Tidak semua orang memiliki keberuntungan di dunia ini. Tuhan menciptakan manusia tidak dalam bentuk sempurna. Mereka memiliki ujian nya masing masing. Ada yang pintar, ada pula yang bodoh. Ada yang tampan namun cacat, ada yang bodoh namun cantik. Tidak ada yang sempurna.
Banyak orang di luaran sana yang harus berjuang keras hanya demi secuil nasi, demi membiayai anak yang bersekolah, mengemis ngemis hanya untuk bertahan hidup. Mereka selalu bersabar walaupun hidup mereka pahit, dan mereka tetap harus mensyukuri setiap nikmat yang di berikan oleh Tuhan.
Namun ada pula manusia yang diberi ujian lebih berat oleh Tuhan nya. Ia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Cercaan, makian, siksaan bahkan pukulan selalu ia dapatkan setiap harinya.
Bukan hanya kasih sayang yang tak pernah ia tinggalkan. Perusahaan ayahnya bangkrut, ibu nya meninggalkan nya karena tidak mau hidup miskin, dan ia terus tersiksa karena terus menerus hidup dalam kejaran rentenir.
Hal itu lah yang yang membuat luka di hatinya semakin membesar. Luka itu tidak akan pernah terobati bahkan akan terus berbekas selamanya.
Ia jadi sadar. Bahwa selain ibunya yang selalu hidup foya foya, ia juga hanya mencintai harta ayahnya. Ketika ayahnya berada dalam kesulitan dan keterpurukan yang mendalam, ia malah kabur dan menikah dengan pria yang selama ini menjadi selingkuhannya.
Sungguh hidup yang miris. Ayahnya berubah semenjak kepergian ibunya dan menjadi hidup miskin. Ia tak pernah menatap anak laki laki itu dengan tatapan hangat, melainkan tatapan kebencian. Ayahnya selalu mabuk dan berjudi, bahkan sudah berani melayangkan banyak pukulan untuknya.
Lantas, apakah ia tidak ingat bahwa dulu sempat pernah menjadi super hero nya?
Apakah ayahnya tidak ingat bahwa dulu ia selalu membanggakan kedua orang tuanya di depan teman temannya?
Apakah ayahnya tidak ingat bahwa ia adalah anak kandungnya?
Hati nya menjadi keras. Ia tidak ingin hidup dengan ayahnya lagi. Ia benar benar sangat kecewa. Ingin pergi, tapi ia sendiri tidak punya tempat tinggal lagi.
Ingin mengakhiri hidup nya, ia juga belum bisa mencapai semua impiannya. Lantas apa yang ia lakukan?
Bersabar dan menunggu waktu agar ayahnya sadar. Ia akan terus menunggu dan menunggu sampai ia bisa kembali merasakan kebahagiaan yang pernah hilang dulu.
Karena rasa yang pernah terkhianati itu pula, hatinya tidak bisa mempercayai bahwa di dunia ini ada orang yang benar benar tulus.
Yang ia percaya, semua orang di dunia ini jahat. Tidak ada yang bisa memberikan kasih sayang nya dengan tulus. Tidak ada cinta yang di berikan dengan ikhlas.
Ya, ia terus memegang prinsip itu dalam hidupnya. Jadi ia tidak akan pernah tertipu lagi dengan manusia berwajah malaikat yang pernah memberikan nya belaian bahkan tatapan hangat.
Ia membenci orang orang seperti ayahnya. Yang menyayangi ketika sedang berada di titik tertinggi dan membenci ketika berada di titik terendah.
Ia sangat menyayangkan nasibnya. Terlintas di pikiran nya kenapa ia bisa di lahirkan di keluarga seperti ini.
Jika ia bisa meminta kepada Tuhan, ia lebih baik di lahirkan di keluarga miskin saja namun menjunjung tinggi rasa kasih sayang dan hidup bahagia meskipun ekonomi nya sulit.
Sayang sekali, itu hanyalah angan angan nya yang tidak akan pernah terwujudkan.
Lantas, apakah ia bisa bahagia ???
Ya, Raka Sahasya. Nama laki laki yang tidak percaya bahwa kasih sayang itu tulus.
The end.
Kalau suka sama cerita ini, like dan comment ya.
Bila ada kesalahan kata, mohon di koreksi. Terimakasih...😘
...•••...
"Ssshhh... Aaarrgghh... Sakit banget anjing..." Umpatnya sedikit mengerang. Ia tertunduk, mencoba untuk tidak menangis.
Kini ia tengah mencengkram perutnya dengan kuat. Nafasnya sedikit terengah karena rasa sesak yang tiba tiba datang. Penyakit maag nya kembali kambuh. Ini efek karena ia meninggalkan sarapannya karena berusaha meninggalkan ayahnya lebih cepat. Ia tidak mau berdebat dengan ayahnya.
"Gua bilang apa Rak? Gua udah sering peringatin loe buat jangan ninggalin sarapan! Keras kepala! Kepala batu! Batu neraka! Ke UKS, gua anter." setelah puas mengejek Raka, Razel memberikannya bantuan untuk membawa nya ke UKS.
Suara yang sedikit nyaring dan nyaris seperti rap itu membuatnya menoleh. Ia menatap tidak suka lalu kembali memalingkan wajahnya, tidak peduli dengan Razel, teman satu kelasnya sekaligus satu satu nya teman yang dekat dengan Raka.
"Gak usah sok peduli sama gue... Gue benci di kasihanin..." Peringat Raka tajam. Razel berdecak.
Tanpa mau di bantah, ia nekat mengangkat tubuh ringan Raka menuju UKS.
"Gini nih kalau punya prens spek bangsat. Susah di peringatin, abis itu goblok nya minta ampun dah!"
Raka meronta ronta untuk mencoba melepaskan diri. Namun tenaga Razel lebih kuat mengingat dirinya mengikuti ekstrakulikuler karate sehingga ia merasa lemah. Yang ada perutnya semakin sakit ketika di gerakan. Raka mencoba pasrah kali ini.
"Vin, pacar loe sakit. Maag nya kambuh lagi, obatin. " Perintah Razel yang membuat Raka harus memukulnya pelan. "Bukan pacar gua... Diem lu monyet— Ssshhh ..."
Lagi lagi ia meringis. Memang sulit baginya untuk tidak makan sehari saja. Sedangkan Raka sudah tidak makan selama kurang lebih tiga hari. Namun maag nya yang sekarang terasa lebih menyakitkan sampai ia merasa sesak.
"Bacot mulu loe Rak. Vin, tolong ya? Kalo gua disini, napas aja keliatan salah di mata dia." Tunjuk Razel pada Raka.
Vina terkekeh melihat wajah Raka yang sudah memerah. Ia pun meraih tangan Raka.
"Aku obatin ya Rak..." Bujuk Vina, selaku anggota PMR sekaligus orang yang menyukai Raka sejak menduduki kelas 7.
"Kasih gua obat aja... Gak usah repot repot... Hhh, hhh," Ia menunduk. Tangan kanannya terangkat untuk memegang dadanya yang tiba tiba terasa sangat sesak.
"Kalau maag nya udah kronis, emang bakal bikin sesak nafas. Biar aku longgarin dasi nya."
Dengan hati hati ia melonggarkan dasi milik Raka agar ia tidak kesulitan bernafas.
"Maaf kalau gak sopan," Cicitnya merasa malu.
"Emang. Loe tau itu,"
Vina membelalak lalu memalingkan wajahnya ketika pipinya terasa panas. Raka terkekeh. Bisa ia lihat ada semburat merah di kedua pipi Vina. Senang sekali ia mengusili Vina.
"Istirahat aja ya Rak, jangan lupa diminum obatnya. Nanti aku bawain makan buat kamu," Vina menepuk puncak kepala Raka dengan lembut di tambah senyuman yang membuatnya semakin terlihat manis. Ia pun pergi keluar setelah memberikan obat padanya.
Raka menghembuskan nafas lelah. "Pasti dimarahin lagi..."
...•••...
"Ass—
Praangg!!!
Deg!
"Ck, kaget tau! Gimana kalau Raka jantungan?!" Pekiknya ketika sang ayah melemparnya dengan botol minuman keras.
Bagus... Mungkin ia akan habis di tangan ayahnya.
"Raka baru aja pulang. Bisa gak sih gak mukul dulu sehari... Aja? Raka capek," Keluhnya yang malah mendapatkan tamparan di pipi kirinya yang membuatnya menoleh.
Ia merasakan rasa panas bercampur perih itu mulai menjalar. Inilah balasan jika ia melawan perkataan ayahnya.
"Bukannya cari duit malah keluyuran gak jelas, kamu?! Terus apa sekarang?! Berani ngelawan ayah, hah?!"
Raka menggertak giginya kesal. Rahangnya mengeras ketika mendengar ucapan ayahnya barusan. Ia menatap tajam netra ayahnya yang masih menatapnya marah. Ayahnya sedang mabuk. Pantas saja.
"Gimana duit gak abis kalau misalnya ayah ngabisin uang cuma buat judi dan mabok?! Ayah gak mikirin Raka yang sakit gara gara gak makan selama tiga hari! Kalau Raka mati, ayah juga yang sengsara, kan?! Ayah gak akan bisa hidup tanpa Raka karena Raka sumber keuangan nya ayah!!! "
Bugh!
"TUTUP MULUT KAMU RAKA!" Teriak Bakti begitu keras.
"HARUSNYA AYAH USAHA BIAR BANYAK DUIT LAGI! BUKANNYA MALAH FOYA FOYA! RAKA CAPEK YAH... RAKA CAPEK! " Teriak Raka tak kalah kencang dari ayahnya.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Ia kembali mendapat tendangan dari ayahnya. Setelah tamparan, pukulan, sekarang tendangan. Mungkin setelah ini akan melayangkan benda tajam ataupun melemparnya hingga memecahkan kemari kaca seperti waktu itu.
Raka sudah menangis sekarang. Ayahnya memang tidak akan pernah sadar.
"Dasar anak durhaka! Jangan coba coba kembali sebelum menghasilkan uang!!!"
Brak!
Dengan alasan menghasilkan uang, ayahnya sukses mengusirnya keluar dari rumah. Air mata nya sudah mengucur deras tidak tertahan. Anak laki laki itu tertunduk sambil mengepalkan tangan nya erat.
"GILA! AYAH BENER BENER GILA! GAK WARAS!" Umpatnya sambil menendang pintu rumahnya.
"Raka gak akan pernah balik buat ayah! Raka benci ayah! Raka benci! Raka benci..."
"Aaaarrrggghhh!!! Pengen mati!"
Tiba tiba Raka terdiam. Sepertinya ucapannya yang tadi ada yang salah.
"M,maksudnya... Raka pengen ayah mati... Huhuhu... Sialan!"
Sambil terus menangis sepanjang jalan, Raka berusaha menyeret kakinya untuk terus memaksanya berjalan. Masa bodoh dengan semua orang yang menatapnya sekarang. Yang penting ia terus berjalan walaupun bingung harus pergi kemana.
Belum cukup sampai disana penderitaannya. Ia juga malah mimisan hingga membuatnya pusing. Raka anak yang cukup sensitif. Dan sudah beberapa hari ini ia mimisan karena kelelahan.
Baju seragam putih yang semula bersih kini sudah kusut dan kotor bekas injakan ayahnya. Belum lagi ia harus menampung darah yang keluar dari hidungnya hingga seragamnya terlihat sangat lusuh.
Setelah berhasil menghentikan mimisan sialan itu, Raka kembali mengangkat kakinya untuk mendatangi sebuah rumah seseorang. Ya, rumah Razel.
Rumah yang selalu terbuka untuk nya yang malang. Rumah yang selalu mengobati nya ketika ia terluka. Rumah yang benar benar menganggapnya hidup. Rumah Razel.
Yah... Raka akui dia cukup tidak tahu malu. Namun ia juga tidak sebenci itu kepada Razel. Ia tetap membutuhkan nya. Ia sangat menyukai kehangatan keluarga Razel yang harmonis.
Deg!
Tiba tiba manik hitam lekat nya menangkap suatu objek yang tengah meringkuk di tengah jalan, sedangkan dari arah yang berlawanan ada truk besar yang mengarah padanya.
Dengan langkah berani, ia berlari menuju jalan raya untuk menyelamatkan anak laki laki itu.
"WOII AWAAAASSS!!!"
TIIN! TIIIN!
CKIIT...
BRUGHH...
...•••...
Jehehehee... Gimana sama episode pertama nya? Haduh, maaf ya kalau kurang menarik atau pun ada perkataan yang typo.
Kadang mah aku juga ngomong suka typo.
Apabila ada kata kata yang kurang menyenangkan hati, mohon di maafkan.
Terimakasih...
Salam Author...:')
Keluarga bahagia itu pilihan." -Raka Sahasya
...•••...
Tiin! Tiin!
Ckiit...!
Braaakk!!!
Sungguh! Kecelakaan itu tak dapat di hindari. Bahkan beberapa orang yang menyaksikan berteriak histeris melihat seorang anak laki laki yang terpental karena tertabrak truk besar itu.
Raka. Laki laki itu berusaha keras mendorong anak laki laki yang meringkuk tadi. Alhasil, balasan yang ia dapatkan adalah... Dirinya terpental lumayan jauh hingga kepala nya membentur trotoar lumayan kencang.
Aaaahhh... Seperti inikah rasa sakit ketika di tabrak...? Batinnya yang menikmati setiap rasa sakit yang mulai menjalar ke seluruh tubuhnya.
Ia tidak menyesal sama sekali atas apa yang terjadi padanya. Tubuhnya benar benar remuk hingga ia mulai mati rasa. Beberapa orang mendatanginya dan meneriakinya untuk membuat Raka tetap mempertahankan kesadarannya.
Namun nihil. Raka bahkan tak bisa mendengar apa yang mereka teriakan. Yang ia dengar hanya dengungan keras yang membuat telinga nya semakin sakit.
Ia tak mampu menggerakkan tangannya bahkan tak bisa berbicara sepatah kata pun.
Benar benar mengenaskan.
Sebelum benar benar meninggalkan dunia yang kejam ini, Raka ingin meminta maaf kepada Razel atas apa yang selalu ia ucapkan dan memperlakukan Razel dengan acuh.
Di saat saat terakhir seperti ini, ia malah terbayang wajah Razel yang terus tersenyum padanya bahkan mengajaknya kesana kemari tanpa tahu perasaan anak itu.
Aaah... Sialan! Ia benar benar merindukan Razel.
Tidak terasa air mata nya mengalir deras membasahi pipi nya. Orang orang pasti mengira ia menangis karena rasa sakit itu. Bukan, ia menangis karena menyesal tidak bisa memanfaatkan waktunya yang berharga bersama Razel.
Hingga perlahan, kesadaran nya mulai menghilang bersamaan dengan mata nya yang mulai terpejam dan kegelapan menghampirinya.
'Padahal gua mau minta jajanin cilok lagi sama lu Zel... Maaf... Gua gak bisa jadi temen yang baik buat lu...'
Baiklah...
Sebelum menginjakkan kaki nya di jenjang yang lebih tinggi, yaitu SMA, Raka sudah berpulang duluan dan berada di sisi Tuhan, dan ia bahkan belum pernah merasakan belaian dari ayah maupun ibunya yang telah pergi meninggalkan keduanya ketika sang Ayah bangkrut.
Sialan memang.
...•••...
Sreeet...
Mata yang sudah terpejam lama itu akhirnya dapat terbuka dengan sempurna walaupun perlahan.
Ia menatap langit langit yang bernuansa putih itu. Telinga nya mendengar suara beberapa orang yang menangis di sekitaran nya. Selain itu, satu tangan nya tak dapat ia gerakkan.
"Oh my god... My prince was awake..."
Suara perempuan yang terdengar lembut itu membuatnya menoleh. Ada perempuan dan lima laki laki disana. Siapa mereka?! Apakah ia di culik?!
Ketika tengah menatap mereka dengan penuh artian alias ngelamun, wanita itu memeluk tubuhnya erat. Raka memejamkan matanya karena ia ingat saat terakhir kali ia ditabrak truk besar. Namun ia kembali membuka matanya ketika ia bahkan tak dapat merasakan sakit di seluruh tubuhnya.
"Razka anak bunda... Makasih sayang... Makasih udah mau bangun buat kita... Hiks,hiks."
Raka semakin kaget mendengar pernyataan wanita yang di depannya ini. Apa katanya? Razka?
Woi lah, nama gue itu Raka. Siapa Razka?!
Tangan kanan nya mencoba mendorong tubuh wanita yang memanggilnya Razka. Dadanya macam terhimpit, sakit banget lah.
"M,maaf... T,tapi... Nama saya... Raka..." Cicit Raka berusaha sopan.
Raka bingung. Kok ngomongnya gak enak gitu? Pas di pegang... Astaga! Siapa yang memakaikan nya masker oksigen seperti ini?!
Raka mencoba melepas masker oksigen yang terpasang apik di wajahnya karena sangat sangat tidak nyaman.
Tep.
Namun yang mengesalkan. Laki laki yang terlihat lebih tua dari keempat laki laki yang lainnya itu menahan tangannya agar tidak coba coba melepas alat bantu pernapasan itu.
"Jangan berani melepas." Peringatnya dengan tatapan seperti mau melahapnya hidup hidup.
"Dan ingat. Namamu adalah Razka. Razka Pangeran Ganendra, Putra Mahesa Ganendra."
Tatapan yang tajam bak Elang itu justru membuat Raka takut. Matanya memanas dan pada akhirnya air matanya meluruh begitu saja. Ia menunduk agar orang orang itu tidak melihatnya menangis.
Ratih, sang ibunda dengan sigap memeluk tubuh putranya yang rapuh itu. Ia mengelus punggung nya dengan lembut agar anaknya tenang.
Ia lalu melemparkan tatapan tajam pada suaminya. "Kamu menakutinya! Dia baru bangun dari koma nya! Gimana kalau keadaannya drop lagi?! Mau tanggung jawab?!" Marah Ratih pada Mahesa.
"Hiks, hiks, tapi beneran... A,aku Raka... B,bukan... R,Razki... Hiks, hiks," Raka menangis tersedu sedu. Entahlah, ia juga bingung kenapa ia jadi menangis hanya dengan tatapan nyalang yang diberikan Mahesa.
Padahal ia juga biasa menatap balik sang ayah saat hendak melawan dan memberontak. Tapi ia tidak bisa menatap Mahesa bahkan menangis?! Memalukan!
"Razka. Nama kamu Razka, bukan Razki." Koreksi Mahesa lebih lembut dari yang tadi.
"Raka... Aku Raka... Bukan Razka... Hhh, hhh, hhh," Oke. Selain menangis yang membuatnya malu, sekarang dadanya serta dadanya malah terasa sakit sehingga membuat tangisannya jadi kencang. Membuat Ratih tambah khawatir dan berakhir kembali memanggil dokter.
"Razka baru saja terbangun. Jangan membuatnya terkejut, dia sedikit syok karena anda sedikit memberinya tekanan." Jelas Dokter Radit pada kedua orang tua nya.
Mahesa dan Ratih menatap Razka yang kini sudah tertidur damai setelah diberi obat penenang tadi.
Ratih memeluk Mahesa dan kembali terisak. "Dia bakal baik baik aja kan...?"
"Pasti. Razka pasti akan baik baik saja," Balas Mahesa sembari mengecup kening sang istri.
'Gue udah bilang. Nama gue Raka Sahasya, nyolot banget manggil gue Razka.'
Ternyata Raka belum sepenuhnya tertidur. Ia masih mendengarkan percakapan dokter dan juga Mahesa.
...•••...
Yoooi guys, si Raka masih nyolot kalau dia bukan Razka. Belum ngaca, makannya masih berani nyolot ama Ratih dan Mahesa.
Salam author^v^
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!