Note : Cerita ini bertema Cinta Manis, jadi hanya akan ada konflik ringan dan dipadukan dengan beberapa plot yang bisa bikin senyum-senyum sendiri, hehehe, semoga suka dengan ceritanya. Salam hangat dari Author ^_^
Tidak terasa dua tahun sudah berlalu dengan cepat. Setelah kepergiannya ke jepang. Untuk mengurus perusahaan sang kakek disana. Akan tetapi itu hanya sebuah alasan, karena yang sebenarnya adalah Arga pergi mengurus perusahaan dijepang karena cinta pertamanya yang bertepuk sebelah tangan. Seorang wanita cantik yang bernama Isyana, mereka sudah bersahabat sejak duduk dibangku SMA.
Saat Isyana cinta pertamanya itu bercerai dengan suaminya, Arga sempat berharap kalau ada kesempatan untuknya masuk kedalam hati Isyana. Akan tetapi sayang sekali, lagi-lagi Arga kalah dari seorang pria bernama Elvano yang ternyata sudah mengisi hati Isyana lebih dulu. Itulah yang membuat Arga memilih pergi ke Jepang untuk melupakan perasaanya terhadap Isyana.
Hari ini Arga balik ke Indonesia bersama dengan sekertaris pribadinya bernama Rey. Rey merupakan sekertaris pribadi sekaligus sahabat Arga sejak mereka kecil. Rey dianggap seperti cucu sendiri oleh Kakeknya Arga.
Bandara, pukul 9 pagi.
Ramainya orang-orang disana, tidak membuat langkah kaki Arga tidak terdengar. Malah sebaliknya saat dia melangkahkan kakinya melewati orang-orang sambil menyeret kopernya berwarna hitam. Semua pandangan mata berbinar kearahnya.
Arga merapikan rambutnya dengan menyibaknya kebelakang. Dengan sepatu kulit mengkilap, setelan celana jas hitam dan kemeja putih yang kini dia kenakan. Membuat pandangan mata orang-orang tidak berhenti menatapnya, terlebih para wanita.
Akan tetapi wajah Arga hanya datar dengan tatapan tajamnya seperti elang. Berjalan menyeret kopernya tanpa memperdulikan siapapun yang ada didepannya dan yang melewatinya.
“Sepertinya aku akan tiba dalam satu jam.” Seorang wanita berjalan dari arah depannya sambil bertelepon dan memegangi segelas cup kopi ditangannya.
“Ya, baik.” Kata wanita itu lagi pada orang diseberang panggilannya.
Tiba-tiba saja wanita itu terambung kedepan saat bahunya bertabrakan dengan Arga. Membuat kopi yang dia bawa tumpah kelantai. Wanita itu menggigit bibirnya karena kesal melihat kopinya yang tumpah. Dia pun menoleh kearah Arga.
“Hei, apa-apaan ini!” geram wanita itu seraya menegakkan pandangannya untuk menatap wajah Arga.
Akan tetapi saat tatapannya bertemu dengan Arga, dan wanita itu juga melihat wajah Arga. Dia malah membulat dan wajahnya memerah, dia jadi tersipu malu dan berkata, “Apa kau baik-baik saja?”
“Tadi aku sedang menelpon, jadi tidak melihat jalan dengan benar...,” lanjut wanita itu sambil tersenyum malu-malu.
“Dasar gila, ini sangat tidak masuk akal!” bentak Arga secara tiba-tiba.
“Hah? Apa?” Wanita itu tersentak kaget.
Arga pun berlalu begitu saja meninggalkannya.
“Hei, apa yang kau katakan tadi?” decak wanita itu dengan kesal menatap kepergian Arga yang menurutnya sangat kurang ajar.
“Maaf, jangan keliru, sebenarnya dia tidak sedang bicara denganmu,” kata seorang pria yang berjalan dibelakang wanita itu.
Wanita itu sudah sangat kesal akibat sikap Arga. Dia pun menoleh dengan perasaan marah kearah sumber suara yang bicara padanya dan berkata, “Kamu siapa? Tidak usah ikut campur—”
Saat dia melihat wajah pria itu lagi-lagi wajahnya memerah. Dan bibirnya yang cemberut jadi melengkung tersenyum. Berhadapan dengan seorang pria yang tak kalah tampan dari Arga, memakai setelan jas dan kaca mata yang bertengger dihidung mancungnya. Cara bicaranya lebih sopan dan ada senyuman saat dia bicara, membuat wanita itu tak bisa berkata-kata. Dia adalah Rey sekertaris pribadi Arga.
Rey pun berjalan melewati wanita tersebut yang terus terpaku dengan kedua pria itu.
“Woah, mimpi apa aku semalam sampai bisa bertemu dengan dua pria tampan sekaligus, meskipun yang satunya sangat menyebalkan...,” gumam wanita itu yang ditambah gerutuan diakhir kalimatnya.
Rey menghampiri Arga yang berdiri menatap baliho iklan yang berada disana. Tatapan matanya begitu kesal seperti ingin memangsa seseorang.
“Sebaiknya jaga bicaramu, Pak. Wanita tadi jadi salah paham...,” kata-kata Rey terputus.
“Rey lihatlah, apa iklan dibaliho ini masuk akal?” potong Arga.
Rey pun mengikuti arah mata Arga menatap, yaitu baliho iklan yang besar.
Sebuah iklan dari salah satu perusahaan makanan yang dipromosikan oleh seorang selebritas. Bertuliskan,
‘PANGSIT PREMIUM, YANG DIBUAT DENGAN BAHAN PREMIUM TERPILIH’
‘APA KALIAN INGIN MAKAN BERSAMAKU’
“Tulisan produk yang dipromosikan tidak jelas, hanya tertera nama selebritas yang tak terkenal saja!”
“Benar juga, aku tak pernah melihat dia.” Rey ikut mengomentari baliho iklan itu.
“Segera kamu cari tahu penanggung jawab yang membuat iklan ini,” perintah Arga.
“Baik, Pak,” jawab Rey seraya mengikuti langkah kaki Arga pergi.
.
Disisi lain didalam laboratorium penelitian bahan makanan. Seorang wanita yang tengah mengenakan pakaian khusus berwarna putih bertulisan Antara Group food, yang digunakan saat berada didalam laboratorium tersebut. tengah sibuk memotong-motong ikan makerel beberapa bagian dan memarinasinya dengan garam dan cuka apel. Nampak tangannya begitu cekatan melakukan hal tersebut. seperti sudah biasa melakukannya.
Drrt drrt drrt.
Wanita itu pun menoleh kearah meja dimana ada ponsel dan id card pegawai tergeletak diatasnya bersama dengan tumpukan kertas-kertas. Wanita itu menghentikan kegiatannya dan berjalan kearah meja tersebut sambil membuka sarung tangan karet yang dia pakai.
“Ya Bu Dewi? Sudah sampai ya? Baiklah, aku akan segera ke sana,” ucap wanita itu menjawab atasannya yang berada diseberang panggilan.
Dia pun segera meraih id card pegawainya lalu berjalan menuju pintu keluar dari lab. Diluar lab dia langsung melepaskan ikat rambutnya dan membiarkan rambut panjangnya terurai indah.
“Huh...,” keluh wanita itu menghela nafasnya.
Semua pandangan mata tertuju padanya saat berjalan melewati lorong. Para pegawai menunggu untuk pertemuan dengan Presdir baru, yang tak lain adalah cucu dari pemilik ANTARA GROUP FOOD.
“Selamat pagi, Bu Berlyan...,” sapa seorang wanita yang berasal dari departemen keuangan.
“Ya, lihatlah Berlyan aku tidak mengerti lagi berapa banyak loyalitasmu selama dua tahun di perusahaan ini, kamu sangat pekerja keras,” celetuk seorag pria paruh baya yang dia lewati.
“Permisi...,” ucapnya
“Astaga, bau apa ini?”
“Ini pasti dari tim peneliti....”
Tak banyak juga pegawai yang lain menyapanya dengan ramah, tapi banyak juga yang menutup hidung saat dia melewatinya. Karena aroma ikan makerel yang tadi dia kerjakan, menempel pada tubuhnya. Dengan kebaikan hatinya Berlyan malah tersenyum ramah membalasnya.
Berlyan Cessania, wanita berusia 27 tahun itu baru bergabung di ANTARA GROUP FOOD selama dua tahun. Karena kinerjanya yang bagus dia diberi beasiswa untuk belajar menjadi ahli gizi oleh perusahaan. Selama 6 bulan dia sekolah dan belajar untuk menjadi ahli gizi. Setelah lulus Berlyan langsung naik jabatan menjadi ahli gizi dan peneliti di tim pemasaran perusahaan.
Berawal dari patah hatinya saat bekerja di perusahaan tempat sebelumnya dia bekerja. Berlyan memiliki jabatan sebagan manager operasional di perusahaan EMC. Perusahaan besar yang bergerak dibidang media elektronik. Tapi tidak bertahan lama, karena Berlyan mengundurkan diri dari perusahaan itu. Karena diam-diam Berlyan menaruh hati pada atasannya bernama Elvano. Saat mengetahui Elvano sudah memiliki seorang kekasih, Berlyan tidak masalah karena dia merasa cinta tak harus memiliki. Akan tetapi saat dia mengetahui bahwa kekasih ELvano ternyata adalah teman SMA nya yaitu Isyana.
Suatu hari perasaan cintanya terbongkar, Isyana maupun Elvano mengetahui tentang perasaannya. Berlyan sangat canggung untuk menghadapi Elvano yang setiap hari bertemu dengannya. Terlebih sikap Elvano yang menjadi dingin terhadapnya, membuat Berlyan memilih untuk mengundurkan diri secara baik-baik. Dia tidak mau membuat atasannya itu menjadi membencinya. Setelah keluar dari perusahaan tersebutlah, Berlyan mendapat panggilan kerja dari ANTARA GROUP FOOD, sampai sekarang selama dua tahun ini Berlyan merasa sudah cocok bekerja dibidangnya ini.
“Bu Dewi!” seru Berlyan seraya berlari menghampiri tim kerjanya yang sudah menunggu didepan ruang pertemuan.
“Hei!”
“Kenapa kamu baru datang?” Bu Dewi wanita berbadan gemuk dan berkaca mata itu berdecak kesal menatapnya.
“Aku sedang mengurus ikan makerel yang baru sampai tadi pagi,” jawab Berlyan dengan senyumannya yang polos.
“Tidak apa-apa, santai saja,” sahut Pak Galang pria berambut kriting itu.
Pak Galang tersenyum, akan tetapi senyumannya lenyap. Saat mengendus aroma tidak sedap yang menyengat.
“Auhh, kamu bau ikan sekali!” cetusnya.
Rina yang sebagai pegawai junior atau masih baru bergabung hanya bisa tersenyum polos disebelah Pak Galang, menonton para seniornya itu bercakap.
“Benarkah? Apa bau sekali? Aku tak menciumnya, hehehe...,” ucap Berlyan tersenyum seperti orang bodoh, seraya mengendus-endus aroma dilengan bajunya.
“Sini mendekat!” perintah Pak Galang sembari mengeluarkan botol kecil parfum dari kantong kemejanya. Kemudian meyemprotkannya pada tubuh Berlyan.
“Tidak apa-apa, itu adalah bukti betapa kerja kerasnya kamu bekerja sebagai peneliti,” lontar Bu Dewi menatapnya.
Berlyan tersenyum senang dengan lebar, sambil mendekat ingin memeluk Bu Dewi. Tapi wanita berkaca mata itu mendorongnya menjauhnya, karena aroma tidak sedap dibadan Berlyan.
“Kamu yang terbaik, Bu Dewi!” tutur Berlyan, dia senang memiliki tim kerjanya sekarang ini.
Mereka pun segera masuk kedalam ruang pertemuan tersebut yang didepannya sudah ada ada papan iklan berdiri. Bertuliskan, ‘PELANTIKAN PRESDIR ARGANTARA MAHESA’
.
.
BERSAMBUNG.
Di dalam ruangan pertemuan ANTARA GROUP FOOD.
“Acara pelantikan akan segera dimulai, mohon agar segera masuk dan mengisi tempat duduk yang kosong,” kata pembawa acara melalui mic yang menggema disatu ruangan.
“Ayo kita duduk!” ajak Bu Dewi yang memimpin arah dimana tempat duduk mereka berada.
“Baik,” jawab Berlyan.
Nampak sudah banyak tempat duduk yang terisi. Mereka berempat pun mendapat kursi yang berada di paling atas. Pertama Pak Galang dan disusul Rina yang duduk disebelahnya, lalu Bu Dewi dikursi ketiga. Akan tetapi saat Berlyan hendak duduk dikursi keempat, Bu Dewi tersenyum dan mendorong Berlyan untuk duduk dikursi kelima, agar aromanya tidak terlalu dekat dengan Bu Dewi dan yang lainnya. Berlyan tertawa pelan melihat tingkah lucu seniornya itu dia pun mengalah dan duduk dikursi kelima.
“Halo, ini pegawai baru tim kita, namanya Rina...,” ucap Pak Galang kepada salah satu kolega, memperkenalkan Rina kepada mereka.
Para kolega menyapa dengan ramah tim mereka.
“Omong-omong, tidak salah rumor yang beredar,” pungkas Pak Galang.
“Rumor?” Rina merasa bingung dia menoleh kearah Bu Dewi, tapi wanita itu hanya mengedikkan bahunya.
“Rumor bahwa Presdir Argantara adalah penggila kerja....” Pak Galang melanjutkan perkataannya.
“Benarkah?” lagi-lagi Rina penasaran.
“Iya benar, kamu sebagai anak baru harus banyak belajar dariku, karena tidak ada yang tidak kutahu tentang perusahaan ini,” ucapnya sombong.
Bu Dewi dan Berlyan hanya bisa tersenyum menanggapi sifat Pak Galang yang ramah dan humoris.
“Presdir Argantara memang sangat gila kerja, dia langsung bekerja di hari pertama dia kembali ke Indonesia,” cibir Pak Galang sembari menatap kearah podium di depan sana.
“Aku dengar dia tampan sekali,” celetuk Rina tersenyum membayangkan wajah Presdir baru mereka.
“Entahlah, aku juga tidak pernah melihatnya. Karena dia tidak ada disaat aku baru bergabung diperusahaan ini,” sahut Berlyan antusias.
“Tapi, dari melihat wajah pimpinan ... memangnya akan setampan apa cucunya?” ledek Berlyan pelan seraya tertawa pelan menatap Pimpinan perusahaan yang tak lain adalah Yaris Mahesa, kakeknya Arga.
Di deretan kursi depan sudah duduk rapi para pemegang saham terbesar yang duduk disebelah Kakek Yaris. Mereka berlomba-lomba untuk memuji dan mengambil hati Kakek Yaris yang sebagai Pimpinan di ANTARA GROUP FOOD.
“Saya dengan Argantara sudah banyak mengembangkan perusahaan yang berada di Jepang,” puji salah satu kolega.
“Terima kasih banyak atas pujiannya, jalannya masih panjang,” jawab Kakek Yaris tersenyum.
Rina dan Pak Galang mencuri pandang kearah Kakek Yaris saat dia berbicara dengan para kolega besar.
“Pasti gosipnya salah,” celetuk Rina dengan wajah kecewa.
“Tidak, rumornya benar! Dia memang tampan sekali, bahkan seperti seorang selebritas,” ucap Bu Dewi serius.
“Hei, ayolah! Apel jatuh tidak jauh dari pohonnya,” sahut Berlyan yang masih tidak percaya gosip yang beredar.
“Mohon perhatiannya, Presdir Argantara akan memberikan kata sambutan....” suara pembawa acara menggema seketika suasana didalam ruangan menjadi senyap dan pandangan mata semua orang tertuju ke podium.
Secara bersamaan mereka bertepuk tangan dengan meriah menyambut Presdir Argantara yang suara langkah sepatunya terdengar memasuki ruangan pertemuan. Seorang pria pun berdiri di depan podium sambil memegang tablet pintar di tangan kanannya.
Berlyan tercengang dan Rina berdecak kagum melihatnya.
“Wah, Presdir kita sangat tampan,” puji Rina.
Bu Dewi memperbaiki kaca matanya dan melihat dengan seksama.
“Orang itu...,” kata-katanya mengambang.
Ternyata yang tengah berdiri didepan podium itu bukanlah Presdir Argantara yang ditunggu. Melainkan Rey sekretaris pribadinya.
“Kenapa dia yang di...,” Kakek Yaris kebingungan melihat Rey.
“Saya Rey, Sekretaris pribadi sekaligus Kepala Sekretaris Pak Argantara, hadir untuk mewakili beliau,” lanjut Rey memperkenalkan dirinya kepada semua pegawai yang hadir.
“Apa yang terjadi?”
“Kepala Sekretarisnya?”
“Kemana dia, kenapa tidak hadir?”
“Apakah terjadi sesuatu?”
Semua orang yang ada disana, bertanya-tanya kenapa Rey yang menghadiri pelantikan ini.
“Saya disini akan menyampaikan kata sambutannya,” ucap Rey seraya menatap deretan kursi dari kiri hingga kekanan.
“Huh, apa-apaan ini? Anak itu bikin onar lagi!” gerutu Kakek Yaris menatap kesal Rey yang berdiri di depan podium.
“Terima kasih kepada semua orang yang sudah mengatur upacara pelantikan hari ini, meskipun sudah jelas kukatakan kalau aku tidak menginginkannya...,”
“...karena itu, aku berharap kita akan bertemu hanya untuk hal bisnis, dan bukan untuk acara tak berguna seperti ini, aku akan menyapa kalian sebentar lagi, terima kasih, Presdir Argantara.”
“Cuma itu saja?” celetuk Pak Galang.
Berlyan tergelak tapi ditahannya agar tidak tertawa keras.
“Wah, luar biasa!” katanya.
Sedangkan didepan sana Kakek Yaris sudah seperti kebakaran jenggot saja. Wajahnya memerah dan matanya melotot tajam kearah Rey.
“Astaga, dasar kalian semua berandal tidak tahu diri!” marah Kakek Yaris sembari menunjuk Rey yang masih berdiri di depan podium menggunakan tongkatnya.
Kakek Yaris sudah kehilangan kesabarannya, sampai dia tidak tahan untuk berdiri dan menghampiri Rey. Tapi ditahan oleh para kolega, akhirnya dia pun berlalu pergi meninggalkan ruang pertemuan.
“Dia marah!” kata Bu Dewi.
“Oh astaga, lihat itu sepertinya Presdir kita orang yang luar biasa,” cibir Pak Galang.
“Kira-kira kemana Presdir Argantara berada?” gumam Bu Dewi.
“Sepertinya Presdir baru itu punya karakter yang menarik,” sahut Berlyan sembari tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
.
Malam harinya di tengah lapangan golf. Nampak beberapa orang pria paruh baya dan ada wanita juga yang merupakan salah satu kolega atau pemilik saham di ANTARA GROUP FOOD, tengah bermain golf bersama.
“Nice, Nice!” salah satu pria bersorak, ketika pria berjaket putih dan memakai topi memukul bola.
“Ayolah, kenapa tidak lurus lemparanku kali ini!” keluh pria berjaket putih itu.
“Tenanglah sayang, kamu hanya sedikit stres karena memikirkan cucu ketua pimpinan si Argantara,” sahut seorang wanita mencoba menghiburnya.
“Ya benar, semuanya bahkan berpikir kamu akan menjadi Presdir baru.” Pria berwajah lonjong disebelahnya malah semakin menabur rasa kesal pria berjaket putih itu.
“Namun bocah itu malah merampasnya,” lanjutnya mengompori.
“Tentu saja, kami hanya percaya padamu Pak Sammy,” ungkap pria lainnya yang memakai kaca mata bulat.
“Kamu pasti sangat lelah, jadi coba lihat ini!” Pria tersebut lalu memberikan sebuah kotak bola golf kepada pria berjaket putih yang dia panggil Pak Sammy.
“Hei apa lagi ini?” Pak Sammy tersenyum lebar sambil membuka kotak tersebut.
“Aku seperti mengerti dengan tatapan mencurigakanmu itu,” lanjutnya dengan sedikit tersipu-sipu sebelum melihat isi didalam kotak tersebut. seperti sudah menebak apa isi di dalamnya.
“Kejutan!” kata pria berkaca mata bulat itu.
Mata mereka berbinar saat melihat isi yang sebenarnya didalam kotak bola golf itu. Ternyata didalamnya berisikan setumpuk uang dengan pecahan dolar.
“Aku juga sudah memasuk kan sisanya ke bagasi mobilmu untukmu Pak Sam,” ucap Pria berwajah lonjong.
“Ya, apa-apaan ini,” gumam Pak Sammy yang masih berbinar.
Lalu, “INDAHNYA, HAHAHAH!!!!” seru mereka bersamaan dengan begitu gembira.
Namun tiba-tiba saja, dari arah belakang ada Arga yang sedang berjalan menghampiri mereka sambil memainkan tongkat golfnya, kemudian melambungkan bola golf dengan sangat tinggi. Hingga masuk dengan tepat kedalam lubang.
“Wah, lihat itu!” kata pria berwajah lonjong.
Mereka semua tercengang melihatnya.
“Hebat, hore! Masuk! Luar biasa sekali,” sorak Pak Sammy dengan girang tanpa mengetahui siapa yang mencetak goal tersebut.
“Tapi siapa itu? Kenapa tidak sopan sekali, aku sudah menyewa tempat ini berani-beraninya dia menggangguku dan mencetak goal mengalahkanku,” gerutu Pak Sammy sembari berbalik badan.
Matanya menyipit saat memperhatikan seorang Arga tengah berjalan dengan gagahnya sambil membawa tongkat golf yang dia sandarkan pada bahunya. Tatapannya yang tajam, seketika berhasil membuat orang-orang itu jadi tercengang.
Pak Sammy langsung menyembunyikan kotak bola golf yang berisi uang itu kebelakang badanya, kemudian diambil dan disembunyikan oleh pria berkaca mata bulat didalam bajunya.
“lama tidak berjumpa, Pak Sammy,” sapa Arga dengan suara baritonnya sambil tersenyum tipis.
“Ya, coba lihat siapa ini? Arga! Maaf, maksudku Presdir Argantara!” tutur Pak Sammy dengan tatapan sinisnya, “Kenapa kamu disini? Bagaimana dengan acara pelantikannya?”
“Ku dengar kamu sudah bekerja sangat keras,” ucap Arga.
Pak Sammy dan teman-temannya terkekeh bersama seperti menganggap enteng Arga.
“Kamu menerima sogokan dari teman, kenalan, bahkan selingkuhanmu untuk menjual kontrak agar menjadi rekan ANTARA GROUP FOOD,” cetus Arga dengan menatap satu persatu teman-teman Pak Sammy itu.
“Tunggu sebentar, sepertinya kamu sudah mendengar rumor tidak benar, Presdir Argantara,” kilahnya.
“Kamu bahkan menyewa artis tingkat D untuk mengiklankan perusahaan, hanya karena dia adalah keponakanmu.” Arga semakin melengkungkan bibirnya menyeringai dengan sangat jahat.
“Aku melihatnya di bandara pagi tadi,” lanjutnya.
“Ah itu bukan seperti yang...,” kata-kata Pak Sammy terputus, karena tidak bisa mengelak dari tatapan tajam Arga.
“Tampaknya kamu sedang mengeksploitasi perusahaan kami.” Arga berjalan mendekatinya dan tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari mata Pak Sammy.
Pria itu sedikit gemetar ketakutan.
“Karena ketua pimpinan menutup mata atas perbuatanmu!”
“Heh, Presdir Argantara. Dengar, bukan begitu maksudku.” Pak Sammy menelan salivanya dan berusaha mengelak.
“Aku sudah salah karena terlalu mengabaikan perusahaan karena berada di luar negeri selama ini. Kedepannya aku akan lebih perhatian lagi, mulai dari sekarang!” tegas Arga.
Pak Sammy terdiam dan tidak bisa berkata-kata lagi. Seperti sudah jatuh tertimpa tangga pula. Tidak jadi naik jabatan jadi Presdir, malah sekarang tentang korupsinya malah sudah ketahuan oleh Arga.
“Sampai jumpa lagi besok, Pak Sammy!” ucap Arga yang kembali tersenyum tipis dan membungkuk sopan dihadapan Pak Sammy, sebelum dia pergi.
“Huh, Presdir Argantara! Tunggu, Presdir! Presdir!” Pak Sammy berusaha memanggil Arga dan mengikuti langkahnya.
Akan tetapi kakinya yang sudah melemas terkilir. Dia pun terjatuh ditengah lapangan golf itu.
“AGHHH! Sakit!” ringisnya kesakitan.
“Oh Pak Sam, apa anda baik-baik saja?”
“Apa-apaan ini?”
“Sialan!”
“Apa yang terjadi?
“Ah, basah!”
Sebuah menyemprot air otomatis yang dipakai untuk menyiram rumput-rumput dilapangan itu, tiba-tiba saja menyala. Membuat mereka semua menjadi panik karena kebasahan. Arga tersenyum sambil melangkah pergi meninggalkan tempat itu. Hatinya terasa sangat puas karena sudah membuat Pak Sammy tersiksa.
.
.
BERSAMBUNG.
Gedung pencakar langit, ANTARA GROUP FOOD pukul 9 malam. Tepatnya didalam ruang tim peneliti. Semua anggota tim baru saja menyelesaikan pekerjaan mereka masing-masing. Bersamaan dengan Bu Dewi yang baru saja kembali dari ruang laboratorium dan berjalan kearah meja kerjanya.
“Semuanya, karena hari ini adalah ulang tahun Berlyan, saya sudah membuat reservasi di Kedai Bibi. Untuk acara makan malam tim kita. Kedai kesukaan Berlyan!” ucap Bu Dewi sembari menunjuk Berlyan yang tengah berada dimeja kerjanya.
“Horeee!” seru Rina girang.
“Baiklah, sudah lama kita tidak makan bersama,” sahut Pak Galang yang saking senangnya sampai mengangkat kedua tangannya.
“Hehehe, kalian tidak perlu melakukan halini untuk ulang tahunku, terima kasih!” ucap Berlyan tersenyum getir kepada anggota timnya.
“Hei, apa yang kamu bicarakan? Tim harus selalu kompak,” tutur Pak Galang.
“Tapi kamu yang traktirkan,” lanjutnya.
Berlyan melipat bibirnya dan tersenyum getir. Dia sudah paham betul ujung-ujungnya pasti akan seperti ini. Akan tetapi mau bagaimana lagi dia sebagai seorang junior tidak bisa menolak ajakan Bu Dewi dan Pak Galang.
Drrt drrt drrt.
Berlyan meraih ponselnya yang bergetar diatas meja kerjanya.
“Selamat ulang tahun!”
“Berlyan kalau bisa kamu mampir ke restoranku, ada yang mau aku berikan padamu.”
Begitulah isi pesan dari seorang teman pria Berlyan diponselnya. Berlyan termangu setelah membaca pesan tersebut. dia pun menggeser kursi kerjanya yang memiliki roda itu kedekat meja kerja Bu Dewi.
“Bu Dewi, maaf sebelumnya, tetapi sepertinya aku tidak bisa mengikuti acara makan malam hari ini,” ucapnya berbisik.
“Kenapa? Ada apa memangnya?” Bu Dewi menatapnya penuh menyelidik.
“Apakah karena seorang pria?” lanjutnya sembari tersenyum menyeringai.
“Bagaimana kamu bisa tahu?”
“Tentu saja aku tahu, karena matamu yang redup tiba-tiba bersinar,” jelas Bu Dewi membuat Berlyan tersenyum.
“Okay, tidak masalah pergilah,”ucap Bu Dewi santai sembari mengedipkan mata kirinya.
“Makasih, Kammu memang yang terbaik Bu Dewi!” Berlyan pun kembali menggeser kursinya ketempat semula.
“Tampaknya kita akan merayakan ulang tahun Berlyan tanpa dirinya,” jelas Bu Dewi kepada Pak Galang dan Rina.
“Eh kenapa begitu?” tanya Pak Galang kaget.
“Pelantikan tanpa Presdir, dan pesta ulang tahun tanpa orang yang berulang tahun? Ada apa dengan hari ini sebenarnya?” imbuh Rina sembari menatap Pak Galang.
“Iya Rina benar, ini seperti sedang merayakan acara Thanksgiving tanpa hidangan kalkun,” protes Pak Galang sambil menatap Berlyan dengan wajah kecewa.
“Maafkan aku, karena ini sangat mendesak. Aku janji akan mentraktir makan malam lain kali!” jawab Berlyan tersenyum canggung karena merasa tidak enak.
“Sekali lagi maafkan aku ya!” Berlyan pun segera membawa tasnya dan keluar dari ruangan itu.
Berlyan menggunakan kereta cepat untuk menuju restoran temannya tersebut. Tapi ponselnya tiba-tiba berdering, dia pun segera merogoh saku jaketnya dan mengangkat panggilan tersebut.
“Halo?” ucapnya dengan suara setengah berbisik karena sedang berada di keramaian.
“Hari ini aku sangat sibuk sekali, jadi tidak bisa menemuimu di hari ulang tahunmu. Jadi apa rencanamu hari ini sayangku?” sahut seorang wanita yang berada diseberang panggilannya.
“Dimas ingin bertemu, jadi, aku sedang di perjalanan untuk menemuinya,” jawab Berlyan.
“Sebentar, Dimas? Kenapa dia memanggilmu di hari ulang tahunmu, setelah membuatmu bekerja keras untuk menu baru direstorannya?”
“Hei, itu bukan hal yang sulit, aku menikmatinya dan banyak belajar saat membantunya,” Berlyan tersenyum menatap bayangan dirinya dari kaca jendela kereta cepat.
“Astaga, kamu benar-benar sudah tergila-gila kepada Dimas.”
“Apa-apaan sih kamu Hana? Bukankah kamu yang menyuruhku untuk membuka hati kepada Dimas?” Berlyan berusaha membela dirinya sendiri.
“Yayaya, terserahmu saja! Namun, Dimas bukan tipe pria yang mengingat ulang tahun. Kenapa dia...,” kata-kata wanita bernama Hana itu mengambang.
“...astaga, tidak mungkin!” cetusnya kemudian.
Berlyan tersipu wajahnya memerah. “Tidak mungkin apa?”
“Jangan-jangan apa kalung saat itu adalah hadiah ulang tahunmu?” Suara Hana menjadi sedikit antusias.
“Kalung?”
Berlyan pun teringat akan hari itu. Saat dia sedang berada di restorannya Dimas, untuk mencoba beberapa menu baru disana. Hana tiba-tiba datang dari arah dapur sambil membawa sekotak perhiasan kecil berwarna hijau.
“Woah, kenapa ada kalung disini?” katanya sambil memamerkan isi kotak tersebut yang ternyata adalah sebuah kalung yang indah.
“Mungkin seorang tamu yang meninggalkannya,” jawab Berlyan yang tengah mengunyah makanannya.
“Lihatlah, bahkan ada sertifikat keasliannya!” decak Hana yang semakin mengorek isi didalam kotak tersebut, sembari duduk di bangku yang ada dihadapan Berlyan.
“Woah, luar biasa! Ini batu merah delima!”
“Merah delima? Bukankah itu batu kelahiranku?” Berlyan masih sibuk menyantap makanannya dan tidak menghiraukan Hana.
“Apa pacarnya lahir di bukan Januari? Kau ingat model asing itu?”
“Dia pulang ke negaranya setelah Dimas menolaknya.”
“Kalau begitu, apa reporter yang menulis artikel tentang restorannya?”
“Dia menggoda Dimas, tetapi berhenti karena hanya dianggap teman saja.”
“Pembuat konten YouTube!” teriak Hana.
“Dia menyatakan cinta di siaran langsung...,” sahut Berlyan dengan santai.
“Oh iya aku ingat, lalu dia ditolak secara langsung oleh Dimas, benar kan!” lanjut Hana.
“Jadi mungkin itu adalah hadiah ulang tahunmu.” Hana menyerah untuk menebak siapa pacar Dimas.
“Benarkah? Coba lihat?” Berlyan jadi tertarik saat mendengar perkataan Hana.
“Tidak! Ini terlalu mahal untuk seorang teman.” Hana langsung menutup kotak perhiasan tersebut saat Berlyan hendak meraihnya.
“Benarkah?” Berlyan berwajah masam menatap Hana.
“Iya...”
Berlyan pun menoleh kearah kanannya pada saat yang sama ada Dimas yang sedang melayani pelanggan sambil tersenyum ramah. Membuat Berlyan sedikit termangu, hingga terlintas di dalam benaknya, “Apakah aku harus membuka hati kembali untuk seseorang?”
Kembali kedalam kereta cepat.
“Tidak salah, pasti benar!” seru Hana di seberang panggilannya.
“Kalung itu memang untukmu!” lanjutnya dengan sangat antusias.
Membuat senyum dibibir Berlyan merekah saat itu juga. Wajahnya juga merona merah muda. Sudah lama rasanya dia tidak merasakan jantungnya yang berdebar lagi setelah patah hati.
“Tidak mungkin, katamu kan itu terlalu mahal untuk diberikan kepada seorang teman,” ucap Berlyan dengan sedikit merendah dan tidak mau terlalu berharap.
“Bayangkan jika dia ingin berpindah dari stasiun persahabatan ke kereta pacar?” goda Hana.
Berlyan tersenyum mendengarnya.
“Bagi yang akan berpindah ke kereta nomor 6, silahkan turun distasiun berikutnya. Pintu keluar ada disebelah kanan gerbong.” Suara pemberitahuan dari kereta terdengar.
Berlyan pun menutup panggilannya dan segera turun dari kereta tersebut.
.
.
Disisi lain, di area parkiran B1 gedung pencakar langit ANTARA GROUP FOOD. Arga memarkirkan mobilnya dilobi parkiran itu, yang nampak sudah terlihat Rey yang menunggunya.
“Apa acara pelantikannya sudah diurus?” tanya Arga pada Rey selagi berjala menuju lift.
“Ya, sudah dibereskan dengan baik,” jawab Rey.
Kini mereka sedang berdiri didepan lift menunggu pintu lift tersebut terbuka.
“Bagaimana dengan Ketua Pimpinan?” tanya Rey yang sedikit khawatir, tapi Arga hanya tersenyum menanggapinya.
Saat pintu lift terbuka. Suasana menjadi menyeramkan bulu kuduk Arga dan Rey berdiri seketika itu juga. Saat melihat Kakek Yaris sudah berdiri menunggu mereka didalam lift tersebut dengan senyuman yang menyeringai.
“Oh dasar berandal gila!” sungut Kakek Yaris sembari menunjuk Arga memakai tongkatnya.
“Kakek suruh kamu datang ke acara pelantikan, tapi kamu malah tidak datang,” omel Kakek Yaris kemudian.
“Kakek minta kamu menemui Kakek dirumah, tetapi malah di kantor!” Kakek Yaris sudah tidak bisa menahan diri lagi, akhirnya ujung tongkatnya menyundul bokong Arga.
Tapi pria itu malah hanya tersenyum.
“Kamu bertekad untuk menjadi cucu yang pembangkang ya kan!” lanjut Kakek Yaris.
“Tentu saja tidak. Aku hanya terlalu sibuk hari ini,” jawab Arga dengan santai.
“Kamu itu baru saja kembali ke Indonesia hari ini! apakah tidak bisa istirahat walau sehari saja?” Khawatir Kakek Yaris pada kesehatan cucunya.
“Iya tidak bisa! Karena banyak yang harus aku bereskan,” teguh Arga.
Drrt drrt drrt.
Ponsel Kakek Yaris pun bergetar.
“Astaga apa lagi ini?” Kakek Yaris merogoh sakunya mengecek tanda getaran tadi.
“Ah kenapa Pak Sammy terus menelponku?” keluh Kakek Yaris.
Arga melirik kebelakangnya ke arah Rey. Rey berjalan tegak sambil menarik nafasnya.
“Jadi apa yang harus kamu bereskan? Bukankah perusahaan ini bergerak dengan lancar. Kamu hanya mencari-cari kesalahan saja kan! Kamu pikir hanya kamu yang pintar di dunia ini?” gerutunya.
“Apa Kakek baru sadar sekarang? Bukankah Kakek Tahu aku tidak pernah gagal dalam sebuah proyek?” sahut Arga dengan pecaya diri, “Proyek kimciku juga sukses di luar negeri.”
“Ya, Kakek sudah sadar. Karena itulah kutugaskan kamu menangani proyek yang sangat besar,” tutur Kakek Yaris.
Arga mengerutkan dahinya dan mendekat kearah Kakek Yaris dengan wajah penasaran.
“Proyek macam apa itu?” tanya Arga.
“Eehh...,” gumam Kakek Yaris yang canggung untuk menjawab sembari menatap Rey dan Arga secara bergantian.
Dia pun mengangkat tongkatnya dan mengarahkannya didepan wajah Arga.
“Proyek....”
“...PERNIKAHAN!” tuturnya kemudian.
“Pak Pimpinan? Apa anda akan menikah?” tanya Rey mendekat.
“Bukan aku!” pekik Kakek Yaris.
“Tidak mau, terima kasih. Aku masih terlalu muda untuk menikah!” tolak Arga mentah-mentah.
.
.
.
BERSAMBUNG.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!