NovelToon NovelToon

TERIKAT CINTA VAMPIRE TAMPAN

Sesuatu yang Aneh

Tangan dingin dan besar itu menyentuh seluruh bagian tubuh Gelya membuat gadis itu merasa sangat panas. Ia terbakar pada api gairah yang sangat dalam. Apalagi ketika bibir dingin itu menyentuh seluruh permukaan kulitnya. Gelya merintih dalam balutan rasa yang membuatnya terbang ke langit ketujuh.

Kepalanya menggeleng seakan mengatakan kalau ini salah. Bagaimana mungkin ia bercinta dengan lelaki yang wajahnya tak begitu jelas?

Namun sentuhan demi sentuhan itu mengikis rasa bersalah yang sementara Gelya alami. Ia mengangkat pinggulnya saat penyatuan itu terjadi. Tangannya memegang erat bahu kekar yang sedang berada di atasnya.

"Gelya .....!"

Suara bibinya membuat Gelya membuka matanya. Tempat tidurnya yang tepat menghadap ke cermin meja riasnya, menampakan wajahnya yang basah dengan keringat.

"Gelya....!" terdengar suara bibinya.

"Iya, bi." Gelya menjawabnya. Ia perlahan turun dari ranjang dan membuka pintu kamarnya.

Mila, bibi Gelya menatap ponakannya. "Kamu sedang apa sampai berkeringat seperti itu?"

"Aku mimpi buruk, bi. Tadi pulang kuliah aku langsung ketiduran."

"Itulah sebabnya orang tua sering bilang. Saat Maghrib, nggak boleh tidur." Mila menjitak kepala ponakannya. "Pingkan menelpon. Meminta mu untuk menggantikan dia sif malam sampai pagi. Besok kamu kan nggak kuliah jadi bibi iyakan saja. Soalnya mamanya Pingkan masuk rumah sakit."

"Baik, bi. Gelya mandi dulu."

"Jangan lupa makan baru berangkat kerja."

Gelya mengangguk. Ia pun menutup kembali pintu kamarnya. Setelah mengambil handuk dan baju ganti, Gelya segera menuju ke kamar mandi dan letaknya di dekat dapur.

Sudah 5 tahun Gelya diasuh oleh adik mamanya ini. Mila usianya baru 32 tahun. Ia seorang janda yang ditinggalkan oleh suaminya. Mila menikah mudah. 19 tahun ia sudah memiliki anak. Anaknya seorang laki-laki yang kini diambil paksa oleh mantan suaminya untuk tinggal dengan mereka di Singapura.

Putra Mila sudah berusia remaja. Sayangnya sang suami hanya mengijinkan Mila mengunjungi putranya setahun 2 kali. Saat liburan panjang kenaikan kelas dan libur natal.

Semenjak bibinya bercerai 5 tahun yang lalu, Gelya pun terpaksa tinggal dengan bibinya itu karena kedua orang tuanya yang meninggal secara mendadak. Rumah bibinya sederhana dan kamar mandinya hanya ada satu.

Saat Gelya membuka semua pakaian yang membungkus tubuhnya, matanya terbelalak melihat baju dalamnya. Kain berbentuk segi tiga itu nampak basah dengan cairan yang agak mengental.

Walaupun Gelya belum pernah pacaran, namun Gelya tahu apa itu. Dan ini sudah 3 kali ia alami selama 2 minggu ini.

"Mengapa mimpi itu terasa begitu nyata? Aku bahkan dapat merasakan bibir yang menyentuh dadaku itu." Gelya dengan cepat menggosok sabun ke seluruh bagian tubuhnya. Ia seperti ingin menghapus jejak lelaki yang bercinta dengannya itu. Bau parfum yang sangat menggoda itu pun masih bisa Gelya cium.

Selesai mandi, Gelya segera mengenakan seragam tempat ia bekerja. Sebuah mini market yang pasti ada di setiap kelurahan dan desa. Sudah 1 tahun Gelya bekerja di mini market itu. Sebenarnya sang bibi kurang setuju Gelya kerja. Namun Gelya tak mau terus menyusahkan bibinya. Gadis berusia 20 tahun itu merasa bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk meringankan bebas sang bibi yang bekerja di sebuah bank swasta itu.

"Makanlah !" kata Mila sambil membuka tutup saji.

Gelya pun menikmati makan malamnya. Setelah ia selesai makan dan mencuci peralatan makan yang digunakannya, Gelya segera pamit menuju ke tempat kerjanya. Letaknya tak jauh dari rumah tempat tinggal Gelya. Jika jalan kaki tak sampai 10 menit dan jalanan nya juga ramai sehingga Gelya tak perlu takut. Lagi pula kota ini terkenal dengan kota yang aman dan damai. Tak seramai ibu kota.

Sesampai di mini market tempatnya bekerja, nampak toko agak sepi.

"Kak Bobi....!" panggil Gelya.

Lelaki bertubuh gembul itu muncul dari balik salah satu rak.

"Aku senang kalau kamu sudah datang. Aku sedikit tegang sendirian." kata Bobi sambil membawa catatan barang yang baru saja diperiksanya.

"Maaf ya kak aku terlambat 17 menit. Soalnya tadi pulang kuliah aku ketiduran. Baru saja dibangunkan oleh bibiku."

Bobi menarik napas panjang. "Aku kok menjadi tegang akhir-akhir ini."

"Karena peristiwa pembunuhan yang ada di sebelah toko kita ini?"

Bobi mengangguk. "Ingin rasanya nggak sif malam. Tapi kalau sif malam gajinya kan 2 kali lipat. Istriku sebentar lagi melahirkan. Aku butuh uang extra untuk membeli perlengkapan bayi."

"Semoga semuanya bisa diadakan sebelum waktunya ya, kak." Gelya langsung berdiri di depan kasir dan mulai melakukan tugasnya. Memasukan id sebagai pemegang kasir saat ini.

"Gel, menurut kamu, apa benar gosip yang beredar kalau lelaki itu terbunuh karena vampire. Soalnya ada dua lubang di lehernya."

Gelya tertawa. "Kakak percaya kalau vampire itu ada?"

"Percaya nggak percaya sih."

"Makannya jangan keseringan nonton film horor. Lagi pula vampire itu kan hanya ada di luar negeri. Kalau kita di Indonesia hanya ada kuntilanak, wewek gombel, pocong, suster ngesot dan tuyul."

"Vampire itu bukan hantu. Mereka manusia, tapi tak ada detak jantungnya. Mereka hanya keluar di malam hari dan makannya darah manusia. Terutama darah bayi dan darah perawan kayak kamu."

"Tetap saja mereka sudah mati, kak. Ngapain harus takut sama orang yang sudah mati?" Gelya menatap Bobi. "Kak, jangan menakut-nakuti dong. Kalau diingat-ingat ini malam ketiga kematian lelaki misterius itu."

"Ih...Gelya, kok aku rasanya merinding sih?"

Gelya tertawa. Sejak kecil kedua orang tuanya sudah mengajari dia untuk tidak takut pada hantu. Gelya justru diajarkan ilmu bela diri. Karena orang jahat lah yang harus ditakutinya.

Jarum jam pun terus bergerak. Sejak tadi hanya ada 3 pembeli yang singgah. Mereka adalah para sopir truk yang melintasi jalan ini.

"Gelya, vampire itu kebanyakan adalah cowok tampan dan mempesona. Kalau cewek ia akan sangat cantik. Katanya jangan menatap mata mereka karena mereka bisa menghipnotis seseorang lewat tatapan matanya. Saat kita bersentuhan dengan mereka, kulit mereka sangat halus dan dingin."

"Kak, kok bicara vampire lagi sih?" tanya Gelya.

Bobi terkekeh. "Perasaanku sebenarnya nggak enak." Bobi menatap ke luar toko. "Hujan gerimis. Sekarang sudah jam 1 lewat 10 menit. Aku ke toilet dulu ya? Perutku sakit."

Gelya mengangguk. Ia pun memutar lagu dari siaran YouTube. Gelya sangat suka dengan suara piano. Apalagi piano klasik. Sementara memutar lagu, ia juga memeriksa wa grup yang ada. Siapa tahu ada hal lucu yang mereka muat di sana yang boleh membuat Gelya tertawa. Gadis itu memang belum mengantuk. Dan baru kali ini dia mendapatkan sif malam. Soalnya bibi Mila tak mengijinkan Gelya ambil sif jaga malam sampai pagi. Jam kerja Gelya hanya pagi sampai jam 10 malam saja. Gelya beruntung semua karyawan di sini selalu bersedia jika Gelya mau tukar sif karena ada perubahan jam kuliah.

Bunyi lonceng yang di gantung di depan pintu masuk berbunyi. Menandakan ada orang yang datang. Lonceng itu memang digantung jika jarum jam sudah menunjukan pukul 10 malam.

"Selamat datang di Next Mart. Selamat belanja." sapa Gelya. Ia melihat kalau yang datang adalah seorang laki-laki. Ia bertubuh tinggi, menggunakan topi berwarna hitam dan jaket hitam juga. Lelaki itu nampak berjalan ke arah rak yang berisi sabun-sabun.

Gelya kembali fokus ke layar ponselnya sampai ia tak menyadari kalau lelaki itu sudah berdiri di depan meja kasir.

Saat Gelya mengangkat wajahnya, ia langsung terpana menatap ketampanan pria di depannya. Seorang bule, dengan mata berwarna biru.

"Bisa saya hitung belanjaannya?" tanya Gelya karena lelaki itu hanya memandangnya. Gadis itu menggunakan bahasa Inggris.

Dengan tatapan dingin lelaki itu meletakan sekotak telur, sabun cair dan 2 dos tissue.

"Tak ingin ditambah yang lain? Kami punya promo wafer coklat ini......" Gelya seperti biasa memberitahukan promo toko mereka.

"Aku hanya ingin rokok." lelaki bule itu menggunakan bahasa Indonesia yang cukup fasih. Lalu ia menyebutkan salah satu merk rokok yang cukup terkenal dengan harga yang cukup mahal itu.

Gelya pun segera menghitung semua belanjaan lelaki bule itu. "Semuanya seratus dua puluh satu ribu, tuan."

Lelaki itu tanpa banyak tanya mengambil dompetnya dari balik jaket hitamnya. Ia kemudian mengeluarkan 2 lembar uang berwarna merah.

"Ambil kembaliannya, nona."

Lelaki itu menolak struk dan uang kembaliannya. Gelya kaget. "Tapi tuan....!"

Lelaki itu akhirnya tersenyum. Sangat manis dan Gelya merasakan kalau dada nya berdesir menatap senyuman itu.

Tangan Gelya mengambil tas belanjaan lelaki itu dan memberikannya padanya. Tangan mereka saling bersentuhan. Tangan lelaki itu terasa dingin. Namun sentuhan itu justru menimbulkan sesuatu yang aneh di tubuh Gelya. Seperti yang ia rasakan di mimpinya.

"Gelya.....! Gelya....!"

Gelya tersadar dari lamunannya. Boby susah berdiri di sampingnya. "Kamu kenapa? Melamun saja."

"Eh...anu tadi....!"Gelya menatap uang yang masih dipegangnya. Matanya terbelalak saat sadar bahwa uang itu bukan 2 lembar seratus ribu melainkan ada 5 lembar. "Astaga...banyak sekali!"

"Apanya yang banyak?"

"Tadi....tadi ada pembeli yang memberikan aku uang. Belanjaannya hanya seratus ribu lebih namun dia memberikan aku 5 lembar seratus ribu."

Bobi terkejut. "Wah Gelya, kamu beruntung sekali. Pembelinya cowok atau cewek?"

"Cowok. Bule. Tapi dia bisa bahasa Indonesia."

"Sudah ku katakan kalau kamu itu sangat cantik. Pasti si bule jatuh hati padamu."

Gelya hanya tersenyum tipis. Ia tak mungkin mengatakan pada Bobi kalau cowok itu nampak misterius. Nanti Bobi yang penakut itu bisa langsung histeris.

Pukul 4 dini hari, Bobi sudah tertidur di sudut ruangan beralaskan tikar. Gelya tak mau menganggunya karena ia tahu si gendut itu begitu gigih mencari nafkah karena setelah 2 tahun menunggu, istrinya akan segera melahirkan.

Untuk menghilangkan rasa kantuknya, Gelya membuat secangkir kopi. Ia tahu jalanan di depan sudah kembali ramai karena sebentar lagi para pedagang akan segera ke pasar. Di belakang toko ini memang ada pasar kilat. Yang bukanya mulai jam 5 subuh sampai jam 10 pagi.

Baru saja Gelya akan menikmati kopinya, terdengar bel pintu berbunyi. Saat Gelya membalikan badannya untuk melihat siapa yang datang. Ternyata pria tadi. Si bule yang membuat darah di tubuh Gelya kembali berdesir.

***********

Bagaimana menurut kalian cerita ini?

Tatapan Matanya

"Hallo...! Mba....eh...kami mau bayar lho."

Gelya tersentak bangun. Ia yang duduk di dekat kasir segera membuka matanya. Di hadapannya sudah ada dua ibu-ibu yang sedang membawa belanjaan mereka.

"Maafkan saya, Bu." Gelya pun dengan cepat segera menghitung belanjaan mereka. Setelah kedua ibu itu pergi, Gelya menatap jarum jam yang sudah menunjukan pukul 5 pagi.

"Kok aku bisa tertidur ya? Bukankah tadi aku sedang membuat kopi lalu si bule tampan itu datang lagi?"

"Bicara sama siapa kamu?"

Suara Bobi membuat Gelya menolehkan kepalanya ke arah sumber suara itu. Nampak Bobi baru masuk dari luar toko.

"Dari mana saja, kak?"

"Dari depan. Ada berita heboh. Satpam yang jaga gedung sebelah, semalam melihat ada bayangan hitam yang dengan cepat turun dari lantai atas gedung itu. Lalu katanya, bayangan hitam itu nampak memasuki toko ini."

"Ha?" Gelya bingung. "Khayalan nya, mungkin."

"Katanya dia nggak tidur."

"Ah, kakak ini. Jangan percaya kak. Coba buka CCTV dan lihat."

Bobi pun dengan cepat memeriksa CCTV yang ada di toko mereka ini. "Nggak ada sih. Eh, siapa lelaki berpakaian serba hitam ini?"

"Si bule yang memberikan aku uang 500 ribu itu."

"Kok wajahnya nggak jelas ya?"

"Mau jelas bagaimana? Dia kan memakai topi. Jangan bilang kalau dia bayangan hitam itu ya? Aku melihat kakinya menginjak lantai, kok."

Bobi menggaruk kepalanya. Ia juga bingung karena tak melihat ada bayangan hitam yang nampak di CCTV selain pria bule yang menggunakan topi itu.

Sedangkan Gelya, matanya menatap gelas bekas kopinya yang sudah terletak di sudut meja kasirnya. Ia bingung dengan apa yang terjadi.

************

Sepulang kuliah Gelya langsung ke toko karena ia akan bekerja dari jam 3 sore sampai jam 10 malam.

Ia memang sudah membawa baju seragamnya.

"Hallo semua....!" sapa Gelya pada dua rekannya yang berjaga. Siti dan Tiara.

"Hai cantik, ada salam dari pak Yudi." kata Siti. Gelya hanya tertawa mendengarnya.Pak Yudi adalah supervisor mereka. Ia duda beranak satu. pak Yudi memang lumayan ganteng. Usianya saja baru 31 tahun. Banyak wanita yang tertarik padanya namun tidak dengan Gelya.

"Amit-amit deh...." Kata Gelya lalu segera ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya.

"Gel, memang kamu nggak suka sama pak Yudi? Dia kan tampan." tanya Siti setelah Gelya selesai ganti pakaian.

Gelya menggeleng. "Aku nggak suka padanya bukan karena statusnya sebagai duda. Pak Yudi kan orangnya baik, sopan dan sangat lemah lembut. Tapi tatapan matanya tak bisa menggetarkan hatiku."

Siti dan Tiara tertawa bersama. "Kamu itu ya, memang agak aneh. Cantik, body bagus, bahkan aku merasa kalau kamu ada turunan bulenya karena rambutmu yang coklat itu. Kenapa nggak tertarik pada semua pria tampan dan kaya yang mendekatimu?" tanya Siti.

"Mungkin karena mereka belum bisa menyentuh hatiku. Itu saja. Lagian usia ku baru 20 tahun. Takut apa sih nggak punya pacar? Selesaikan dulu kuliahnya." Ujar Gelya dengan santainya. Gadis itu kemudian mengambil daftar barang untuk mengecek barang-barang yang akan kadaluarsa.

"Gel, kamu tahu nggak gosip yang beredar selama ini?" tanya Tiara yang ikut memeriksa barang bersama Gelya.

"Gosip apa?"

"Tentang kematian bapak yang di sebelah itu. Katanya itu perbuatan mahluk gaib atau vampire."

"Karena lubang di lehernya? Patukan ular juga bisa membuat leher berlubang dua kan?"

Tiara nampak bergidik takut. "Katanya kita harus hati-hati. Karena mereka suka dengan gadis perawan."

"Vampire maksudmu?"

Tiara menggeleng.

"Kamu kayak Bobi aja. Vampire itu hanya ada di luar negeri."

"Bisa saja kan vampire itu ke sini. Kan mereka bisa terbang bahkan kecepatan mereka berlari melebihi kecepatan pesawat terbang."

Gelya menepuk sahabatnya. "Kita banyak berdoa saja. Dan hati-hati. Terus jangan terpengaruh dengan gosip-gosip yang nggak benar."

Tiara hanya mengangguk saja.

Keduanya terus bekerja sampai tak terasa kalau hari mulai malam. Siti langsung pamit lebih dulu karena ia harus menghadiri acara keluarga.

Tiara dan Gelya yang tinggal sambil menunggu teman-teman mereka yang akan berjaga mulai jam 10 malam sampai jam 7 pagi.

Kedua gadis itu saling bergantian makan saat pelanggan lagi sepi.

"Tiara, ponselmu berbunyi."

Tiara yang sedang berdiri di depan pintu segera masuk. Ia mengangkatnya. Wajah gadis itu mendadak pucat.

"Ada apa?" tanya Gelya.

"Mama tiba-tiba pingsan dan sekarang sudah di bawa ke rumah sakit." Tiara mulai menangis.

"Ya sudah, pergi saja."

"Kamu bisa sendiri?"

"Bisa. Ini kan sudah jam 8 lewat. Biasanya kak Bobi akan datang jam 9."

Tiara langsung memakai jaketnya dan helm. Ia berlari keluar dari toko.

"Hati-hati Tiara..., astaga mulai hujan lagi." Gelya melihat sekeliling toko. Nampak sepi. Penjual bakso tusuk dan penjual martabak yang biasa nongkrong di depan toko, semenjak peristiwa pembunuhan itu sudah tak pernah datang lagi. Pada hal kedua Abang penjual itu biasa nongkrong sampai jam 1 dini hari.

"Aku sendirian dong. Semoga kak Bobi cepat datang. Namun hujannya semakin deras, bagaimana kak Bobi bisa datang cepat? Dia kan menggunakan motor." Gelya segera masuk kembali ke dalam toko. Ia tiba-tiba merasa dingin.

Untuk menghilangkan rasa sepi yang ada, Gelya pun memutar lagu Piano klasik.

Ada pembeli yang datang. Sepasang anak muda. Mereka nampaknya mau mengadakan perjalanan jauh. Mereka membeli beberapa botol air mineral dan juga biskuit.

Setelah itu hujan semakin deras. Bahkan ada angin yang bertiup kencang.

Ponsel Gelya berbunyi. Masuk wa dari Bobi dan Jerry yang akan bertugas malam ini. Keduanya menyampaikan permohonan maaf untuk datang terlambat karena tak mungkin naik motor dengan cuaca yang ekstrim seperti ini. Gelya pun memakluminya.

Jarum jam sudah menunjukan pukul setengah sepuluh malam. Sebenarnya Gelya mulai mengantuk. Karena itulah ia mengambil sapu dan menyapu lantai. Tak lupa juga ia menggantung lonceng di depan pintu masuk.

Saat ia hampir selesai menyapu, terdengar bunyi lonceng yang menandakan ada orang yang masuk.

"Selamat datang dan selamat berbelanja." kata Gelya lalu membalikan badannya. Ia menatap sang pengunjung toko yang baru datang itu.

Deg!

Jantung Gelya langsung berdetak dengan cepat. Pria bule yang 2 hari lalu datang ke toko saat menjelang tengah malam, kini datang lagi.

"Selamat malam." sapanya sopan.

"Selamat malam." Gelya membalas sapaan itu dengan wajah yang terasa memanas. Entah mengapa ia begitu terpesona dengan tatapan mata pria itu. Lalu pria bule itu mulai mencari apa yang harus di belinya. Gelya bergegas ke belakang untuk meletakan sapu, lalu ia kembali ke meja kasir.

Matanya menatap layar kontrol CCTV yang tepat ada di hadapannya. Dandanan pria itu masih sama. Celana jeans dan jaket hitam, juga topi hitam.

Akhirnya pria itu menuju ke kasir.

"Ini saja belanjaannya, tuan? Tak ingin yang lain?"

"Rokok." ujarnya pelan namun tatapan matanya seakan ingin menembus jantung Gelya. Perempuan itu langsung memutuskan kontak mata mereka. Ia mengambil rokok yang diinginkan oleh lelaki bule itu dan meletakkannya di meja kasir. Ia pun segera menghitungnya.

"Semuanya seratus dua puluh satu ribu, tuan." kata Gelya.

Lelaki itu mengambil dompetnya dari balik jaket yang dipakainya. Ia mengeluarkan uang seratus ribu sebanyak dua lembar lalu menyerahkannya kepada Gelya.

"Simpan kembaliannya." kata pria itu lalu saat Gelya membuka laci kasirnya.

"Tapi tuan, yang lalu juga tuan sudah memberikan kembaliannya padaku. Namun saat kuperiksa, uangnya ternyata berjumlah 500 ribu."

Lelaki tampan itu tersenyum. Ia membuka topi yang dipakainya dan Gelya bisa melihat wajah lelaki itu secara jelas. Sungguh ia terlihat tampan dengan rambut coklat goldnya.

"Wah ......" tanpa sadar Gelya mengungkapkan kekagumannya.

"Kenapa?" tanya lelaki bule itu masih dengan sorot mata yang tajam namun kesannya lembut dan menggoda.

"Tuan terlihat sangat tampan." kata Gelya walaupun wajahnya menjadi merah saat mengucapkan kalimat itu.

Lelaki itu tersenyum semakin lebar. "My name is Zoran."

"Nama yang tak biasa. Dari bahasa apa?"

"Rusia."

"Oh, namaku juga diambil dari bahasa Rusia."

"Gelya artinya malaikat."

"Bagaimana tuan bisa tahu namaku?"

Zoran menunjuk tanda pengenal yang tergantung di dada Gelya.

"Oh...iya ya ...." Gelya merasa bodoh sendiri. Sungguh jantungnya berdebar-debar saat berbicara dengan bule tampan ini.

"Kamu sendirian?" tanya Zoran.

"Ya. Teman penggantiku belum datang karena terhalang hujan."

"Tidak takut sendirian?"

"Tidak. Karena aku bisa bela diri."

"Oh ya?" Zoran kagum mendengarnya.

"Almarhum papaku mengajarkan kalau anak perempuan itu harus tahu bela diri karena sering dianggap lemah oleh kaum lelaki."

"Bela diri apa yang kamu kuasai?"

"Taekwondo dan karate."

"Sabuk?"

"Dua-duanya sabuk hitam."

"Waw ...! Sungguh luar biasa. Aku jadi takut untuk iseng denganmu."

Gelya tersenyum. "Jangan coba-coba!" kata Gelya sok memperingati sedangkan Zoran hanya tertawa.

Zoran mengambil belanjaannya.

"Tuan sudah mau pergi?"

"Kamu ingin ditemani?" tanya Zoran menggoda.

"Eh...bukan. Maksudku, di luar masih hujan deras. Memangnya tuan bawah payung?"

"Tidak. Tapi aku paling suka hujan disaat malam."

"Oh begitu ya? Nggak takut sakit?"

"Aku tak akan sakit."

"Tuan, mau minum kopi?"

"Tidak."

"Lalu tuan mau apa?"

"Aku mau kamu."

Gelya tertawa namun Zoran menatapnya dengan wajah serius. "Bolehkan aku bilang kalau aku jatuh cinta padamu saat pertama kita bertemu?"

"What?"

************

Siapa sih Zoran?

Pernyataan Cinta

Apa yang kita rasakan saat orang yang sebenarnya diam-diam kita kagumi menyatakan cintanya pada kita. Senang, kaget, merasa tak percaya adalah hal yang wajar terjadi.

Gelya yang masih berdiri di balik meja kasir dan Zoran yang masih berdiri di depan meja kasir saling menatap. Tatapan mata Zoran bagaikan menembus ke relung hati Gelya yang paling dalam. "Tuan... jangan bercanda!"

"Kamu selesai kerja jam berapa?" tanya Zoran tanpa memperdulikan tanggapan Gelya.

"Sebenarnya ini sudah selesai. Hanya saja karena hujan, teman-teman ku belum pada datang."

"Aku tunggu di luar ya? Kamu akan lihat apakah aku bercanda atau tidak." Zoran kemudian keluar.

Gelya masih terdiam di tempatnya berdiri. Ia menepuk pipinya sendiri seakan ingin menyadarkan dirinya kalau ini bukan mimpi.

Hujan tiba-tiba saja berhenti. Tak lama kemudian Bobi dan Jerry datang secara bersamaan. Gelya langsung membereskan daftar belanjaan dan keuangan yang ada sebelum akhirnya ia pamit pergi.

"Aku antar pulang, Gel? Ini sudah jam 11 lewat lho." Jerry menawarkan.

"Biar saja aku sendiri. Rumah ku kan dekat. Lagian, aku lebih takut pada pacarmu dari pada hantu." ujar Gelya membuat Jerry cemberut dan Bobi tertawa. Pacar Jerry memang terkenal galak dan sering cemburu tak jelas. Makanya semua karyawan perempuan takut jika harus ketemu dengan pacar Jerry itu.

Sebelum meninggalkan toko, Gelya mengenakan jaketnya, lalu memasukan pisau lipat di kantong celananya. Ia juga memasang penutup kepala dari jaketnya agar tak terlalu terlihat kalau dia perempuan.

Gelya menarik napas panjang sebelum akhirnya ia melangkah. Ia tahu jalanan pasti sepi karena hujan yang baru berhenti.

"Hai.....!" Zoran ternyata sudah menunggu Gelya di jalan depan toko.

"Hai....!" Gelya terkejut melihat Zoran.

"Kenapa harus kaget? Tadi aku sudah bilang akan menunggumu."

Gelya tersenyum. Jantungnya langsung berdetak cepat.

"Aku antar kamu pulang?" tanya Zoran.

"Apakah kamu kayak aku percaya?"

Zoran tertawa. "Aku pikir dengan kemampuan ilmu bela dirimu dan pisau lipat yang tersimpan di kantong celanamu, maka aku harus berpikir dua kali untuk bersikap kurang ajar padamu."

"Baiklah." Gelya melangkah diikuti Zoran yang berjalan di sampingnya. Hembusan angin malam yang dingin membuat Gelya memeluk dirinya sendiri.

"Kamu selalu jalan kaki pergi dan pulang kerja?" tanya Zoran.

"Ya. Selain hemat, pastinya sehat."

"Aku suka dengan dirimu yang apa adanya."

Dari arah depan nampak ada dua buah motor yang saling berkejaran. Motor yang ada di depan sudah kekuatan sedikit dari garis tengah jalan dan bisa menabrak ke arah Gelya dan Zoran.

"Ah.....!" teriak Gelya panik namun entah bagaimana, Zoran sudah memeluknya dan mereka sudah berpindah ke seberang jalan sedangkan 2 motor itu jatuh di arah yang berlawanan.

"Kamu baik-baik saja?" bisik Zoran tepat di telinga Gelya. Gadis itu mengangguk walaupun ia masih diliputi rasa takut. Indra penciumannya mencium sesuatu yang sepertinya sudah sangat Gelya kenal baunya. Harum tubuh Zoran.

Namun saat mendengar rintihan kesakitan dari 2 pengendara motor itu, perhatian Gelya langsung beralih kepada mereka.

"Zoran, kita harus menolong mereka." kata Gelya saat ia akan melangkah namun Zoran justru menahan tangannya.

"Kamu tunggu di sini saja, biar aku yang melihat mereka."

Zoran pun melangkah ke arah dua motor yang jatuh itu. Ia membantu keduanya berdiri dan mendirikan motor mereka yang jatuh. Entah apa yang Zoran katakan namun kedua pengendara motor itu segera naik ke atas motor mereka masing-masing dan segera pergi.

"Mereka memangnya baik-baik saja? Kenapa langsung pergi?"

Zoran tersenyum. "Mereka baik-baik saja."

"Zoran, tadi kita ada di seberang sana, kenapa sekarang ada di seberang sini? Aku merasa tak menyeberang jalan?" tanya Gelya tak menyembunyikan rasa penasarannya.

"Tadi kamu sedang ketakutan. Kamu memejamkan mata dan memegang tanganku erat. Aku yang menarik kamu sampai kita akhirnya ada di seberang sini."

"Masa sih?"

"Jadi kamu pikir aku seperti Superman yang bisa membuatmu berpindah tempat hanya sepersekian detik saja?"

Gelya tertawa. "Ya sudah, aku kita pergi." Gelya melangkah lagi dan Zoran kembali berjalan di sampingnya.

Mereka akhirnya tiba di depan rumah bibinya Gelya. Sebuah rumah sederhana dengan halaman yang cukup luas.

"Aku tak bisa mengajak kamu masuk karena ini sudah hampir tengah malam."

Zoran hanya mengangguk.

"Terima kasih ya?"

Zoran tersenyum. Gelya ikut tersenyum.

"Aku suka senyummu. Cantik."

Gelya merasa pipinya panas. "Sudah berapa gadis yang kamu rayu seperti itu?"

Zoran tertawa, menampakan gigi nya putih dan rapi.

"Aku sudah lama sekali tak merayu cewek."

"Aku tak percaya."

"Aku tak bisa memaksamu untuk percaya."

Gelya membuka pintu pagar yang terbuat dari kayu itu. "sekali lagi terima kasih ya? Aku masuk dulu!" pamit Gelya. Namun Zoran menahan tangan Gelya. Gelya dapat merasakan permukaan kulit Zoran yang dingin.

"Ada apa?"

Pria itu mendekat. Jarak diantara mereka hanya beberapa sentimeter saja. Harum tubuh Zoran membuat Gelya seperti dihipnotis. Ia mencoba mengingat di mana ia pernah mencium harum yang sama dengan ini.

"Aku tadi mengatakan padamu, kalau aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Bagaimana menurutmu?"

"Aku, aku....!" Gelya tak tahu harus menjawab apa.

Zoran tiba-tiba saja mengecup dahi Gelya. "Sampai jumpa besok. Kalau masuk ke dalam jangan terlalu ribut. Nampaknya bibimu sedang berkencan" katanya lalu segera pergi.

Gelya menatap kepergian Zoran tanpa bicara. Tangannya memegang dahinya yang baru saja di cium oleh Zoran. Gadis itu tersenyum malu. Ia pun segera masuk ke dalam. Mata Gelya menatap ke arah garasi. Bukan hanya ada mobil kecil milik bibinya yang terparkir di sana. Tapi juga ada sebuah mobil lain.

Setelah membuka pintu depan, Gelya pun masuk perlahan. Lampu ruang tamu nampak sudah dimatikan. Namun, saat Gelya mendekati kamar bibinya, ia mendengar suara-suara aneh dari dalam kamar sang bibi.

"Baby...., you are so narrow. I'm crazy about you." terdengar suara seorang pria. Menggunakan bahasa Inggris.

"Oh....yes ....!"

Gelya menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia ingat tadi Zoran mengatakan kalau bibinya sedang berkencan. Bagaimana lelaki itu bisa tahu?

Secara perlahan Gelya membuka pintu kamarnya yang berhadapan dengan kamar bibinya. Gelya sudah cukup dewasa untuk tahu apa yang bibinya lakukan di dalam kamar.

Tak ingin pusing dengan kegiatan panas sang bibi yang terdengar sampai di kamarnya, Gelya pun langsung ganti pakaian secara cepat dan naik ke atas ranjang. Ia memakai headset di telinganya dan memutar lagu Korea kesukaannya.

***********

Mata Gelya menatap sosok bayangan hitam yang berdiri di jendela kamarnya. Tirai jendela yang tersingkap membuat gadis itu dapat melihat sosok hitam yang tinggi dan menggunakan sebuah topi lebar hitam itu.

Bayangan wajahnya tak jelas namun Gelya dapat merasakan kalau dia seorang pria.

Pria berpakaian serba hitam itu menatap ke arah Gelya. Matanya merah dan Gelya dapat melihat ada 2 taring yang keluar dari antara giginya. Gelya menggelengkan kepalanya. Ia ingin berteriak namun suaranya entah hilang kemana.

"Gelya, i want you!" kata pria itu dengan suara yang sensual dan menggoda.

"No....!" Gelya menggelengkan kepalanya. Ia merasa kalau tubuhnya bagaikan ditarik menuju ke arah jendela kamarnya.

"No....!" Gelya memegang seprei dengan kedua tangannya saat tubuhnya semakin ditarik ke arah jendela. Pegangan tangan Gelya terlepas. Tubuh Gelya semakin ditarik ke sana. "No.....! Mommy....!" teriak Gelya. Sebuah sinar tiba-tiba saja muncul dan membuat pria itu menghilang.

Gelya tersentak bangun. Tubuhnya basah dengan keringat. Ia langsung melepaskan headset di telinganya dan menyalahkan lampu kamarnya. Matanya langsung tertuju ke arah jendela kamarnya yang tertutup rapat dengan kain tirai jendelanya.

"Syukurlah hanya mimpi." kata Gelya sambil mengusap dadanya sendiri. Ia kemudian turun dari ranjang saat mendengar suara mesin mobil yang meninggalkan halaman rumah. Gelya mengintipnya dan melihat mobil yang tadi ada di samping mobil bibinya sudah pergi. Mata Gelya menatap jam dinding kamarnya. Ternyata sudah jam 4 subuh.

Siapa lelaki yang kencan dengan bibi? Seorang bule kah? Tanya hati Gelya penasaran.

**********

Hallo semua bagaimana cerita ini?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!