Aku pandangi cermin besar di hadapan ku , di samping nya terdapat ukiran memutar ke sekeliling cermin .
" Cermin yang sangat indah " . Gumam ku mengagumi cermin dinding yang lebar nya satu setengah meter dan panjang dua setengah meter ini .
Ku raba ukiran kayu yang masih kokoh meskipun sudah berusia lebih dari lima puluh tahun . Aku sendiri tak tahu berapa lama pasti nya , yang aku tahu dari budhe kalau cermin ini sudah ada sejak nenek ku masih kecil .
" Opo kowe seneng marang kaca pangilon iki nduk ? " . { Apa kamu suka sama cermin ini nak ? " . Budhe Ngatmi tiba - tiba sudah berada di belakang ku .
Sejujur nya aku sangat terkejut dengan kedatangan budhe Ngatmi apalagi yang aku tau beliau masih di ladang saat aku tiba di rumah nenek ini .
Nama ku Viya , aku kelahiran di kampung ini yang juga menjadi tanah kelahiran kedua orang tua ku . Tapi sejak berusia empat puluh hari kedua orang tua ku membawa ku ke kota dan hingga sekarang pun masih tinggal di kota .
Desa ini bernama Sumber Hasil , maaf ya reader yang baik hati cerita dan nama desa yang tertulis di sini hanya lah sebuah karya fiksi saja jadi tidak ada unsur kesengajaan menyinggung pihak mana pun di dalam nya jika ada kesamaan baik dari nama desa , nama tokoh ataupun isi dari cerita .
Bapak ku bernama Sadimun sedangkan nama ibu ku Juwariyah , kata orang nama orang tua ku nama jadul . Ah biar saja toh yang penting kedua orang tua ku pola pikir nya tidak jadul .
Saat menikah dengan ibu ku bapak sudah tinggal di kota yang kami tempati sekarang dan bapak memiliki pekerjaan yang tugasnya mengatur pengelolaan sumber daya udara di wilayah sungai yang meliputi perencanaan , pelaksanaan konstruksi , operasi dan pemeliharaan dalam rangka konservasi dan pendayagunaan sumber daya udara dan pengendalian daya rusak udara di sungai , pantai , bendungan , danau , situ , embung , dan tampungan air lainnya serta air baku pengelolaan drainase utama perkotaan .
Hal ini menyebabkan bapak tak memiliki hari libur dengan pasti karena sewaktu - waktu bisa saja atasan nya menghubungi jika sedang musim hujan dan volume air di sungai sedang banyak - banyak nya .
Sedangkan ibu ku hanya ibu rumah tangga biasa yang memiliki warung kelontong di depan rumah , itupun ibu jalani setelah adik ku meninggal di usia delapan bulan . Kalau orang Jawa bilang sih katanya kena sawan , tapi entahlah sebab tak ada riwayat sakit apapun sampai akhir nya tubuh adik ku menjadi berwarna biru seperti keracunan .
Akhir nya aku resmi jadi anak tunggal bapak ibu ku . Usia ku sekarang baru menginjak di tahun ke 23 tahun . Sejak kecil aku suka melihat orang berias diri atau make up dan itu yang membawa ku menjadi MUA .
Pekerjaan ini baru aku jalani 2 tahun sebab aku harus fokus pada kuliah ku dulu . Sebelum sidang skripsi bapak memberi ku hadiah sebuah ruko berlantai dua meskipun tidak lah besar tapi aku sangat bahagia akhir nya aku bisa membuka usaha ku sendiri .
Selain menjadi MUA impian ku sejak kecil ingin memiliki toko aksesoris dan salon kecantikan meskipun baru bisa untuk perawatan rambut dan wajah saja .
Suatu hari bapak mengajak kami ke kampung ini , yang aku ingat terakhir ke sini waktu masih duduk di bangku sekolah tingkat pertama .
Yaa .. itupun saat nenek dari bapak ku meninggal . Sekarang kedua orang tua ku sudah tak memiliki orang tua . Di kampung ini hanya ada para kerabat saja karena bapak dan ibu ku sama - sama tak memiliki saudara kandung alias anak tunggal yang cerita nya pun sama bahwa adik mereka juga meninggal saat masih kecil .
" Nduk , budhe takon malah ngelamun ? " . {Nak budhe nanya kok malah melamun ? " .
Aku kembali terkejut dengan tepukan pelan tangan budhe di bahu ku .
" Ngge budhe suka " .
" Le' kowe seneng ya gawanen mulih , sesuk ben di kirim pak de nang kota " . { Kalau kamu suka ya fi bawa pulang saja , besok biar di kirim pak de ke kota } .
Mengobrol dengan budhe ku memang biasa seperti itu , budhe tak terbiasa menggunakan bahasa Indonesia tapi beliau paham kalau aku menjawab dengan bahasa Indonesia .
" Cermin nya apa ndak rusak budhe kalau di angkat - angkat , takut malah pecah atau ada yang rusak " .
Tentu saja aku merasa sayang kalau cermin ini sampai rusak atau bahkan pecah .
" Ora nduk , kaca pangilon iki kuat , mengko pak de di weling sing ngati - ati " . { Enggak nak , cermin ini kuat , nanti pesan ke pak de supaya berhati - hati } .
" Makasih ya budhe " .
Budhe mengangguk kan kepala nya . Aku perhatikan budhe ku mungkin berusia sekitar enam puluh tahunan tapi wajah nya masih sangat terlihat gurat cantik nya . Aku yakin dulu waktu masih muda budhe ku sangat lah cantik .
" Nduk , kamu sama siapa di sini ? " . Tanya bapak yang baru masuk ke dalam rumah budhe ini .
Rumah ini dulu nya adalah rumah induk , rumah yang di tinggali orang tua bapak ku . Aku biasa nya bukan manggil nenek sih , tapi mbah uti .
Lebih nyaman nya aku ganti mbah uti saja ya reader sebab nanti ada lagi yang aku panggil nenek biar reader tidak bingung dengan cerita ku .
Mbah uti ini keturunan Belanda akan tetapi dari kecil sudah paham betul dengan adat istiadat nya orang Jawa ataupun hal yang berbau klenik , bahkan aku yang lahir di tanah Jawa saja tak begitu mengerti dengan hal seperti itu .
" Sendirian pak " .
" Lha yang bukain pintu siapa , bapak aja baru bawain kunci rumah nya " .
" Tadi Viya pas ke sini pintu rumah memang tertutup pak tapi ndak di kunci jadi Viya masuk aja " .
" Kok aneh ya , apa mungkin ada yang masuk dan lupa mengunci nya " . Bapak berpikir sambil melihat ke arah pintu .
" Mungkin aja pak , tapi tadi ada budhe juga kok di sini " .
" Budhe ? , di mana ? " .
" Ya tadi sih masuk ke dalam terus ndak tau lagi pak " .
" Bapak liat kamu dari tadi di depan cermin ini terus " .
" Viya suka pak sama cermin nya , frame nya cantik , kata budhe boleh di bawa ke kota kok pak " .
" Tapi ini kan cermin sudah tua nduk gimana kalau malah rusak di bawa ke sana " .
" Budhe bilang sih kuat pak kalau boleh nanti pak de yang bantu bawa ke kota " .
" Ya sudah nanti bapak bilang saudara yang lain dulu " .
" Asyik " .
Senang rasa nya kalau cermin ini akan di bawa ke kota meskipun belum tahu juga di ijinkan apa tidak sama kerabat bapak yang lain sebab cermin nya selain sudah berusia puluhan tahun , juga sudah sangat lama menempel di dinding rumah ini .
Yang di takut kan bapak bagian belakang nya sudah rapuh dan kalau di paksa di bawa malah akan hancur juga cermin nya .
" Nduk , ayo pulang dulu ke rumah bulek Sarmila , sebentar lagi sudah masuk waktu maghrib " .
" Ngge pak " .
Sesaat sebelum melangkah mengikuti bapak aku melihat ada bayangan orang lewat di dapur .
" Ah mungkin itu budhe Ngatmi , apa aku ajak pulang bareng aja ya " . Gumam ku sembari melihat bayangan yang tampak dari cahaya lampu minyak , di desa ini biasa nya di sebut lampu ublik atau yang biasa di sebut sebagai semprongan atau cemprong . Rupanya khas berbentuk tabung atau bulat di bagian bawah nya dan terbuat dari kaca untuk menyalakan nya menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakarnya .
" Nduk , ayo kok malah berhenti di situ " . Bapak memang hobi mengejutkan ku , lagi - lagi aku terkejut dengan panggilan dari nya .
" Budhe Ngatmi .. " .
" Sudah ndak pa pa , nanti kan pulang sendiri ayo buruan bapak mau kunci pintu nya " .
" Ada budhe Ngatmi kok di kunci tho pak " .
" Biar lewat belakang aja sekalian kunci pintu belakang " .
Aku tak mau berbicara lagi , langsung saja aku ikut naik motor yang bapak bawa .
Jarak rumah mbah uti sama rumah bulek Sarmilah kalau naik motor kurang lebih sepuluh menit tapi pelan - pelan sebab jalan desa masih berbatu .
Aku perhatikan satu persatu rumah di desa ini model nya hampir sama semua yang membedakan hanya warna cat rumah dan ukuran nya saja .
Setiba nya di rumah bulek Sarmilah bapak mengingatkan ku untuk mencuci kaki ku terlebih dahulu sebelum menginjak teras rumah .
" Pak , kenapa kita harus cuci kaki dulu kan kaki kita ndak kotor ? " . Tanya ku padahal sepele saja sih kalau kita cuci kaki kan karena kita dari luar yang tentu nya terkena debu juga .
" Cuci kaki sebelum masuk rumah itu bukan cuma biar kaki kita bersih dari kotoran aja nduk akan tetapi biar kalau ada barang alus atau makhluk tak kasat mata yang mengikuti kita ndak bisa ikut masuk ke dalam rumah juga " .
" Pantas saja di depan setiap rumah yang aku liat tadi selalu di sediakan tempat air dari tanah liat buat cuci kaki " .
" Maksud kamu padusan nduk ? " .
" Iya itu mungkin nama nya pak " .
" Padusan itu sebetulnya sebuah tradisi nduk , tradisi padusan merupakan salah satu cara membersihkan diri sebelum masuk bulan ramadhan oleh karena niat nya sama membersihkan juga maka nya orang dulu selalu meletakkan air di gentong yang biasa di sebut air padusan di depan setiap rumah supaya bisa membasuh kaki sebelum masuk rumah " .
" Wah matur nuwun ngge pak , Viya jadi punya ilmu baru lagi nih . Pantesan ibu selalu ngomel kalau aku ndak cuci kaki dulu di kran yang ada di depan teras rumah kita " .
Bapak ku malah tertawa sembari mengacak rambut ku . Mungkin bagi bapak aku ini anak terbo**h kali ya , di usia segini tapi masih juga belum paham hal - hal seperti ini . Biar saja lah aku telat tahu nya dari pada aku tak pernah tahu .
Di desa ini kalau menjelang malam selalu dingin hawa nya sekali pun di musim kemarau , pohon - pohon besar dan tinggi seperti pohon asem , pohon gayam bahkan pohon trembesi masih banyak berjejer di depan rumah para warga ataupun di tanah - tanah kosong .
" Pak , di sini sepi ya pak kalau sudah maghrib , yang keluar pun cuma orang - orang yang mau sholat berjamaah di mushola aja " .
" Nama nya juga di kampung nduk , kebanyakan ya kayak gini ini mayoritas warga nya yang masih muda nyari kerja di luar kota atau di desa lain yang lebih maju dan berkembang , di sini tinggal para orang tua dan anak - anak kecil aja " . Jawab bapak sesuai kenyataan nya .
Oh ya reader , di desa ini termasuk desa yang masih tertinggal ya . Listrik di desa ini yang masuk tidak sampai lima puluh persen nya , jadi listrik di sini hanya di gunakan seperlu nya saja seperti di sekolah , di puskesmas dan untuk pengairan di sawah .
Kalau malam menjelang suasana di luar sangat gelap hanya di terangi sinar bulan itupun kalau tidak mendung atau turun hujan .
Di rumah - rumah warga semua terlihat menyalakan lampu minyak di dalam nya . Sejauh ini aku sangat menyukai suasana seperti ini sekalipun aku juga sering merasa takut kalau akan ke kamar mandi sebab letak nya terpisah dari rumah induk .
" Kamu ngapain nduk di sini ? " . Tanya ibu yang menepuk pelan bahu ku .
" Di sini sepi ya bu ? " .
Ibu ku tersenyum . " Kamu ndak betah ya di sini ? " .
" Suka sih bu tapi entah kenapa kok kayak horor kalau di perhatikan " .
" Nama nya juga desa tertinggal nduk ya gini ini " .
Dari kejauhan aku mendengar ada suara musik seperti ada pertunjukan .
" Bu , ibu dengar itu ? " .
" Apa nduk ? " .
" Itu loh bu kayak musik - musik gamelan atau apa itu " .
Ibu ku menajamkan pendengaran nya .
" Iya ya nduk , mungkin di desa sebelah itu nduk " .
" Bulek mana bu , perasaan dari tadi belum kelihatan " .
" Tadi siang sih bilang nya mau ke rumah teman nya , tapi sudah jam segini kok belum pulang " .
" Bulek sendirian bu ? " .
" Ibu ndak nanya sih , ibu cuma tau kalau bulek mau ke rumah teman nya " .
" Sudah malam nduk , kamu tidur dulu sana biar ibu yang nunggu bulek kamu pulang " .
" Iya bu " .
Aku masuk ke dalam kamar mendekati ranjang bambu dan ku baringkan tubuh ku .
Kratak Sreekk ! Kruuk .. Kruuk !
Suara itu seperti seseorang membuka sesuatu , lalu terdengar suara seperti seseorang yang sedang mengunyah .
Aku sangat penasaran kali ini , karena suara nya terdengar sangat keras di arah dapur .
" Apa itu ibu ya ? , tapi ibu kan di ruang tamu sedangkan dapur ada di belakang kalau ibu yang ke dapur kok cepat jalan nya , apalagi kaki ibu sedang kambuh asam urat nya " .
Karena penasaran aku memberanikan diri turun dari ranjang dan keluar dari kamar . Mata ku mengedar apakah ada orang atau tidak . Di ruang tamu aku lihat ibu duduk di kursi membelakangi ku .
Ku lihat di kamar sebelah ku ada bapak yang tampak sudah lelap dalam mimpi nya .
Kaki ku berjalan sedikit berjinjit supaya tak membuat suara . Perlahan tapi pasti kini aku mendekati ambang pintu dapur .
Jantung ku berdegup dengan kencang , suara orang mengunyah itu semakin terdengar dengan jelas . Aku berhenti beberapa meter dari ambang pintu . Rasa nya aku ragu untuk melanjutkan melangkahkan kaki ku , bagaimana kalau itu bukan bulek Sarmilah karena ibu masih menunggu nya di ruang tamu .
Aku akhirnya memutuskan untuk kembali , tapi hati rasa nya ada yang mengganjal . Tak puas jika belum melihat siapa yang ada di dapur .
Aku menarik napas dalam beberapa kali sebelum akhir nya memutuskan untuk melanjutkan melangkah .
Mata ku segera mencari sumber suara setelah tiba di ambang pintu dapur .
Sayang nya tak ada siapapun di sana , suara itu terdengar dari luar dapur karena suara itu terdengar sangat jelas dari dapur ini .
Aku membekap hidung yang tak tahan , saat tercium aroma amis dan bercampur bau busuk menusuk indera penciuman .
Seperti aroma bangkai yang masih baru dan basah . Tangan ku gemetar memegangi gagang pintu lalu perlahan membuka nya .
Pintu terbuka , aroma amis dan busuk itu semakin tercium , aku mual dan isi perut ku terasa seperti di aduk - aduk .
Ku coba menetralkan perasaan ku sebelum melihat ke arah luar dapur .
" Astaghfirullah " . AKu memekik sembari menutup mulut karena terkejut .
Tepat di samping luar pintu terdapat sesosok makhluk yang seperti berjongkok dan aku tak tahu apa itu . Berambut gimbal dengan wajah yang hampir semuanya membusuk dan berlendir , kuku - kuku nya tajam , di tangannya telah memegang sesuatu .
Aku tak tahu apa yang dia makan karena di luar tampak gelap , tapi sesaat saat aku memekik makhluk itu langsung menghentikan makan nya dan menoleh . Matanya yang putih polos menatap tajam ke arah ku .
" Astaghfirullah " . Aku memekik dan segera menutup dan mengunci kembali pintu dapur yang ke arah luar .
Nafas ku tersengal - sengal sembari membekap mulut ketakutan . Aku berlari kembali masuk ke kamar ku tanpa berani bercerita pada ibu yang masih ada di ruang tamu .
Seluruh tubuh ku bergetar hebat , tangan ku bahkan sampai menggigil memeluk bantal . Aku tak dapat berpikir jernih saat ini , aku betul - betul ketakutan sampai aku ketiduran .
" Nduk , bangun sudah pagi loh ini kamu kesiangan lagi sholat subuh nya " . Aku mendengar suara ibu membangunkan ku tapi mata ini rasa nya sangat susah di buka .
" Ayo nduk bangun dulu " .
" Ibu , Viya sedang menstruasi " .
" Uwalah , ibu kok ya lupa , maaf ya nduk , ya sudah kamu lanjut tidur lagi " .
" Jangan " .
" Apa nya yang jangan nduk " .
" Eh anu bu jangan suruh Viya tidur lagi , temen Viya ke kamar mandi ya bu " .
" Kamu takut nduk ? " .
" Ya pengen aja di temani ibu , kamar mandi nya kan di luar bu , Viya ndak nyaman takut ada orang lewat terus ngintip Viya mandi " .
" Hahaha , bilang aja takut gitu " .
" Ah ibu , ayo temani Viya ya ? " .
" Iya iya .. ayok buruan keburu bulek mu pulang ibu belum masak apa - apa " .
Aku bergegas mengambil baju ganti dan segera ke kamar mandi di temani sama ibu . Kulihat bapak juga sedang buat kopi di dapur .
" Nduk mau ngapain ? " .
" Mandi pak " .
" Di mandiin ibu kamu ? " . Ledek bapak yang membuat aku mencebikkan bibir ku .
" Bu , ayo buruan " .
" Iya iya .. " .
Letak kamar mandi berada di luar rumah tepat nya berjarak tiga meter dari rumah induk .
" Bu , kenapa sih bikin kamar mandi nya harus di luar rumah gini APA ndak takut ada orang jahat yang mengintai ? " .
" Dari jaman dulu sudah turun temurun seperti ini nduk , maka nya mau bagaimana pun tetap di pertahanan kan " .
" Untung saja rumah kita di kota kamar mandi nya di dalam rumah ya bu " .
" Ya sudah , buruan mandi sana keburu tambah semakin dingin nanti nya " .
Aku pun segera masuk ke dalam kamar mandi yang pintu nya hanya berupa kain seperti gorden lebar dan panjang .
Tak membutuhkan waktu lama aku pun segera menyelesaikan kegiatan ku di kamar mandi .
" Sudah selesai nduk ? " .
" Sudah bu , ayo " .
" Kamu kok nampak buru - buru gitu kenapa tho nduk ? " .
" Ndak pa pa bu , Viya cuma pengen balik ke kota " .
" Tapi kan masih besok nduk kita pulang nya " .
" Kok besok bu katanya hari ini ? " .
" Iya , itu bapak mu kata nya ada janji sama teman nya sore nanti " .
" Yah , bapak nih apa ndak bisa hari pagi ini aja ketemu nya biar siang kita bisa langsung pulang ke kota " .
" Coba kamu bilang aja sama bapak nduk " .
" Iya bu " .
Aku pun berjalan ke ruang tamu tempat bapak duduk santai sembari mendengarkan ceramah agama yang terdengar dari spiker masjid yang tak jauh dari sini .
" Pak , bapak " .
" Iya nduk ? " .
" Kita pulang hari ini kan pak ? " .
" Ibu kamu belum cerita nduk ? " .
" Ibu cuma bilang kalau bapak ada janji sama teman bapak sore nanti " .
" Iya , teman bapak baru bisa ketemu bapak nanti sore sebab dia harus menemani istri nya USG pagi ini , istri nya lagi hamil kembar kata nya " .
" Istri nya juga seusia ibu ya pak ? " .
" Enggak , jauh lebih muda , ini istri kedua nya , istri pertama sudah meninggal tujuh tahun lalu dan punya satu anak laki - laki yang umur nya dua tahun di atas kamu " .
" Gitu ya pak , tapi pak Viya pengen pulang ke rumah kita " .
" Tumben kamu buru - buru minta pulang , biasa nya juga harus di paksa dulu biar mau pulang " .
" Ya kan Viya punya pekerjaan sekarang pak di kota , Viya mau menjemput bola pak , Viya ndak mau nyantai - nyantai mengandalkan bapak sama ibu terus menerus " .
" Ya sudah besok kita pulang nya ya , sore ini biar bapak ketemu teman bapak dulu " .
" Iya deh terserah bapak " .
Bukan tanpa alasan aku memaksa untuk segera pulang ke kota , kejadian semalam benar - benar membuat ku sangat takut . Aku bahkan tak yakin itu kenyataan apa cuma halusinasi ku saja .
Dari pada tak ada kegiatan apa - apa aku putus kan membantu ibu di dapur . Dapur khas rumah - rumah di desa yang masih terbilang tertinggal seperti ini .
Memasak dengan kayu , jangan kan kompor gas LPG , kompor minyak tanah saja tak ada .
Aku perhatikan di sudut dapur tertumpuk kayu - kayu kering untuk bahan bakar memasak . Sedangkan di sudut yang lain tertumpuk beberapa karung berisi beras yang masih ada kulit nya . Sedangkan beras yang sudah di kupas kulit nya di taruh di dalam gentong yang cukup di isi beras dua puluh kilogram .
" Bu Viya bantu apa nih " .
" Kok ndak duduk aja sama bapak di depan " .
" Ndak ah , Viya mau bantuin ibu aja " .
" Ya sudah kamu bantu kupas bawang merah sama bawang putih aja ya nduk " .
" Di taruh di mana bu bawang nya " .
" Astaghfirullah , ibu lupa kalau habis nduk , ya sudah ibu mau beli dulu " .
" Viya aja bu yang beliin " .
" Beneran ndak pa pa ? " .
" Iya bu , biar Viya aja , kalau Viya yang di suruh masak nasi terus api nya mati , Viya ndak bisa nyalain apinya lagi bu " .
" Ya sudah , kamu tahu warung kelontong yang di ujung jalan sebelum masuk ke gang rumah ini nduk ? " .
" Iya bu , Viya tau " .
" Nih uang nya , hati - hati ya nduk , masih agak gelap juga di luar " .
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!