"Tanda tangani surat ini setelah anak kita berusia tiga tahun, aku tak mau terikat lebih lama dengan wanita sepertimu" laki-laki berjas hitam itu menyodorkan surat cerai di malam pertama setelah pernikahan mereka, bahkan sudah dibubuhi tanda tangannya sendiri, artinya tinggal tanda tangan sang wanita yang ditunggu untuk ke pengadilan
"Baik, tapi biarkan aku merawat anakku" ucapnya dengan pandangan datar menatap laki-laki itu, tak ada ekspresi sedih atau terkejut sama sekali di wajahnya, memang apa yang diharapkan dari pernikahan yang dimulai kesalahan?
"Aku tak mau keturunan benedict menjadi gelandangan atau hidup tak teratur diluar sana" balas sang lelaki yang seolah menganggap setelah perceraian, wanita itu tak akan memiliki apa-apa lagi
"Akan ku pastikan semua kebutuhannya terpenuhi"
Sepenggal ingatan mendadak meluncur begitu saja dari kepala sang wanita yang kini nampak sedang menidurkan sang buah hati. Ia tatap sang putra yang beberapa bulan lagi akan menginjak tiga tahun dengan pandangan getir
"Maafkan Mama sayang, tapi sepertinya mama tak akan bisa melihatmu tumbuh besar" ucapnya meraih tisu dan membersihkan darah yang meluncur begitu saja dari hidungnya
"Asal kamu tau, mama sangat menyanyangimu" ucapnya kemudian mengecup kening sang putra pelan dan menaikkan selimut untuk menutupi tubuh balita itu
"Semoga mimpi indah" ucapnya kemudian membuka pintu kamar sang putra pelan untuk kembali ke kamarnya
.
Pada dasarnya manusia memang bebas memilih dalam hidupnya, ibarat ujian di bangku sekolah, semua kita bebas memilih jawaban, tapi hanya satu jawaban yang benar diantara banyaknya pilihan. Namun, terkadang diantara jawaban yang salah akan tetap ada alasan, dan pilihan itu adalah sebuah pembelajaran. Jika benar, kita belajar bersyukur, namun jika salah maka itu adalah sebuah pelajaran. Pengalaman adalah guru terbaik
Suara sepatu pantofel yang menuruni tangga membuat wanita yang sedang menyiapkan sarapan itu tersenyum, sedangkan laki-laki yang sedang mencoba memasang dasinya itu menunjukkan eskpresi aneh
"Oryza, apa kau gila?" Ingin sekali wanita itu berteriak memarahi suami yang seenak jidat mengatakan dirinya gila. Tidak aneh juga sebenarnya, karena ini adalah pertama kalinya wanita itu tersenyum manis seperti orang jatuh cinta padanya. Garis bawahi kata pertama kalinya disini
"Apa salahnya seorang istri menyiapkan sarapan untuk suaminya?" Tanyanya masih mempertahankan senyum aneh itu, padahal pipinya sendiri terasa mulai kebas. Ia membantu suaminya memasang dasi karena nampak kesusahan
"Kau benar-benar aneh" gumam suaminya begitu melihat tingkah perempuan itu pagi ini. Jika sepasang suami istri normal maka ini adalah hal biasa, tapi masalahnya disini mereka adalah pasangan suami istri tak normal yang akan bercerai
"Duduklah" Oryza menarik sebuah kursi kayu mahal untuk mempersilahkan pria itu duduk di depan meja makan yang sudah tersaji berbagai macam hidangan
"Kau ingin makan Orion?"
"Maaf, maksudku suamiku" ucapnya tersenyum manis setelah tak sengaja menyebut langsung nama suaminya
"Kamu benar-benar membuatku takut"
"Kau yang memasaknya? Kau tak berniat meracuniku kan?" Tanyanya saat istrinya mengambil berbagai hidangan diatas meja untuk diletakkan pada piringnya. Padahal ia belum mengatakan ingin makan yang mana.
"Apa kau ingin aku menambahkan sianida disini langsung? Atau kau mau aku menambahkan racun lain?" Alih-alih mengelak, Oryza seolah memperkuat argumen suaminya
"Aku hanya bercanda. Apa kau ingin aku mencicipinya jika kau tak percaya?"
"Aku percaya"
"Sama saja dengan aku mempercepat kematian kalau meracunimu" Oryza tersenyum, namun dibalik ucapannya ada makna tersirat yang tak disadari suaminya
"Mama" suara lucu balita dari atas tangga menarik perhatian keduanya
"Hati-hati sayang" Oryza menggendong putranya saat laki-laki itu baru memijak tiga tangga pertama
"Papa?" Ia menaikkan sebelah alisnya melihat ayahnya yang duduk di meja makan, biasanya ketika ia bangun ayahnya pasti sudah pergi bekerja
"Halo tampan"
"Papa antik" ucapnya membuat Oryza menyemburkan tawa namun segera menormalkan wajahnya seperti biasa saat suaminya menatap dirinya tajam
"Cantik itu perempuan sayang, kalau papa itu jelek" ajarnya sesat
"Mama jelek" giliran Orion yang tertawa terbahak, ia menatap Oryza seolah mengatakan senjata makan tuan. Padahal ia mengajari itu untuk menyinggung suaminya, malah ia yang kena mental
"Saga anak pintar, nanti papa beliin mainan" laki-laki itu mengelus rambut putranya yang terkesan tipis namun terasa begitu lembut
"Yey, mobil" ucapnya semangat bertepuk tangan
"Mobil-mobilan Saga kan udah banyak, kenapa minta itu lagi?"
"Blu" ucapnya yang tak Orion mengerti
"Warna biru?" Tebakan Oryza benar, karena setelahnya anak itu mengangguk semangat. Ibu memang kadang translate terbaik untuk anaknya.
"Oke, nanti papa beliin warna biru"
Tepat ketika Orion berdiri, Oryza menarik lengan jas suaminya membuat laki-laki itu menoleh dengan menaikkan sebelah alisnya
"Hehe, aku ngambil uang yang di kartu ATM itu ya"
"Buat beli tas lagi?" Orion tak mengerti kenapa istrinya itu suka sekali membeli tas dengan harga tak murah. Ia tak masalah sama sekali karena uang itupun hanya sebagian kecil dari pendapatannya sebagai pemimpin perusahaan. Ia hanya heran dengan wanita itu yang hobi membeli tas saja, apalagi memakai uang cash. Oryza kadang menolak saat ia berikan kartu untuk belanja sepuasnya, agak aneh.
"Iya" Oryza mengangguk dengan senyum, dalam hatinya ia meringis karena tentu bukan untuk barang tak berguna itu
"Pakai saja, aku tak membatasimu menggunakannya. Kita masih suami istri dan tugasku memang menafkahimu" ucapnya yang membuat Oryza tersenyum dan mengucap kata maaf berkali-kali dalam hati karena membuat kebohongan yang sama lagi dan lagi
"Nyonya, agak aneh tuan" Ares, asisten Orion itu mengungkapkan pemikirannya sambil mengikuti tuannya dibelakang. Ia memperhatikan interaksi mereka sejak tadi yang menurutnya tak biasa. Ia termasuk saksi bagaimana sikap wanita itu selama ini yang acuh tak acuh
"Karena ada maunya" jawab Orion tak memusingkan tingkah istrinya. Biarlah bagaimana pun tingkahnya, toh sebentar lagi mereka juga berpisah
"Anda juga sekarang nampak lebih dekat dengan tuan muda" lanjur Ares, sebelumnya Oryza seolah memasang benteng diantara ia dan putranya sendiri. Seolah agar Orion tak mengusik Sagara. Orion sadar akan hal itu sudah jauh-jauh hari. Sesuai perjanjian mereka kalau hak asuh akan jatuh pada Oryza, sepertinya itu alasan wanita itu membuatnya jauh dari Sagara. Tapi justru sekarang, Orion lumayan lebih banyak menghabiskan waktu dengan putranya tentu dengan berbagai trik istrinya
"Aku tau" balasnya singkat
"Lalu bagaimana hubungan anda dengan..."
"Apa kau sudah berubah jadi tukang gosip sekarang Ares? Kenapa kamu banyak tanya sekali" potong Orion menatap asistennya itu dingin
"Maaf tuan, saya tak bermaksud seperti itu, hanya agak aneh saja"
"Lebih baik pikirkan tentang perusahaan daripada bertanya hal yang tak perlu seperti itu" Ares mengangguk dan meminta maaf lagi
.
Ini novel pertama author tentang rumah tangga, biasanya kan fiksi remaja, tolong dukungannya buat author yang masih banyak kekurangan dalam penulisan ini😭😁
Author juga minta tolong jangan skip babnya ya, biar retensinya nggak turun...🙏🏼😭
Jangan lupa juga like, komen dan vote, terima kasih semuanya😘❤️
.
"Tiga puluh, enam puluh, Sembilan puluh, sembilan puluh satu, sembilan puluh sembilan" wanita yang sebentar lagi memasuki usia dua puluh delapan tahun itu memberi lingkaran pada tanggal dikalender yang ia anggap sebagai hari penting
"99 hari lagi, apa masih ada waktu?" Gumamnya pelan. Ia menarik nafasnya panjang dan menghembuskannya keras
"Apa aku jujur saja? Tapi bagaimana kalau mereka menganggap aku berbohong dan hanya mencari perhatian, memang siapa yang percaya?" Ia tersenyum miris namun kemudian segera menggeleng
"Apa ini takdir untuk sebuah antagonis sepertiku? Tapi aku bukan sengaja menghancurkan hubungan orang lain"
"Mama" sebuah suara dari depan pintu membuatnya segera mengusap kasar wajahnya dan membuka pintu dengan senyuman penuh kasih sayang menatap putranya yang semakin nampak menggemaskan di matanya
"Kenapa sayang?" Ia berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan sang putra, tak lupa menyingkirkan beberapa anak rambut yang jatuh di kening putranya
"Ayo, beli es klim" dengan semangat anak laki-laki itu menarik tangan ibunya ketika mendengar suara sirine es krim yang lewat di depan rumah mereka
"Pelan-pelan sayang" ucapnya ketika sang putra menyeretnya sampai hampir beberapa kali terjatuh
"Saga mau rasa apa?" Saking seringnya bocah itu membeli, sampai si pedagang es krim sudah hafal namanya
"Cokat" ucapnya dengan semangat, penjual itu terkekeh, padahal sudah hafal betul pesanan yang tak pernah berubah itu
"Belum bisa ngomong huruf 'L' ya ternyata"
"Dia udah bisa ngomong L pak, tinggal huruf R aja yang belum. Tapi khusus untuk coklat huruf L nya hilang" Oryza turut tertawa melihat tatapan polos putranya, ia membayar ketika sang anak sudah mengambil es krim dari tangan si penjual dengan semangat
"Bibi Alice" Saga mengangkat tangan dengan semangat ketika melihat perempuan muda yang berdiri didepan gerbang rumah mereka
Oryza hanya tersenyum pelan, seandainya ia tak pernah ada diantara hubungan wanita itu dan suaminya, maka Saga tak perlu hadir kedunia dan menerima kenyataan kalau keluarganya tak akan bisa lengkap seperti kebanyakan anak lain
"Orion tidak ada dirumah" ucap Oryza menghampiri, nadanya terdengar lebih ramah daripada biasanya yang terkesan ketus. Oryza akui memang tak tau diri saat itu, padahal ia yang mengambil kekasih orang lain malah ia yang bersikap lebih ganas. Itu bukan cemburu karena cinta dan Oryza sudah memastikan hal itu, hatinya sudah mati untuk urusan cinta
"Aku tau, Kak Orion mengabari akan pulang sebentar lagi" walau sedikit heran dengan nada bicara Oryza yang agak ramah, Alice tetap menjawab lembut seperti biasa. Padahal Orion sudah bilang akan menjemput dirinya, tapi Alice yang bilang ingin bermain dengan Saga
"Kalian mau keluar?" Alice menunduk dan mengangguk. Predikat wanita paling tenang saat istri sah memberikan suaminya dekat dengan wanita lain sepertinya untuk Oryza. Bahkan terang-terangan berselingkuh didepannya. Tidak, ia yang lebih dulu berselingkuh walau dalam keadaan tak sadar. Bukankah Oryza disini lebih cocok disebut antagonis?
"Ayo tunggulah didalam" baru separuh gerbang yang terbuka, suara klakson mobil membuat keduanya menoleh
"Kak Orion" Alice menyapa dengan semangat, raut penuh cinta tergambar jelas diwajahnya
"Ayo kita berangkat" tanpa memikirkan Oryza yang melihat mereka, Orion dengan santainya menarik tangan kekasihnya
"Apa kita juga bisa membawa Saga?" Alice sedikit menahan tangan kekasihnya membuat Orion berbalik dan menatap Oryza juga sang putra yang menatap mereka diam
"Apa Saga mau ikut sama Papa dan Bibi Alice?" Oryza berjongkok untuk menyamakan tinggi dengan sang putra saat sadar kedua orang itu sebenarnya menunggu jawaban darinya bukan Saga. Ia tak pernah membiarkan Saga terlalu dekat dengan papanya sendiri karena ia tak ingin anak itu merasa terlalu kehilangan ketika mereka resmi bercerai. Tapi beda lagi ceritanya sekarang, kalau bukan papanya maka siapa yang menjaga anak itu di masa depan?
"Mama tidak ikut?" Mata polos itu menatapnya sendu. Oryza tersenyum kemudian mengusap sedikit noda coklat bekas es krim di sudut bibir putranya
"Mama ada pekerjaan dirumah, jadi tidak bisa ikut"
"Nanti kita beli mainan yang banyak dan bermain bersama" ucap Alice membujuk, mendengar kata mainan, balita yang akan menginjak usia tiga tahun itu tentu berbinar senang. Otak polosnya hanya berisi tentang itu, memang apa yang Oryza harapkan?. Ia sadar tak boleh lagi egois tentang ini
"Mama" anak itu menatap ibunya dengan tatapan memelas seolah agar diizinkan pergi, karena biasanya ketika Papanya dan Bibi Alice pergi, mamanya tak akan pernah membiarkan dia ikut
"Pergilah, hati-hati ya" Oryza mengusap pelan rambut anaknya yang terasa begitu lembut
"Yeay main, dadah mama" anak itu dengan semangat masuk mobil dan melambaikan tangan senang kearah ibunya. Suasana dalam mobil benar-benar terlihat sebagai sosok keluarga sempurna di mata Oryza, jika ia tak mabuk malam itu maka saat ini mungkin mereka sudah bahagia pikirnya
Lamunannya buyar ketika suara dering handphone dari saku bajunya terdengar nyaring
"Halo?"
"Kak, aku dikantor polisi" suara laki-laki diseberang sana ingin sekali membuat Oryza langsung mengumpat namun segera ditahan
"Kakak akan kesana"
Gerutuan sepanjang jalan tak henti-hentinya Oryza keluarkan, adik laki-lakinya benar-benar bandel dan tak pernah mau mendengar ucapan orang tuanya, selalu melawan dan saat terkena masalah hanya bisa mengandalkan Oryza, padahal sudah memasuki semester 4 di salah satu universitas terkenal di Indonesia
"Gabril ada didalam buk" lihatlah bahkan sampai polisi didepan sangat mengenalinya karena seringnya ia bolak balik ke tempat itu
"Kali ini apalagi?" ucapnya langsung tanpa basi-basi begitu melihat adiknya duduk dimeja dan seperti sedang diintrogasi polisi
"Aku dikira ikut balap liar tadi malam kak, padahalkan aku dirumah"
"Masalahnya balap liar ini sampai mengakibatkan korban jiwa Oryza, mereka tak hanya mengganggu warga sipil tapi juga mencelakakan mereka" jelas polisi berusia setengah abad itu. Jangan heran kenapa ia memanggil Oryza dengan sebutan nama, gadis itu pernah berkali-kali masuk kesini untuk kasus serupa dengan adiknya. Jadi para polisi disini mengenalnya bukan hanya karena seringnya adiknya berulah, tapi akibat ulahnya sendiri dulu. Masa remaja yang ia nikmati dengan menguasai jalan bersama para pemotor yang lain
"Adik saya memang biangnya masalah pak, tapi saya pastikan ia tak akan mencelekai orang lain. Kalau ia terbukti melakukannya, saya sendiri yang akan menyerahkannya ke kantor polisi" polisi itu menarik nafasnya panjang, mereka menangkap Gabril, karena para warga menyebut ciri-ciri umum yang ia curigai sebagai Gabril
"Baiklah, mohon kerjasamanya"
"Tentu saja pak"
"Sepertinya Gabril juga harus menikah seperti kamu agar tidak seperti itu lagi" Oryza hanya tersenyum menanggapi dan menyeret kerah belakang jaket adiknya untuk keluar dengan sedikit kasar
"Mau kamu itu apasih hah? Bukannya kuliah yang bener malah keluar masuk kantor polisi" gerutunya sebal ketika sudah masuk dalam mobil. Jangan tanya dimana motornya? Tentu saja kena sita karena benar-benar dimodifikasi untuk berisik dan benar-benar mengganggu orang lain
"Kakak kan bestian sama polisinya, jadi aman. Lagian kakak juga dulu kayak gini, jangan mendadak amnesia deh"
"Jaman kita udah beda Gabril, kakak sudah bilang berapa kali sama kamu kalau itu salah dan cuma buat seneng-seneng doang. Nggak ada manfaatnya sama sekali"
"Aku juga cuma buat seneng-seneng doang" laki-laki berusia dua puluh tahun itu menjawab kakaknya enteng yang membuat Oryza gemas ingin memukulnya. Jarak umur mereka kurang dari delapan tahun, tapi laki-laki itu benar-benar lebih tinggi darinya
"Tapi seneng-seneng kamu ngerepotin orang lain"
"Kakak bukan orang lain, daripada aku ngerepotin gojek buat pura-pura jadi orang tuaku" itu adalah sindirian untuk Oryza, dulu ketika masuk kantor polisi ia selalu menyewa jasa ojek online itu untuk bermain peran, karena seringnya yang dibawa selalu beda orang lama kelamaan polisi tak lagi kena tipu, alhasil ia malah membawa kakak sulungnya dan berakhir kena ceramah semalaman
"Kakak kayaknya bakal pergi, jadi jangan keseringan bikin masalah"
"Kakak kan bentar lagi mau cerai, emangnya mau pergi kemana? Balik kerumah lagi?" Oryza tersenyum tak menanggapi. Yang tau tentang surat cerainya itu adalah adiknya dan tentu saja Alice. Makanya perempuan itu berani mendekati Orion secara terang-terangan
"Kakak bakal pergi jauh dan kamu nggak akan pernah bisa nyusul"
"Yaelah, kakak kira uangku nggak ada buat beli tiket pesawat?. Asal kakak tau ya, walau suka bikin keributan nggak jelas, aku punya penghasilan dari balap motor resmi. Jadi bisalah pesen tiket pesawat ke kutub utara sekalipun" Oryza mendengus tak peduli
"Oh iya, dimana Saga? Kenapa nggak ikut?" Agak aneh untuk Gabril, ia tau kakaknya tak pernah membiarkan siapapun dekat dengan anaknya termasuk ayah kandungnya sendiri jadi ia selalu membawanya kemana-mana. Seolah ia mengajarkan pada Saga, kalau ia hanya punya ibunya. Tapi kini kondisinya berbeda, jika tetap seperti itu pada akhirnya ia akan melukai putranya sendiri
"Dia pergi sama papanya"
"Tumben banget"
"Diajak calon mama barunya" Gabril yang memegang kendali menekan rem mendadak membuat mereka langsung mendapat klakson dan umpatan dari pengendara dibelakang. Hampir saja terjadi kecelakaan seandainya orang itu tak fokus
"Kak Oryza mimpi apa sampai biarin dia deket sama Kak Alice?" laki-laki itu sampai menukikkan alisnya tajam
"Nggak papa, kedepannya dia juga bakal jadi ibunya Saga kan?"
"Kakak berubah pikiran? Gimana kalau ternyata Saga lebih sayang dengan Kak Alice daripada kakak sebagai ibu kandungnya?" Kata-kata itu mengganggu Oryza, mengingatkan sama persis dengan apa yang orang tuanya lakukan
"Kenapa nggak kalau Alice juga sayang dia dengan tulus?"
"Tapi gimana kalau ternyata itu cuma trik dia aja buat ngambil hatinya Kak Orion?"
"Ngapain dia berusaha ngambil hati Orion kalau dari awal mereka udah bareng" Gabril akhirnya diam, tapi ia tak setuju dengan hal itu. Besok ia akan diskusikan lagi
Bertepatan dengan mobilnya yang baru sampai didepan gerbang, Oryza juga melihat mobil suaminya sudah terparkir disana, artinya mereka sudah pulang. Lumayan lama karena matahari nampak mulai tenggelam. Ia sendiri perlu menemui kakak sulungnya dulu, tentu saja untuk mengadu kelakuan Gabril namun justru mereka berdua kena ceramah sampai jam seperti ini
"Kamu nggak usah mampir, langsung pulang aja sana. Tapi bawa mobil kakak besok, awas kalau kamu pakek buat kegiatan nggak jelas"
"Adik tuh harusnya minimal disuruh masuk, malah ngusir"
"Karena kamu nggak tau diri dan bawa pengaruh buruk buat Saga" skakmat, ini gara-gara teman-temannya yang menelpon saat ia sedang bersama keponakannya, alhasil seluruh nama hewan kebun binatang terabsen oleh mulutnya
"Yaudah, besok aja aku mampirnya" jawabnya dengan suara kesal kemudian menyalakan mobil dan pergi
"Mama" baru membuka pintu ia langsung disambut sang putra yang berlari kearahnya
"Mainnya seru sayang?"
"Selu! Saga bisa main banyak-banyak" Oryza tersenyum mengusap rambut putranya yang lepek karena keringat, ia ingin melihat senyum ini lebih lama lagi. Ia ingin mendengar putranya bisa mengucap huruf r dengan lancar. Tapi bisakah?
"Besok mama halus ikut ya, mama pasti suka main"
"Iya, besok ya sayang"
"Sekarang, ayo mandi dan makan"
"Saga udah makan tadi sama papa dan Bibi Alice, makan yang enak"
"Oh ya? Kalau begitu selesai mandi langsung tidur ya, Saga pasti capek" walau balita itu mengatakan tidak mengantuk, namun setelah Oryza membantunya selesai mandi sang putra langsung terlelap damai diatas kasurnya. Wajar saja pasti karena ia kelelahan bermain
"Selamat tidur sayang, teruslah bahagia nak"
Setelah menutup pintu itu pelan, Oryza beranjak ke kamar sebelahnya, kamar tidurnya dengan suaminya. Ya, mereka seperti pasangan normal untuk hal ini, tidur dalam kamar yang sama namun dengan jarak dan penghalang yang tak akan bisa tembus saking kuatnya mereka mempertahankan jarak itu. Tentu saja ini untuk mengurangi kecurigaan keluarga mereka yang kadang berkunjung mendadak
"Saga sudah tidur?"
"Sudah" Oryza menjawab pertanyaan suaminya dan berlalu kedepan meja rias
"Kemana kamu hari ini?"
"Gabril" Oryza tak perlu menjelaskan lebih banyak, cukup menyebut nama itu maka ia sudah tau adik iparnya itu berurusan dengan kantor polisi
"Pembuat masalah sepertimu" Oryza terlalu malas menanggapi, lagipula itu membuat hidupnya sedikit berwarna bukan seperti Orion yang selalu datar seperti jalan tol
Oryza yang sedang menghapus sisa make upnya didepan cermin tersentak saat sebuah cairan hangat mengalir dari hidungnya, dengan cepat ia mengambil tisu sebanyak-banyaknya dan berlari ke kamar mandi
BRAKKK
"Dasar aneh" Orion menggelengkan kepalanya melihat pintu itu yang tertutup kencang
"Dimana surat cerainya?" Orion semakin menaikkan sebelah alisnya melihat Oryza yang tiba-tiba keluar kamar mandi langsung meminta surat cerai
"Masih belum waktunya" Orion ingin mengelak, tapi kenapa ia berat memberikan? Bukankah itu yang ia tunggu-tunggu selama ini?
"Kurang dari 99 hari lagi, setidaknya aku sudah tangan sekarang. Takutnya besok tak sempat"
"Memang kamu pergi kemana sampai tak sempat? Seperti orang sibuk saja"
"Aku memang sibuk asal kamu tau"
"Aku tau, tapi masih sebatas kota ini kan. Perjanjian tetap perjanjian, kau tanda tangani saat Saga berusia tiga tahun" Oryza ingin berteriak keras, tapi demi tuhan ia benar-benar takut saat ini. Tapi siapa yang akan percaya jika ia bercerita?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!