NovelToon NovelToon

Dark Chaser

Dark Chaser

Tik! Tik! Tik!

Rintik hujan berjatuhan. Di bawah langit kelabu, gemuruh halilintar bergema di seluruh kota. Gelombang angin menderu seolah sedang marah karena sesuatu.

Di daerah pemukiman kumuh, tepatnya di pinggiran kota yang tidak mencolok, dua orang tampak panik.

Salah satunya adalah seorang gadis yang memakai seragam kantor dan celana panjang berwarna hitam. Dia berjongkok di tanah sambil memegangi kepalanya, hampir menangis. Gadis itu tampak kurang berpengalaman dan benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.

Sementara itu, ada juga seorang pria gemuk berambut panjang yang memakai kaos bergambarkan animasi tertentu. Dia memegangi tangan seorang pria yang tergeletak di jalanan sambil terus berteriak.

“Bertahanlah Jack! Bala bantuan akan segera datang! Bertahanlah!”

Jack, pria muda berambut pirang yang berbaring di tanah menatap langit kelabu dengan mata biru yang semakin kusam. Luka mengerikan tampak di bagian dada kiri dan perutnya.

Pria itu membuka mulutnya dan bertanya, “Dimana Bos? Aku selalu membuatnya kerepotan. Aku ingin minta maaf kepadanya.”

“Tenang saja. Bos dalam perjalanan. Semuanya pasti baik-baik saja, Sobat. Kita sudah sepakat untuk membantai gaji pria kikir itu. Bertahanlah!” ucap pria gemuk itu.

Tidak lama kemudian, sebuah mobil Ford tua berwarna hitam muncul dalam pandangan. Mobil tersebut berhenti, lalu seorang pria muda berambut hitam, tampak tinggi, tampan, tetapi memiliki kulit pucat, wajah suram, sepasang mata berbeda warna turun dari mobil.

Di bahu kirinya, tampak seekor anak kucing berwarna hitam dengan penampilan aneh. Selain memiliki pupil berbentuk aneh, makhluk itu memiliki sepasang sayap dan sama sekali tidak takut air.

“Bos!” teriak pria gemuk dan gadis itu serempak.

“Menyingkir, Fatty.”

William Blackbell, pria yang mereka panggil ‘Bos’ langsung berjalan maju dan berlutut dengan satu kaki di samping Jack. Melihat penampilan Jack, dia langsung bertanya dalam hati.

‘Apakah aliran darahnya bisa diperlambat sehingga dia bisa bertahan sampai rumah sakit, Meppy? Dengan kemampuanku-‘

Sesaat kemudian, suara lucu dan kekanak-kanakan terdengar di telinga pria tersebut.

‘Kemampuanmu hanya berfungsi pada dirimu sendiri, kamu tahu itu. Selain itu, bahkan jika bisa digunakan ke orang lain, itu percuma saja. Organ dalam orang ini sudah terbakar.’

Mendengar berita tersebut, pria yang memiliki ekspresi datar itu menggigit bibirnya. Dia memegang tangan Jack, lalu membuka mulutnya sembari bertanya dengan suara dalam.

“Katakan padaku, apa permintaan terakhirmu, Jack?”

Mendengar pertanyaan itu, Jack yang menahan rasa sakit terlalu lama mengangkat sudut bibirnya. Dia memegang erat tangan William, lalu berbisik pelan.

“Aku tahu sering merepotkan kamu, tapi aku harap kamu bisa menjaga adikku. Dia gadis yang baik. Aku seharusnya mengantarnya ke universitas tahun ini. Aku harap dia sukses, memiliki pasangan yang baik ...”

Suara Jack mengecil, dan perlahan benar-benar menghilang. Melihat pria itu mengembuskan napas terakhirnya, dua rekan lainnya langsung menangis histeris.

William menundukkan kepalanya. Tidak ada yang melihat ekspresinya. Dia menutup mata Jack sambil berbisik pelan.

“Adikmu pasti akan berada di universitas terbaik, bertemu lelaki baik, dan hidup dengan layak Jack. Pasti!”

Saat itu juga, suara sirene ambulan terdengar di kejauhan. Selain ambulan, ada beberapa mobil sedan hitam yang datang.

Mayat Jack dibawa dengan tandu. Beberapa orang menghadap William untuk melapor, tetapi benar-benar diabaikan.

Ketika semuanya bubar, hujan turun semakin deras. William yang diam saja sambil menundukkan kepalanya akhirnya bangkit dan membuka mulutnya.

“Berhenti menangis, Fatty. Menangis tidak mengubah apa-apa.”

“Kamu kejam, Bos! Jack adalah rekan, bahkan sudah seperti saudara kita! Kamu-“

Belum menyelesaikan ucapannya, Fatty melihat William menatapnya dengan sepasang mata dingin di bawah rambut basah dan berantakan karena hujan.

“Menangis dan marah tidak akan mengubah sesuatu. Kembalilah, aku akan mengirim Yona pulang. Sedangkan untuk selanjutnya-“

Mata William menyipit.

“Kalian libur terlebih dahulu dan aku akan menyelesaikan sisanya.”

Setelah mengatakan itu, William memasukkan Yona yang sudah lemah dan kelelahan ke dalam mobil. Kemudian, mobil Ford tua itu melaju dengan tenang di bawah hujan.

Akhirnya menghilang dalam kabut suram di kejauhan.

Dark Chaser, begitulah orang-orang biasa menyebut mereka. Sebuah departemen khusus yang didirikan oleh pemerintah. Bukan departemen yang besar, tetapi sangat spesial.

Tugas mereka adalah menyelesaikan kasus aneh yang berhubungan dengan makhluk yang disebut sebagai iblis.

Iblis itu sendiri abadi, tidak bisa dibunuh, dan memiliki berbagai kekuatan. Hanya saja, mereka tidak bisa ikut campur secara langsung dengan hal-hal duniawi.

Itulah sebabnya, mereka membuat kontrak dengan manusia yang tersesat. Menggunakan mereka untuk mengacaukan dunia manusia.

Setelah membuat kontrak dengan iblis, seseorang akan mendapatkan kemampuan khusus. Berbagai kemampuan tersebut sangat bervariasi.

Tidak ada kemampuan untuk menghancurkan kota, dunia, atau semacamnya secara langsung. Namun, berbagai kemampuan yang didapatkan sangat aneh.

Tugas Dark Chaser adalah menangkap para kontraktor iblis yang melakukan kejahatan berbahaya, menghukum mereka, dan mengirim iblis kembali ke tempat asalnya, Abyss (Neraka).

Bisa dibilang, mereka adalah detektif khusus yang dibuat oleh pemerintahan untuk menyelesaikan berbagai masalah rumit dan misterius.

Hanya saja, sama seperti yang terlihat, menjadi Dark Chaser juga berarti selalu hidup berdampingan dengan bahaya. Bahkan ada lelucon-

Kalau menyapa kematian itu sendiri adalah tugas mereka sehari-hari.

...***

...

Satu bulan kemudian.

Dalam sebuah ruang kantor yang luas, tampak seorang pria tampan berambut pirang keemasan. Uniknya, mata pria itu juga berwarna keemasan. Bukan hanya terlihat indah, tetapi juga tampak suci.

Pria itu adalah Michael A. Goldstein, ketua dari organisasi Dark Chaser yang didirikan khusus oleh pemerintah.

Saat itu, pintu kantor terbuka. Sosok William berjalan masuk sambil membawa berkas di tangan kirinya.

“Sungguh tamu yang jarang. Bukankah ini Tuan Will, salah satu jenderal favoritku,” ucap Michael dengan senyum ramah.

Swoosh!

Pada saat itu, William yang tampaknya tidak memegang apa-apa di tangan kanannya menjentikkan jarinya ringan. Sebuah pisau kecil langsung melesat ke wajah tampan Michael.

Sebagai tanggapan, pria itu menangkapnya dengan dua jari lalu meletakkannya di meja.

“Apakah ini percobaan pembunuhan atau semacamnya?” tanya Michael ramah, sama sekali tidak menganggap serangan itu berbahaya.

“Berhentilah berbicara dengan nada seperti itu, Pak Tua. Benar-benar tidak cocok dengan usiamu,” ucap William yang memiliki ekspresi suram.

“Jadi, apa yang kamu butuhkan, Tuan Will?” tanya Michael masih dengan senyum ramah.

“Aku ingin mengambil tugas. Tempatnya agak merepotkan, jadi aku perlu bantuanmu.”

Setelah mengatakan itu, William meletakkan amplop berisi berkas kasus yang dia inginkan di atas meja Michael. Baru kemudian duduk di sofa tidak jauh dari sana tanpa menunggu kata-kata pria tersebut.

William mengeluarkan rokok lalu menyalakannya, sementara Michael mulai membaca berkasnya. Setelah melihat kata-kata ‘St Roseweiss Academy’, pria itu tersenyum semakin cerah.

“Tempat ini memang agak merepotkan, tapi tidak masalah. Aku akan membereskan sisanya. Namun, apakah aku boleh bertanya, Tuan Will?” ucap Michael lembut.

“Ada apa?” William menoleh dengan ekspresi datar.

“Bekas luka mirip, tapi berbeda.” Michael memiringkan kepalanya. “Apakah kamu belum menyerah?”

“Ini hanya kebetulan.”

Setelah mengatakan itu, William menghembuskan asap sambil menatap langit-langit dengan ekspresi dingin.

“Hanya kebetulan.”

>> Bersambung.

New Team Member

Keesokan harinya.

Di dalam gedung kantor Dark Chaser, biasanya setiap anggota terbagi dalam tim tertentu. Setiap tim memiliki ruang sendiri. Ini merupakan salah satu akomodasi bagi mereka.

Ada tim sekala kecil dan besar. Tim kecil biasanya berisi sekitar 5 orang, dan lebih besar bisa sampai 10 orang.

Ruang layak, gaji tinggi, dan makanan yang terbilang lezat. Ini adalah hal-hal yang dimiliki setiap anggota Dark Chaser.

Tentu saja, harganya tidak murah. Lagipula, hidup adalah sesuatu yang mahal.

Kamar No. 13 adalah sebuah ruangan yang luas. Meski tidak sebesar kantor kepala, tetapi sudah menjadi salah satu kantor terbaik organisasi Dark Chaser. Hanya saja, meski luas, tetapi bagian dalamnya cukup sepi.

Ada kursi sofa, meja teh, banyak rak buku, ruang dengan beberapa komputer, berbagai tanaman hias, bahkan beberapa sangkar burung.

Meski begitu, karena luas dan ditata dengan baik, ruangan itu terkesan rapi dan alami.

Di dalam ruangan, tampak Yona yang duduk di sofa sambil membaca buku. Sementara itu, Fatty duduk menghadap komputer sambil memainkan game FPS dengan ekspresi serius wajahnya. William sendiri juga duduk di sofa sambil membaca koran.

Tok! Tok! Tok!

Saat itu, suara ketukan pintu terdengar. William dan Yona mengangkat kepala mereka dan menoleh ke arah pintu secara bersamaan.

“Masuk,” ucap William tenang.

Pintu ruangan terbuka, dan Michael yang mengenakan setelan biru tua masuk sambil tersenyum.

“Jeng jeng jeng! Lihat siapa yang aku bawa,” ucapnya ramah sambil melambai pada William.

Di belakang Michael, tampak seorang pemuda tinggi dan tegap. Cukup tampan, memiliki rambut cokelat pendek dipotong rapi dan sepasang mata seperti zamrud. Setelah masuk, dia langsung memberi hormat dan berseru.

“Brian Miller, siap untuk bertugas!”

Ruangan tampak agak sunyi, hanya suara jam dan keyboard yang terus terdengar di sana.

William menghela napas panjang. Dia menutup koran lalu meletakkannya di meja. Setelah itu memberi isyarat pada Brian untuk duduk.

“Duduk saja,” ucapnya.

“Baik, Pak!” Brian kemudian duduk di sofa dengan posisi tegap, pandangan lurus ke depan.

William memijat pelipisnya dengan wajah lelah, lalu melirik ke arah Michael. “Apa maksud dari semua ini, Pak Tua?”

Michael yang duduk di samping William menuangkan teh untuk dirinya sendiri lalu menyesapnya. Sesaat kemudian, dia menepuk bahu pria di sampingnya seperti teman lama.

“Bukankah itu jelas, Tuan Will? Kalian kekurangan anggota. Satu tim biasanya beroperasi dengan minimal lima orang, tapi sekarang jumlah kalian hanya tiga. Mulai sekarang Nak Brian akan menjadi anggota kalian,” jelasnya sambil tersenyum ramah.

“Aku belum mendengar hal semacam itu,” balas William sambil melirik dingin.

Michael berbisik pelan, “Aku sudah membantumu menerima misi kemarin. Sekarang bantu aku merawat orang ini. Ditembak tidak apa-apa, patah tangan atau kaki juga oke, yang penting jangan mati.”

Mendengar itu, William langsung mengangkat alisnya dan menoleh ke arah Michael dengan ekspresi tidak percaya.

Michael menambahkan, “Dari semua anak baru, Brian yang paling menjanjikan. Hanya saja, dia memiliki latar belakang militer dan masuk Dark Chaser untuk membuktikan diri.”

“Aku di sini untuk mengejar iblis, bukan mengasuh bayi,” balas William dengan berbisik pelan.

“Lalu aku harus menambahkan dua anggota baru dengan keterampilan dasar?” tanya Michael.

“Kalau begitu kamu hanya mengirim orang mati.” William menutupi wajahnya dengan ekspresi tertekan.

“Lalu bagaimana?” Michael tersenyum.

“Jika tidak bisa beradaptasi dalam misi, aku akan menendangnya pulang ke rumah. Tidak peduli apakah itu rumah Mayor atau Jenderal,” bisik William dengan nada muram.

“Sepakat!” Michael menepuk bahu William sambil tersenyum cerah.

Pria pirang itu menghabiskan secangkir teh lalu bangkit. Dia kemudian mendatangi Brian sambil angkat bicara.

“Aku sudah membicarakannya dengan Tuan William. Mulai sekarang, kamu adalah anggota Tim William. Segera beradaptasi dan bekerja keras. Aku menantikan kemajuanmu!”

Brian langsung berdiri dan memberi hormat, “Baik, Pak!”

“Bagus! Kalau begitu aku pergi dulu.”

Melihat Michael yang pergi dengan mudahnya sambil melambaikan tangan dengan ekspresi ceria, sudut bibir William bergerak-gerak. Dia kemudian melihat Brian yang masih berdiri lalu berkata, "Duduk santai saja. Anggap saja rumah sendiri.”

“Baik, Pak!” balas Brian.

“Namaku William Blackbell, dan seperti yang kamu lihat, aku ketua tim kecil ini. Biasanya dua orang di bawah komando ku memanggilku ‘Bos’, tapi tidak masalah kamu ingin memanggil apa,” jelas William.

“Dimengerti, Pak!”

“Fatty, kita memiliki anggota baru di sini!” ucap William dingin.

Tidak lama kemudian, tampak seorang pria gemuk berambut panjang dan memakai kacamata. Dia memakai kaos putih dengan kata-kata kanji di bagian depannya.

Jika diterjemahkan, berarti ‘jika kamu bekerja, kamu kalah’ atau begitulah kira-kira.

Pria itu pernah berkata kalau ini adalah kaos yang dipakai oleh karakter tertentu, tapi William tidak peduli. Itu lebih baik daripada gambar anime idol yang sering dipakai olehnya.

“Perkenalkan, dia Erick Rickson, tapi kami sering memanggilnya Fatty. Sedangkan gadis yang duduk di sana dan tampak panik adalah Yona. Keduanya adalah tipe Specialist, sementara aku sendiri adalah tipe Bringer,” jelas William dengan tenang.

Mendengar perkataan William, ekspresi Brian menjadi serius.

Dark Chaser dibagi menjadi tiga jenis yaitu Chaser, Bringer, dan Specialist.

Chaser sendiri adalah orang-orang biasa. Mereka memang dilatih layaknya prajurit elit untuk melewati berbagai hal sulit. Namun, pada akhirnya mereka adalah manusia biasa yang mengandalkan senjata dan teknologi, tidak ada keterampilan aneh tertentu.

Bringer adalah orang yang membuat kontrak dengan iblis. Sama seperti kontraktor iblis yang ditargetkan, mereka juga memiliki berbagai kemampuan khusus. Hanya saja, mereka dianggap berada di sisi baik, tetapi tetap tidak populer di antara orang-orang.

Specialist sendiri adalah kumpulan orang-orang spesial. Mereka memiliki kemampuan bawaan khusus tanpa harus membuat kontrak dengan iblis. Walau kekuatan mungkin sedikit kurang, tetapi ada berbagai macam bakat unik.

“Salam kenal, Senior Erick! Senior Yona! Saya Brian Miller, siap untuk bertugas!” ucap Brian sambil memberi hormat.

“S-Salam, salam kenal!” balas Yona yang tampak kebingungan harus merespon bagaimana.

Berbeda dengan Yona yang kebingungan, Erick membalas hormat dengan tenang. Setelah itu dia berjalan mendekati Brian sambil mendorong kacamata sedikit ke atas.

“Ayo. Aku akan mengajakmu berkeliling, Junior,” kata Erick dengan nada serius.

“Baik, Senior!” balas Brian.

Melihat Fatty yang biasanya tidak bisa diandalkan bersikap serius seperti ayam jago yang ekornya terangkat ke langit, William benar-benar tercengang. Dia segera menggelengkan kepalanya, lalu menyesap teh dengan tenang.

Setelah itu, William berpindah tempat duduk lalu duduk di samping Yona sembari mengelus kepala gadis itu dengan lembut.

“Tenanglah Yona. Tidak apa-apa. Tidak perlu gugup,” bisik William pelan.

Yona yang awalnya panik merasa lebih tenang ketika merasakan telapak tangan hangat William. Sebenarnya, jika bukan karena kelebihannya, gadis tersebut sama sekali tidak akan lolos seleksi Dark Chaser. Bukan hanya tidak profesional, bahkan dia memiliki gangguan komunikasi.

Bisa dibilang, komposisi Tim William itu berantakan dan acak, tetapi anehnya bisa berjalan dengan baik hingga sekarang.

Beberapa saat kemudian, Erick dan Brian akhirnya kembali.

Melihat ekspresi Brian yang agak lelah, William tanpa sadar mengangkat sudut bibirnya.

Sementara itu, Erick membawa sebuah senapan sniper bertipe SAKO TRG 42. Hanya saja, warnanya bukan hitam atau krem, melainkan pink dengan berbagai stiker. Jelas diwarnai sendiri dengan cara tidak profesional.

“Lihatlah Junior, bukankah Margaret tampak begitu cantik? Ini benar-benar cantik!” ucap Erick sambil mengelus sniper dengan penuh kasih sayang.

“Taruh kembali ‘Margaret’ milikmu, atau aku benar-benar akan mematahkannya. Kalian berdua duduk, ada yang ingin aku bicarakan pada kalian,” ucap William datar.

Brian dan Erick saling memandang. Mereka berdua kemudian duduk di sofa. Berbeda dengan penampilan biasa saja Erick, Brian melihat William dan Yona dengan ekspresi aneh.

“Yona, gadis ini mengalami gangguan komunikasi dan tidak bisa berbicara dengan orang asing. Lupakan, aku tidak berniat untuk membicarakan ini. Sebaliknya, aku akan membicarakan tugas kita berikutnya. Jadi kalian harus mendengarnya baik-baik.”

Mendengar ucapan William, Brian dan Erick mengangguk dengan ekspresi serius.

Melihat keduanya, William akhirnya berbicara.

“Kita akan pergi ke St Roseweiss Academy di hari senin, dua hari kemudian. Sedangkan tugas kita selanjutnya-“

Mata William menyipit dan dia tersenyum muram.

“Adalah untuk menangkap binatang buas.”

>> Bersambung.

Theodore Woods

Sementara itu, di pengunungan luar kota tempat dimana St Roseweiss Academy berada.

St Roseweiss Academy adalah sekolah menengah atas swasta yang sangat terkenal di wilayah sekitar. Kebanyakan yang bersekolah di sana adalah putra-putri para pejabat wilayah sekitar atau para pebisnis besar. Ada juga putra-putri artis yang masuk ke sana.

Bisa dibilang, tempat tersebut adalah sebuah akademi elit yang berisi anak-anak papan atas yang terlahir dengan sendok perak di lidah mereka. Benar-benar mengalami kehidupan tanpa sedikit pun rasa khawatir.

Tentu saja, pasti ada pengecualian di setiap tempat, tidak terkecuali St Roseweiss Academy.

Meski terkenal sebagai akademi elit, tetapi St Roseweiss Academy juga membuka peluang beasiswa bagi 3 siswa/siswi berprestasi yang kurang mampu.

Entah untuk menjaga nama baik, mendapat pamor, atau benar-benar ingin membantu siswa/siswi berprestasi naik ke tempat yang lebih tinggi. Namun, tradisi tiga beasiswa bagi murid kurang mampu memang dikeluarkan setiap tahunnya.

Dalam kelas XI-A, di barisan kedua dekat dengan jendela, seorang remaja tampan dengan tempramen lembut sibuk menulis. Rambut kelabu yang unik sekaligus menarik membuatnya mencolok.

Nama remaja itu adalah Theodore Woods, salah satu dari siswa berprestasi dan penerima beasiswa di kelas XI.

Pada saat itu, sosok tinggi berdiri di depan mejanya. Beberapa lembar uang kusut dilemparkan ke atas mejanya disusul dengan suara dingin.

“Belikan kami cola di kantin, Woody!”

Woody, begitulah kebanyakan murid memanggilnya. Bukan karena nama belakangnya, tetapi karena dia miskin, ayahnya dulunya adalah tukang kayu yang sekarang kehilangan pekerjaannya, dan dia dianggap berbau kayu serta memuakkan.

Theodore mengangkat wajahnya. Di depannya, tampak sosok remaja kurus berambut cokelat. Wajahnya tidak terlalu tampan, tetapi memiliki tempramen sombong yang terukir sampai ke dalam tulang.

Namanya adalah Mathias, salah satu pengganggu yang berada di kelas ini.

Theodore menoleh, dan melihat lima orang yang berkumpul di bagian belakang kelas. Mereka adalah kelompok pengganggu di kelas, tetapi tidak ada yang berani menegur karena latar belakang mereka lebih tinggi dibandingkan kebanyakan siswa/siswi lainnya.

Orang yang memimpin adalah Lorenzo, remaja pirang tampan yang populer di sekolah. Dia memakai tindik, rambut agak panjang berantakan, dan tubuh cukup proporsional. Benar-benar berbeda dengan Theodore yang terbilang kurus.

Di samping Lorenzo, ada pacarnya Amelie, seorang gadis remaja pirang dengan sosok bergelombang dan penampilan panas. Salah satu siswi paling cantik di sekolah, tetapi terkenal nakal dan kejam. Ada juga temannya, Carla yang tidak tidak terlalu buruk dibandingkan dengannya.

Dua sisanya adalah Hugo dan Simon. Hugo adalah pria yang tinggi dan tubuhnya dipenuhi otot, hanya saja penampilannya kurang baik dan terlihat kurang cerdas. Sedangkan Simon berpenampilan di atas rata-rata, tetapi tampak licik.

Theodore hanya melirik mereka singkat, dan kebanyakan dari mereka langsung menyeringai sinis. Dia kemudian melihat ke arah jam lalu menghela napas panjang dengan senyum pahit.

“Maaf, Mathias, tapi jam istirahat siang akan segera berakhir jadi-“

Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Theodore merasa kerahnya ditarik dan dia dipaksa bangkit. Lehernya terasa tercekik.

“Lakukan saja yang diperintahkan dan jangan banyak bertanya, Woody!” Mathias mendengus dingin.

“Aku-“ Theodore menelan kembali ucapannya lalu menunduk. “Baik.”

“Cih!” Mathias mendorong Theodore kembali dengan ekspresi jijik.

Theodore mengambil uang tersebut lalu bangkit. Baru saja berjalan menuju ke luar kelas, suara dingin tiba-tiba terdengar.

“Berhenti.”

Ketika menoleh, Theodore melihat seorang gadis cantik menutup buku novel di tangannya dengan ekspresi tak acuh. Rambut pirang panjang bergelombang, mata biru bak safir, dan wajah cantik seperti boneka.

Gadis itu adalah Caroline, bukan hanya salah satu siswi paling cantik di sekolah, tetapi juga berprestasi dan memiliki latar belakang kuat.

Caroline berdiri lalu berjalan mendekati Theodore. Gadis itu kemudian mengambil uang kusut dari tangan Theodore sambil berkata, “Kembali ke tempat duduk mu.”

“Tapi-“

Mata Caroline menyipit, tampak lebih dingin. “Kembali.”

“B-Baik!” balas Theodore jujur sambil menundukkan kepalanya.

Dalam tatapan orang-orang, Caroline berjalan menuju ke belakang kelas lalu melemparkan uang itu ke atas meja sembari berkata, “Menjadi sampah adalah urusan kalian, tapi jangan pernah menunda studiku dan mengotori jalanku.”

Mendengar kalimat dingin itu, Lorenzo langsung bersiul sambil memasang senyum di wajahnya. Dia menatap gadis cantik itu lalu berkata, “Seperti yang diharapkan dari Putri Walikota, sampah seperti kami hanya mengotori jalanmu.”

Caroline tidak menjawab. Dia hanya melirik dingin lalu kembali ke tempat duduknya.

Saat itu, Amelie akhirnya bicara, “Apa-apaan dengan gadis itu? Juga, kenapa kamu melihatnya dengan cara seperti itu?!”

“Bukan apa-apa,” balas Lorenzo asal-asalan.

“Ini hari sabtu dan nanti sore kita bisa pulang, bagaimana kalau malam ini kita nonton, Sayang?” tanya Amelie.

“Itu mudah.”

Sambil mengatakan itu, Lorenzo menatap Theodore yang kembali ke tempat duduknya dengan ekspresi lega. Saat itu, suara Mathias terdengar di telinganya.

“Lorenzo, bocah itu-“

“Aku mengerti.”

Lorenzo langsung menyela dengan ekspresi tidak sabar di wajahnya. Dia kemudian menatap ke arah Theodore yang mulai sibuk membaca bukunya dalam diam.

...***

...

Sore harinya.

Pada waktu pulang sekolah, tampak beberapa orang berkumpul di hutan buatan di luar akademi.

“Kamu pikir gadis itu bisa melindungi mu selamanya, hah?! Sadar diri, Woody!”

Mathias meraung marah, lalu memukul perut Theodore dengan keras. Hugo dan Simon menahan tubuh remaja itu, dan Mathias terus memukulnya dengan ekspresi garang di wajahnya.

Tidak jauh dari situ, Amelie dan Carla saling berbisik, tertawa sambil menunjuk Theodore yang dipukuli. Sementara itu, Lorenzo sibuk merokok dan melihat pemandangan semacam itu dengan senyum tertarik di wajahnya.

“Setelah ini giliranku,” ucap Simon sinis.

“Kalau begitu aku setelah kamu,” tambah Hugo.

Dengan demikian, Theodore dipukuli begitu lama oleh para siswa bermasalah itu sampai seluruh tubuhnya penuh dengan luka dan lebam.

Melihat Theodore yang meringkuk di tanah tanpa bergerak, Mathias yang jengkel mengeluarkan sebuah pisau lalu berkata, “Wajah lumayan bocah ini membuatku kesal, bagaimana kalau sedikit menggambarnya?”

Orang-orang langsung terkejut. Biasanya mereka melakukan pemukulan cukup parah, tetapi tidak menggunakan senjata tajam.

Pada saat yang lain ragu, Lorenzo berkata, “Sudah cukup, Mathias. Lebih baik kamu pulang dan menjernihkan pikiran.”

Melihat ekspresi serius Lorenzo, Mathias hanya bisa mendecak tidak puas. Pada akhirnya, mereka mengambil tas lalu pergi meninggalkan Theodore begitu saja.

Sama seperti permainan, benar-benar tidak peduli dengan nasib, apalagi perasaan bocah itu.

Pada saat semua orang pergi, Theodore bangkit. Meski merasakan sakit di sekujur tubuhnya, dia masih berjalan tertatih menuju ke rumahnya.

Rumah Theodore terletak di area pinggiran kota, tepatnya di pemukiman kumuh. Pada saat dia berjalan, banyak orang yang menunjuknya dan mulai membicarakannya.

“Bukankah itu anak Mr Woods? Sama seperti ayahnya, dia adalah anak tidak berguna.”

“Memiliki kesempatan untuk bersekolah di akademi bergengsi tapi sibuk berkelahi setiap hari. Benar-benar tidak bisa diharapkan.”

“Benar, kan? Dia jelas tidak memanfaatkan kesempatan. Buang-buang kesempatan bagus!”

Mengabaikan ucapan orang-orang, Theodore menyeret tubuhnya yang sakit ke rumah kayu tua yang agak bobrok. Setelah masuk, dia bisa melihat seorang pria paruh baya di ruang keluarga yang berantakan.

Pria paruh baya itu sibuk menonton TV dengan banyak botol minuman keras kosong di lantai serta berbagai sampah makanan.

Ibu Theodore telah meninggal sejak kecil, dan ayahnya adalah pemabuk dan pemarah. Tidak ingin mengganggu ayahnya, dia pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian.

Setelah berganti pakaian, Theodore pergi ke halaman belakang rumah sambil membawa satu wadah berisi air bersih dan kain bersih, bersiap untuk membersihkan luka-lukanya.

Baru saja duduk, dia melihat seekor Rottweiler tua bergegas ke arahnya, menggonggong lalu menggosok kepala ke tubuhnya.

Theodore memeluk makhluk itu, menggosok bulunya sambil memejamkan mata lalu berkata dengan lembut.

“Terima kasih, Coco. Aku tidak apa-apa. Sungguh-“

Remaja itu tersenyum lemah.

“Semuanya pasti akan baik-baik saja.”

>> Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!