahkan luar negeri. Bisa-bisa dia tambah meneror-ku.

Dasar wanita yang rakus harta, mengatasnamakan adik Tamara untuk menutupi keserakahannya. CK! Apa dia mengira aku tak tahu kalau dialah yang mengincar hartaku yang sebenarnya! Agar bisa menikmatinya bersama ayah tiri yang pemalas itu.

Baiklah kalau itu yang dia minta! Maka akan aku kabulkan keinginannya! Aku akan kembali dengan wanita di sampingku! Tapi akan ku-pastikan, tak ada wasiat yang akan ku-tulis untuk adik yang bahkan darah ayahnya tak mengalir di tubuhku.

*****

 

Kriket!

Suara serit daun pintu berhasil mengalihkan pandangan Arya dari layar persegi empat di hadapannya. Tatapan itu datar dengan raut tenang.

Bibir yang sedikit kemerahan, dagu lancip, rambut ditata rapi dengan belahan sesuai garis bujur. Dan tak luput satu buah kacamata eksotik setia melekat pada batang hidung mancungnya. Membuat tampilannya benar-benar terlihat tampan dan elegan. Berkarisma dan tentunya sangat mempesona.

"Masuk!" Seperti biasa, Arya selalu bersikap dingin saat sedang bertugas mau pun tidak. Pintu perlahan terbuka kecil. Seorang pria yang tak asing hadir di hadapannya.

"Ada urusan apa mencari ku?" tanya sang CEO pada Bobby, pria yang baru saja masuk itu. Dia tak lain ialah asisten pribadi yang sudah menemani Arya selama enam tahun terakhir. Bahkan mereka sudah sangat akrab layaknya saudara.

"Arya!" Ia tersenyum pada pria di hadapannya seperti biasa.

"Ada apa? Kenapa kau senyum-senyum? Apa yang kamu inginkan? Uang? Mau berapa?"

"What?! Please, jangan langsung menjudge-ku begitu!"

"UMM, jadi?"

"Boleh aku ngobrol sebentar denganmu? bukankah kita sudah seperti saudara kandung?"

"Cepatlah! Aku sedang sibuk!" Arya masih setia mengecek beberapa dokumen dalam perangkatnya. Netra-nya bahkan tak melirik Bobby sedikitpun.

"Ar! Bisa berhenti dulu gak? Aku mau bicara!"

Seketika Arya mengalihkan pandangannya. Tak lagi tertuju ke layar monitor di hadapannya. "Apa yang ingin kamu bahas?"

"Kamu terlalu kaku! Dari dulu selalu aja begini. Bisakah kamu bicara lebih santai?"

Boby sudah terbiasa dengan sikap kaku big bosnya itu. Namun, jika terus menerus seperti itu, ia juga yang akhirnya akan khawatir.

Jika sikap bosnya selalu begitu, maka sudah tentu akan sulit bagi si bos untuk mendapatkan pasangan. Sedang saat ini, ia tahu persis, keluarga sang bos menuntutnya untuk segera menikah.

"Memangnya apa yang salah denganku? Aku cuma nyaman menjadi diriku yang seperti ini!"

Bobby menghela napas kasar sebelum kembali bicara. "Yah, aku hanya mengingatkanmu! Jika kamu selalu bersikap kaku begini, itu nggak akan baik untukmu! Kamu akan sulit untuk mendapat pasangan!"

"Apa kau sudah puas mengkritik ku?" Masih setia dengan tatapan elangnya.

Sialan! Apa sekarang Bobby sudah mulai berani meledekku! Kalau saja bukan karena jasanya, mungkin aku sudah melemparnya ke Afrika!

"UMM! Ya, kurasa begitu!" Pertanyaan Arya tadi membuat Bobby semakin tak tahan melihat sikap dinginnya. Tapi Arya juga ikut geram dengan jawaban Bobby.

"Jadi? Apa yang ingin kau sampaikan sekarang?" ucapnya, tapi netra-nya kini kembali fokus ke layar monitor.

DAP!

Kesal tak dihiraukan. Bobby menutup paksa laptop yang baru saja Arya buka lagi di hadapannya itu. Membuat Arya menatap tajam ke arahnya. tapi Bobby tak gentar, ia justru membalas tatapan Arya dengan sama tajamnya.

"Bisa dengarkan aku ngomong dulu, gak?!" Bobby memang bernyali besar. Hanya dia satu-satunya pria yang berani melakukan hal itu pada Arya.

"Fiuh!" Arya terlihat menghela napas kasar. Luluh karena banyaknya jasa Bobby pada perusahaan GCK grup. "Baiklah! Apa yang kamu inginkan?"

"Ini adalah pertanyaan-mu yang ketiga kali, kuharap kali ini kamu mendengarkan dengan baik!"

"Ya, baiklah, cepat katakan!" nadanya lebih rendah dari sebelumnya.

"Jadi begini. Aku ingin membahas perihal ulang tahun perusahaan-mu. Perusahaan global GCK grup, bukankah ulang tahunnya tinggal sebulan lagi?"

"UMM, Jadi? Apa yang kamu inginkan sebagai hadiahnya? Rumah baru? Istana? Jabatan?"

"Bukan!"

"Mobil mewah?"

"Bukan, Arya!"

"Wanita??"

"BUKAN!"

Arya mengernyit karena semua tawarannya tak ada yang benar. "Jadi? Kau mau apa?"

"Aku ingin, kau mengadakan perayaan ulang tahun pada perusaan GCK grup!"

"Hanya itu?" Ia menarik seutas senyuman di bibirnya hingga ke atas. Tanda bahwa permintaan Bobby benar-benar seperti lelucon.

"Ya!"

"Baiklah! itu mudah!"

"Tapi dengan syarat!"

"Syarat? Apa syaratnya?"

"Ratusan karyawan ikut berlibur ke Pulau XX selama satu bulan penuh!"

"Apa? Meliburkan ratusan karyawan? Untuk apa? Tidak! Bagaimana dengan perusahaan-ku? Aku bisa rugi besar!"

"Hanya ratusan Karyawan! Tidak semua!"

"Tapi, apa pentingnya? Memangnya mereka siapa? Kenapa sekarang kau mengurus sesuatu yang tidak penting begini? Menyusahkan!"

"Arya! mereka itu manusia, bukan robot! Jika terus bekerja tanpa berlibur, otak mereka akan jenuh! Dan itu akan berpengaruh pada SDM mereka! Jika sudah begitu, siapa yang rugi?"

"Begitu, ya? Jadi menurutmu, aku harus benar-benar meliburkan mereka?"

"Ya harus begitu! Mereka juga butuh liburan. Gak harus selalu bergelut dengan pekerjaan! Ayo dong, pikirkan!" Bujukan Boby berhasil mengubah mimik Arya.

"Jadi maksudmu? Aku harus rugi puluhan juta demi meliburkan mereka, begitu?"

"Arya, please! Jangan terlalu pelit! Kalau kamu pelit, kamu akan terlihat seperti Mr.Crab, tau?"

"Mr.Crab? Siapa dia??"

"Dia ...." Bobby terkekeh. "Pemeran dalam sereal kartun Spongebob!"

"Apa?? kau bicara apa?"

"Ha-ha-ha! Lupakan saja! Aku hanya bercanda!Jadi bagaimana? Apa kau setuju?"

Arya terdiam. Untuk sesaat sepertinya dia memang tak akan menyetujui permintaan Boby. Sedang raut Bobby sudah terlibat harap-harap cemas.

Dan. Siapa sangka??

"Oke, aku terima! Tapi juga dengan satu syarat!"

"Yaah! Mimpi apa aku tadi malam? Serius kamu setuju?" Bobby tampak girang.

"Ya, apa aku pernah bercanda jika sudah memutuskan sesuatu?"

"Ahh! Tentu saja tidak! Aku tau kau yang terbaik. Jadi ... apa syaratnya?

Arya masih diam sejenak.

"Apapun persyaratan-mu akan aku sanggupi, asalkan, jangan potong bonus dan tunjangan ku. Apalagi gaji-ku!"

"CK! Itu tidak akan terjadi!" ungkapnya. Tapi kini, mimik Arya terlihat berubah drastis. Padahal sebelumnya, pria itu tak pernah bersikap begitu.

"Ada apa?"

"Apa kamu bisa merahasiakan ini dari orang?"

"EMM, rahasia tentang apa? Soal ini, kau tenang saja! Aku ini asisten-mu yang bisa kau andalkan!"

"Baiklah, aku percaya! Jadi begini. Aku setuju dengan pengajuan-mu untuk meliburkan karyawan, tapi ... bisakah kamu membantu-ku menutupi identitas selama liburan. Aku ingin menyamar sebagai karyawan biasa!"

"What? Tapi buat apa?"

"Agar aku bertemu dengan gadis yang menerimaku apa adanya!"

"Hanya demi gadis??"

"Ya! Apa maksudmu dengan menyebut kata hanya?

"Bukankah ada jutaan gadis di luar sana yang siap hidup bersamamu? Kenapa harus bersusah-susah menyamar?"

"Aku ingin gadis yang tulus! Mereka yang di luar sana menyukaiku karena memandang hartaku! Aku tak suka gadis yang begitu!" Wajah Arya nyaris merah karena menahan malu. Menurutnya, ucapannya kali ini cukup konyol.

Hal itu membuat Bobby tergelitik hingga nyaris terbahak-bahak. Ia sampai menggebrak meja di hadapan saking hanyutnya dalam tawa, tak percaya dengan permintaan sang CEO-nya. Bos terkaya sejagat itu.

"Kau serius?" Ia kembali bertanya. Berusaha meyakinkan Arya sambil terus menjerit, menahan tawa.

"Kenapa kamu ketawa? Apa kamu mengejekku?!"

"Tidak! tentu saja tidak! Aku tertawa karena kamu memang benar-benar lucu!"

"Jadi bagaimana? Apa kamu sanggup membantuku?"

"Itu mudah! Asal ...."

"Asal??"

"Kau memberiku bonus!"

"Kau ingin apa?"

"Hanya hal kecil! Aku minta lima puluh persen saham dari Mintai Grup untukku!"

"Baiklah! Aku setuju!"

"Ah, terima kasih, Tuan Mudaku!"

"UMM!" jawabnya singkat.

 

 

keterlambatan

Drrrttt.

Drrrttt.

Sebuah getaran dari ponsel mengusik ketenangan Arya. Sepertinya pesan baru saja masuk ke aplikasi wechat dari ponsel Arya.

Meski malas, ia terpaksa menjulur tangan melalui celah dari balik selimut. Meraba untuk mencari benda pipih itu. Lalu seketika benda bergetar itu senyap, dan lenyap bersama tangan Arya kembali ke dalam balutan selimut.

Pria itu mengeceknya.

[Tuan, anda di mana? Jangan katakan jika saat ini anda masih tertidur?]

Tertera isi pesan yang dikirim untuknya itu. Seorang pengirim bernama Bobby berhasil mengusik ketenangan Arya yang tengah sibuk bersemedi dalam balutan sutra tebalnya.

"Sial! Mau apa dia di tengah nalam begini, apa tidak ada kerjaan lain selain menggangguku?" rutuknya.

Sigap Arya membalas pesan itu dengan kesal.

[Jangan menggangguku, aku masih ingin tidur. Atau aku tidak akan segan untuk menghukummu karena berani mengusikku!]

[Tapi, Tuan. apa anda sudah lupa jika sekarang waktunya kita menjalankan misi!]

[Jangan mengada-ngada! Kita tak punya misi apa pun! Berhentilah menggangguku, Bobby!]

Arya mulai kesal. Sebenarnya ia tak suka membalas pesan disaat terlelap seperti itu. Namun, Bobby terus saja mengirim pesan padanya, sampai-sampai puluhan kali ponsel itu bergetar, karena terlalu banyaknya pesan yang masuk, bahkan nyaris saja terjatuh dari atas ranjangnya. Beruntung Arya segera menangkapnya.

Dasar Bobby sialan! Apa dia tak bisa membiarkanku untuk tidur dengan tenang?

Ponsel itu ia letakkan di samping. Namun, masih saja sejumlah pesan menggetarkannya.

Geram. Arya memilih bangkit. Ingin rasanya ia melempar benda itu ke dinding agar hancur dan berhenti mengusiknya, tapi tiba-tiba saja, pesan singkat yang sempat dilirik olehnya membuatnya tersentak hingga terperangah tak percaya.

[Tuan, cepatlah. Kapal ini akan segera berangkat]

Apa maksudnya dengan mengatakan segera berangkat? Bukankah ini masih tengah malam.

Arya mulai mengetik pesan pada Bobby.

[Apa maksudmu mengatakan akan segera berangkat, bukankah ini masih malam?]

Terlihat titik tiga bergoyang pada aplikasi wechat dalam gawai di tangannya. Dengan sabar Arya menunggu pesan yang akan dikirim itu.

[Tuan, cobalah anda mengecek jam dinding di kamar anda! Ini bukan malam, melainkan pagi, Tuan!]

Apa??

Netra Arya melirik dinding di hadapannya. Benar saja, di sana terpampang jelas jam yang bergambar Captain Amerika itu menunjukkan pukul 07.00, sementara tiket keberangkatan pukul 08.00.

Deg.

Arya terbelalak.

Oh Tidak! Aku hampir terlambat.

Seketika Arya bangkit dari kasurnya, kaget, menyadari kenyataan bahwa waktu keberangkatan tinggal satu jam, bahkan dalam pandangannya, jam dinding yang hanya diam itu terlihat bergoyang, seolah ikut menertawai kelalaiannya. Seketika hawa panas dingin keluar dari tubuhnya. Suhunya bahkan mencapai tiga puluh sembilan derajat celcius.

Sial! Baru kali ini aku kelelahan sampai tak ingat waktu.

Kini, Arya yang hanya mengenakan celana pendek, seketika menghambur ke dalam Bathub. Mandi secepat mungkin, kecepatannya bahkan seperti kilat. Ia sampai tak sadar kalau di rambutnya masih menyisakan sedikit busa shampo.

Tak tahu lagi betapa berserakan kamarnya pagi itu.

Selimut yang tadinya setia di atas matras mendadak terbang dan tersangkut di pintu lemari, sendal tipis bahkan hilang entah ke mana, juga beberapa baju langsung bertebaran akibat dibongkar paksa dari dalam lemari.

Setelah drama mandi yang hanya memakan waktu lima menit. Kini Arya tengah siap mengenakan kaos oblong, jaket hoodie, jeans dan sepatu sporty. Semua barang yang ia kenakan bukanlah barang bermerk. melainkan barang murah yang dapat dijumpai di beberapa toko-toko.

Ia sengaja mengenakan barang bermerk standar itu, untuk menutupi identitas selama penyamaran. Ia tak ingin misi pencarian jodoh kali ini akan gagal.

Ia juga mulai mengganti kacamata mahal dengan barang murah yang sudah disiapkan oleh para pelayan Maindland Palace tempat kediaman Arya itu.

Sang Presdir kemudian keluar. Penampilannya yang seperti pria miskin membuat semua pasang mata di sana tercengang, baik itu pelayan maupun pengawal, mereka terperangah, dengan mulut yang nyaris menganga.

"Hei! Perhatikan sikap kalian jika masih ingin bekerja di sini!" hardik Arya menunjuk pada mereka yang tercengang itu. Ia tak suka menerima perlakuan yang terlihat tak enak, ia tak suka tatapan heran yang menghujam ke arahnya seperti itu.

Para pengawal khusus juga tampak siap di halaman menunggu sang tuan besar. Juga seorang supir pribadi yang sedari subuh siap di dalam Lamborghini milik Arya.

Langkah Arya terlihat sedikit tergesa. Tak ia pedulikan beberapa pelayan yang mengkhawatirkannya. Para cacing dalam perutnya bahkan sudah berdemo. Ia mengabaikannya, dan hanya meminum jus pahit yang setiap hari ia konsumsi sebagai suplemen itu.

"Tuan, tolong sarapanlah dulu, anda bisa sakit jika pergi dalam keadaan perut kosong!"

"Tak perlu, sarapannya untukmu saja!"

"Tapi, Tuan. Nyonya besar sudah berpesan pada kami untuk ...."

"Sudah kubilang kan, untukmu saja. Jadi jangan membantah!" Arya bergegas pergi setelah menjawab salah satu pelayan tanpa melirik sedikitpun pada mereka. Sikap dinginnya itu membuat para pelayan memilih mematung, tak ada yang berani membantah. Bahkan mereka hanya berani memasang raut cemas.

"Silahkan naik, mobilnya sudah siap sedari tadi, Tuan!" seru salah satu pengawal pribadi. Namun, Arya mengangkat satu tangannya, sebagai isyarat kalau ia menolak.

"Tapi, Tuan?"

"Order kan aku taksi online, sekarang!"

"Ba-baik, Tuan!" jawab salah seorang dari mereka yang kemudian mengotak-atik kontak untuk menghubungi jasa taksi online.

Meski pandangan Arya hanya fokus ke depan. Namun, ia dapat melihat sekilas beberapa pengawalnya tampak berbisik menggosipkan dirinya.

"Yang berani membicarakanku di belakang, akan kupecat!"

Sontak mereka berhenti berbicara. Gugup dan gemetar mulai nenyelimuti tangan dan betis mereka. Tak ada nyali untuk menyangkal. Kali ini terlihat jelas raut mereka yang pucat, tertangkap basah. Bahkan sebagian mengeluarkan keringat dingin.

Segera Arya mendekatinya. Mereka yang tadi bergosip langsung berlutut seraya memohon.

"Ampuni kami, Tuan. Tolong jangan pecat kami!"

"Kami, kami, kami, khilaf!"

"Tolong jangan hukum kami, kami memiliki banyak tanggungan anak dan keluarga!"

"Kami minta maaf!"

Mereka terus saja memohon sambil tak hentinya bicara.

"Bersikap sopanlah jika tak ingin kehilangan pekerjaanmu!" bisiknya di sela daun telinga mereka, dan berhasil membuat keduanya mengangguk dengan raut melas.

"Baik, Tuan! Kami berjanji untuk tidak mengulanginya! Terima kasih atas kemurahan hati anda, Tuan!"

Arya tak lagi menjawab. Ia berjalan dan tak melirik lagi ke arah mereka.

"Semoga Berkah Tuhan selalu menyertaimu, Tuan!" teriak salah satu dari mereka yang mengusap dada, lega.

CK, Dasar mental miskin. Jika saja mereka tidak memohon, bisa kupastikan mereka tak akan sanggup bahkan untuk hanya sekadar berdiri.

Arya tersenyum seorang sendiri setelah kejadian singkat itu.

Senyum yang membuat bulu kuduk para pengawal maupun para pelayan meremang. Tak ada yang bisa menebak apa yang ada dalam isi pikiran tuan besar mereka. Yang terlihat hanyalah bayangan yang mirip iblis tapi berwajah tampan.

"Kapan taksi itu datang?" tanya Arya tanpa menatap. Hanya sekilas melirik jam di tangannya.

"Sebentar lagi, Tuan! mereka sudah dekat dengan lokasi Maindland Palace."

"Oke. Jika saja taksi itu terlambat, kau yang akan bertanggungjawab, kau harus siap kehilangan pekerjaanmu!"

"I-ya, Tuan. Saya pastikan dia tidak akan terlambat!" sahutnya gugup dan terbata.

Apa Tuanku sudah gila. Aku sampai menjanjikan sesuatu yang aku sendiri tak yakin apakah benar taksi itu tepat waktu atau mungkin terlambat. Bagaimana bisa dia mengancam akan memecatku, padahal bukan aku supirnya.

pengawal yang diperintah itu hanya bisa mendesah dalam hati.

pertemuan yang mengesalkan

Sikapnya membuat mereka mematung dengan raut cemas.

"Silahkan naik, mobilnya sudah siap sedari tadi, Tuan!" seru salah satu pengawal pribadi. Namun, Arya mengangkat salah satu tangannya, mengisyaratkan untuk menolak.

"Tapi, Tuan?"

"Orderkan aku gocar, sekarang!"

"Ba-baik!" jawab salah seorang dari mereka yang langsung mengotak-atik kontak untuk menelpon taksi online.

Meski pandangan Arya ke depan. Namun, ia dapat melihat sekilas beberapa pengawalnya tampak berbisik menggosip.

"Yang berani menggosipiku, akan kupecat!" Sontak mereka berhenti menggosip. Kali ini yang terlihat hanyalah wajah mereka yang pucat, bahkan sebagian mengeluarkan keringat dingin. Spontan Arya mendekatinya. Mereka yang tadi bergosip, segera berlutut seraya memohon.

"Ampuni kami, Tuan. Tolong jangan pecat kami!"

"Bersikap sopanlah jika tak ingin kehilangan pekerjaanmu!" bisiknya di sela daun telinga mereka. Dan berhasil membuat keduanya mengangguk dengan raut melas.

 ******

Tiga puluh menit kemudian, Arya tiba di dermaga menggunakan taksi online. Segera ia menghubungi Boby begitu tiba. Dengan menggandeng tas besar di bahu kanan, netranya fokus menatap layar ponsel, berharap Boby segera membaca chat darinya.

"Duh! Mana sih tu anak? Bosnya dalam kesusahan, bukannya menunggu, malah menghilang! Awas aja kalau ketemu nanti!" rutuk Arya sepanjang pelabuhan dermaga.

Ia kembali mengotak-atik ponselnya hingga tak sengaja menabrak seorang gadis yang juga bepergian dengan tas besar. Gadis itu pun terjatuh begitu juga dengan Arya. Namun sialnya, tas besar Arya berhasil mendarat di atas kedua pangkuannya.

"Woy! Punya mata gak?" hardik Arya yang mendadak naik pitam begitu merasa sakit pada bagian tengah himpitan kedua paha. Kedua tangannya berusaha memegang dede kecil yang terasa meronta.

"Apa lu bilang? Gak punya mata! Heh! Yang nabrak tu elu, ya!"

"Wah! Sialan nih cewek! Udah salah, nyolot!"

"Heh! Yang salah 'kan situ, kenapa nyalahin gue!"

Raut Arya berubah kemerahan. Ia semakin emosi, setelah Boby yang menghilang disaat genting. Kini masalah baru kembali muncul. 'Sial! Mimpi apa aku semalam sampai mendapat nasib seburuk ini!' batin Arya.

"Sekarang lu musti tanggungjawab!" hardik sang gadis yang terlihat kesusahan. Beberapa barang bawaannya terhambur. Salah satunya mengeluarkan cairan kuning.

"Tanggungjawab apaan? Di sini yang dirugikan itu aku! Lagian, berani banget kamu nyuruh aku tanggungjawab. Kamu tau gak aku ini siapa?"

"Emang kamu siapa?"

"Aku ...." Pertanyaan sang gadis berhasil mengunci mulut Arya. Hampir aja ia keceplosan menyebutkan jati dirinya. "Ah udahlah, gak penting! Lagian, kamu gak luka juga kan! Udah ya, aku ini orang sibuk!"

"Sibuk lu bilang? Heh, lu mau kabur ke mana? Ayo tanggungjawab!"

"Tanggungjawab apa, sih?"

"Lu gak lihat, tuh telur-telur perbekalan gue pada pecah!"

Ucapan gadis itu berhasil menggelitik perut Arya. "Telur? Ha ha ha! Jadi yang kuning-kuning itu telur? Hahaha."

"Iya, itu telur. Emang kenapa?!"

"Hari gini, masih ada orang liburan bawa telur mentah! Ha ha ha!"

"Eh, gue itu terpaksa ya! Kalo bukan karena CEO di perusahaan gue yang sinting, yang nyuruh karyawannya libur sebulan. Gue juga kaga mau!"

"Bruupp!" Mendadak Arya keselek.

"Apa kamu bilang??" Nampak sekali wajah Arya kesal. kalau saja yang tengah menghina itu adalah seorang lelaki, mungkin Arya sudah langsung mengajaknya berduel.

"Ishh!! Ternyata sia-sia gue ngomong! lu ternyata budeg, ya?"

Netra Arya semakin melotot saja karena ucapannya.

bersambung ....

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!