NovelToon NovelToon

Kiss My Heart

1. Lebih Baik Lupa

Zayn berpamitan pada kedua mertuanya. Dengan senang hati, pemuda yang memutuskan menikah di usia belia itu membawa pulang istrinya untuk diperkenalkan kepada kedua orang tuanya. Mengingat dirinya menikah tanpa memberitahu keluarga besarnya, Zayn ingin menjadikan ini sebagai kejutan saat pulang.

Zayn di minta kedua orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan meraih gelar doktornya di luar negeri. Karena itu, Zayn memutuskan untuk membawa istrinya tercinta yang baru beberapa bulan ini dinikahinya itu ikut bersamanya. Walaupun sempat tidak diizinkan kedua mertuanya. Tidak ingin terpisah jauh dari wanita yang dicintainya. Demikian pula dengan Khaira yang tidak ingin terpisah jauh dari Zayn.

"Jaga Khaira dan jaga dirimu baik-baik!" ucap Buntala sang ayah mertua, kemudian memeluk menantunya itu.

"Iya, Pak," sahut Zayn membalas pelukan ayah mertuanya.

"Hati-hati di jalan!" ucap Nawang, sang ibu mertua giliran memeluk Zayn.

Setelah Zayn bergantian memeluk kedua mertuanya, kini giliran Khaira yang memeluk kedua orang tuanya.

"Jadi istri yang baik!" pesan Nawang seraya mengelus kepala Khaira.

"Iya, Bu," sahut Khaira tersenyum lembut.

"Ya sudah, kalian berangkatlah! Jangan sampai ketinggalan pesawat," ucap Buntala setelah melirik jam di pergelangan tangannya.

"Setelah kalian sampai di sana, kabari kami, ya, Ra!" pinta Nawang pada putri semata wayangnya.

"Iya, Bu," sahut Khaira seraya bergelayut manja di lengan Zayn.

Sepasang suami-isteri itu masuk ke dalam taksi yang sudah menunggu mereka. Zayn dan Khaira melambaikan tangan pada Buntala dan Nawang sebelum taksi yang mereka tumpangi melaju meninggalkan rumah sederhana yang terlihat asri itu.

"Aku pasti akan merindukan Khaira," gumam Nawang yang masih bisa di dengar oleh Buntala.

"Mau bagaimana lagi, Bu. Seorang istri memang harus ikut kemanapun suaminya pergi. Lagian, mana betah mereka, jika harus berpisah lama. Kita tidak bisa menghalangi Zayn membawanya," sahut Buntala menghela napas panjang.

Di sisi lain, Khaira yang berada di dalam taksi menyandarkan kepalanya di bahu Zayn. Jemari tangan wanita muda itu menggenggam erat jemari tangan suaminya.

"Kamu kenapa? Kok, kayak nggak tenang gitu?" tanya Zayn seraya mengelus punggung tangan Khaira yang menggenggam jemari tangannya.

"Aku..aku takut kita terpisah," sahut Khaira terlihat tidak tenang.

"Kita akan kuliah bareng di luar negeri. Di universitas yang sama dan jurusan yang sama. Kita nggak bakal berpisah. Tak akan ada yang mampu memisahkan kita. Hanya maut yang bisa memisahkan kita. Kalaupun kamu di panggil-Nya lebih dulu, aku pun tidak ingin hidup lebih lama lagi di dunia ini," ucap Zayn mengelus lembut kepala Khaira kemudian mengecupnya dengan penuh kasih sayang.

"Selamanya kamu akan mencintai aku?" tanya Khaira menatap Zayn dengan tatapan lekat.

"Selamanya. Tidak akan pernah berubah. Aku bersumpah demi ibu yang telah mengandung dan membesarkan ku, hanya kamu satu-satunya wanita yang akan mengisi hati ku. Tidak akan pernah ada cinta yang lain selain kamu," ucap Zayn mengecup lembut kening Khaira.

"Brakk"

"Brakk"

"Brakk"

"Brakk"

Tiba-tiba terjadi sebuah kecelakaan antara truk tanki bermuatan BBM yang ditabrak truk bermuatan kayu. Di tengah padatnya lalu lintas, kecelakaan beruntun pun tidak dapat di hindarkan. Dua kendaraan besar itu sama-sama terguling. Aroma bensin menyeruak di sekitar tempat itu. Para pengendara yang masih sadar pun bergegas menjauh dari tempat itu. Para warga yang ada di sekitar tempat itu juga berusaha menolong para korban kecelakaan menjauh dari tempat percikan api yang mulai menjalar tanpa bisa di cegah.

"Cepat! Tolong yang masih bisa di tolong!"

"Cepat menjauh dari lokasi kecelakaan!"

"Bantu yang lainnya!"

Suara-suara orang-orang yang panik berusaha menyelamatkan korban kecelakaan terdengar. Hingga..

"BOOM"

Ledakan hebat pun terjadi. Beberapa kendaraan ikut terbakar bersama truk tanki bermuatan BBM yang meledak.

Satu setengah jam kemudian..

Buntala nampak berlari di koridor rumah sakit. Saat tiba di depan ruangan jenazah, langkah kakinya berhenti. Bersama seorang perawat, pria paruh baya itu masuk ke dalam ruangan jenazah dengan langkah yang terasa berat. Kakinya terasa digantungi batu yang begitu besar. Napasnya memburu dan jantungnya berdegup kencang.

Perawat yang masuk bersamanya membuka kain putih penutup jenazah di hadapan pria paruh baya itu.

"Khaira.." ucap Buntala dengan bibir yang bergetar.

Tanpa terasa air mata pria paruh baya itu luruh begitu saja. Buntala masih ingat, satu setengah jam yang lalu putrinya pamit pergi bersama menantunya yang akan pulang ke rumah kedua orang tuanya. Buntala tidak menyangka, kalau dirinya akan mendapatkan telepon bahwa anak dan menantunya mengalami kecelakaan. Bahkan putri semata wayangnya tewas dalam kecelakaan itu.

Tubuh Buntala luruh terduduk di lantai seolah tubuhnya tidak bertulang. Buntala tidak menyangka, kalau putri semata wayangnya akan pergi begitu cepat meninggalkannya. Bagaimana dirinya harus menyampaikan kabar ini pada istrinya?

*

Buntala berdiri di depan ruangan operasi dengan wajah tertunduk. Menunggu menantunya ditangani oleh dokter. Hanya kesedihan yang terlihat di mata pria paruh baya itu.

Saat pintu ruangan operasi terbuka, Buntala bergegas menghampiri dokter yang baru saja keluar dari ruangan itu.

"Bagaimana keadaan putra saya, Dok?" tanya Buntala nampak khawatir.

"Putra bapak sudah melalui masa-masa kritisnya. Sementara waktu, akan dipindahkan ke ruangan ICU," sahut dokter itu terlihat lega, walaupun wajah lelahnya terlihat jelas.

Setelah melihat keadaan Zayn sudah lebih baik, akhirnya Buntala membawa pulang jenazah putrinya untuk dimakamkan. Nawang nampak sangat terpukul menerima kenyataan bahwa putri semata wayangnya telah tiada.

Karena masih khawatir dengan keadaan Zayn, Buntala menitipkan istrinya pada tetangganya, lalu kembali ke rumah sakit.

Saat Buntala ingin melihat keadaan Zayn, ternyata Zayn sudah dipindahkan ke ruangan lain. Saat akan menemui dokter yang menangani Zayn, perawat mengatakan bahwa orang tua Zayn sedang menemui dokter. Akhirnya Buntala memilih menengok Zayn.

Buntala membuka salah satu pintu ruangan VIP di rumah sakit itu. Perawat yang mengenali Buntala saat menunggu Zayn di depan ruangan operasi pun membiarkan Buntala masuk dan meninggalkan Buntala di ruangan Zayn.

Buntala duduk di kursi yang ada di samping ranjang pasien. Dengan hangat, Buntala menggenggam jemari tangan Zayn. Pemuda yang sudah dianggapnya sebagai putranya sendiri.

"Zayn, kamu harus ikhlas. Khaira.. Khaira sudah tidak bersama kita lagi," kata yang tidak terucapkan oleh Buntala, hanya tertelan di tenggorokannya.

"Ceklek"

Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka. Buntala menoleh ke arah pintu dan melihat seorang pria tampan nan gagah dan seorang wanita cantik yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu.

"Anda siapa?" tanya pria yang tidak lain adalah Rayyan, ayah dari Zayn yang bersama dengan istrinya, Aurora.

Buntala melepaskan genggaman tangannya pada tangan Zayn, lalu bangkit dari duduknya menghadap ke arah Rayyan dan Aurora.

"Saya bapak angkatnya Zayn," sahut Buntala berusaha tersenyum di tengah hatinya yang hancur karena kehilangan putri semata wayangnya.

"Oh, begitu. Perkenalkan, saya Rayyan, ayah Zayn dan ini istri saya, Aurora," ucap Rayyan menyalami Buntala. Aurora pun ikut menyalami Buntala.

"Bagaimana keadaan Zayn?" tanya Buntala pada Rayyan.

"Kata dokter, terjadi benturan keras di kepalanya. Ada kemungkinan, Zayn akan mengalami amnesia," ucap Rayyan menghela napas panjang.

"Akan lebih baik, jika Zayn mengalami amnesia. Agar dia tidak merasa kehilangan Khaira," gumam Buntala lirih.

"Apa yang bapak bilang?" tanya Rayyan yang tidak mendengar jelas gumaman Buntala.

"Tidak apa-apa. Saya hanya mengatakan, terkadang ada beberapa hal yang lebih baik dilupakan atau terlupakan, agar tidak membuat hati terluka," jawab Buntala kemudian menghampiri Zayn.

Buntala mengusap lembut kepala Zayn, "Lupakan apa yang seharusnya kamu lupakan. Semoga kamu bahagia," ucap Buntala, kemudian kembali menghampiri Rayyan dan Aurora, "saya permisi. Semoga suatu hari nanti, kita bisa bertemu kembali dalam suasana yang bahagia," pamit Buntala pada Rayyan dan Aurora.

Rayyan tersenyum tipis seraya mengangguk kecil pada Buntala, demikian pula dengan Aurora.

"Sayang, kenapa aku merasa orang itu sangat dekat dan menyayangi putra kita? Aku juga melihat kesedihan yang begitu dalam dimatanya," ujar Aurora setelah Buntala keluar dari ruangan itu.

"Aku juga merasa seperti itu, sayang. Tapi, sepertinya saat ini dia tidak ingin bicara terlalu banyak," sahut Rayyan.

Pintu ruangan itu terbuka dan seorang dokter dan perawat masuk ke dalam ruangan itu. Dokter dan perawat itu memeriksa Zayn.

"Bagaimana kondisi putra saya, Dok?" tanya Rayyan setelah dokter dan perawat itu selesai memeriksa Zayn.

"Sudah lebih baik. Maaf, sebenarnya orang tua Zayn ini Anda berdua atau Pak Buntala?" tanya dokter itu, karena tiga orang itu sama-sama mengakui bahwa Zayn adalah putra mereka.

"Kami adalah orang tua kandung Zayn. Pak Buntala adalah bapak angkat Zayn," sahut Rayyan sesuai pengakuan Buntala.

"Oh, begitu. Zayn beruntung sekali mendapatkan bapak angkat seperti Pak Buntala, Dia begitu mengkhawatirkan Zayn dan berusaha keras mencari donor darah buat Zayn. Jika Pak Buntala tidak mendapatkan donor darah tepat waktu untuk Zayn, entah apa yang akan terjadi pada Zayn," ujar dokter itu membuat Rayyan dan Aurora terkejut.

Usai memeriksa Zayn, dokter dan perawat itupun keluar dari ruangan itu.

"Om, Tante, bagaimana keadaan Zayn?" tanya seorang gadis yang tiba-tiba masuk.

...🌟...

...Mungkin tidak ditakdirkan bersama untuk saat ini, tapi akan bersama lagi suatu hari nanti....

...Hanya Tuhan yang tahu, jalan takdirmu dan siapa jodoh dunia akhirat mu....

..."Nana 17 Oktober"...

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

2. Berkunjung

Rayyan dan Aurora mengernyitkan keningnya menatap gadis yang baru saja masuk itu. Sepasang suami-isteri itu saling menatap seolah bertanya siapa gadis itu.

"Kamu siapa?" tanya Aurora pada akhirnya.

"Aku..aku pacarnya Zayn, Tante," sahut gadis itu tertunduk.

"Pacarnya Zayn?" tanya Aurora mengernyitkan keningnya menatap gadis itu dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Sama seperti Aurora, Rayyan juga menelisik penampilan gadis yang mengaku sebagai pacar putranya itu.

"Iya. Sebelum pindah sekolah, Zayn pacaran sama aku. Kami masih saling menghubungi walaupun sekolah di tempat yang berbeda. Zayn mengajak aku ketemuan di sini dua hari yang lalu untuk menghabiskan waktu bersama sebelum Zayn pulang. Tak ku sangka, hari ini Zayn malah mengalami kecelakaan," ucap gadis itu mulai menangis.

"Jangan menangis. Ayo duduk!" ajak Aurora menghampiri gadis itu.

"Eh, kamu kenapa?" tanya Aurora yang terkejut saat gadis itu hampir saja terjatuh. Untung saja Aurora cepat menangkap tubuh gadis itu.

"Kepala ku pusing banget Tante. Aku tadi habis mendonorkan darah buat Zayn," sahut gadis itu yang wajahnya memang terlihat pucat.

Aurora menuntun gadis yang terlihat lemas dan pucat itu ke arah sofa yang ada di dalam ruangan itu, lalu membantunya untuk duduk.

"Kamu yang mendonorkan darah buat Zayn?" tanya Rayyan memicingkan sebelah matanya menatap gadis itu.

"Iya, Om," sahut gadis itu dengan suara lemah.

"Ini, minumlah dulu," ucap Aurora seraya menyodorkan sebotol air mineral yang tutupnya sudah di buka pada gadis itu.

"Terima kasih, Tan," ucap gadis itu masih dengan suara yang lemah.

"Siapa nama kamu?" tanya Rayyan menatap gadis itu dengan tatapan datar.

"Agnia, Om," sahut gadis yang ternyata bernama Agnia itu.

Sejak kapan kalian pacaran?" tanya Rayyan masih menatap gadis itu dengan tatapan datar.

"Sebelum Zayn pindah sekolah, Om," sahut Agnia.

"Aku sangat dekat dengan putraku, tapi dia tidak pernah mengatakan, kalau dia memiliki pacar," ujar Rayyan menatap Agnia dengan tatapan penuh selidik.

"Em..ah..itu..kami memang sepakat untuk merahasiakannya, Om," sahut Agnia dengan wajah tertunduk.

"Sayang, kita bicarakan lagi mengenai hal ini setelah Zayn sadar," ujar Aurora.

*

Pagi itu, Rayyan dan Aurora menyambangi rumah Buntala untuk mengucapkan terima kasih pada Buntala, karena sudah menunggu Zayn di rumah sakit saat Zayn dalam masa kritis dan bertanggung jawab atas Zayn selama Zayn di rumah sakit, sebelum dirinya dan istrinya datang.

"Itu rumahnya, sayang?" tanya Aurora melihat tak jauh dari mereka ada rumah yang di depannya dipenuhi oleh berbagai macam tanaman bunga.

"Menurut informasi sih, begitu. Ciri-cirinya sama seperti yang dikatakan oleh anak buahku," sahut Rayyan menatap seluruh bagian rumah Buntala.

"Plak"

"Astagaa.." ucapan supir Rayyan. Baru saja mobil itu berbelok masuk ke pekarangan rumah Buntala, tapi sepasang sandal selop tiba-tiba melayang mengenai kaca depan mobil. Supir itu sampai mengerem mendadak karena terkejut.

Ya, sandal melayang karena naik keramik itu sudah biasa terjadi. Semua orang kampung itu sudah tahu. Buntala memang tidak suka jika ada sandal yang naik ke keramik rumahnya.

"Apa yang barusan mengenai kaca mobil kita, Pak?" tanya Aurora.

"Sepertinya sepasang sandal selop, nyonya," jawab supir itu seraya menatap kaca mobil yang terlihat kotor.

"Ayo, terus masuk, Pak. Kalau kita diam di sini, orang yang ada di dalam pekarangan rumah ini tidak akan bisa keluar. Bagian belakang mobil kita juga akan menghalangi jalan," ujar Rayyan mengamati keadaan.

"Baik, Tuan," sahut supir Rayyan kembali melajukan mobil itu masuk ke dalam pekarangan rumah Buntala.

Buntala yang sedang mengepel lantai karena sendal selop yang tidak sopan naik ke atas keramik itu nampak mengernyitkan keningnya saat melihat sebuah mobil mewah memasuki pekarangan rumahnya.

Para ibu-ibu yang baru saja mau pulang setelah menengok Nawang pun nampak menatap mobil mewah itu dengan rasa penasaran tingkat tinggi.

Rayyan dan Aurora keluar dari mobil membuat Buntala tertunduk dengan napas dan dada yang terasa sesak. Melihat kedua orang tua Zayn itu membuat Buntala teringat pada putrinya yang baru saja berpulang kepada-Nya.

Sedangkan para ibu-ibu yang tadinya mau pulang, malah jadi enggan pulang. Mereka pun mulai berbisik-bisik.

"Kayaknya pasangan suami-isteri. Tampan dan cantik. Serasi sekali,"

"Mobilnya mewah sekali. Pasti konglomerat,"

"Dari penampilannya, sih, sepertinya begitu,"

"Walaupun penampilan wanita itu tidak mencolok, tapi barang mahal yang melekat di tubuhnya nggak bisa dibohongi,"

Bisik-bisik para ibu-ibu itu mengamati mobil, orang yang keluar dari mobil, sampai-sampai penampilan orang yang baru saja keluar dari mobil.

"Pagi, Pak. Maaf, pagi-pagi begini kami datang berkunjung tanpa pemberitahuan terlebih dahulu," ucap Rayyan sopan.

"Silahkan masuk," ucap Buntala tersenyum sopan. Namun, terlihat kesedihan yang mendalam di mata pria paruh baya yang masih terlihat gagah dan tampan itu.

Buntala mempersilahkan Rayyan dan Aurora duduk di ruangan tamu.

"Dari pihak rumah sakit, kami mendengar kalau putri bapak meninggal dalam kecelakaan yang sama dengan putra kami. Kami ikut berduka cita," ucap Rayyan hati-hati.

"Terima kasih," ucap Buntala menghela napas panjang.

"Kami kemari juga ingin mengucapkan terima kasih, karena sebelum kami datang, bapak lah yang mengurus putra kami. Jika bapak tidak mengurus putra kami, mungkin putra kami tidak akan selamat," ucap Rayyan tulus.

"Tidak perlu berterima kasih. Saya sudah menganggap Zayn seperti putra saya sendiri. Jadi, sudah menjadi kewajiban saya untuk mengurusnya," ucap Buntala jujur.

Buntala memang tidak pernah menganggap Zayn sebagai menantunya, melainkan putranya. Walaupun kini putrinya sudah meninggal, Buntala akan tetap menganggap Zayn sebagai putranya.

"Zayn sungguh beruntung bertemu dengan bapak," ucap Aurora penuh syukur, karena ada orang yang memperlakukan putranya seperti anaknya sendiri.

"Saya yang beruntung bertemu dengannya. Tapi, tolong jangan ceritakan apapun tentang saya padanya. Anggap saja saya tidak pernah ada dalam kehidupannya. Melihat Zayn, membuat saya selalu teringat mendiang putri saya. Saya ingin kami melanjutkan hidup kami masing-masing, agar kami bisa segera mengikhlaskan kepergian putri kami," ucap Buntala dengan tatapan penuh kesedihan.

Mendengar apa yang dikatakan oleh Buntala, Aurora merasa ada sesuatu yang ditutupi Buntala dari dirinya dan suaminya.

"Baiklah, kami mengerti. Tapi, boleh bukan, jika suatu saat kami berkunjung lagi ke sini untuk mengunjungi bapak?" tanya Rayyan sopan.

"Silahkan! Rumah saya selalu terbuka untuk Anda dan keluarga Anda," ucap Buntala serius.

"Terima kasih," ucap Rayyan dan Aurora bersamaan.

"Ini kartu nama saya, mungkin jika bapak ada perlu atau sedang pergi ke kota kami, bapak bisa mampir ke rumah kami. Atau mungkin, jika bapak membutuhkan bantuan, jangan sungkan untuk menghubungi saya," ucap Rayyan memberikan sebuah kartu nama.

"Terima kasih. Jika saya pergi ke kota Anda, akan saya usahakan untuk mampir," ucap Buntala menerima kartu nama Rayyan.

Setelah beberapa menit mengobrol dengan Buntala dan melihat keadaan Nawang yang masih tidur karena pengaruh obat yang diberikan dokter, Rayyan dan Aurora pun pamit undur diri.

Buntala menghela napas panjang melihat mobil Rayyan yang meninggalkan pekarangan rumahnya.

"Bahkan Khaira belum sempat bertemu dengan kedua mertuanya. Seandainya putriku masih hidup, aku yakin dia akan bahagia hidup bersama Zayn dan memiliki mertua seperti mereka," gumam Buntala dengan dada yang terasa sesak.

*

Setelah meninggalkan rumah Buntala, Rayyan dan Aurora kembali ke rumah sakit. Saat masuk ke ruangan rawat Zayn, sepasang suami-isteri itu melihat Agnia berada di ruangan rawat putra mereka.

"Om, Tante, kalian dari mana?" tanya Agnia tersenyum ramah.

"Kami ada urusan," sahut Rayyan datar. Entah mengapa Rayyan merasa tidak suka pada gadis bernama Agnia yang mengaku sebagai pacar putranya dan telah menyelamatkan putranya itu.

"Sayang, jemari tangan Zayn bergerak," ucap Aurora dengan wajah yang terlihat senang. Ada harapan putranya segera sadar.

Rayyan segera menekan tombol untuk memanggil dokter saat melihat bola mata Zayn yang masih tertutup itu juga mulai bergerak-gerak. Perlahan Zayn membuka matanya dan menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya.

"Mama..papa.." gumam Zayn dengan suara lemah saat melihat kedua orang tuanya.

"Zayn, akhirnya kamu sadar juga. Syukurlah," ucap Agnia yang ikut mendekat.

"Siapa kamu?" tanya Zayn menatap Agnia dengan kening yang berkerut.

...🌸❤️🌸...

Don't worry be happy. Ceritanya happy ending, kok. 🤗

.

To be continued

3. Rasa Yang Tertinggal

Agnia mendekat ke ranjang tempat Zayn berbaring. Namun saat mulutnya baru setengah terbuka ingin berbicara, seorang dokter dan perawat masuk ke dalam ruangan itu dan langsung memeriksa keadaan Zayn.

"Bagaimana keadaan putra saya, dok?" tanya Rayyan setelah dokter selesai memeriksa Zayn.

"Kondisinya sudah semakin membaik. Tuan tidak perlu cemas. Daya tahan tubuh putra Anda sangat bagus. Secepatnya putra Anda akan pulih," jelas dokter itu, kemudian pamit untuk memeriksa pasien lain.

Agnia kembali menghampiri Zayn dengan senyuman manis di bibirnya.

"Aku senang sekali, akhirnya kamu sadar kembali," ucap Agnia seraya mengulurkan tangannya hendak memegang tangan Zayn.

"Jangan sentuh aku!" ucap Zayn dengan suara lemah, tapi terdengar dingin saat tangan Agnia hampir menyentuh tangannya. Bahkan wajah Zayn terlihat dingin pada Agnia. Pemuda itu menatap Agnia dengan tatapan tidak suka.

"Nia, Zayn tidak suka di sentuh sembarangan orang," ucap Aurora memberi pengertian pada Agnia.

"Tapi Tante..aku adalah pacarnya. Kami sering bergandengan tangan, bahkan.. berpelukan," ucap Agnia dengan suara pelan di ujung kalimat. Gadis itu tertunduk dengan wajah terlihat sedih.

"Sorry, aku nggak ingat sama kamu. Kamu nggak ada di dalam memori ku," ucap Zayn datar seraya memalingkan wajahnya.

"Tapi..kita.."

"Pergi!" ucap Zayn memotong kata-kata Agnia dengan suara lemah, tapi terdengar berat dan dingin penuh penekanan tanpa menatap Agnia.

"Zayn baru saja sadar, tolong berikan kenyamanan padanya. Jangan merusak suasana hatinya. Dia tidak suka melihat kamu," ucap Rayyan datar, secara tidak langsung mengusir Agnia.

"Saya akan menunggu di luar," sahut Agnia beringsut keluar dari ruangan itu dengan wajah tertunduk sambil menangis. Namun Zayn sama sekali tidak peduli.

Aurora hanya menghela napas panjang melihat Agnia yang keluar dari ruangan itu sambil menangis. Sedangkan Rayyan nampak acuh.

"Ssstt.." desis Zayn seraya memegang kepalanya.

"Kamu kenapa?" tanya Aurora nampak khawatir, demikian pula dengan Rayyan.

"Kepalaku sakit, ma," sahut Zayn masih memegangi kepalanya, "dalam ingatanku, aku melihat bayangan seorang wanita berambut panjang. Dia memanggil ku dengan suara manja. Siapa dia? Aku tidak bisa mengingat wajahnya," batin Zayn, masih memegangi kepalanya.

Melihat Zayn yang kesakitan, Rayyan kembali memanggil dokter. Akhirnya Zayn di bawa ke sebuah ruangan untuk diperiksa lebah lanjut.

Namun saat melewati sebuah ruangan, entah mengapa. Zayn tiba-tiba merasa jantungnya berdegup kencang. Ada perasaan ingin masuk ke ruangan itu. Tapi Zayn pun tidak tahu kenapa.

Saat ini, Rayyan dan Aurora nampak cemas menunggu hasil pemeriksaan. Sedangkan Agnia juga masih menunggu di luar ruangan tempat Zayn diperiksa.

"Bagaimana keadaan putra kami, Dok?" tanya Rayyan begitu dokter selesai memeriksa.

"Setelah diperiksa lebih lanjut, ternyata putra Anda mengalami amnesia retrograde, yaitu istilah amnesia yang biasanya ditunjukkan pada penderita yang mengalami kesulitan untuk memperoleh kembali ingatan atau kejadian dimasa lalu. Hal ini karena Zayn mengalami cedera pada otak dan menjalani operasi di bagian kepala, sehingga mengakibatkan hilangnya sebagian memori ingatan,"

"Amnesia retrograde menunjukkan gejala di mana seseorang kehilangan ingatan yang terbentuk sebelum kejadian yang menyebabkan amnesia. Biasanya, retrograde amnesia akan memengaruhi ingatan masa lalu yang baru dialami, bukan ingatan yang telah ada beberapa tahun lalu,. Amnesia retrograde terkadang bersifat sementara tetapi bisa juga permanen atau progresif,"

"Kesembuhan amnesia retrograde biasanya akan terjadi secara tiba-tiba atau spontan dan tanpa ada unsur paksaan sama sekali. Karena jika dilakukan secara paksa justru mereka tidak bisa mengingat apapun sama sekali. Sehingga akan lebih baik ingatan mereka dikembalikan secara alami dan spontan, namun masih dalam arahan medis," jelas dokter panjang lebar.

"Amnesia yang di alami Zayn memengaruhi ingatan masa lalu yang baru dialami, bukan ingatan yang telah ada beberapa tahun lalu. Maksud dokter, apakah Zayn akan melupakan kejadian beberapa tahun sebelum kecelakaan?" tanya Rayyan memastikan dirinya tidak salah memahami penjelasan dokter tadi.

"Benar. Menurut pemeriksaan kami tadi, putra Anda tidak dapat mengingat kejadian yang dialaminya tiga tahun terakhir ini," jelas dokter.

"Zayn baru saja lulus SMA. Itu berarti, Zayn tidak mengingat masa-masa SMA -nya?" tanya Aurora.

"Benar. Menurut pemeriksaan tadi, putra Anda hanya mengingat kejadian dari masa kecil hingga masa SMP," sahut dokter membenarkan.

*

Setelah selesai diperiksa, akhirnya Zayn kembali ke kamar rawatnya. Agnia tetap saja mengekor di belakang mereka, meskipun tidak di anggap sama sekali oleh Zayn.

"Pa, berhenti dulu," pinta Zayn tiba-tiba saat mereka hampir melewati sebuah ruangan.

"Ada apa?" tanya Rayyan yang mendorong kursi roda Zayn, karena Zayn masih terlalu lemah untuk berjalan.

"Aku..aku ingin melihat orang yang ada di ruangan ini," ucap Zayn membuat Rayyan, Aurora dan Agnia saling menatap.

"Kenapa kamu ingin melihat orang yang ada di dalam sana? Apa kamu mengenalnya?" tanya Aurora.

"Maaf, pasien di dalam belum bisa di kunjungi," ucap seorang perawat yang kebetulan baru keluar dari ruangan itu dan mendengar percakapan Zayn dan Rayyan.

"Kamu dengar, 'kan, Zayn? Pasien di dalam sana belum bisa dikunjungi," ujar Rayyan, kemudian kembali mendorong kursi roda Zayn.

Zayn menatap ruangan itu dengan perasaan tidak menentu. Bahkan jantungnya kembali berdegup kencang. Entah mengapa Zayn ingin sekali masuk ke dalam ruangan itu.

Ruangan yang di dalamnya ada seorang wanita berambut panjang dengan selang infus di tangannya, ventilator dan beberapa alat medis lainnya menempel di tubuhnya. Wajah wanita itu di bebat dengan perban, hingga wajahnya tidak terlihat. Matanya nampak terpejam rapat.

Ventilator adalah mesin yang berfungsi untuk menunjang atau membantu pernapasan pasien yang tidak dapat bernapas sendiri.

"Pa, rumah sakit ini, bukan rumah sakit Tante Fina?" tanya Zayn setelah kembali berbaring di ruangan rawatnya.

"Bukan. Kita di kota lain," jawab Rayyan.

"Aku kecelakaan di kota lain? Sedang apa aku di kota ini, pa?" tanya Zayn lagi.

"Kita datang kemari dalam perjalanan bisnis," dusta Rayyan.

Sedangkan Agnia nampak mengernyitkan keningnya mendengar Rayyan yang tidak jujur mengatakan, bawah Zayn sebenarnya sekolah di kota ini.

Ya, setelah mendengar penjelasan dari dokter, akhirnya Rayyan dan Aurora sepakat untuk menyembunyikan bahwa Zayn pernah sekolah di kota ini. Hal itu mereka lakukan karena mengingat perkataan Buntala yang secara tidak langsung mengatakan, bahwa Zayn memiliki kenangan yang menyakitkan di kota ini.

Selama Zayn dirawat, Agnia tetap setia menunggu Zayn. Namun Zayn nampak mengacuhkan Agnia. Bahkan bersikap dingin pada Agnia. Meski demikian, Agnia tetap menunggu Zayn.

Setelah beberapa hari di rawat, akhirnya Zayn diperbolehkan pulang. Agnia juga ikut pulang bersama Zayn dan orang tua Zayn. Bahkan saat di pesawat, Agnia duduk di samping Zayn. Namun Zayn tetap mengacuhkan Agnia, seolah mengganggap Agnia tidak pernah ada

Zayn menatap ke arah jendela pesawat yang menampilkan pemandangan awan. Tatapan pemuda itu menerawang jauh.

"Kenapa aku merasa enggan meninggalkan kota itu? Aku merasa aku sangat familiar dengan kota itu. Aku merasa ada sesuatu yang sangat penting bagiku di kota itu yang tertinggal. Tapi apa?" gumam Zayn dalam hati.

Zayn sama sekali tidak mengerti, mengapa dirinya merasa sangat sedih meninggalkan kota itu. Zayn merasa ada yang tertinggal di kota itu yang membuat ada rongga kosong di dalam hatinya. Seolah nyawa, hati dan jiwanya saat ini tinggal separuh dan separuhnya lagi tertinggal di kota itu.

Orang tuanya dan Agnia mengatakan bahwa dirinya datang ke kota itu karena perjalanan bisnis dan ingin berlibur dengan Agnia. Namun entah mengapa, Zayn tidak mempercayainya.

*

Sementara itu, di rumah sakit tempat Zayn dirawat sebelumnya, seorang wanita paruh baya nampak duduk menunggu dengan wajah yang terlihat was-was

Tak lama kemudian, seorang dokter keluar dari sebuah ruangan.

"Bagaimana keadaan putri saya, Dok?" tanya wanita paruh baya itu nampak tidak sabar.

"Menurut pemeriksaan, putri anda mengalami amnesia, atau hilang ingatan. Putri anda tidak bisa mengingat apapun, termasuk tentang informasi identitasnya sendiri," jelas dokter.

"Amnesia? I..ini permanen atau sementara, Dok?" tanya wanita paruh baya itu dengan ekspresi yang sulit untuk dijelaskan.

"Melihat putri Anda yang sempat koma beberapa hari dan cedera di kepalanya cukup parah, kemungkinan putri Anda akan mengalami amnesia permanen," jelas dokter.

"Benarkah? Bagus sekali," ucap wanita paruh baya itu terlihat lega dan senang.

"Kenapa Anda malah terlihat bahagia setelah mengetahui putri Anda mengalami amnesia?" tanya dokter itu merasa heran.

...🌟...

...Ada yang kosong dalam jiwaku, ada yang hilang dari hati ku, ada yang kurang dari napas ku, yaitu kamu....

...Walau memori tentangmu tak ada lagi di ingatan ku, namun hatiku tetap merasakan kehadiranmu....

..."Nana 17 Oktober"...

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!