NovelToon NovelToon

Tarik Ulur Cinta

BAB 01

"STOP!" ujar seorang gadis kepada seorang lelaki yang sedang berjalan di belakangnya.

Si lelaki yang mendengar kata-kata dengan nada memerintah itu, menghentikan langkahnya dan menatap ke arah sang gadis dengan tatapan bertanya. Ia menoleh ke arah gadis yang mendekat kepadanya.

“Arion, hari ini cewek mana lagi yang ngasih coklat ke kamu?” tanya sang gadis dengan raut wajah yang terlihat tidak senang.

“Kenapa? Kamu cemburu, Mima?” balas Arion Jevera Bagaskara yang merupakan sahabat kecil dari gadis yang bernama lengkap Jemima Ariel Joachim. Jemima melihat ke arah Arion sambil memelototinya. Entah sejak kapan, persahabatan mereka menjadi renggang dan selalu berakhir dengan perang mulut.

“Aku cemburu? Yang bener aja dong! Kamu engga liat cowok yang antri cuma untuk kenalan sama aku?! Aku nanya karena aku engga mau kamu mainin cewek, apalagi Amira. Kamu tau 'kan kalo dekat sama dia!”

Perkataan Jemima membuat Arion mencebik. Ia merasa Jemima selalu mengawasi gerak-geriknya, hingga ia merasa tidak nyaman. Arion sudah berusaha menjauhkan diri dari Jemima, tetapi gadis itu selalu saja menemuinya hanya untuk bertanya dan mengeluh tentang banyak hal terutama semua hal yang berhubungan dengan Arion.

“Mima, aku cuma minta satu permintaan ke kamu! Jauhi aku!”

***

 Sepuluh tahun kemudian....

"Jemima, gimana tentang penawaran saya minggu lalu? Saya yakin kamu bisa mengambil keputusan yang bijaksana karena ini semua demi masa depan karier kamu. Saya rasa banyak orang yang menginginkan posisi yang saya tawarkan ke kamu saat ini!" ujar Michael, Manager sekaligus atasan Jemima di divisi HRD.

"Ehmmm, gimana ya pak? Saya masih bingung, soalnya. Boleh saya minta waktu berpikir seminggu lagi engga, Pak? Kalo boleh...," balas Jemima ragu-ragu karena sebenarnya ia merasa dilema. Ia menginginkan jabatan itu, tetapi ia tak ingin ditempatkan di kota, dimana orang yang sangat ingin ia hindari berada.

"No more time, dear! Kalo kamu memang merasa tak siap, atau ada alasan lain yang membuat kamu berat menerima tawaran yang belum tentu datang dua kali ini, saya akan offer ke supervisor hotel kita yang ada di kota lain," tegas Michael yang membuat Jemima merasa semakin terdesak.

"Jangan, Pak! Saya siap kok ditempatkan di Bali." Jemima tak bisa lagi menarik kata-katanya. Ia hanya bisa pasrah menerima bahwa minggu depan ia sudah harus mulai bertugas di Bali.

'Tenang Mima, walau Bali kecil kamu belum tentu ketemu dia di sono. Mama bilang mereka tinggal di denpasar, sementara kamu bakalan di tempatin di daerah Nusa Dua toh! Aman itu..., aman!' batin Jemima.

***

Jemima memberitahukan keputusannya kepada pihak keluarga dan mendapat sambutan hangat dari kedua orang tuanya terutama sang ibu.

"Mima sayang, mama senang banget kamu bisa kerja di Bali, jadi mama bisa bolak-balik Bali - Jakarta. Mama juga bisa makin sering ketemu sama Tante Mira deh. Hannah tuh kangen banget sama kamu tau engga! Kamu sih selalu nolak diajak kalo liburan ke Bali. Noh, kena karma 'kan..., akhirnya kamu malah harus pindah tugas ke sono," ledek sang ibu yang membuat Jemima mencebik karena kesal.

"Ihhh, mama malah ngejekin anak sendiri, gimana sih?! Mama kan tau alasan kenapa aku malas ke sana. Aku malas ketemu sama putra Tante Mira itu, mom!" gerutu Jemima yang membuat Cendana, sang ibu. Ia langsung memeluk sang putri sambil tertawa.

"Namanya masih Arion, Mima sayang.... Jangan terlalu benci, nanti cinta loh. Apalagi sekarang Rion makin ganteng, kerjaannya bagus, duitnya...." Perkataan Cendana terpotong karena Jemima langsung menutup kedua telinganya dan berlari ke kamar.

***

"Ingat ya sayang, Tante Mira udah mama kabari kalo kamu bakalan stay di Bali karena kamu dapat promosi jabatan. So, jangan lupa kunjungi rumah Tante Mira, mama engga mau dengar kata TIDAK, ENGGA, DKK, pokoknya!" ujar sang mama sebelum Jemima memasuki ruang tunggu untuk keberangkatannya menuju Bali.

"Ihhh, mama rese deh. Kesel akunya, tau engga! Awas aja kalo mama ngasih tau alamat aku di Bali! Aku engga bakalan pulang lagi ke Jakarta!" gerutu Jemima sambil memeluk kedua orang tuanya yang membuat kedua orang paruh baya itu tertawa.

Setelah memasuki ruang tunggu, Jemima menyibukkan diri dengan membaca novel kesukaannya sembari menajamkan pendengaran agar mengetahui jadwal penerbangan pesawat yang ditumpanginya.

'Ahhh, selamat tinggal Jakarta. Semoga aku bisa secepatnya balik setelah dapat kesempatan bagus untuk balik ke sini lagi.'

Jemima menatap ke luar jendela, ia merasa nelangsa karena akan meninggalkan kota kelahiran dan kedua orang tua yang sangat ia cintai. Tak terasa air mata yang sejak tadi ditahannya, mengalir perlahan dan membasahi kedua pipinya. Karena malu ia segera menunduk dan mencoba mencari tisu dalam tasnya.

"Ini!" ujar seseorang yang membuat Jemima mendongak. Ia menatap seorang lelaki yang sedang tersenyum lembut kepadanya sembari menyodorkan beberapa helai tisu.

"Ahhh, makasih," Cicit Jemima sembari mengusap air matanya dengan wajah tersipu karena ternyata ada seseorang yang memperhatikan dirinya. Lelaki itu duduk di depan bangku penumpang yang diduduki oleh Jemima.

"Ehmm, mau ke Bali juga?" tanya sang lelaki yang membuat Jemima mengangguk. Ia merasa sedikit tidak nyaman, tetapi ia merasa tak enak hati karena lelaki itu sudah berbaik hati kepada dirinya.

Jemima berusaha mengalihkan pandangan dari lelaki yang masih memperhatikannya itu. Jemima mencoba fokus ke novel yang masih terbuka di pangkuannya, ia sedang tak ingin membuka obrolan dengan orang asing.

Terdengar suara tawa kecil yang membuat Jemima kembali mengangkat wajahnya dan mendapati lelaki itu sedang tersenyum geli sembari menatap ke arahnya. Jemima mengerutkan dahinya karena bingung dan merasa sedikit kesal karena lelaki itu terlihat sok akrab.

"Maaf mba, tapi bukunya kebalik!" ujar lelaki itu pelan sembari menunjuk ke arah novel yang dipegang Jemima.

'Alamak matilah aku! Malunya!'

***

 "Mimaaa!"seru seseorang yang membuat Jemima terkejut karena ia tak merasa menunggu jemputan siapa pun. Wajah Jemima semakin terkejut saat melihat wajah Miranti, sang suami dan putrinya, Hannah sedang melambai ke arahnya sembari membawa spanduk yang berisikan tulisan "Selamat Datang ke Bali, Mima sayang" lengkap dengan foto masa kecilnya yang membuat Jemima ingin menenggelamkan dirinya ke laut karena ia sudah mencapai batas tingkat malu maksimal yang bisa ia toleransi.

Jemima ingin menghindar, tetapi ia tak tega karena ia masih sangat menyayangi Miranti yang sudah ia anggap sebagai ibu keduanya.

"Tante, Om, hai Hannah...," sapa Jemima setelah ia mendekati mereka. Miranti langsung memeluk putri sahabatnya itu sambil menangis haru. Hal itu membuat Jemima terenyuh dan ikut menitikkan air mata.

"Kamu udah engga sayang sama Tante lagi ya, Mi?! Tiap kali mama sama papa ke sini kamu engga pernah mau ikut! Tante sedih tau!" keluh Miranti yang membuat Jemima merasa bersalah.

"Maaf ya, Tan. Tapi kan Mima udah di sini. Aku juga bakalan tinggal lama di sini, kan?! Jadi bisa main tempat tante..., bujuk Jemima yang membuat Miranti mengangguk senang.

Setelah bercengkerama sebentar, Miranti mengajak Jemima ke mobil mereka. Jemima sempat bertanya-tanya kemana lelaki yang sangat dihindarinya itu. Namun ia merasa lega karena tak harus bertemu dengan musuh lamanya itu.

Miranti dan Hannah terus mengajak Jemima untuk mengobrol, sehingga Jemima tidak merasa terlalu canggung dengan situasi yang ada. Sepuluh tahun bukan waktu yang singkat, pasti banyak perubahan fisik, sikap dan sifat dari masing-masing mereka. Miranti yang memahami situasi itu, mencoba membuat Jemima merasa nyaman.

Mereka telah tiba di kediaman keluarga Miranti, dan sedang bersantap malam bersama. Jemima sedikit risih dengan pengaturan tempat duduk saat mereka berada di meja makan. Ia bertanya-tanya mengapa ia harus duduk berhadapan dengan Arion yang membuat selera makannya berkurang.

Arion sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apapun, ia hanya menyantap makanannya dalam diam. Belum ada sepatah kata pun yang ia tujukan kepada Jemima sejak gadis itu tiba. Hal itu sebenarnya membuat Jemima jengkel, seolah-olah lelaki yang dibencinya itu tidak mengharapkan kehadirannya di kediaman mereka.

‘Kenapa kami harus Engkau pertemukan lagi ya, Tuhan?’

****

BAB 2

"Mima sayang, kamu nginap di sini kan?" tanya Miranti penuh harap yang membuat Jemima menjadi serba salah. Namun mengingat raut wajah datar putra dari Miranti yang sejak tadi sama sekali tidak pernah melihat ke arahnya.

"Tante maaf banget ya, bukan Mima engga mau. Cuma aku kan belum pernah liat rumah yang disiapkan untuk aku. Lagian lusa juga aku udah mulai kerja, biar bisa istirahat juga." Jemima berusaha memberikan alasan yang tepat agar Miranti tidak memaksanya untuk menginap.

"Baiklah, kalo gitu Arion tolong antarkan Jemima ke rumah kontrakannya, ya!" tanya Miranti yang tak ingin membuat Jemima terbebani karena permintaannya. Jemima kembali berusaha menolak dengan alasan ia bisa memesan taxi menuju ke rumah kontrakannya, tetapi Miranti berkeras yang membuat Jemima terpaksa mengalah.

"Ini alamatnya!" ujar Jemima sembari menyodorkan ponsel miliknya ke arah Arion. Arion melihat ponsel milik Jemima, kemudian mengangguk pelan. Ia mengemudikan mobilnya dalam diam. Jemima terus merutuki nasibnya karena harus bertemu bahkan berada dalam satu mobil bersama lelaki itu.

'Ahhh, kenapa sih harus ketemu nih orang. Makin tua, makin belagu! Sok iyes banget sih, cakep kagak! Arghhh! Cepatlah sampai, cepatlah sampai!' batin Jemima sembari sibuk memandang ke luar jendela. Ia tak sudi melihat ke arah Arion yang terlihat serius menyetir mobilnya.

"Makasih!" Hanya sepatah kata itu yang keluar dari mulut Jemima setelah tiba di rumah kontrakan yang disiapkan untuknya. Arion sama sekali tak menjawab perkataan dari Jemima, ia hanya membalas gadis itu dengan anggukan.

Jemima sudah akan mengumpat di depan Arion karena merasa kesal dengan kebisuan yang sejak tadi dipertontonkan oleh Arion. Ia tak menyangka bahwa Arion masih dengan sangat mudah membuat Jemima jengkel melihat tingkahnya walau sudah sepuluh tahun berlalu sejak terakhir kali mereka bertemu.

'J*jik! Sumpah tuh cowok ngeselinnya minta ampun!'

****

Keesokan harinya, bel di rumah kontrakan Jemima yang membuat Jemima yang masih bergelung dalam selimut di kamarnya menggeliat karena terganggu. Ia mencoba mengabaikan bel yang berbunyi itu tetapi sepertinya tamu yang tak diundang itu sangat gigih untuk merusak pagi Jemima yang sebelumnya sangat damai.

"Kutu kupret! Siapa sih pagi-pagi gini gangguin orang yang masih enak-enak tidur?!" gerutu Jemima sembari melangkah menuju ke arah pintu depan rumahnya.

"Ngapain sih pagi-pagi udah ganggu orang?" tanya Jemima ketus saat melihat orang yang sedari tadi berdiri di depan pintu rumahnya.

"Nih. Ralat buat perkataan kamu, aku yang harus merasa terganggu karena demi ngantar makanan buat kamu dari mama, aku terpaksa bangun lebih pagi."

"Gue kagak minta! Ohhh satu lagi, ternyata engga bisu toh! Aku kirain kemarin bisu!" sindir Jemima sambil melipat tangannya ke dada seolah menantang Arion yang sedang menatap dingin ke arahnya.

"Nih! Aku buru-buru. Malas aja ngeladenin cewek bawel kayak kamu! Ternyata waktu engga bisa ngurangin kebawelan kamu ya?" ujar Arion sembarin menyerahkan paper bag yang dibawanya kepada Jemima yang sedang melotot ke arah dirinya.

"APA?! SIALAN! Itu mulut engga pernah disekolahkan ya?!" balas Jemima yang tak terima dengan perkataan Arion yang membuatnya tersinggung.

Arion yang malas berdebat lebih lanjut dengan Jemima langsung meletakkan paper bag yang ia bawa di meja yang ada di serambi rumah itu karena Jemima sama sekali tidak menerimanya.

"Aku pergi!"

***

Hari itu menjadi hari yang buruk bagi Jemima karena pertengkarannya dengan Arion pagi tadi. Suasana hatinya tidak membaik walau dia berusaha untuk mengisi waktunya dengan mengitari daerah di sekitar rumahnya dengan sepeda motor sewaannya.

Ia mencoba mencari tahu lokasi pusat perbelanjaan seperi pasar, supermarket ya dekat dengan rumahnya karena ia perlu mengisi lemari pendingin dengan stok makanan dan minuman yang bisa ia olah. Jemima sangat suka memasak sehingga ia terbiasa menemani sang ibu berbelanja ke pasar.

Setelah lelah berkeliling dan berbelanja sambil menikmati pemandangan indah yang ia lewati, Jemima pun memilih kembali ke rumah. Ia berjanji akan menikmati wisata di Bali saat ia mendapat waktu libur dari pekerjaannya. Hari itu ia lebih memilih mengistirahatkan diri agar besok mendapatkan energi yang baik untuk memulai hari pertamanya bekerja.

Tiba-tiba ponsel milik Jemima berdering saat ia tengah sibuk memasak. Jemima langsung menghela nafas pelan, saat ia melihat nomor kontak yang menghubungi dirinya.

"Halo Tante," ujar Jemima dengan nada yang diriang-riangkan. Sebenarnya ia sedikit enggan mengangkat panggilan dari Miranti, tetapi mengingat persahabatan sang ibu dengan ibu dari Arion itu, ia memilih untuk mengangkat panggilannya.

Miranti menghubungi Jemima untuk menanyakan keadaannya dan mengajak gadis itu untuk makan malam bersama mereka, tetapi Jemima berusaha menolak dengan alasan ia sudah memasak di rumah. Miranti terdengar sedikit kecewa. Namun ia sama sekali tidak ingin memaksa Jemima.

Tak lama setelah panggilan mereka berakhir, Jemima kembali mendapat panggilan dari sang ibu yang membuat Jemima merasa Miranti mengadu kepada Cendana karena sang ibu juga bertanya apakah Jemima sudah berkunjung ke rumah Miranti, padahal gadis itu sangat yakin bahwa kedua ibu itu pasti sudah saling menghubungi.

"Mom, udah ah, bukannya nanya kabar anaknya malah bicarain yang lain!" gerutu Jemima untuk mengakhiri acara tanya jawab yang sejak tadi berlangsung di antara mereka.

"Ya, kalo kamu kan mama tau pasti sehat walafiat! Itu suaranya aja masih kencang kayak biasanya!" ujar sang ibu yang membuat Jemima kesal.

"Mom, kalo niat kalian menjodohkan kami berdua, udah mama sama tante nyerah aja! Engga bakalan berhasil! Aku jamin kami engga bakalan cocok! Lagian siapa juga mau sama si bisu yang kalo ngomong engga pake O itu!" keluh Jemima untuk mencurahkan kekesalannya.

"Lah, orang bisu kok bisa ngomong, sayang?! Ehmmm, kalo masalah omongan kamu barusan, gimana kalo kita taruhan?!"balas Cendana dengan nada suara riang.

"Mama!”

***

Keesokan harinya....

Jemima telah berdiri di depan ruangan divisi HRD, yang merupakan tempat kerja baru gadis itu. Ia mengetuk pintu terlebih dahulu untuk menjaga kesopanan.

"Ahhh, Ibu Jemima? Selamat datang di kantor kita, selamat bergabung di divisi kita. Saya Dante, sebelumnya kita sudah berbicara by phone bu!" ujar Dante yang merupakan Supervisor HRD di hotel itu.

"Ahhh, iya salam kenal Pak Dante." Jemima berusaha bersikap ramah kepada lelaki yang notabene akan menjadi bawahan langsungnya itu.

"Ini ruangan ibu, manager kita akan datang sekitar jam 10 pagi hari ini, karena beliau ada meeting dengan owner kita," jelas Dante yang membuat Jemima mengangguk paham.

Sembari menunggu, Jemima mulai membenahi ruangan yang akan menjadi tempat kerjanya sesuai dengan keinginan dirinya. Ia juga menyusun beberapa barang pribadi untuk mengobati rasa rindunya terhadap keluarga, sahabat dan kota kelahirannya.

Ia pun mulai membuka email-email yang ada di surel miliknya baik surel pribadi maupun kantor.

Tiba-tiba sebuah pesan masuk ke surel dari kantor lamanya.

RUSLI

Mima sayanggg! Kemana aja si nek, kenapa chat lu kagak aktif? Mentang-mentang udah liat bule di Bali, lu lupa sama gue!

JEMIMA

Apaan si mak? Sibuk beresin kontrakan aku! Lagian kamu kalo kangen kenapa engga telpon, chat, apa kek!

RUSLI

Ihhh, sibuk juga aku kemarin nek. Aku mau begosip mak! Ehh, tau kauuu, nama bos barumu disana sama dengan nama dengan.... Ihhh, sebal tak jadi awak manggosip, udah dipanggil si bos aku. Caw bella, selamat menempuh hidup baru ya nek, ehh, salah selamat bekerja di tempat yang baru.

Jemima berdecak kesal karena membaca pesan dari Rusli, yang merupakan sahabat baiknya di kantor yang lama.

Tiba-tiba pintu ruangan Jemima diketuk.

"Masuk," ujar Jemima singkat.

"Bu Jemima, Manager kita sudah menunggu ibu di ruangannya," balas Dante sambil tersenyum ramah. Jemim langsung mengangguk dan mengikuti Dante.

'Semoga aku betah ya, Tuhan. Semoga Managernya sebaik Pak Michael.'

"Kamu?!"

****

BAB 3

"Ibu sudah kenal dengan Pak Arion?" tanya Dante terkejut yang membuat Jemima tersadar dan segera memperbaiki gesturnya.

"Ehm, engga. Waktu baru ke sini, engga sengaja saya bertemu dengan beliau!" elak Jemima yang membuat Arion menaikkan sebelah alisnya.

"Ohh gitu, Perkenalkan ini Pak Arion atasan kita di sini, bu!" jelas Dante.

'Sial, sial, kenapa semesta engga berpihak kepadaku! Si jutek ini jadi atasan aku, mimpi apa aku kemarin?! Jemima, Jemima kenapa kamu nerima, nerima aja tanpa ngecek dulu atasan kamu sih ?!' batin Jemima sembari merutuki dirinya, kesialan yang ia alami, terutama mengutuki lelaki yang saat ini sedang menatapnya dengan lekat.

"Ehm, perkenalkan saya Jemima, Pak. Pak Michael pasti sudah mengkonfirmasi tentang diri saya ke bapak, kan?" ujar Jemima penuh penekanan.

"Selamat datang, Mba Jemima. Selamat bergabung di hotel kita yang di Bali dan selamat bergabung di tim kita. Semoga Mbanya betah ya?!" balas Arion dengan wajah datar yang membuat Jemima ingin sekali menguliti lelaki yang ada di depannya itu.

"Baik Bapak. Mohon bantuan untuk ke depannya." Jemima berusaha bersikap profesional, ia tak ingin Arion menganggap dirinya tidak bisa membedakan urusan pribadi dengan urusan pekerjaan.

"Dante, setelah Ibu Jemima selesai dengan saya, kamu bisa antar Bu Jemima berkeliling untuk berkenalan dengan divisi lain dan mengetahui situasi hotel ini. Sekarang kamu bisa keluar dulu ya!" tegas Arion yang langsung disambut sigap oleh Dante.

'Dante..., jangan tinggalin aku!'

****

Arion menatap Jemima sekilas lalu, sebelum kemudian ia menjelaskan tentang deskripsi pekerjaan Jemima dan menyerahkan beberapa file dokumen yang menjadi tanggung jawab Jemima untuk ke depannya. Arion bersikap seolah tidak pernah mengenal Jemima, yang entah mengapa malah membuaf gadis itu kesal.

Jemima berusaha berkonsentrasi mendengar semua penjelasan Arion, yang singkat, padat, tetapi terlalu cepat menurut Jemima.

"Maaf Pak, bisa diulang lagi penjelasannya, terlalu cepat, saya belum selesai mencatat!" pinta Jemima yang membuat Arion menatapnya tajam.

"Untuk jabatan selevel kamu sekarang, bukankah kamu terlalu lambat untuk menangkap penjelasan seseorang?" ujar Arion dingin yang membuat Jemima tersentak dan menatap lelaki yang merupakan atasannya itu dengan raut wajah tak percaya.

Jemima mengepalkan tangannya dan berusaha menahan emosi yang saat ini sedang menyelimuti dirinya. Bahkan atasannya terdahulu tidak pernah merendahkannya seperti yang dilakukan Arion saat ini. Michael bahkan sering memuji hasil pekerjaan dari Jemima, hingga gadis itu mendapat promosi untuk menduduki jabatannya sekarang.

'Sabar Jemima, ini cuma cobaan!' batin Jemima sembari berusaha untuk tidak terpancing perkataan sinis dari atasan barunya itu.

"Kenapa malah melamun? Niat kerja engga?" ujar Arion tiba-tiba yang membuat Jemima tersadar.

"Maaf Pak, silakan lanjutkan penjelasannya!" ujar Jemima tanpa membalas pertanyaan dari Arion tadi.

***

Jemima terus mengutuki Arion sepanjang hari itu. Arion benar-benar membuatnya tidak bisa bernafas lega di hari pertamanya bekerja. Sejak Jemima bertemu pertama kali dengan Arion, ini sudah kelima kali Jemima dipanggil ke ruangan lelaki itu, bahkan kakinya terasa lecet karena terlalu banyak berjalan.

Dante sudah mengajak Jemima berkeliling ke semua divisi dan area hotel yang jarak perjalanannya bila diakumulasikan cukup jauh.

'Ku kutuk kau jadi, kodok, Arion s*alan!' Emosi Jemima meradang. Kakinya yang mulai terasa sakit juga menambah kekesalan Jemima hari itu. Sepatu hak tinggi yang baru dibelinya ternyata tidak cukup nyaman digunakan pada saat bekerja bila harus banyak berjalan.

"Ahhh, kemana lagi hansaplast? Perasaan tadi udah aku taroh di tas," keluh Jemima sembari merogoh tasnya mencari plester untuk membalut lecet yang ada di bagian belakang kakinya.

Hari Jemima semakin buruk karena plester yang dicarinya tidak terlihat, ia hampir menangis meratapi nasibnya hari itu. Bayangan hari pertama masuk kantor yang menyenangkan, buyar sudah. Ia tak menyangka bahwa baru awal ia bekerja saja, ia sudah merasakan penderitaan yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan saat bekerja di kantor lamanya.

Ia menatap jengah ke arah kulit kakinya yang terluka. Ia menghela nafas lelah. Ia hanya bisa berdoa, semoga Arion tidak lagi memanggil dirinya karena rasanya saat itu ia ingin sekali berjalan tanpa menggunakan alas kaki.

"Ehmm, Dante, saya boleh minta tolong?" Jemima menghubungi Dante menggunakan telepon paralel yang ada di kantor mereka. Jemima mengutarakan maksudnya yang langsung ditindaklanjuti oleh Dante dengan cepat.

Hanya satu hal yang membuat Jemima bersyukur hari itu karena keberadaan Dante di divisi mereka. Lelaki yang murah senyum itu, adalah bawahan yang sangat cekatan dan cukup peka. Selama mereka berkeliling Dante berusaha memberikan penjelasan secara rinci tentang situasi hotel. Ia juga bersikap sangat sopan dan lembut kepada Jemima yang membuat Jemima merasa cukup aman.

"Jemima, ke ruangan saya sekarang!"

'Arghhh, Sial!'

***

Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore, tetapi Arion sama sekali belum menginstruksikan kepada Jemima untuk pulang. Dante bahkan sudah mencoba mengingatkan Arion tentang waktu pulang Jemima, tetapi Arion hanya mengatakan agar Dante pulang lebih dulu.

Jemima berusaha menahan diri karena bagaimana pun ini adalah hari pertama ia bekerja dan Arion adalah atasannya. Ia juga memahami bahwa di posisinya sekarang lembur bekerja adalah loyalitas. Ia tak lagi bisa "merengek" untuk meminta pulang tepat waktu seperti saat ia menjadi karyawan junior dulu.

Dante sudah pulang terlebih dahulu, dan dalam ruangan itu hanya ada Jemima dan Arion. Para admin dan anak-anak yang sedang training di divisi mereka pun sudah berpulangan sejak beberapa waktu yang lalu.

"Arion sialan! Dia pasti sengaja nahan aku! Arghhh, dia sengaja mau buat aku menderita ya? Awas aja nanti! Aku engga bakalan mau ditindas sama orang kayak kamu!" gerutu Jemima sembari tetap melakukan tugasnya.

"Kenapa belum pulang?" ujar seseorang yang tengah berdiri di depan pintu ruangan Jemima yang terbuka.

"Kamu ngomong sama aku?! Kamu sadar engga dari tadi Dante udah ngingatin kamu tentang jam pulang aku? Kamu sengaja ya mau nindas aku?" seru Jemima dengan berani. Baginya apa yang diperbuat Arion sepanjang hari itu, sudah sangat keterlaluan.

"Baru segitu aja kamu udah ngerasa ditindas? Manja amat, Non! Udah pulang gih! Klo ngerasa engga sanggup jadi asisten aku, kamu bisa ngajuin resign kok!" Perkataan yang terkesan merendahkan tetapi diucapkan dengan begitu santai oleh Arion, membuat darah Jemima mendidih.

"Kamu?! Wahhh, ternyata Bapak Arion yang merupakan manager HRD yang sangat disanjung puja oleh para staffnya, melakukan bullying terhadap asistennya yang baru masuk hari pertama di kantor. Warbiasa banget kamu!" ujar Jemima yang langsung menyusun semua barang miliknya dan bersiap untuk pulang.

Jemima langsung melewati Arion yang masih berdiri di depan pintu ruangannya, tanpa permisi. Jemima mencoba menyelamatkan sisa harga dirinya di hadapan Arion. Ia menahan nyeri yang semakin terasa menyiksa kakinya. Plester yang sudah ia gunakan pun tak membawa banyak efek bagi kakinya.

Kakinya sudah terlanjur mengalami luka, dan ia semakin merasa kesulitan berjalan karena Arion terus menyiksanya dengan banyak pekerjaan di hari pertamanya bekerja. Ia harus mondar-mandir ke ruangan Arion berkali-kali.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!