NovelToon NovelToon

Jati Diri ALLANSYAH Si Kakak Angkat

Bab 1

Bab 1

Di dalam lemari ada seorang anak yang sedang bersembunyi. Wajahnya terlihat sangat pucat dan penuh dengan bulir-bulir keringat karena ketakutan. Tangannya membekap mulutnya agar tidak menimbulkan suara dan membuat beberapa orang yang sedang mengacau di kediaman orang Tuannya mengetahui keberadaannya. 

Sejak kedatangan sekelompok orang asing di kediamannya dan mengakibatkan kedua orang tuanya mati mengenaskan di depan matanya, anak laki-laki berumur 11 tahun itu memiliki dendam kesumat dan harus dibalaskan kepada mereka semua.

Perlahan Ia mengintip dari balik lemari, melihat mereka-mereka yang sedang berada di kamar orang tuanya. Dari yang di lihatnya, mereka sepertinya sedang mencari sesuatu. Entah apa itu, tapi ia yakini sesuatu itu adalah barang yang sangat penting.

"Cepat temukan barang itu sekarang juga," perintah seorang pria kepada bawahannya.

"Baik Tuan,"

Anak laki-laki itu tidak bisa melihat seperti apa wajah seseorang yang sedang memerintah itu, tubuhnya membelakanginya sehingga membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas siapa pria itu, hanya diketahui di bagian lengan atas sebelah kanan terdapat sebuah tato berbentuk permata hitam.

"Bagaimana? Apa kalian menemukannya?"

"Tidak, Bos. Sepertinya barang itu tidak ada sini, mungkin telah disembunyikan di tempat lain oleh mereka."

"Kurang ajar! Dimana mereka menyembunyikan?" Geram pria itu karena tidak menemukan apa yang dicarinya. "Kalian sudah menggeledah di setiap tempat rumah ini?"

"Sudah Bos, dan tetap saja tidak menemukannya,"

"Sialan!" Umpatnya kesal.

Karena tidak menemukan apa yang dicari mereka akhirnya keluar dari kamar itu.

Melihat beberapa orang itu sudah pergi, anak laki-laki yang memiliki nama Allan menghela nafas, merasa lega. Allan berpikir mereka sudah pergi, dia pun keluar dari persembunyiannya dan berjalan mengendap-endap untuk melihat keadaan di rumahnya, apakah sudah benar-benar aman atau sebaliknya.

Namun sialnya saat dirinya melewati pintu kamar tersebut, sebuah pukulan keras dari arah belakang menghantam kepala bagian belakang dengan kuat.

Bugh…..

Uhuk…..

Darah segar muncrat dari mulutnya dan tubuhnya ambruk.

"Cih, ternyata masih ada yang selamat ." Gumam seorang pria yang sama sekali tidak merasa bersalah setelah memukul seorang anak kecil dengan kuatnya. 

Pria itu berjongkok dan melihat ke arah Allan yang menyedihkan, tepat di depannya. Allan yang masih memiliki kesadaran sedikit mencoba melihat seperti apa wajah pria itu. Seringai menyeramkan dan penuh ejekan terlihat jelas di sudut bibir pria dewasa itu dan perlahan Allan memejamkan mata, kesadarannya hilang karena banyaknya kehilangan darah akibat pukulan tersebut.

*****

Allan berbaring di sebuah ranjang Rumah Sakit setelah menjalani operasi. Lukanya cukup parah membuatnya hingga saat ini belum sadarkan diri juga. Beruntung nyawanya tertolong karena seseorang yang menolongnya, membuatnya selamat dari maut yang mengerikan itu.

Di depan kamar rawat Allan, seorang wanita dewasa duduk dengan ditemani seorang gadis kecil yang diyakini adalah putrinya. Mereka berdua sedang menunggu seseorang yang sebentar lagi akan sampai menemuinya.

Dan tidak lama setelahnya orang tersebut tiba, membuat bibir kedua wanita beda usia itu mengembang bahagia.

"Papa!" Teriak anak perempuan itu menyambut kedatangan ayahnya, meminta untuk di gendong.

Pria itu tersenyum dan langsung mengangkat gadis kecil itu dalam gendongannya dan menciumi wajah manis itu secara bertubi-tubi. Tidak lupa juga memberikan kecupan terhadap istri tercintanya.

"Maaf membuatmu menunggu lama, sayang,"

"Tidak masalah, aku tahu kamu sedang sibuk dan banyak urusan yang harus kamu selesaikan."

Pria itu mengangguk, ia tahu istrinya akan mengerti dengan kesibukannya. "Bagaimana keadaannya?" Tanyanya tentang keadaan Allan.

"Anak itu belum sadarkan diri," jelas Margaret, istri Fernandes Nicolas. Fernandes mengangguk mengerti, mungkin tidak lama lagi anak itu pasti akan sadarkan diri. 

Mereka masuk dan melihat keadaan Allan. Masih tetap sama, anak laki-laki itu masih betah menutup mata. Mereka menatap iba dengan keadaan Allan yang memprihatinkan. Mereka menemukan Allan di pinggir jalan yang sepi, seakan Allan memang sengaja di buang, berharap tidak ada yang menemukan siapa dan dari mana anak itu berasal.

"Kasihan anak ini," ucap Margaret mengelus lembut kepala Allan yang di perban. "Apa kamu sudah menemukan siapa anak ini dan dari mana asal keluarganya?"

"Aku tidak menemukannya. Cukup susah mencari tanpa sebuah identitas," Margaret mengangguk mengerti. 

Gadis cantik yang berada di gendongan Fernandes terus menatap lekat wajah Allan, matanya sedikitpun tidak lepas dari Allan yang saat ini sedang menutup mata. Senyum kecil muncul di sudut bibirnya, entah apa yang ada di pikirannya, tapi gadis kecil itu seakan memiliki pemikirannya sendiri.

"Pa, sebenarnya siapa Kakak ini? Kenapa Papa membawa dan merawatnya?"

Fernandes tersenyum, ia tahu putrinya pasti penasaran akan sosok anak laki-laki yang di tolongnya. Fernandes mengelus lembut kepala putrinya dan berkata. "Papa tidak tahu siapa namanya, hanya saja Papa menolongnya karena Kakak ini sedang butuh bantuan Papa."

"Jadi Papa tidak mengenalnya?"

Fernandes menggeleng, "Tidak! Papa tidak mengenalnya."

"Keluarganya?"

"Begitupun dengan keluarganya, Papa tidak mengetahuinya."

"Begitu ya," Gadis itu berpikir dan tidak lama kemudian tersenyum. "Bagaimana jika Papa merawatnya, menjadikannya sebagai temanku. Jika Kakak ini sudah besar, bisa menjadikannya sebagai pengawal ku." 

Fernandes mengerutkan kening mendengar apa yang di katakan putrinya. Tumben sekali putrinya menginginkan orang lain untuk berada di dekatnya. Biasanya putrinya ini sangat acuh dan tidak peduli, tapi sekarang…..

Fernandes menatap Margaret. Dari sorot matanya bertanya dan meminta pendapat. Margaret tersenyum dan mengangguk, memintanya untuk menyetujui permintaan putrinya. Lagian mereka juga tidak mengenal siapa keluarga anak laki-laki yang di tolongnya ini. Dan tidak mungkin untuk mereka meninggalkan Allan sendirian di rumah sakit tanpa adanya pengawasan dari keluarga.

"Baiklah, sesuai permintaan Tuan putri Papa yang cantik ini," cubit Fernandes di hidung mungil putrinya.

Sejak kejadian Fernandes menolong Allan, Allan akhirnya tinggal bersama dengan Keluarga Nicolas, menjadi bagian keluarga tersebut, menjadi anak angkat Fernandes dan Margaret. 

10 Tahun kemudian.

Saat ini Allan berusia 21 Tahun, dia menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah. Wajah tampannya membuat banyak perempuan tergila-gila padanya, tak terkecuali gadis kecil yang dulu pernah meminta kepada Papanya untuknya tinggal di keluarga Nicolas, siapa lagi jika bukan Michaela Nicolas, putri satu-satunya Fernandes dan Margaret.

 

 

Bab 2

Bab 2

"Tidak..! Tidak..!

"Pergi Allan! Jangan pedulikan Mama dan Papa, bersembunyilah dan selamatkan dirimu,"

"Tidak, Allan tidak mau."

"Jangan membantah apa yang Mama katakan. Cepat pergi!"

"Tidak! Allan tidak mau,"

Allan tidak mau melepaskan tangan Mamanya. Namun Mamanya Allan tidak ingin terjadi sesuatu dengan putranya, terpaksa dia memaksa Allan untuk melepaskan tangannya dan berlari meninggalkan Allan yang meraung menangis kepergiannya.

Allan mengejar Mamanya, namun tiba-tiba terdengar suara tembakan yang memekikkan telinga tak jauh dari dirinya berada. Kaki itu langsung berhenti saat melihat sesuatu yang mengerikan di depannya. Tubuhnya seakan tidak memiliki kekuatan sedikitpun, lemas dan tidak bertenaga. Air matanya luruh membasahi pipinya, pikirannya kosong dengan kenyataan yang dilihatnya. Bagaimana tidak, Mamanya yang baru saja meninggalkan nya kini mati dengan bersimbah darah di depan matanya. Begitupun dengan Papanya yang juga mati secara tragis.

Darah itu menggenang di lantai, membasahi tubuh kedua orang tuanya.

Mama Allan yang masih memiliki kesadaran tidak sengaja melihat kearah Allan yang melihat keadaannya yang mengenaskan. 

"Per…gi,"

"Per….gi,"

"Se…la…"

Belum juga apa yang dikatakan selesai, tubuh itu langsung lemas dan mati. Allan yang melihat gerakan bibir Mamanya langsung berlari dengan air mata yang terus mengalir deras. 

"Ma…! Pa…!" Teriak Allan membuka mata. Bangun dari mimpi buruknya.

Hah…hah….

Mimpi itu, mimpi itu selalu saja datang di setiap malamnya. Mimpi yang sangat mengerikan dan tidak pernah bisa dia lupakan. 

"Mimpi ini lagi," Allan memijat pelipisnya, pusing dengan mimpi yang selalu datang 

Di setiap malamnya. Sebenarnya siapa dua orang ini, kenapa selalu datang di mimpinya? Dan kejadian dalam mimpi kenapa sangat mengerikan dan seolah sangat nyata. Ya, Allan tidak mengingat siapa dirinya dan dari mana asalnya.

Sejak mendapatkan pukulan di bagian kepalanya, Allan melupakan jati diri dan keluarganya. Allan dinyatakan Amnesia dan melupakan kenangan bersama kedua orang tuanya.

"Siapa sebenarnya mereka, kenapa selalu datang di mimpi ku?" gumamnya dengan berpikir keras. 

Kepala Allan tiba-tiba sakit saat memaksa berpikir. Setiap kali dia berpikir keras mengingat apa yang selalu muncul di mimpinya, Allan akan merasakan sakit luar biasa di kepalanya.

Argh!

Teriak Allan sambil meremas kepalanya yang sakit. Buru-buru Allan mencari obatnya yang ada di laci untuk meredakan sakit di kepalanya. Allan menelannya dengan cepat, bersandar di sandaran ranjang sambil mengatur nafasnya yang semula memburu.

Saat dirinya menenangkan diri, ketukan pintu di kamarnya terdengar di indra pendengarannya.

"Siapa?"

"Aku, Kak." Jawab Michaela dari luar.

"Masuk,"

Michaela perlahan membuka pintu, di lihatnya Kakak angkatnya masih berada di ranjang dengan bertelanjang dada, menampilkan dada dan perut sixpacknya. 

Michaela yang melihat menelan dada. Wajahnya merona 'Gila, Kakak angkatnya ini sangat membuat tubuhnya menjadi panas'

"Sial! Kenapa dia bertelanjang dada seperti ini. Apa dia ingin menggoda ku? Argh…..Allan sialan! Apa dia tidak tahu aku sangat ingin menyentuhnya." Gumam Michaela yang memiliki pikiran di luar nalar. Selalu tergoda dan menginginkan Allan.

Michaela selalu ingin sekali membuang pikiran kotornya terhadap Allan, tapi setiap kali melihat Allan pikiran dan perasaannya selalu mencuat mengalahkan segalanya. Ingin memiliki Allan sebagai prianya bukan sebagai Kakak angkatnya. 

Ya, permintaan Michaela dulu untuk menjadikan Allan sebagai pengawalnya tidak terjadi, melainkan Papa dan Mamanya malah menjadikan Allan sebagai anak angkatnya. Dan itu membuat Michaela galau tingkat langit. Andai saja dulu Papa dan Mamanya tidak mengangkat Allan sebagai anak, mungkin dirinya bisa melakukan hal lebih terhadap Allan, tidak seperti sekarang ini. Semua orang tahu bahwa Allan adalah Kakaknya. Apa yang akan dikatakan orang jika mengetahuinya Michaela mencintai Kakaknya.

"Sialan!" Umpatnya kesal.

Allan yang mendengar umpatan Michaela mengerutkan kening, menatap adik perempuannya yang tetap diam di depan pintu.

"Apa kamu akan tetap disana sampai kamu mati?"

Hah….

Bingung Michaela, kenapa sampai harus mati? Michaela melihat ke arah kakinya dan ternyata dirinya tidak beranjak sedikitpun. Pantas saja omongan Kakaknya sangat menyebalkan.

Dengan cemberut dan bersungut-sungut, Michaela masuk dan mendekat. Michaela berdiri di samping Allan, menatap tajam pemuda tampan bak pangeran yang turun dari kayangan.

"Ada apa?" Tanya Allan bingung melihat sikap Michaela tang sepertinya sedang marah.

"Kau menyumpahi ku mati?"

Allan mengerutkan kening, ada apa dengan gadis ini. Kenapa malah bertanya seperti ini. "Tidak,"

"Bohong,"

Hah….

Allan menghela nafas dengan kasar. Jika sudah seperti ini akan semakin panjang dan ribet. Michaela akan terus seperti ini dan membuatnya tetap bersalah. Sejatinya wanita selalu benar dan pria selalu salah. 

Allan menarik Michaela dan jatuh tepat di pangkuannya. "Ada apa denganmu, Kakak hanya bilang seperti itu dan kamu menganggap Kakak menyumpahi mu. Kakak tidak bermaksud seperti itu."

"Itu sama saja menyumpahi ku. Bukankah kamu mengatakan mati? Itu sama saja menyumpahi ku agar cepat mati." Jawab Michaela membuang muka, kesal.

"Hah…Kakak tidak mengatakan itu," 

"Tetap sama saja,"

"Tidak!" 

Michaela yang mendengar menatap Allan dengan tatapan tajam. Wajah mereka sangat dekat, sampai-sampai nafas Allan dapat dirasakan Michaela. "Sialan!" Umpatnya karena dirinya begitu dekat, apalagi saat ini dirinya berada di pangkuan pria yang selalu membuat jantungnya tidak sehat.

Wajah Michaela merona. Allan yang melihat mengerutkan kening. Allan menyentuh kening Michaela, memeriksa takut Michaela sakit. 

"Wajahmu memerah, apa kamu sakit?"

Ha… Michaela menyentuh wajahnya. Benarkah wajahnya memerah? Jika benar, ini sangat memalukan.  Semoga Kakaknya tidak menyadari apa yang dirasakannya.

"Tidak, aku baik-baik saja,"

Michaela hendak turun dari pangkuan Allan, namun Allan menahannya. Tidak mengizinkan Michaela untuk turun.

"Mau kemana?"

"Turunkan aku."

"Tidak,"

"Lepas Kak,"

Allan tidak memperdulikan apa yang dikatakan Michaela, tetap membuat Michaela berada di pangkuannya. Tiba-tiba Allan membenamkan wajahnya di bahu Michaela, membuat Michaela bingung dengan tingkah Kakaknya.

"Biar seperti ini dulu,"

Perasaan Allan sedang tidak baik-baik saja setelah mimpi yang barusan di alaminya. Mimpi itu semakin lama semakin jelas, wajah dan kejadian itu seolah sangat nyata. Kejadian yang seakan memang pernah dialaminya. 

"Ada apa dengannya? Tidak seperti biasanya dia seperti ini," gumam Michaela dengan pemikirannya.

Bab 3

Bab 3

Melihat tingkah aneh Allan, Michaela sempat bingung. Ada apa sebenarnya dengan Kakaknya ini. Tidak seperti biasanya.

"Kakak baik-baik saja?"

Hm….

"Benarkah?"

Hm….

Michaela menghela nafas, malas bertanya lagi karena Allan hanya menjawab seperti itu. 

Allan yang kepalanya berada di bahu Michaela semakin lama semakin mendusel di leher Michaela. Entah kenapa mencium wangi tubuh Michaela membuatnya betah dan tidak ingin melepaskan. 

Michaela yang merasakannya melotot tidak percaya dengan apa yang dilakukan Allan. Tangannya reflek memukul kepala Allan, membuat Allan berjingkat kaget dan kesakitan.

Plak….

"Au…kenapa memukul Kakak?"

"Salah sendiri kenapa seperti itu,"

"Apa? Memang apa yang Kakak lakukan?"

"Pikir sendiri!" Kesal Michaela dan pergi meninggalkan Allan yang bingung.

Tapi sebelum dirinya benar-benar keluar dari kamar Allan, Michaela berbalik dan berkata. "Jangan sampai terlambat sarapan pagi jika tidak ingin Mama marah,"

Braak….

Allan mengelus dadanya saat melihat Michaela menutup pintu dengan keras. 

"Gadis itu,"

Allan turun dari ranjang dan pergi kekamar mandi sebelum bertemu dan sarapan pagi bersama kedua orang tuanya.

Setelah selesai membersihkan diri dan kini sudah terlihat rapi, Allan keluar dari kamar dan menuju ruang makan. Dilihatnya di sana sudah ada orang tua dan adik gadisnya yang masih menunjukkan wajah cemberutnya.  

"Pagi Ma, Pa, dan kesayangan Kakak," ucapnya mencium pipi Margaret dan setelahnya mengacak rambut Michaela.

"Kakak!" Kesalnya karena penampilannya menjadi berantakan. Padahal ia sudah rapi, tapi sekarang…..ah, Kakaknya ini memang sangat menyebalkan.

Margaret dan Fernandes tersenyum melihat kelakuan mereka berdua. 

"Cepat sarapan, kalian akan terlambat nanti,"

"Baik Ma," jawab mereka berdua.

Setelah sarapan pagi selesai, keduanya pergi untuk sekolah dan kuliah. Allan mengeluarkan motor besarnya dan menghampiri Michaela. Tanpa basa-basi Michaela langsung naik keatas motor dan duduk di boncengan Allan.

"Pakai Helmnya," Allan memasangkan Helm di kepala Michaela seperti biasa dan tersenyum setelah selesai. "Sudah siap?"

Hm….

Bruum…

Bruum…

Motor pun melaju meninggalkan kediaman Nicolas. Dan setelah menempuh perjalanan 15 menit, mereka tiba di depan sekolahan Michaela.

Michaela melepas Helmnya dan memberikannya kepada Allan. "Aku masuk dulu. Kakak hati-hati dijalan,"

"Hm…belajar yang benar," Allan mengusap kepala Michaela dengan sayang.

Michaela yang diperlakukan seperti itu wajahnya langsung merona. Sial, Kakaknya ini selalu membuat jantungnya tidak sehat.

"Ya, Kakak jangan khawatir, aku akan belajar dengan benar. Aku pergi dulu, by.." Michaela lari meninggalkan Allan yang terus memperhatikannya. 

Setelah Michaela benar-benar menghilang dari pandangannya, Allan melajukan motornya menuju kampus dimana dirinya menimba ilmu.

.

.

"Mich," panggil seorang gadis dengan melambaikan tangan kepada Michaela. 

Michaela yang melihat sahabatnya tersenyum dan berjalan ke arahnya. Mereka merangkul dan berjalan menuju kelasnya.

Bugh…

Michaela meletakkan tasnya dengan kasar di atas meja. Perasaannya semakin gila dan menjadi, apalagi setiap hari bertemu dengan pria yang disukainya.

Alana yang melihat Michaela bertingkah seperti itu bertanya. "Ada apa?"

"Jangan pura-pura bertanya, aku yakin kau sudah tahu,"

"Apa karena Kakakmu lagi?"

"Tentu saja, siapa lagi yang bisa membuat ku seperti ini kalau bukan karena dia," kesalnya pada perasaannya sendiri. "Lan, aku bingung. Apa yang harus ku lakukan? Tidak mungkinkan aku menyatakan perasaan ku padanya. Jika aku mengatakannya, aku yakin dia akan tertawa dan menganggapku aneh."

"Kenapa begitu, bukankah itu lebih baik dari pada kamu seperti ini terus? Lagian apa salahnya jika kamu mencintainya, dia juga bukan Kakak kandungmu,"

"Aku tahu, tapi masalahnya dia tahunya kami adalah keluarganya. Jika aku mengatakannya aku yakin hubungan kami pasti akan tenggang. Dia akan menjauhi ku," 

Michaela menutup wajahnya frustasi. Kenapa juga dia bisa memiliki perasaan cinta seperti ini? Perasaan yang pastinya akan membuatnya terluka.

Alana tidak bisa berkata-kata lagi. Dirinya juga bingung mencari jalan keluar untuk cinta temannya yang rumit ini. 

University Of Zurich.

Allan tiba di kampus. Banyak mata memandang penuh damba padanya, terutama kaum hawa. Mereka selalu terpesona dan berharap bisa memiliki Allan seutuhnya, baik itu raga maupun jiwa.

Allan yang melihat pemandangan seperti ini setiap hari mengabaikan, tidak peduli dengan teriakan para wanita yang menjadi penggemarnya. Baginya wanita-wanita itu seakan makhluk tak kasat mata yang tidak perlu di pedulikan. 

"Allan…..aku mencintaimu,"

Teriak para gadis-gadis yang mendambakan Allansyah Nicolas.

Allan terus berjalan menuju teman-temannya yang saat ini sedang memandang ke arahnya.

"Dia selalu saja populer. Lihatlah para wanita itu yang selalu mengaguminya. Apakah dia sama sekali tidak tertarik dengan salah satu dari mereka?" ucap Nick salah satu teman Allan.

"Jangan berharap Allan akan menyukai salah satu dari mereka." Jawab Julian.

"Kenapa? Aku lihat mereka cukup cantik, apalagi mereka juga bukan gadis biasa. Rata-rata mereka adalah anak dari pengusaha dan pejabat. Bukankah itu sudah cukup untuk menjadi kekasihnya? Jika itu aku, sudah aku kencani mereka semua." Tanya Agam yang penasaran tentang Allan. Kenapa temannya yang satu ini tidak sedikit pun tertarik dengan salah satu wanita yang selalu mengejar-ngejarnya. Jika itu dirinya, semua wanita itu pasti akan ia kencani.

"Jangan samakan dia dengan mu yang Playboy."

"Hei, aku ini bukan Playboy ya. Aku hanya kasihan pada wanita-wanita yang selalu mengejarku jika tidak ku kencani. Aku merasa sayang jika mereka dianggurin," jawab Agam membuat Julian dan lainnya menggelengkan kepala. 

Mereka semua sudah hafal tingkah dan sikap Agam. Tidak sedikit wanita yang dikencaninya. Hampir setiap hari Agam akan ganti pasangan untuk menemani dan menyenangkannya.

"Dasar gila," jawab Arhan 

"Huh, kalian itu belum tahu gimana rasanya saat bersama wanita. Jika kalian sudah merasakannya, aku yakin kalian akan ketagihan."

"Kau sendiri saja. Tidak untuk kami."

Agam mencebikkan bibirnya, belum tahu aja mereka rasanya surga dunia. Jika sudah tahu rasanya, pasti mereka akan ketagihan.

Allan sampai di depan teman-temannya dan tak lama kelas pun dimulai. 

Seorang Dosen wanita yang masih muda kini berdiri di depan, menjelaskan dan menerangkan mata pelajaran hari ini dan sesekali mencuri pandang ke arah Allan. Beberapa temannya yang melihat Dosen itu mencuri pandang ke arah Allan, mereka saling pandang. Mungkinkah Dosen itu juga menyukai temannya ini.

"Al, sepertinya Dosen muda itu menyukai mu," bisik Agam yang berada di samping Allan.

Allan menatap Agam, apa maksudnya. Agam yang di tatap memberikan kode lewat matanya, menuju ke arah depan. Allan pun melihat arah pandang itu dan ternyata Allan melihat Dosen muda itu menatap ke arahnya dan tersenyum manis.

Allan yang melihat hanya menatapnya dengan datar, sama sekali tidak peduli. Allan mengacuhkan dan fokus kembali ke bukunya.

Ting…

Bunyi pesan masuk di ponselnya.

[Kak, nanti tidak perlu menjemputku. Aku akan pulang bareng Alana. Ada tugas yang harus ku kerjakan bersamanya]

[Baiklah, jika nanti butuh sesuatu cepat hubungi Kakak]

[Baik sayang] 

Michaela tidak lupa mengirim gambar fotonya yang menurut Allan menggemaskan. Allan yang melihat tersenyum kecil, sungguh manis sekali.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!