Sebuah percakapan singkat melalui pesawat telepon yang membuat kepala Lala pusing tujuh keliling.
"Halo, Lala."
"Iya, Tuan Ethan."
"Menu makan siangku apa?."
"Belum ada, Tuan Ethan."
"Ok, siang ini aku mau makan ayam kampus. Tut...tut...tut..."
Lala meletakkan gagang telepon pada tempatnya. Bukan perkara aneh dengan sambungan telepon yang tiba-tiba diputus sepihak oleh Tuan Ethan. Karena memang seperti itu lah Tuan Ethan.
Lala mendatangi kampus yang letaknya tidak jauh dari kantor tempatnya bekerja. Pasti ada di sana ayam yang diminta Tuan Ethan. Kemudian Lala sudah berdiri di depan kios penjual pecel ayam.
"Mau pesan apa, Mbak?." Tanya si penjual.
"Ayam kampus satu, dibungkus aja." Suara nyaring lala terdengar sampai beberapa kios dari tempatnya. Mereka langsung menatap Lala dengan tatapan aneh. Akan tetapi Lala belum menyadarinya.
Si penjual menahan tawa, karena apa yang dicari Lala dari tempatnya tidak ada.
"Di sini tidak jual ayam kampus."
"Hah, terus dimana Lala bisa membeli ayam kampus?." Lala mulai menengok kanan kiri, orang-orang yang ada di sana pun tertawa karenanya.
Si penjual menggeleng sambil ikut tertawa lepas.
"Kenapa pada tertawa?" Lala keheranan.
"Mungkin ayam kampusnya ada di gedung itu?." Teriak seseorang sambil menunjuk gedung kampus yang menjulang tinggi.
Lala mengangguk, kemudian berjalan ke arah gedung kampus yang terlihat sangat ramai.
Sudah lima lantai yang Lala datangi dengan menggunakan tangga darurat. Namun tidak ada satu pun penjual yang dimaksudnya. Bahkan disana tidak ada yang berjualan. Hingga Lala bertemu dengan seseorang yang sangat baik.
"Kamu mahasiswi baru di sini?."
Lala menggeleng.
"Lalu kamu mau apa ke sini? Naik tangga pula."
"Mau beli ayam kampus untuk Tuan Ethan. Lala sudah berkeliling sampai sini, tapi Lala belum menemukan penjualnya."
Bukannya menjawab, pria itu justru malah mengajak Lala untuk turun dengan menggunakan lift. Walau pada awalnya Lala menolak, tapi pada akhirnya pasrah saat pria itu terus saja mendorong pelan punggungnya.
Lala kembali ke kantor dengan tangan kosong. Pria baik itu bukan hanya mengantarnya menggunakan mobil, namun akan membantu menjelaskan pada Tuan Ethan.
Setibanya di ruangan Tuan Ethan, langsung saja Lala memberitahukan semuanya pada Tuan Ethan. Namun Tuan Ethan memasang wajah biasa aja. Tidak seperti biasanya yang akan marah-marah atau menghukum Lala karena tidak mendapatkan apa yang diinginkannya.
"Hmmm, keluar lah!."
"Baik, Tuan Ethan."
Lala pergi dari ruangan Tuan Ethan setelah mengucapkan terima kasih pada pria yang belum Lala ketahui namanya.
"Kenapa?" Kau mau berdiri terus di sana, Sam.? tanya Ethan pada pria yang ternyata sepupunya.
"Uncle Ethan ngerjain Lala?." Tanyanya balik sambil duduk di depan Ethan.
Ethan tertawa lepas sambil menutup layar laptopnya, "Kau tahu bukan Lala? Si OB lugu yang bisa aku kerjain habis-habisan."
"Apa Uncle tidak kasihan? Lala sampai berjalan kaki untuk sampai di kampus ku, belum lagi susah mencari apa yang Uncle mau."
"Lala bukan untuk dikasihani tapi untuk dikerjain" jelas Ethan tertawa ringan. Akhir-akhir ini ketawa Ethan kembali lagi karena Lala.
Samuel menggeleng lemah, "Aku harap Uncle tidak kena tulah."
"Kena tulah apa?."
"Uncle akan jatuh cinta pada Lala." Ucapnya menakuti.
"Ha...ha...ha...ha...ha..." Ethan tertawa keras begitu juga lepas. Hal ini yang paling jauh yang pernah dirasakannya sejak pengkhianatan Laura.
Ya, Ethan Gabriel William. Pria yang kini berusia 34 tahun. Masih betah melajang karena pernah gagal dalam menjalin hubungan. Dan itu cukup membuatnya sangat patah hati hingga sampai mau bunuh diri.
Sementara Lala sendiri, gadis baik nan sangat lugu yang masih berusia 17 tahun. Seorang yatim piatu yang tidak selesai Sekolah Dasar. Hanya sampai kelas empat saja karena tidak ada biaya lagi. Tinggal sendiri di tempat kumuh peninggalan kedua orang tuanya. Sampai ada seorang wanita cantik yang sudah tua memberinya tempat tinggal yang layak dan sebuah pekerjaan yang lebih dari pada cukup.
Lala bukanlah wanita ideal sesuai kriterianya. Baik itu secara fisik, status sosial apalagi karakter. Tidak mungkin Ethan akan jatuh cinta pada wanita muda yang tidak memiliki apa-apa seperti Lala.
"Aku akan tunggu Uncle jatuh cinta pada Lala" kata Samuel yang langsung bangkit dan tanpa pamit keluar dari ruangan Ethan.
Waktu sudah menujukkan pukul tujuh malam, Lala baru keluar dari ruangan OB dengan pakaian santai yang jauh dari kata modis. Seorang diri Lala turun menggunakan lift khusus untuk karyawan.
Lala yang keluar dari lift bersamaan dengan Ethan yang keluar juga dari lift khusus petinggi.
"Lala!" panggil Ethan.
Lala pun berhenti sambil menoleh ke arah belakang, dimana sumber suara berasal dan Lala tahu kalau itu suara Tuan Ethan.
"Iya, Tuan Ethan."
Ethan semakin mendekat dan berdiri di depan Lala.
"Di depan ada supermarket, kau belikan aku susu cap nona. Sekarang!" Ethan memberikan uang pecahan 100 ribu pada Lala dan tanpa bertanya lagi Lala segera pergi. Karena perintahnya sangat jelas susu cap nona.
Sudah 10 kali Lala mondar mandi di lorong panjang yang memanjang berbagai macam susu. Akan tetapi tidak ada yang dimaksud Tuan nya.
"Permisi, Mbak." Lala segera menghampiri pegawai yang telah melewatinya.
"Iya, ada yang bisa saya bantu?."
"Apa ada susu cap nona?." Si Mbak yang ditanyai pun mengerutkan keningnya dengan bibir yang sedikit tersungging. Karena heran sekaligus lucu dengan pertanyaan Lala.
"Tidak ada, Mbak."
"Terima kasih, Mbak."
"Sama-sama."
Lala segera bergegas keluar dari supermarket dengan tangan kosong lagi. Lala berharap Tuan nya tidak akan menghukumnya seperti tadi siang.
"Mana?" tanya Ethan sambil menggerakkan tanganya.
"Tidak ada, Tuan Ethan." Lala mengatur nafasnya yang naik turun karena berlari dari supermarket.
"Ok, kalau begitu kau ikut dengan ku sebagai hukumannya." Ethan berjalan lebih dulu dengan langkahnya yang lebar. Sehingga Lala pun harus kembali berlari guna mengejarnya.
"Saya harus pulang, Tuan Ethan. Ini sudah malam dan kalau semakin malam angkutan umum tidak ada yang lewat ke tempat saya tinggal." Lala menolak ketika Ethan sudah membuka pintu mobilnya.
"Kau pilih mana, Lala?. Ikut aku atau kau harus mencari kesemua tempat, susu yang aku inginkan."
Lala segera menggeleng, entah berapa banyak supermarket yang harus didatanginya. Tapi, kalau pun ikut pergi sama Tuan nya, mau kemana.
"Cepat naik!." Ethan masuk dan duduk di belakang kemudi. Kedua sudut bibirnya tertarik sempurna ke atas. Lala adalah hal yang bisa membuatnya tertawa.
Lala segera membuka pintu mobil lalu duduk di sebelah Ethan dengan wajah santai walau belum tahu mau dibawa kemana.
Bersambung...
Lala sudah berdiri di depan singa yang sedang kelaparan. Di tangan Lala sudah ada 3 kg daging mentah yang akan diberikan pada singa. Namanya juga Lala, tidak pernah berpikir buruk terhadap orang lain, termasuk pada binatang buas yang satu itu.
"Kamu lapar ya?" Lala bertanya pada singa sambil meletakkan daging mentah tersebut di tempat yang diperuntukkannya.
Singa itu bergerak maju mendekati makanannya. Untuk beberapa detik menatap Lala, lalu mengeluarkan suaranya dengan menggeram yang kemudian dilanjutkan dengan mengeong sebelum akhirnya melahap makanan yang disiapkan Lala.
"Oh benar, ternyata kamu sangat lapar sekali." Ucap Lala begitu senang bukannya merasa takut. Kalau seandainya singa itu masih lapar, sudah bisa dipastikan Lala yang selanjutnya akan diterkam.
Tentu saja di dekat bahkan di sekeliling Lala ada beberapa orang yang berjaga guna memberikan keamanan pada gadis polos itu. Bagaimana juga Ethan tidak mau mengambil resiko dengan membahayakan Lala.
Lala terlihat tidak merasa takut sama sekali, itu dikarenakan Lala tidak mengetahui seberapa berbahayanya binatang yang bernama singa itu.
Lala melambaikan tangan ke arah singa yang menatapnya setelah menghabiskan semua daging. Kini Lala berdiri di samping Ethan, semua orang pun pergi dari sana karena tidak perlu lagi mengamankan Lala. Sebab Lala sudah berada di luar kandang.
"Saya sudah menjalani hukuman saya, jadi sekarang minta tolong antar saya pulang seperti yang Tuan Ethan janjikan."
Ethan menundukkan kepalanya, menatap Lala yang ternyata cuma se-dadanya.
"Ada satu lagi yang harus kau lakukan."
"Apa?." Lala mendongak.
"Temani aku makan!" Ethan menarik tangan Lala. Membawanya menuju meja makan.
Lalu duduk berseberangan dengan Ethan, pikirannya sudah pulang dan pulang saja. Karena ini pertama kalinya Lala pulang lebih dari jam 10 malam.
Di tengah lamunan Lala, tiba-tiba benda pipih milik Lala berbunyi sangat nyaring. Sampai-sampai Ethan berhenti mengunyah, meletakkan sendok dan garpu di atas piring.
"Siapa?." Tanya Ethan.
"Bang Rizal." Jawab Lala sebelum bicara pada Bang Rizal.
Ethan menautkan kedua alisnya sambil menatap Lala dengan intens.
"Iya, Bang Rizal."
"Kamu dimana?."
"Lala lagi di rumah Tuan Ethan. Lala pasti pulang, Bang."
"Mau Abang jemput?."
"Tidak usah Bang, katanya nanti ada yang mengantar Lala pulang."
"Ya udah, kamu hati-hati ya."
"Iya, Bang Rizal."
Lala kembali memasukkan handphone nya ke dalam tas yang tidak lepas dari pundak Lala.
"Siapa Rizal?." Tanya Ethan lagi sangat penasaran.
"Tetangga Lala, Tuan Ethan. Bang Rizal, orangnya sangat baik, Mama nya Bang Rizal juga sangat baik sama Lala."
Ethan mengangguk lalu bangkit dan berjalan sambil bicara pada Lala.
"Ayo! Aku antar pulang."
Lala mengekor seperti kelinci yang melompat-lompat karena harus mengejar Tuan nya yang sudah berada di depan.
Mengetahui hal itu saja sudah sanggup membuat kedua sudut bibir Ethan terangkat sempurna.
Karena terlalu merasa nyaman dan sangat sejuk di dalam mobil, Lala pun tertidur pulas dengan mulut yang sedikit terbuka. Jangan lupakan suara dengkuran yang cukup nyaring. Karena satu harian ini Lala begitu sangat lelah, terutama lelah memenuhi keinginan Tuan nya yang tidak ada dimana-mana.
Ethan menepi sebentar, lalu mengeluarkan handphone dari saku jas. Mengabadikan kelucuan yang ada di sampingnya. Lala memang tidak terlalu cantik, namun cukup menarik kalau diperhatikan dengan saksama. Dibutuhkan mata elang untuk melihat kecantikan Lala yang masih terpendam.
"Kalau bukan karena Grandma, mana mau perusahaan mempekerjakan anak yang masih di bawah umur. Tidak tamat SD pula." Namun senyum tetap terbit dari wajah Ethan.
Ya, Grandma yang ditolong Lala beberapa bulan lalu. Sangat kasihan dan prihatin dengan hidup Lala yang sebatang kara. Hingga hati Grandpa tergerak untuk membantu Lala dengan memberinya sejumlah uang. Namun Lala menolaknya, justru Lala meminta pekerja apapun. Asalkan Lala bisa bekerja. Karena Lala sadar, Sekolah Dasar pun tidak selesai. Hingga menjadi seorang OB lah Lala sampai saat ini.
Ethan kembali membawa mobilnya setelah puas mengambil gambar dan membuat video tentang Lala. Bisa saja hal itu digunakan Ethan untuk mengerjai Lala lebih lagi.
Tiba di depan sebuah rumah kecil yang sederhana, sesuai dengan alamat yang diberitahukan Lala sebelum mereka naik mobil.
Terlihat seorang laki-laki dan seorang Ibu mendekati mobilnya. Ethan pun keluar karena Ethan yakin kalau yang datang adalah mereka yang diceritakan Lala saat di meja makan.
"Lala nya mana?." tanya Rizal ketus melihat ke arah mobil.
"Ada di mobil, tapi tidur." Jawab Ethan.
"Ya sudah, biar aku yang gendong."
"What???." Kening Ethan mengerut sambil membatin. Menatap laki-laki lain yang akan memegang tubuh kecil Lala. "Ah, tidak" Ethan menggelengkan kepalanya beberapa kali.
Rizal membuka pintu mobil, laki-laki itu tersenyum saat melihat posisi tidur Lala yang lucu seperti anak kecil. Rizal pun membungkukkan tubuhnya guna menggendong Lala. Namun belum juga tangan Rizal menyentuh Lala, suara barito Ethan menghentikannya.
"Tunggu!!! Biar aku saja yang menggendong Lala. Lagi pula kau punya tubuh kecil juga, mana kuat? Yang ada nanti kalian malah jatuh." Secepat kilat Ethan menggeser tubuh Rizal sampai berpindah tempat.
"Apa yang dikatakannya benar, walau Lala kecil tapi kalau tidur seperti ini cukup berat juga. Ya sudah, saya minta tolong bawa Lala ke rumah belakang."
Rizal hanya bisa mencebik di sebelah Mama nya.
Lagi-lagi Ethan tersenyum saat tubuh kecil itu sudah ada dalam gendongannya. Tubuh yang begitu ringan, mungkin bertanya tidak lebih dari 45 kg.
Sebuah tempat kecil yang hanya bisa dihuni satu orang saja, Ethan kira rumah itu rumah Lala. Namun Lala hanya memiliki sebagian kecil saja.
Sejenak Ethan menatap wajah Lala yang sangat imut namun entah kenapa sangat menggemaskan sekali di saat-saat seperti ini. Tangan Ethan mencubit gemas hidung Lala yang cukup mancung dengan senyum yang merekah.
Kemudian Ethan keluar setelah menutup pintu. Ethan pun berpamitan pada pemilik rumah dan segera mengendarai mobilnya menuju rumah.
Keesokan paginya di perusahaan Antam Group...
Lala diminat leader nya untuk membersihkan ruangan CEO. Padahal biasanya ruangan itu hanya boleh dibersihkan oleh Ibu Dewi, seniornya.
Tapi karena ini sebuah perintah, Lala pun segera segera menjalankannya. Membawa semua peralatan kebersihan ke ruangan Tuan Ethan.
Setibanya di ruangan, Lala mulai merapikan, mengelap beberapa meja dan kursi. Menyapu lantai kemudian mengepelnya sampai bersih. Bahkan Lala bisa bercermin pada lantai itu. Senyum pun merekah.
Baru juga Lala selesai, tiba-tiba pintu terbuka dan langsung mendengar suara Tuan Ethan.
"Kau dimana sekarang?!."
"Saya di sini, Tuan Ethan." Jawab Lala sambil balik badan.
Ethan pun sekilas melihat Lala dengan kening yang berkerut.
"Sekarang coba kau lepas semua pakaiannya!!."
Seketika Lala menyilangkan tangan pada bagian depan tubuhnya. Ethan pun dibuat heran dengan tingkah Lala.
Bersambung...
Ethan tertawa terbahak-bahak setelah tahu Lala salah paham padanya. Padahal Ethan sedang bicara pada Samuel dengan bantuan bluetooth yang tersambung pada handphonenya.
Sebuah ide jahil pun muncul dan Ethan melanjutkan bicara pada Lala setelah memutus sambungan teleponnya bersama Samuel.
"Cepat keu lepas!!!."
"Tapi kenapa Tuan Ethan?." Kedua tangan Lala masih berada di dalam dadanya.
"Karena ada binatang kecil masuk ke dalam sana." Ethan menunjuk dada Lala.
Lala segera menggeleng lalu berkata, "Tidak ada. Tidak ada yang masuk. Kalau ada binatang yang masuk pasti saya merasakannya. Tapi ini tidak ada."
"Pasti ada, cepat kau ke sini!" Lala menurunkan tanganya lalu mendekati Ethan.
Lala pasrah dan menurut karena kalah dalam mempertahankan argumennya.
Mendapati sikap pasrah Lala hati Ethan berdebar, gadis lugu itu begitu mempercayainya. Tatapan Lala tulus padanya.
Dengan tangan gemetar Ethan menyentuh kerah kemeja Lala seolah mengambil sesuatu lalu membuangnya.
"Ternyata bukan binatang" ucap Ethan sambil menjauh. Lala hanya mengangguk sambil melihat ke arah Ethan membuang sesuatu itu namun Lala tidak melihat apa-apa.
"Huh" Ethan membuang nafas. Hatinya bisa berdesir saat berdekatan dengan Lala.
Ethan sudah duduk di kursi kebersamaannya.
"Ngomong-ngomong, kau sudah bersihkan ruangan pribadiku?."
Lala menggeleng, "Belum."
"Di sana ada pintu warna putih, kau buka saja dan bersihkan semuanya." Mata Lala mengikuti arah telunjuk tangan Ethan.
"Iya, Tuan Ethan."
Setelah mengangguk, Lala menuju pintu yang dimaksud lalu membukanya. Benar saja ada ruangan cukup besar yang dilengkapi tempat tidur, lamari besar dan kamar mandi juga.
Lala segera membersihkan setiap sudut ruangan lalu beralih pada tempat tidur. Di sana terdapat beberapa bungkus kecil masih rapi dengan berbagai macam rasa. Lala pun meletakkannya di atas meja. Ada juga telah terbuka dan itu masuk keranjang sampah.
Selesai membersihkan ruangan pribadi itu, Lala keluar dan seketika mendapati Tuan Ethan yang sedang memijat-mijat kening.
"Tuan Ethan sakit?."
"Hanya pusing."
"Mau saya ambilkan obat?."
"Tidak usah."
"Permen buah-buahan mau?."
Ethan mendongak lalu menatap wajah polos Lala.
"Kau punya?."
"Ada banyak di kamar Tuan Ethan."
Ethan mengerutkan keningnya sampai beberapa lipat. Rasanya dia tidak pernah ada stock permen.
"Sebentar" Lala meninggalkan Tuan Ethan, masuk ke dalam ruangan pribadi itu lagi lalu mengambil beberapa bungkus rasa buah yang ada di atas meja.
"Ini permennya Tuan Ethan" Lala menaruhnya di atas meja kerja Ethan.
Ethan terbelalak sampai bangkit berdiri dan berlindung di balik kursi kebesarannya. Lala benar-benar Lala yang sangat lugu untuk segala hal. Sejak kapan pula kondom berubah menjadi permen. Sudah gitu Ethan harus memakannya pula.
Namun kemudian Ethan tertawa lepas lalu mengambil semua bungkus lalu disodorkan pada Lala.
"Ambil permennya La, buat kau saja. Aku sudah tidak pusing lagi."
Dengan senang Lala menerimanya dan mengucapkan terima kasih.
"Kau makan dulu satu, La." Ethan cukup panik karena Lala memasukkan semuanya ke dalam saku celana. Ethan khawatir juga kalau itu sampai benar-benar di makan Lala tanpa sepengetahunnya.
"Iya" Lala mengeluarkan satu dan langsung menyobeknya di depan Ethan.
Tanpa aba-aba Lala hendak memasukkan yang dikira permen karet itu ke dalam mulutnya.
Deg
Sejurus kemudian Ethan menepis kuat lengan Lala hingga permen palsu itu jatuh dan Ethan langsung menginjaknya kuat.
"Kenapa Tuan Ethan injak?." Dengan wajah sendu Lala menatap permen palsu.
Ethan menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan dengan memasang wajah serius dan sangat tegas.
"Ingat baik-baik, La. Itu bukan permen."
"Lalu apa?." Tanya Lala dengan wajah polosnya.
"Nanti kalau sudah waktunya kau akan tahu." Ethan terpaksa menelan ludahnya. Tiba-tiba saja yang sedang tidur di bawah sana menggeliat perlahan.
"Apa Tuan Ethan mau memberitahu?."
"Hmmm, tapi nanti. Sekarang aku harus bekerja dan kau beloh pergi. Tapi jangan lupa, kau buang semua yang ada di saku celana.".Tuan Ethan mendorong pelan tubuh mungil Lala.
"Perlengkapan kebersihannya masih di sana." Tunjuk Lala dengan kepalanya menengok ke belakang.
Ethan pun mengambilnya lalu membuka pintu dan mengeluarkan Lala dari ruangan kerjanya.
"Huh, kacau...kacau..." Ethan kembali duduk dan mulai membuka laptopnya.
.....
Di negara Jerman.
"Grandma yakin kalau Ethan secepatnya mau menikah denganku?."
"Dia harus mau kalau tidak ingin aku coret dari ahli waris."
"Tapi nanti Grandma yang bicara pada Ethan."
"Iya, besok kita akan terbang ke Indonesia dan tinggal beberapa lama di sana sampai Ethan mau menerima dan menikahimu."
"Iya, Grandma. Aku akan bersiap. Mom Dad pasti senang."
"Kau juga harus berusaha menarik perhatian dan simpati Ethan."
"Hmmm...aku akan sangat berusaha, Grandma."
Keberangkatan Grandma dan Elena siang itu menuju Indonesia tanpa diketahui Ethan sebelumnya. Grandma merasa geram pada cucu pertamanya itu. Karena sampai sekarang belum mau menikah karena masih patah hati.
Grandma berharap kedatangannya kali ini bersama Elena akan merubah pandangan Ethan tentang wanita. Tidak semua wanita memberikan luka, ada juga yang sanggup memberi bahagia bahkan sampai akhir hayat.
Bukan untuk pertama kali Grandma membawa wanita berkelas yang disuguhkan pada Ethan. Akan tetapi, Ethan masih bisa menolaknya dengan berbagai macam alasan. Namun tidak kali ini, Grandma tidak akan membiarkan itu terjadi lagi. Tidak ada lagi penolakan dari Ethan. Pokoknya Ethan harus menikah.
.....
Baru saja Lala selesai membantu Ibu Dewi. Membersihkan ruangan yang lain yang akan digunakan meeting. Pada saat mau mereka meninggalkan tempat meeting tersebut, Ibu mendadak lemas dengan tubuh yang gemetaran.
"Ibu Dewi sangat pucat." Lala mengelap keringat yang memenuhi wajah Ibu Dewi.
"Ibu merasa lemas, La. Tadi pagi emang enggak sempat makan. Kayanya maag Ibu kambuh lagi."
"Di ruangan ada obat, apa Lala ambil dulu ya?."
"Boleh, La. Maaf ya Ibu merepotkan."
"Tidak apa-apa, Bu. Lala ambil dulu ya. Kayanya ruangan ini juga belum mau digunakan meeting. Ibu tunggu di sini dulu ya."
"Iya, La." Ibu Dewi mengangguk sambil berusaha menahan perutnya yang sangat sakit.
Lala juga berlari menuju ruangan OB kala melihat Ibu Dewi yang kesakitan. Di sana ada obat yang dibutuhkan Ibu Dewi. Tidak lupa juga Lala membawa air hangat.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk Lala segera kembali menemui Ibu Dewi dengan obat dan air minum hangat.
Lala mengaduk isi saku celananya guna mencari obat yang tadi dibawanya. Karena tidak menemukannya, Lala pun berinisiatif mengeluarkan semua isi saku celananya. Senyum Lala mengembang kala menemukan obat yang dicarinya.
"Minum dulu obatnya, Bu." Lala menyodorkan obat dan air minum hangat.
"Terima kasih, La." Lala mengangguk.
Ibu Dewi segera minum obat dan bersamaan dengan itu peserta meeting sudah mulai berdatangan. Salah satu dari mereka cukup kaget dengan apa yang ada di atas meja meeting. Lalu bertanya pada Lala dan Ibu Dewi.
"Ini milik siapa?."
"Saya." Aku Lala.
"Kau, La?."
"Iya, Ibu Emma."
"Ternyata kamu sangat murahan ya La, tidak selugu yang aku lihat."
Bersambung
Terima kasih untuk dukungannya 🙏🙏😘😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!