NovelToon NovelToon

Ranjang Suami Dinginku

Bab 1.

Jane yang baru pulang dari kerja paruh waktunya, berjalan dengan hati-hati, karena hujan yang begitu deras.

Ia memegang payungnya dengan erat, agar tidak diterpa angin yang mulai terasa kencang.

Ia berjalan menuju apartemen nya, yang tiba-tiba mendadak terkejut melihat seorang pria, tergeletak di pinggir jalan, dekat jalan menuju apartemennya.

Ini sudah larut malam, biasanya daerah lokasi apartemen nya, jarang adanya kejadian tindak kejahatan.

Memang ibu kota sering terjadi tindak kriminal, Jane membuang hal yang mengerikan tentang sosok pria yang terkapar itu.

Ia merasa, kalau lelaki itu, mungkin bukan korban dari tindak kriminal.

Dengan langkah sedikit ragu, Jane memberanikan diri mendekati pria yang terkapar tersebut.

Ia sedikit membungkuk, dan melihat pria itu, ternyata terluka. Mata Jane terbelalak, pria itu ternyata benar-benar korban tindak kejahatan.

Karena hujan membasahi tubuhnya, darah yang keluar dari luka pria itu, tidak begitu terlihat kentara, karena di guyur oleh air hujan.

Dengan memberanikan diri, Jane semakin dekat menghampiri tubuh pria itu, dan mencoba memeriksa keadaan pria itu.

Jemari telunjuknya, ia sodorkan ke depan hidung pria tersebut, apakah masih hidup atau sudah mati.

Ternyata masih hidup.

Melihat keadaan pria itu, sepertinya ia di keroyok oleh beberapa lelaki, sampai babak belur seperti itu.

Rasa peduli Jane yang tinggi, membuat ia tidak sampai hati membiarkan pria tersebut tergeletak di pinggir jalan begitu saja.

Melihat penampilan pria itu, sepertinya lelaki itu lebih dewasa beberapa tahun dari Jane.

Mungkin di atas lima atau tujuh tahun, melihat penampilan nya yang dewasa, dengan tubuhnya yang panjang.

"Tuan!" panggil Jane, mengguncang tubuh pria itu dengan pelan.

Tubuh yang terkapar itu tidak merespon.

"Tuan!" panggil Jane lagi.

Tetap tidak ada reaksi, membuat Jane jadi kebingungan untuk menolong pria tersebut.

Apa lagi di tengah hujan deras begini, tidak ada seorang pun yang lewat dari jalan itu.

Jam sudah menunjukkan, hampir jam sebelas malam, tentu tidak ada seorang pun yang akan lewat lagi.

Bagaimana ini? pikir Jane kebingungan.

Kalau ia memanggil taksi, untuk membawa pria itu ke rumah sakit, hujan deras begini, dan jam segini di daerah lokasi apartemen nya, sangat sulit untuk menemukan taksi.

Jane kemudian berpikir, ia mengetatkan jaket hujannya, agar ia bisa menarik pria itu tanpa menggunakan payung.

Jane kemudian menutup payungnya, lalu mengaitkan gagang payung, pada tali tasnya.

Kemudian Jane membalikkan tubuh pria, yang berbaring telungkup itu. Dan memperlihatkan wajahnya, di terangi lampu jalan yang temaram.

Jane beberapa detik membeku, menatap wajah pria itu, yang ternyata begitu tampan.

Sepertinya pria itu orang kaya, terlihat dari kemeja yang ia pakai, walau sudah robek, akibat di keroyok.

"Tuan!" panggil Jane lagi, seraya menepuk lembut pipi pria itu.

Pria tersebut tetap tidak merespon, ia diam tidak bergerak.

Dengan tubuh mungilnya, Jane membulatkan hati untuk menarik tubuh pria itu dari berbaringnya.

"Uff!!"

Jane dengan sekuat tenaga, akhirnya berhasil membuat tubuh pria itu duduk di aspal jalan.

Lalu ia pun menarik tangan lelaki itu, untuk berdiri dengan sekuat tenaga.

"Eng...!"

Akhirnya Jane mendengar gumaman, perlahan suara pria itu.

"Tuan! anda sudah sadar.. Ayo bangun! anda tidak boleh terlalu lama di sini, luka anda perlu di obati, tubuh anda akan demam tinggi, karena terlalu lama terkena air hujan!" sahut Jane di depan wajah pria itu.

Pria itu merespon apa yang di katakan Jane, tubuhnya ia gerakkan untuk berdiri.

Jane mengaitkan tangan pria itu ke bahunya, dan mulai memapah tubuh pria itu menuju apartemen nya.

Karena langkah kaki pria itu, yang begitu lemah dan lamban, membuat mereka sampai ke apartemen Jane, dengan waktu lima belas menit.

Setelah pintu apartemen Jane terbuka, ia langsung memapah pria itu masuk ke dalam kamar mandinya.

Meletakkan pria itu, yang sepertinya pingsan lagi di lantai kamar mandi.

Tubuh basah Jane yang akhirnya terkena air hujan juga, berkeringat karena memapah pria tidak di kenal itu, yang terasa begitu sangat berat.

Jane membuka jas hujannya, dan meletakkan nya di sudut lantai kamar mandi.

Jane memandang pria yang kembali pingsan tersebut, yang sekarang lebih jelas lagi, ia dapat memandang wajah pria itu.

Wajah dengan rahang tegas, terlihat begitu tampan, dengan bulu mata yang panjang.

Kemudian mata Jane melihat ke arah tubuh pria itu, dengan kemeja yang sudah terlihat robek di beberapa bagian.

Jane melihat ada beberapa luka, yang masih mengeluarkan darah.

Jane bergegas mengisi air hangat ke dalam bathtub, agar ia bisa membantu pria itu membersihkan tubuhnya.

Bersambung....

Hai teman-teman Readers... jumpa lagi di novel baruku...

Novel ini ikut lomba menulis....

Sabar untuk setiap update nya ya.. 🥰

Bab 2.

Setelah air hangat penuh setengah bathtub, Jane mematikan kran air.

Gadis itu pun dengan tanpa ragu, membuka pakaian lelaki itu untuk melihat luka pada tubuhnya.

Dengan hati-hati jemarinya membuka, satu persatu kancing kemeja pria itu, lalu membuka kemeja yang sudah robek tersebut.

Tangan Jane berhenti membuka kemeja pria tersebut, matanya tertegun menatap tubuh pria itu.

Ternyata di balik kemeja itu, terdapat tubuh kekar penuh dengan tato, dari bagian bisep lengannya, lalu ke bagian dada sampai perutnya.

"Apakah dia seorang gangster?" gumam Jane menatap tubuh pria itu tidak berkedip.

Jane menduga pria itu pasti di keroyok, sesama gangster lainnya, sampai pria itu mengalami beberapa luka di tubuhnya.

Mata Jane nanar melihat luka, yang ada pada dada, perut dan lengan pria itu.

Dan luka yang paling parah, ada di bagian perut, terlihat lebih panjang dan dalam.

Sewaktu kuliah Jane pernah mengambil praktek Keperawatan, walau itu bukan jurusan yang ia ambil.

Itu di karenakan ia ingin mengetahui caranya untuk melakukan pertolongan pertama, dalam menangani pasien yang mengalami kecelakaan.

Pengalaman yang ia alami, saat Ibunya tertabrak mobil saat ia remaja, membuat ia bertekad, untuk tidak takut melihat seseorang mengalami luka parah.

Dengan begitu ia bisa melakukan pertolongan pada siapa saja, yang mengalami kecelakaan, sebelum di bawa ke rumah sakit.

Perlahan Jane membuka kemeja pria itu, dan menyingkirkannya dari tubuh lelaki itu.

Jane memeriksa luka yang ada di perut, apakah perlu di jahit atau tidak.

"Sepertinya perlu di jahit!" gumam Jane setelah memeriksa luka tersebut.

Ia harus membersihkan tubuh pria itu terlebih dahulu, karena sudah terasa begitu dingin sekali.

Jane hanya memikirkan untuk menolong pria itu, seperti seorang perawat merawat pasien lumpuh.

Ia membuka pakaian terakhir lelaki itu, tanpa ada perasaan canggung atau malu.

Dengan susah payah, Jane menarik tubuh pria itu ke dalam bathtub, setelah ia melepaskan celana pria itu.

Setelah terkena air hangat, tubuh lelaki itu terasa hangat, tidak seperti tadi lagi begitu dingin sekali.

Jane membersihkan luka-luka, yang ada pada tubuh bertato itu, dengan perlahan dan hati-hati.

Setelah ia membersihkan luka pria itu, Jane sudah waktunya untuk menarik pria itu lagi, untuk keluar dari dalam bathtub.

Jane memakaikan bath robe nya kepada pria itu, dan dengan susah payah ia membawa ke atas tempat tidur nya.

Lalu menanggalkan pakaian dalam pria itu, setelah memakai bath robe.

Jane tersenyum melihat bath robe itu, terlihat kecil di pakai pria itu, hanya sebatas di atas lutut saja.

Jane menarik selimut untuk menutupi bagian kaki sampai pinggang, agar ia bisa untuk mengobati luka pada tubuh pria itu.

Dengan pelan dan hati-hati, Jane mengolesi luka pada lengan, dada perut pria itu.

Mata Jane nanar menatap luka di bagian perut, itu perlu di jahit karena terlalu lebar.

Tiba-tiba Jane mendengar suara berisik di luar kamar apartemen nya, yang sontak membuat ia bergegas, untuk memeriksa apa yang sebenarnya terjadi.

Jane mengintip lewat kamera cctv di daun pintu apartemen nya, ia melihat ada beberapa lelaki di koridor apartemen nya, mondar-mandir seperti mencari sesuatu.

Tiba-tiba Jane tersadar, mungkin lelaki di luar sana, mencari pria yang dia tolong.

Jane dengan cepat mematikan lampu ruang tengah apartemen nya, lalu bergegas kembali masuk ke dalam kamar.

Ia dengan cepat dan hati-hati kembali mengoles obat pada luka pria itu, lalu menutup lukanya dengan kain kasa.

Setelah semua luka pada tubuh bertato pria itu ia oles obat, dan membungkus nya dengan kain kasa, Jane membenarkan lagi bath robe yang di pakai pria itu.

Mematikan lampu kamar, setelah ia membuka lampu tidur.

Jane waspada akan keadaan di luar pintu apartemennya, yang sepertinya para pria itu masih mencari pria terluka yang ia tolong.

Setelah menyelimuti tubuh pria itu dengan benar, Jane keluar dari kamarnya, untuk membersihkan tubuhnya.

Setelah selesai mandi, dan berpakaian, Jane membaringkan tubuhnya di sofa kamarnya.

Menarik selimut menutupi tubuhnya, dan ia pun memejamkan matanya untuk segera tidur, karena malam sudah semakin larut.

Bersambung.....

Bab 3.

Esok harinya.

Jane meregangkan tubuhnya, dan perlahan membuka matanya, ia ternyata bangun kesiangan.

Cahaya matahari telah masuk, ke sela-sela jendela kamar apartemen, dan ia sudah harus bangun, sebentar lagi akan berangkat kerja paruh waktunya.

Jane menyingkirkan selimutnya ke samping, lalu turun dari atas tempat tidur.

Tunggu dulu!

Jane sesaat bingung, kenapa ia tidur di atas tempat tidur, bukankah tadi malam ia tidur di sofa?

Kepala Jane dengan cepat menoleh ke atas tempat tidur, dan melihat hanya dia sendiri saja yang ada di dalam kamar.

Ia ingat tadi malam menolong seorang pria yang terluka, tapi sekarang kenapa hanya dia sendiri saja yang ada di dalam kamar?

Jane kebingungan, ia lalu berlari keluar kamar, mungkin pria itu kelaparan, dan mencari makan untuk mengisi perutnya yang lapar.

Jane tidak menemukan pria itu di luar kamar, dan di seputar apartemennya.

"Apakah ia sudah pergi, begitu ia sadar dari pingsannya?" gumam Jane berpikir.

Jane memeriksa pintu apartemennya, terkunci seperti biasanya, tapi kunci cadangan bagian atas sudah tidak terkunci lagi.

"Berarti dia sudah pergi, begitu ia sadar dari pingsannya!" gumam Jane, setelah memeriksa kunci pintu apartemennya.

Ia kembali ke kamarnya, merapikan tempat tidur, dan membuka jendela kamar, agar udara pagi masuk ke dalam kamar.

Setelah kamar rapi, ia pun masuk kamar mandi untuk sikat gigi, dan membersihkan diri, agar tubuh terasa segar.

Baru saja kakinya akan melangkah ke dalam kamar mandi, ponselnya bergetar di atas meja kecil, di samping tempat tidur.

Ia terpaksa berbalik lagi, untuk mengangkat ponselnya yang sedang bergetar.

"Halo!" jawab Jane, meletakkan ponsel ke telinganya.

"Cepat pulang!" ujar seorang pria dari dalam ponsel, kemudian ponsel di tutup begitu selesai bicara dua kata tersebut.

Jane menatap layar ponsel, matanya berkedip mendengar nada dingin, dari suara pria yang baru saja meneleponnya tersebut.

Jane memiliki seorang Ayah yang kasar dan kejam.

Ayahnya menikah lagi, setelah Ibunya meninggal satu minggu kemudian, dengan selingkuhannya, dan membawa putri hasil selingkuhannya ke rumah mereka.

Ibu tiri dan adik tiri yang selalu memprovokasi Ayahnya, membuat Jane harus keluar dari rumah itu, untuk hidup sendiri dan mandiri.

Dalam satu tahun belakangan, ia berhasil mendapat pekerjaan paruh waktu di tiga tempat, dan, berhasil menyewa sebuah apartemen dari hasil gajinya.

Ayahnya baru saja mengatakan, ia harus pulang ke rumah, yang sedikitpun ia tidak pernah menganggap rumah itu sebagai rumahnya lagi.

Jane menghela nafas dengan berat, ia begitu benci menginjakkan kakinya lagi ke rumah Ayahnya itu.

Tapi, ia harus pergi, dan melihat, apa yang ingin Ayahnya lakukan lagi padanya. Apakah ada ikut campur ke dua wanita, yang sangat di sayanginya itu.

Setelah ia selesai mandi dan sarapan, ia pun bergegas pergi ke Mansion Ayahnya.

Begitu Jane memasuki rumah, yang dulunya tempat tinggalnya dan Ibunya, sikap dua wanita tiri, yang sekarang menggantikan posisi Ibu dan dirinya, terlihat begitu dingin menatapnya.

Mata tajam dan dingin ke dua wanita itu, membuat Jane ingin sekali menampar wajah ke dua wanita itu.

"Duduk!" perintah Ayahnya dengan datar.

Dengan sikap dingin, Jane menuruti saja apa yang di perintahkan oleh Ayahnya itu.

Jane meletakkan bokongnya, duduk di depan ketiga orang yang menatap nya dengan lekat.

Brak!

Ayahnya melemparkan sebuah map ke atas meja dengan kasar, yang nyaris hampir jatuh ke lantai.

"Group Fernandez mengantarkan surat wasiat, yang harus kau penuhi isi wasiat nya!" sahut Ayahnya datar.

Dua wanita yang menatapnya, tersenyum mencibir penuh rasa tidak suka.

Tangan Jane meraih map tersebut, lalu membukanya, dan membaca tulisan pada sehelai kertas yang sedikit usang.

Perjanjian pernikahan, yang telah di tulis beberapa tahun yang lalu, lebih tepatnya sepuluh tahun yang lalu.

Mata Jane tidak percaya membaca surat wasiat tersebut, di dalam surat hanya tertulis putri dari keluarga Rydell.

Tidak di beritahu, siapa lebih tepatnya, yang harus memenuhi surat wasiat tersebut.

Jane mengangkat wajahnya, dan memandang Ayahnya, mencoba untuk meminta penjelasan arti dari surat tersebut.

Sementara dua wanita, yang sangat memuakkan bagi Jane, hanya terlihat cengengesan saja, tidak perduli dengan isi dari surat tersebut.

Bersambung.....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!