NovelToon NovelToon

Lotus Age: A Crown Prince

Prolog

"Jayakarta, kota emas di Nusantara pada masanya. Semua koneksi terputus dari kota itu, kearoganan penduduk kota kini terbayar dengan sebuah wabah.

Wabah yang mematikan, yang tidak ada obatnya bila terkena sekali, wabah itu .. Mereka sendiri yang buat...'Zepp'..", Siaran hologram itu tiba tiba saja dimatikan.

"Evolusi? Evolusi lagi!?", keluh seorang pria, dari kegelapan pantulan cahaya dari sabuk perban yang ia pakai menjadi satu satunya penerang.

Rupanya ia yang mematikan siaran itu karena kesal, dari senyap sunyi di jalan besar yang gelap itu kekesalannya menonjol dengan jelas.

"iya,..kita jangan kasih tau yang lain, nanti kerja mereka terhambat", ucap seorang gadis yang keberadaannya tidak terlihat tertutupi bayangan .

"bagaimana dengan kita? Apa proyek to survive kita akan berhasil?" ia bertanya lagi.

"Sejujurnya Danish..", selanjutnya gadis itu membisikkan sesuatu pada pria yang ia panggil Danish.

".. Tolong jangan kasih tau siapa siapa ya?".. pinta gadis yang dipanggil Nara itu.

"Apa?!!", pekik Danish, ekspresi wajahnya beku seakan tak percaya.

"dibilangin juga!, diam!", bisik Nara dengan nada tinggi. Tetap saja, Danish seakan akan tidak percaya dengan apa yang didengarnya, "la-lalu..bagaimana dengan..".

Anak perempuan itu terdiam sejenak, senyum jahatnya adalah satu-satunya reaksi yang ia tunjukkan.

"Kau tahu, itu semua sangat konyol, coba tebak kenapa aku menamai proyek ini to survive dengan konyolnya.", ujar gadis yang pendek itu dengan nadanya yang meremehkan.

"nggak mungkin..kau cuma ngingau saja kan..?", tanya danish dengan nada yang masih meragukan apa yang baru saja ia dengar.

Rasa hormat dan tidak berdaya datang dari Danish, ketika anak perempuan itu menggelengkan kepalanya tanda bukan.

Tidak ada lagi yang bisa pria itu lakukan bila pemimpin dari kiamat yang tidak ada obatnya itu sudah telah memutuskan.

"Ah, baiklah, aku mengerti Nara. Tak akan ku beritahukan pada siapa siapa." Ucap Danish meyakinkan.

"Aku percaya padamu, Danish.. " Gumam Nara pelan.

"Aku tahu..", dari belakang, Danish diam diam tersenyum licik dan tangannya mengisyaratkan sesuatu.

Dan Nara yang sudah menduga ini akan terjadi, "Aku juga.. ", hanya melanjutkan kalimatnya.

'trek'

'dash', lampu disekitar mereka seketika menyala.

"Kalian semua lihat, kan?! Orang ini adalah penghianat kita!" seru Danish terhadap orang orang yang ternyata sedari tadi berada disitu, bersembunyi pada kegelapan.

Mereka semua melihat dan mendengar apa yang terjadi sedari tadi. "Nara..ada sesuatu yang harus kau jelaskan pada orang orang ini, Ayo!".

"Nara.. Dia betulan..",

"ternyata dia berbohong pada kita",

"selama ini..",

dan kata kata lain yang saling berbisik dari orang orang disana, semua orang beralih pihak dari Nara.

"Hah, sudah kuduga dari sekelompok orang tidak tulus seperti kalian. Apa yang bisa aku harapkan?", Ucap Nara dengan tenang tapi semua orang bisa mendengarnya.

Dan ekspresi orang orang bergaya cyberpunk itu di bawah sinar lampu neon makin menjadi, dan Nara yang asalnya tidak memikirkan itu harus memulai balada miliknya.

"Semakin banyak dari kalian yang pakai perban, kalian pikir aku tidak akan tahu? Luka kalian semuanya diregenerasi , kan?", tanya Nara dengan nada yang tanpa harapan menjadi petunjuk bagi pemikiran sempit semua orang yang terlanjur membencinya.

Dengan kalimat yang seperti itupun, sekelompok manusia yang tersisa di kota itu masih saja pada pendiriannya yang kecewa terhadap Nara.

Mereka sendiri tidak akan mendengarkan atau membiarkan Nara menjelaskan, diantara jembatan kekecewaan dan kasih sayang hanya itu yang Nara tahu.

Dengan kata lain, semuanya telah berakhir bagi karirnya yang sukses di ujung kehidupan Kota Jayakarta.

"Kalian semua sangat lucu, jadi siapa yang harus kecewa? Aku kan?", Tanya Nara, hanya untuk mendapati dirinya dikepung bukan untuk ditanyai.

Orang orang tidak mungkin lagi mendengarkannya, tapi Nara hanya memastikan untuk memiliki waktu bagi dirinya dan menjelaskan kebenarannya pada semua orang.

Kenyataannya, sekarang hanya Nara yang tidak memakai perban untuk bagian tertentu tubuhnya, luka bakar di tangan dan leher ia biarkan begitu saja, Hoodienya yang compang camping cukup dengan jubah.

Apapun yang terjadi, Nara tidak bisa membiarkan frustasi dari keheningan manusia-manusia yang bisa berpikir dan menggunakan otaknya jika mendengarkan ucapan Nara.

"Mau mereka tidak begitu pun, kau tetaplah penghianat Nara, kata Danish idemu bohong kan?", ucap seseorang yang muncul dari kegelapan dan menapak dari belakang Nara.

Gaya manusia setengah robot itu sangat memuakkan bagi Nara, apalagi jika orang itu adalah seseorang yang ia kenal.

"matilah, dan jadi cyborg seperti kami... Annara Yoja. Sudah kuduga, tidak ada yang bisa mengalahkan kekekalan ini, fufu..." lelaki itu merangkul Nara.

Sebenarnya Nara sangat tidak menyukai nama itu, Yoja, hanya ada kenangan buruk yang ia dapat dari itu

Nara sedikit menambahkan "dan jadi anak kecil selamanya, begitu? Viantara Yoja?".

Terlihat Danish dan orang orang lain menyambutnya dengan hormat, kini terlihat dengan jelas wajah itu.

"saat aku berumur 12 tahun umurmu 16, dan sekarang kita sepantaran..", ucap Nara membandingkan.

"Bagus lah, kita bukan adik kakak lagi", Vian berkata dengan cepat.

"Duh, teganya..", lirih Nara. Bagi Nara, orang orang inilah penghianat yang sebenarnya.

Danish melangkahkan kakinya menuju Nara dan Vian, "Maaf tuan, tapi kami juga ingin berbicara pada Nara.".

Nara didorong begitu saja kearah Danish, dia langsung memilih kata, "yang tadi, kan? Yah.. tapi kalian sendiri pelakunya".

"tidak ada buktinya kalau kau menyadari ini dari tadi", Danish menolak alibi Nara.

"buktinya kalian jadi cyborg, berarti betul dong proyek ini tak akan selesai oleh kalian", ungkap Nara.

'tsk', Danish yang memang dari awal terobsesi untuk menjadi pemimpin 'orang orang ini', satu satunya kelompok yang tersisa, semuanya seperti keluarga disini.

"Aktingmu juga bagus kok, Danish" Nara menambahkan.

"yah, saling berhianat dong", Vian berkata dari jauh sambil terkekeh.

"lah, sampai sekarang pun cyborg belum bisa keluar kota kan? Mampus, kalian bakal habis dinuklir Korea Utara!", Bentak Nara pada Vian

"hush, diam saja. Kau tidak perlu khawatir soal itu, khawatirkan saja dirimu sendiri." Ucap Vian sambil menunjuk Danish yang parasit cyborgnya diaktifkan olehnya.

Tampaknya Vian memang orang berpengaruh, kenyataanya memang bocah lelaki berumur 15 tahun itu bisa mengendalikan parasit aneh itu sesuai keinginannya.

"henaba hahu?"(kenapa aku?), tanya Danish, padahal lidahnya sedang digantikan dengan kabel.

"Mikirlah, masa, aku cium mantan adikku?", Vian menjawab secara asal.

Nara kesal sekali mendengarnya, tapi kapan lagi ia bisa merencanakan sebuah balas dendam yang sempurna?

Tentu saja saat mengalami alasan balas dendam itu, lakukan saja sesuka hatimu, itu yang akan menjadi inspirasi.

"Hau hayah sehahai hehimmin Naha" (kau payah sebagai pemimpin Nara), ucap Danish memegang erat pundak Nara.

"ihh, jorok! Lagian aku cuma ngasih usulan aja tauk, kan kalian sendiri yang ngikutin aku"

Nara berusaha mendorong Danish, tapi seluruh tubuhnya sudah beregenerasi menjadi kawat, sehingga menjadi sangat keras.

Tentu ini diluar dugaannya, akhirnya ia merasa ada sesuatu yang ia tahan tahan dan harus disalurkan sekarang.

"Duh, aku mau ngomong sesuatu dulu padahal, tapi telat banget deh kalau sekarang"., gumam Nara.

"nanti aja ngomongnya kalau udah jadi cyborg, sistem kami sudah lapar lagi soalnya..". ucap Vian sambil mengunci kepala Nara supaya terus menghadap kabel Parasit itu.

Benar, cyborg-cyborg ini pikirannya saling terintegrasi. Pikiran mereka aslinya terfokus pada kabel parasit tadi, yaitu memakan sistem asli manusia yang terdapat di otak dan organ manusia yang asli.

"tunggu! Tunggu, aku mau bilang, proyek to survive asli nya berhasil!"

"Ya?!". Semua orang disana bereaksi

"Benar, proyek konyol itu.. Adalah bentuk rasa kesal dan kekecewaanku pada kalian."

Parasit yang bergeliat mengarah arah untuk menyerang Nara tadi pun jadi diam mengikuti ketidak stabil sistem berpikir Vian yang keheranan.

Rasa sunyi dan sepi itu makin kentara, mengguncang hati Nara yang sudah tidak stabil sedari awal.

"Sejak pertama aku melihat kalian merangkak padaku dalam keadaan terluka dan butuh perlindungan, aku tidak menatap kalian dengan rasa jijik dan benci." Lanjutnya, kini ia tidak ragu untuk menatap wajah seluruh pengkhianat yang sebenarnya.

"Nara.. Kami tahu, tapi..", ucap salah seorang di sana, tapi delik tajam Nara menghentikannya.

"Tapi semua itu harus berubah, kalian tidak tahu seperti apa rasanya terkurung di kota dan dipisahkan dari dunia tapi setelah itu aku harus tetap merasakan rasanya terkurung dalam duniaku sendiri dimana tidak ada fakta bahwa..", ketidakstabilan Nara mulai mempengaruhi suaranya.

Dalam sekejap Nara membuat semua orang merasa gugup dengan apa yang akan dikatakannya.

Padahal ini tidak ada dalam naskah kudeta mereka yang sempurna, keroyokan saja sudah mereka kira lebih dari cukup.

"ba-bahwa apa?", Vian yang tidak tahu menahu, tidak bisa mengikuti alur pembicaraannya.

Samar,samar artikel dari molekul udara yang sudah tercemar berkumpul dengan padat di sekitar kepalan tangan Nara yang erat.

"kalian tidak bersamaku dari benak kalian!"

'ngiing"

Begitulah sekumpulan molekul yang terpengaruhi ketidakstabilan Nara menyanyikan derit lagu yang menderita.

Yang menunjukkan amarah dan kasih sayang menjadi satu, obsesi yang buta bagi Nara.

"kenapa? Aku melakukan ini untuk melindungi kalian?!", jerit Nara tanpa kesadaran penuh pikirannya.

Nara harusnya berada pada sisi yang paling lemah dari dirinya sekarang, harusnya idak ada lagi flying code yang bisa ia lakukan pada molekul dikarenakan stress berat yang ia dapat.

Vian yang berada paling dekat dengan Nara menjadi yang paling panik melihat kebangkitan yang tak ia sangka sangka itu.

Hal ini membuat Danish kehilangan kendali atas parasit itu dan kehilangan banyak darah.

"Danish!" , semua orang berteriak karena mengkhawatirkan pria yang mereka sayangi itu.

Di sisi lain Nara cukup membumi hanguskan parasit jelek itu dalam sekejap dengan molekul khusus yang ia kumpulkan.

'bum!' katanya, dan semua orang mengalihkan lagi pandangannya pada sang maniak yang baru.

Dan maniak itu bercengkrama dengan dirinya yang baru, menikmati kekuatan sementara dari kegilaan yang mengangkat pikiran negatif itu.

"Lihatkan? Betapa buruknya menjadi parasit, biar aku bantu kalian sekali lagi, Mulai sekarang hanya akan ada ledakan!", seru Nara, ia menjadikan kematian danish sebagai contoh bagi semuanya.

"Ada apa ini?! Jelaskan padaku kenapa kekuatannya muncul lagi!!", bentak Vian pada salah satu manusia setengah robot lainnya di sana.

"Ti-tidak tahu tuan..", jawab orang itu lirih.

"Duh, aku juga tidak tahu, yang penting kita harus menghentikan bocah gila itu sekarang juga.-"

'Duaaar, boom, boom kaboom',

Perintah dari bocah lelaki itu terhentikan, begitu pula kehidupannya.

Annara the flying code yang genius dalam bidangnya itu, dengan sekejap menghancurkan setiap mesin yang ada di kota itu.

Dengan ledakan yang bersautan, orang orang dengan otak yang belum disintegrasi bersama parasit masih bisa bernapas dengan luka organ dalam yang terbuka menjadi pemandangan paling mencolok di Kota itu.

"boom!" ledakan terakhir diluncurkan.

Banyak orang orang yang menjadi cacat dan meninggal, tidak bisa bergerak saat ini.

Nara pun terluka berat di rahangnya yang merapal dengan keras, jantung dan otak yang menerima perintah itu hampir gosong.

Semuanya terluka, tak ada yang siap untuk menghadapi.. Evolusi.

"yah.. Rakyatku yang berharga.. Maafkan kesalahan pemimpinmu ini..", sosok pria dengan baju batik dan warna kulit yang aneh bersimpuh dihadapan Nara.

"tidak apa Indra.. kau tetaplah presiden Nusantara yang terbaik.." ucap seorang wanita yang muncul dengan warna yang aneh sambil menepuk nepuk bahu Indra.

Nara berpikir, kenapa seakan akan.. Mereka semua.. Adalah 'hologram.' Seperti siaran hologram tadi yang memerlukan akses khusus.

Tidak ada kata kata atau pikiran lain, kalau Nara berpikir lagi kepalanya sangat sakit.

"Tunggu, tapi ini sangat sakit!"

"ini tidak mungkin, padahal koneksi di Jayakarta sudah diputus, hologram ini sifatnya online, jadi memerlukan koneksi Internet", pikir Nara sambil meringis menahan sakit di kepalanya dan badannya yang tertimpa reruntuhan mesin rongsok.

Vian juga ikut muncul. Tiba tiba dari sparepart mesin nya yang hangus, ia kembali sebagai hologram, yang memadatkan partikel disekitarnya, sehingga berbentuk fisik baru.

Itu aneh sekali, karena mirip sekali dengan cara yang Nara lakukan untuk mengendalikan molekul seperti penyihir.

Hanya saja ia melakukannya dengan cara, bahan, dan hasil yang berbeda.

"yah.. tinggal dimakan lagi saja, kan?", vian mendekati Nara dengan air liur di mulutnya, sebelum akhirnya ditepis oleh wanita itu yang adalah ibunya, 'dulu'.

"Duh, jangan yang ini! Dasar!" pekiknya pada Vian. Ia mendekatkan dirinya pada Nara, "duh.. Sakit ya,? sayang..", menaikkan kepala putrinya itu ke pangkuannya.

"i..bu..", lirih Nara.

Persembahan

 "I..bu..", lirih Nara, tatapannya pada wanita yang ia panggil ibu itu tidak bisa dijelaskan.

Sebagian besar api yang menyala hilang seketika, orang ini adalah penghianat pertamanya, penyebab sebagian besar traumanya.

"sekarang umurmu berapa? Diatas 15 tahun, kan?", tanya wanita dengan dress merah itu pada Nara..

"18 tahun, bu..", sela Vian membantu menjawab.

"umurku saja dia tidak ingat", pikir Nara.

Rasa sakit di kepalanya tak jua hilang, malah semakin memburuk seiring dengan berjalannya waktu.

Wajar saja ia jadi begitu, karena Nara baru saja memakai flying code dengan emosi yang tidak stabil.

Padahal itulah hukum yang ia sendiri harus taati, kini alam harus menghukumnya.

'Ibu', mengusap usap rambut Nara, dengan penuh kasih sayang hingga membuat Nara yang tengah sekarat menjadi merinding.

"tenanglah.. Sebentar lagi semua rasa sakit ini akan hilang, karena..-", ucap wanita itu lirih sebelum kata katanya terpotong oleh seorang Pria berkemeja batik ungu.

Suasana itu pecah seketika, ketika Indra menaruh sapu tangannya di wajah Nara.

"Wah~ ini tumbal kita, nona Yoja?", tanya Indra yang sedari tadi hanya memperhatikan dan bersimpuh mulai berbicara.

"ah.. Maaf tidak sopan, karena sepertinya..'dia' telah tiba", ujar Indra sambil melipat lengan baju Nara sembari bicara.

Tentu saja gadis itu menolak untuk tetap diam di tempat orang-orang yang lebih gila darinya itu berkumpul.

Dengan seluruh tenaganya yang ia kerahkan untuk bisa bangun dari pangkuan wanita terkejam baginya, tak ada satu pun yang berhasil.

Yang ada rasa sakit itu semakin menjadi sehingga mempengaruhi molekul cahaya sekali lagi.

'prang!'

Itulah bunyi dari hancurnya kacamata bulat yang selama ini menemani perjalanan hidup Nara.

Nara merasa seharusnya ia tak menunjukkan sisinya yang ini, dia harusnya berdiri dengan tegap bertumpu pada kakinya meski harus dipanggil...ehh, sesuatu.

Menunjukkan pada semua orang kalau dia ini tidak terpengaruh oleh apapun, meski itu menyakitkan.

Indra yang melihat pecahan kaca di wajah Nara hanya menggelengkan kepalanya seperti seseorang ayah dan sibuk membersihkan darah dan debu dari tubuh Nara.

"Jangan bergerak.", ancam Indra.

Kelakuan para berdasarkan ingatan pemilik tubuh yang asli, tidak bisa ditiru sepenuhnya oleh AI.

"Kau harus terlihat bagus..Sebentar lagi kita akan bertemu 'dia'..".

Indra benar benar merapikan baju Nara dan membersihkan darah dari lukanya, persis seperti seorang ayah yang melakukannya.

Ai itu sangat menakutkan.

Apalagi sekarang ada ingatan dan secuil kekuatan, kecerdasan, kepemimpinan, ambisi dan kreatif nya Indra yang menggegerkan dunia.

"Jangan repot-repot Indra..", lirih sang ibu tanpa niat untuk benar benar melakukannya.

"Sangat disayangkan.. Kau ini berbakat, mengingatkanku pada putriku-" , Indra menggenggam tangan Nara kuat kuat, "tapi, kami tidak punya banyak waktu."

Siapakah 'dia'?

Indra berdiri, dan celah pada kakinya mengungkap keadaan kota yang hancur, darah, dan lingkaran aneh di sekitar Nara. Keberadaan Vian dan ibunya disini membuat Nara merasa bahwa itu adalah ulahnya.

"Maaf.. Semuanya, maaf".

"Kacau deh, lain kali jangan begini lagi ya.., kalian..Sedikit terlambat.. Tapi Tuan Azazel masih memberikan toleransi..". ucap seseorang yang baru saja tiba.

Dari arah mata Nara, ia hanya bisa melihat pemandangan mengerikan itu. Tidak bisa ia melihat sosok dibelakangnya yang baru saja tiba, apakah itu.. 'dia'?

Tapi, dari tempatnya Nara bisa mengetahui bahwa 'dia' datang sendirian, ia berpikir kalau sosok itu adalah dalang dibalik tersambungnya koneksi internet di Jayakarta, atau mungkin.. hal lain?

..

Mata Nara rasanya mulai berat, tangisannya mulai mereda, kepalanya pelan pelan diturunkan dari pangkuan ibu nya. Gadis dengan luka parah di kepala itu mengenali suara sesamanya, "jadi dia..", gadis itu memastikan kondisi Nara. "Goodjob, anak ini masih hidup", ucap gadis itu.

Tangannya terasa sangat dingin, bisa dipertanyakan apakah orang ini manusia atau bukan. Membuat Nara, bergidik, saat gadis itu memeriksa denyut nadi Nara.

"Maaf..Nona, saya ingin bertanya mengenai deadline persembahan yang dimajukan. Kalau boleh tahu.. kenapa?", Indra bertanya dengan sopan. "Sesuai mood ku saja", gadis itu menjawab dengan ketus.

"oh, iya.. persembahan-persembahan ini.. selanjutnya tidak bisa dikirim lewat parasit lagi, makan lah seadanya, lalu kirimkan lewat ritual setiap beberapa Minggu sekali di hari Jum'at", tambahnya.

Hanya itu yang Nara dengar, sepertinya kata kata gadis itu tidak bisa ditentang.

"Setelah ini aku boleh minta otaknya kan?" , suara Vian menggangu situasi mencekam ini.

"Semua ini milik tuan Azazel!", desis gadis itu. "Diamlah, saya sedang berbicara dengan 'beliau'", lirihnya, keadaan pun hening lagi.

"A-apa, katanya? Nona..", ibunya Nara yang bertanya. Tidak ada yang menjawab. Nara sudah bersiap siap, saat ia merasakan langkah kaki gadis itu ke arahnya. "Nara.. Itu namamu, kan?", ia bertanya.

"Tidak usah menjawab.. Aku paham betul akan sakitnya sekarat itu." Gumamnya, pelan pelan ia menurunkan dirinya, berlutut supaya sepantar dengan Nara yang kini terbaring lemah di tanah tanpa alas.

Saat ini Nara si baringkan menghadap kiri, gadis itu ada disebelah kanannya, Nara kini harus bertumpu pada fakta bahwa gadis pemuja iblis itu tak bisa melihat wajahnya dari sana.

"kau- uph..", ucapnya, namun kalimatnya terpotong karena Kepala Nara mengenai wajahnya saat ia bangkit.

Tapi hanya begitu saja, dan Nara langsung meringis kesakitan.

Bagaimana tidak? Kepalanya sebagai inti rasa sakit di adukan dengan milik orang lain yang sangat keras.

"kurang ajar!", Gadis itu hendak meraih jubah Nara yang lebih bersih dari miliknya.

Tapi Nara tak bergeming dari tempatnya, ia malah komat kamit dan dengan sedikit usaha tangannya bisa ia gerakkan.

"Shield". Partikel disekitarnya memadat dan membentuk sebuah tameng tipis yang kuat.

''puff!', 'si dayang iblis' dengan niatnya yang luar biasa untuk menghancurkan Nara, tapi kalah dengan padatnya polusi Metro Jayakarta.

Nara sedikit puas melihat wajah gadis itu yang menabrak Shield semi-transparan miliknya.

Kali ini ia sudah bersiap dengan sebuah belati yang bentuknya aneh, apa dia pikir bisa menghancurkan Nara dengan itu?

"wah.. Aku sudah lihat dua kali, tapi ini benar benar hebat! Hebat Nara, hebat!..", Nara sedikit tertegun dengan perilaku Indra yang kegirangan seperti anak kecil.

"Apaan?!" , hingga dengan agresifnya Nara menyerang duluan pada gadis itu dengan duri duri yang muncul dari aspal v.2.

Dan dengan mudahnya serangan itu dihindari dan gadis itu menyerang balik dengan belati kecil bermotif tengkorak ditangannya.

"Heh, tidak akan tembus", pikir Nara dengan sedikit berbangga, sebelum kemudian ia menyadari bahwa tusukan belati ini di tekan tanpa minimal usaha dan tidak bergerak dari tempatnya.

Apa yang iblis ini lakukan? "Saka", seketika mantra itu dirapalkan, tameng itu langsung hancur berkeping keping dan belatinya tembus nyaris mengenai jantung Nara.

'Jleb', tapi pada saat yang sama Nara menusukkan pedang panjang ke pinggang gadis itu.

Tapi kenapa.. Kenapa Nara tak bisa bergerak, sedangkan gadis itu berdiri dengan kokoh menyerang Nara bertubi tubi tanpa kesulitan.

Apa nara selama ini kurang berusaha? Apa nara ditakdirkan untuk berkorban tanpa balas jasa? Saat itu Nara tidak mengerti.

Maksudnya apa?

Beberapa saat kemudian, Nara merasakan sesuatu yang aneh terjadi pada dirinya.

Tubuhnya diam, kaku. Tapi sudut pandang nya sedikit lebih tinggi, ia merasakan tangan yang sangat besar, lebih besar dari dia menggenggam dirinya.

Bukan! Bukan tubuhnya, wujud Nara yang sekarang adalah serpihan dari sesuatu yang sangat dekat dengannya.

"Sungguh, warna jiwa yang unik!", gumam gadis itu sebelum mengembalikan Nara ke tubuhnya. Tidak memberi tahu warna apa yang ia maksud.

Rasa sakit itu kembali merasuki tubuh Nara, sakitnya orang yang sekarat. "Nara.." Panggil gadis itu. "..tuan Azazel bilang..kau..".

Dan untuk pertama kalinya, manik mata Nara bertemu dengan dia. 'deg'. Mata itu seakan bergetar tanpa henti, "Milikku."

Seketika, lingkaran aneh berwarna merah yang mengelilingi tubuh Nara Menyala nyala dan berubah hitam."panas!". Sekujur tubuhnya seakan akan dibakar panas dari tanah yang tidak bisa dijelaskan, membuatnya sejenak melupakan kehadiran gadis yang tadi.

"absorb.", katanya, ia seakan merapalkan sesuatu, tapi tak ada yang terjadi. Yang ada tanahnya makin panas tanpa terjadi apapun pada tubuh Nara, "yah.. Tadi ada kesalahan", gumam gadis itu.

Ia mengulang lagi yang tadi, "Absorb". Tangannya yang semula diletakkan kuat kuat di leher Nara sedikit bergetar sebelum seakan menempel dengan kekuatan magis.

Nara bergidik sekali lagi saat menyadari bahwa tubuhnya mulai 'diserap' oleh sesuatu, terbukti oleh kaki Nara yang perlahan lahan menghilang, dan efek menghilang itu perlahan naik hingga mencapai kepalanya.

"Apa yang bisa menggambarkan situasi ini dengan pasti.. Ah, ya.. Sakit, dan sedih setelah kehilangan semua bagian tubuhku yang dulu..", Nara bergumam dengan lirih dalam bentuk jiwanya. Kini, ia pun masih berada di genggaman gadis itu dan, 'krek'.

Seakan belum puas menyerap tubuh Nara, ia 'menggigit' jiwa Nara dengan 'taringnya' yang harusnya tidak ada disana. "Ini mimpi saat demam saja kan? Tidak mungkin ini semua nyata".

Disekelilingnya, jiwa Nara bisa melihat jiwa lain dengan ragam warnanya pada setiap mesin dan hologram cyborg, tapi hanya sepotong kecil dari bentuk yang seharusnya.

Jiwa Nara pun hanya disisakan seperlimanya, sebelum ditarik masuk kedalam void.

Samar samar dari luar Nara bisa mendengar suara yang lebih asing lagi, "Kenapa gak kau habisin?(hoo) Itu kan hadiah dariku." Ucap suara lelaki muda yang sedikit bercampur dengan napas kambing?.

Gadis itu menjawab dengan cepat, "saya menyisakannya sedikit untuk 'camilan', tuan."

Camilan? Apakah itu artinya mereka memakan jiwa? Apakah Nara sekarang hanya makanan simpanan?

"Yah,(hoo) sudahlah. (hoo) Itu hadiah jadi terserah penerimanya, (hoo) bersiaplah untuk pemuja yang selanjutnya." Perintah suara asing itu.

Tidak ada jawaban lagi, kini terdengar suara dari 'dalam' Void, "sebenarnya kata kata camilan itu agak.. Ah, sudahlah. Pokoknya kau tunggu saja dulu disini, nanti aku keluarkan", pinta suara yang sepertinya milik gadis yang tadi.

Entah sudah berapa lama melayang layang di dalam void, sepertinya waktu berjalan lebih lama di sini saat sendirian. Nara mulai mengingat ingat kenangan yang sebelumnya sudah ia lupakan, 'traumatis'.

"Kalau bukan neraka, aku gak tau lagi ini apa.. Memangnya aku ini jahat?." Gumam potongan jiwa kecil itu.

Sesaat setelah mengatakannya, seluruh keheningan itu pecah. 'Ilusi..', atau apalah, Nara sudah tidak mau tahu lagi.

Jiwa kecil itu tersapu oleh angin yang kejam di Padang pasir berhias kaktus dan debu, yang perlahan menghilang dari pandangan dan kini ia tersangkut di duri kecil sebuah bunga mawar.

Ia kedipkan matanya, sesaat bunga itulah yang berada dalam genggaman jarinya. Sesaat ia dalam kondisi terbaik tubuhnya, kakinya menyentuh hangatnya rumput dan ilalang panjang.

Perlahan lahan tanah yang tertutupi rumput itu mulai berlumpur dan basah, hingga menyerap Nara kedalamnya.

Tubuhnya pecah lagi berkeping keping dan menyisakan potongan jiwanya lagi, kali ini ia jatuh ke void, seakan akan gravitasi muncul di sini.

Kali ini ia pun jatuh diikuti ratusan kertas kertas kecil menghujam wajahnya dengan kecepatan tinggi . "Itu terlihat seperti remi".

Dan ditengah tengah jatuhnya Nara, ia mendengar suara gadis itu lagi, "Tidak, cukup ini yang jadi neraka mu, crimson".

"Eh, maksudku, Nara". Gadis itu terkekeh.

Hanya suaranya saja yang terdengar, tawanya yang tidak manusiawi, menjadi samar, ..samar, ..lalu menghilang.

"alarm rodent discussion.."

Secara alami lengan kecilnya bergerak dan mematikan alarm itu yang ada di meja belajarnya, masih dalam posisi berbaring.

Matanya membulat dengan sempurna, sesaat, Ia merasakan kembali sakitnya ketika tubuhnya 'diserap'. Tapi kini ia terbangun, berkedip beberapa kali sebelum akhirnya benar benar sadar akan sekelilingnya.

..

Sadar

Jam satu dini hari. Disaat semua orang tertidur dan beristirahat, Satu kamar dari rumah besar yang tidak terurus itu terang.

Rumah itu seharusnya ditempati oleh si mata biru, tempat ini yang diasingkan dari khalayak, satu kampung ini saling memaklumi.

 "Akira..Jujur pada kakak, akhir akhir ini kau kenapa?", tanya seorang lelaki dihadapan gadis yang ia panggil Akira, ia berlutut dan menggenggam kedua tangan gadis itu yang tengah duduk ditepi tempat tidurnya.

"Aku bukan Akira..namaku adalah..", balas gadis itu yang sebenarnya memiliki pecahan jiwa Nara.

"Adalah? Adalah siapa?", lelaki yang mengaku adalah kakak dari tubuh gadis itu bertanya lagi, ia terdengar frustasi.

 "Adalah..aku..adalah..", dia tak bisa menjawab, tidak pula ia melihat manik mata biru langit dari orang dihadapannya.

 Mata gadis yang dipanggil Akira itu bergetar tanpa henti, ada sesuatu..

..

Flashback...

..

"Crimson..", suara gadis itu masih menggema.

"Aaaakh!!", sesaat setelah ia terbangun, reaksi terkejutnya bukan main. Sekujur tubuh ini bergetar, kaget setelah dijatuhi pecahan jiwa Nara.

 Nara tertegun mengingat kejadian yang tadi. Napasnya berat tak beraturan, ia mencari cari bekas luka tembak di kepalanya dan bagian tubuhnya yang sakit karena tertimpa reruntuhan. Tapi tidak ada apa apa di sana.

 Yang ada hanyalah luka luka ringan dan lebam di tubuh yang ia tempati.

  Nara juga menemukan dirinya memegang erat box kecil berisi set kartu remi bermotif bunga mawar merah tua.

 kondisi tubuhnya berbeda dengan sebelumnya, mungkinkah ia selamat dan koma dalam waktu yang lama? Mungkinkah yang tadi itu hanya mimpi buruknya saja?

 Kalau iya, Nara melihat lihat disekelilingnya. Ini jelas jelas adalah kamar seorang murid teladan!

 Di zaman Nara, sudah tidak ada lagi sekolah sejak 2201. Semua anak belajar atas kemauannya sendiri dan bidang bakatnya, lalu tinggal bersama gurunya.

 Dan keberadaan Set kartu remi ini menjadi suatu pertanyaan, ini ada sejak sebelum bangun dan membuktikan kejadian tadi itu bukanlah mimpi belaka.

"haa..hah.. Dimana ini?", Nara dalam tubuh itu masih belum bisa berpikir dengan benar dan beradaptasi dengan udara disini yang begitu jernih.

"Ini berbeda dengan 'disana'..", pikirnya. Ia lalu tenggelam dalam dugaan dan pertanyaan di kepalanya, samar samar ia mendengar suara ketukan dari ruangan tidur yang kini ia tempati.

..

Flashback selesai.

..

 "Adalah.. Crimson..?", jawabnya berdasarkan ingatannya yang tersisa.

"Crimson.. Rose, Crimson rose kan maksudmu? Aku tahu! Ada yang aneh dengan bunga bunga yang jadi bahan fokusmu akhir akhir ini..". Suaranya terdengar depresi, "ini.. Sudah hari ke-3 sejak kau bilang kau bukan Akira, jawaban mu pasti nama bunga!".

"tiga hari apanya, aku kan baru beberapa menit disini.", pikir Akira. Memang aneh sih kalau jadi dia:7

 "Aku hanya capek saja kak Han, mungkin aku harus istirahat lebih lama" ,ucap Akira meyakinkan, ia melepaskan genggaman kakaknya dan mengatur kembali alarm yang ada meja belajar sebelah tempat tidurnya, membetulkan letak kacamata di mejanya secara natural.

 "Baik.. Kakak akan percaya kali ini saja, cepat 'sembuh' ya, Akira? Maafkan kakak, ya?" pintanya sebelum pergi meninggalkan Akira sendiri lagi di kamarnya.

 "huft..", Akira mengambil napas kasar sebelum lalu kembali rebahan.

 Sembari ia berpikir akan keadaannya yang sekarang, akhirnya ia bisa sedikit beradaptasi dengan tubuh barunya. Bisa berpikir jernih dan menggunakan sebagian dari ingatan Akira.

 "Tapi ini jadi tidak sama dengan ingatannya.. Kak Han jadi perhatian..", gumamnya.

 Kak Han dalam ingatan Akira selalu menyakiti dia, walaupun tak secara fisik namun verbal dan pilih kasih.

Ingatan yang dia ingat hanya tentang pengkhianatan seperti kehidupannya yang sebelumnya, sisanya samar samar dan ngeblur.

 "Hei, kau sedang apa? Kasih sistemnya sekarang saja", ia mendengar suara gadis lain yang sedikit kasar didalam kepalanya. "Kamu ya! Malah ngomong, dia bisa kaget loh..", suara lain yang lebih halus membalasnya.

Akira, bukan, jiwa merah tua didalamnya yang sedikit terperanjat dengan suara yang saling bercakap itu menjadi sedikit was was. "Siapa itu?"

Namun beberapa saat kemudian manik mata Merah-biru itu berhenti bergerak mencari sumber suara, ia mengerti kalau suara itu berasal dari dirinya.

 "lihat kan? Yang ini beda, dia bisa beradaptasi dengan cepat." , ucap suara yang kasar, "Hei kau, kami akan segera menarik mu, bersiaplah".

" Eh? loh, jangan dorong dorong!", sahut beberapa suara yang halus.

'Tring'

--Selamat, sistem anda telah terintegrasi--

Telinga Akira tak bisa mendengar ini, suara notifikasi muncul dari dalam kepalanya, bukan, tapi bagian merah tua dari wadah jiwa miliknya.

Kalau begini kehidupan sebelumnya seakan akan tak akan selesai, dan akan terus terbawa hingga mati sebagai Akira.

"Nah~ gini dong",kata suara kasar itu lagi.

'tring'

--Nama pengguna: Crimson rose (N***)

Status: 1/5 Merasuki Akira, beradaptasi 75 persen.

Skill: Flying code, Sharpshooter aim.

Trait:-

'tring'

--Status tubuh pengguna mengikuti Akira, selamat datang

--system Irem--

--Anda akan ditarik--

"hah? Apa in-..i?". Suara Akira memudar, semuanya pecah lagi seperti saat dijatuhkan ke tubuh ini. Namun, kali ini ia langsung berpindah ke pusat dari Padang bunga yang luas itu.

 Dingin, seperti malam yang panjang di Asia Barat. Ini lah pusat dari tempat aneh itu, sebuah dataran yang sedikit rapi, kecuali kaktus kaktus raksasa yang muncul dengan liar di luar garis lingkaran merah raksasa disekitarnya.

 Kaki kecil itu berpijak pada setiap tempat yang ia rasa menarik, lumayan juga untuk berjalan jalan di sini.

 Disini jiwa kecil itu merasakan kondisi terbaik dari tubuhnya saat hidup sebagai N... Entahlah dia tidak ingat nama itu lagi. Seluruh tubuhnya utuh hanya saja semuanya diliputi aura tebal berwarna merah tua, bahkan Hoodienya, dan ia seakan menyusut.

 --Anda telah sampai di pusat dimensi 'Irem'--

'tring'

--dimohon jangan keluar dari batas aman--

 "batas aman.. Maksudnya apa?", disaat kaki merah tuanya menyentuh batas luar, seketika kaktus kaktus raksasa itu mengeluarkan akarnya dan hendak mengejar Jiwa kecil berwarna merah itu.

'tring'

--System dimensi, mengaktifkan barrier keamanan hingga waktu yang belum ditentukan--

"wah! Apa itu?!" , Ia menghindar dari serangan akar itu. Perlahan kaktus raksasa itu membuka matanya yang mengerikan, dan meraung dengan mulutnya yang merah cerah di celah antara duri durinya.

Seketika, tanah mulai bergetar dan kaktus raksasa itu mengeluarkan akarnya lagi , berlari mengejar Crimson.

"Shield." , Ia menggambar sesuatu dengan cepat di udara dengan kalkulasi yang tepat, muncul sebuah barrier kecil di depannya, menghadang serangan monster kaktus itu.

"si-sistem?..", ia mencoba untuk memanggil system lagi, barrier yang Crimson buat tidak akan cukup untuk menahan serangan berikutnya.

'tring'

--Tugas: bertahan dari serangan 'little cactus ' sampai barrier pusat dibuka

Hadiah:fragmen silver, skill flying code.

Hukuman bila gagal:?

Tingkat kesulitan:mudah--

'tring'

--Skill flying code akan di kunci--

"loh, ku pikir sistemnya bakal ngebantu", belum sempat ia menghindar, barrier yang ia buat hancur berkeping keping.

'Brakk!'

'set', 'set', 'set', kaktus berukuran 3 kalinya wujud jiwa Crimson itu melemparkan duri durinya yang tajam dan besar secara cepat dan bergantian.

"eeh!", Crimson meringkuk dan menutup matanya dengan erat, membayangkan kematiannya yang lebih tragis sebagai jiwa pada dimensi ini.

'trang', 'tek, Tk, tk'

Diluar dugaan, seseorang menariknya dari belakang dan menangkis semua duri itu dengan satu serangan.

Ketika ia melihat kebelakang, Crimson menemukan seorang gadis yang lebih tinggi setengah jengkal dari dia, menggenggam sebuah potongan besi berkarat ditangan kirinya untuk menebas serangan 'little cactus', penampilannya sangat sederhana seperti seorang biksu.

Rambutnya yang panjang dikuncir satu, posturnya sangat bagus dan wajahnya begitu cantik dan menarik, bibirnya yang tipis itu membuka suatu kalimat,

"Idiot ya? Ngapain keluar dari batas aman bngs?t?!".

"ya? Tapi.."

"Diam! Suaramu itu menyebalkan tau!", belum sempat Crimson mengatakan alasannya keluar dari batas aman, sosok gadis kasar itu melompat kedepan Crimson dan menangkis serangan lain dari 'little cactus'.

'set, set', 'brakk', ia menangkis semuanya dengan sangat terampil, namun tak butuh waktu lama untuk menyadarkan 'little cactus' yang lainnya .

"Groo.. Graah!!", monster-monster kaktus raksasa itu semuanya meraung dengan keras, dan ikut mengejar.

"Kita akan lompat, awas kau kalau teriak", rupanya ialah suara kasar yang tadi, sekujur tubuhnya diliputi aura merah muda yang kekanakan.

'set', Crimson diangkat begitu saja dipundaknya. "tu-tunggu" , ia tak mendengarkan Crimson dan 'tap, syut', melompat, tapi bukan hanya lompatan biasa, gadis kasar itu melompat belasan meter dengan menggendong Crimson.

Dari atas, Crimson bisa melihat pemandangannya dengan lebih jelas, tempat ini berada di atas sebuah daratan besar dengan bioma yang kacau dan flora yang berserakan. Semakin tinggi semakin mengerikan.

"waaaakh!! Kita akan melompat kemana!??"

"Diam kaau!!!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!