Hujan turun dengan derasnya menyapa alam yang telah lama gersang. Nyanyian bisu merayu alunan angin di kebisuan malam. Seorang gadis dengan posisi duduk memeluk lutut terlihat bergetar, tubuhnya menggigil, wajahnya memucat di sebuah pondokan pinggir jalan. Dalam hati gadis itu merutuki diri sendiri mengapa dia bisa sampai di tempat yang selama ini orang-orang bilang rumah angker.
Ya, tepat di belakang pondokan tempat gadis itu bernaung ada sebuah rumah kosong yang dianggap warga sekitar rumah angker. Tidak ada yang tahu pasti mengapa disebut rumah angker. Apakah ada yang pernah melihat penampakan atau hanya kabar tak bertuan.
Ada sebuah hening yang berbisik di dalam rumah itu. Samar-samar terdengar jeritan seseorang. Yara tersentak, entah mengapa kakinya membeku. Ingin rasanya berlari menerobos lebatnya hujan, tapi entah keberanian dari mana Yara mengintip dari balik lubang pondok.
Yara melihat dengan jelas seorang pria memukul-mukul seorang wanita dari kaca jendela rumah itu. Begitu kejam, Yara menutup mulutnya menahan suara. Pria itu membuka pintu dan memanggul tubuh wanita itu keluar dari rumah angker. Yara melihat wanita itu tidak bergerak.
Dan ketika Yara memutuskan untuk pergi dari pondok itu, tiba-tiba ada seseorang menyentuh pundaknya. Orang itu membisikkan sesuatu kepada Yara, dalam hitungan detik Yara tidak sadarkan diri.
"Kamu, apapun yang kamu lihat malam ini lupakan semuanya. Lupakan! Kamu tidak pernah melihat apapun. Kamu hanya kedinginan dan berteduh di sini. Sekarang kamu berjalan ke tengah jalan raya. Setelah hitungan ketiga kamu akan menyeberang jalan. 1 ... 2 ... 3." Pria itu menjentikkan jarinya.
Klakson mobil dan motor menjerit, tatkala Yara dengan santainya menyebrangi jalan raya padat merayap di bawah derasnya guyuran air hujan.
"Heiii mau cari matiiii yaa! Beep! Beep!" teriak seseorang sambil membunyikan klakson mobil.
Yara terus melangkah, pandangannya nampak kosong.
"Bos, itu Wanda." Tunjuk seseorang dari dalam mobil.
Pria yang duduk di kursi tengah penumpang refleks keluar dari dalam mobil, berlari menahan tubuh Yara.
"Bung! Cepat bawa menyingkir! Bunuh diri jangan di sini!" maki seseorang dari dalam mobil.
"Maaf, maaf." Pria itu mengangkat tubuh Yara dan membawanya masuk ke dalam mobilnya.
Yara masih diam, tubuh Yara basah bermandikan air hujan. Pria itu mengambil handuk yang ada di dalam mobil.
"Wanda, kamu kenapa?" Pria itu dengan lembut menyeka butiran air yang membasahi wajah Yara.
Tiba-tiba Yara tersadar. Yara menatap pria yang ada di depannya.
"Si ... apa Anda?" Yara sedikit menjauh.
"Wanda, ini aku Farrel."
"Maaf, saya bukan Wanda. Anda salah orang." Yara melihat keluar mobil.
"Wanda, apa kamu ingin lari dari pernikahan kita?" Pria itu menatap tajam ke arah Yara.
"Saya bukan Wanda. Nama saya Yara. Anda salah orang." Yara ketakutan.
Farrel lebih mendekat memperhatikan Yara dari atas sampai ke bawah. Farrel takut ini adalah akal-akalan Wanda untuk lari dari pernikahan mereka besok pagi.
"Bos, ada telepon dari calon mertua." Assisten Farrel memberikan ponsel kepada Farrel sambil fokus ke jalan.
"Hallo." Farrel sambil melirik ke arah Yara.
"Farrel, maaf. Wanda pergi sampai sekarang belum kembali. Ada yang melihat dia pergi bersama temannya." Suara panik orang tua Wanda terdengar di seberang sana.
Lagi-lagi Farrel melirik ke arah Yara. "Baik Om. Saya masih di jalan. Nanti saya hubungi kembali." Farrel menutup telepon.
"Ma ... af, saya mau dibawa kemana?" Yara panik.
"Siapa namamu?" tanya Farrel.
"Yara," jawab Yara, tubuhnya menggigil kedinginan.
"Kenapa kamu ingin bunuh diri?" tanya Farrel.
"Bunuh diri?" bibir Yara membiru kedinginan.
"Anton, matikan pendingin." Farrel melepaskan jasnya dan menutupi tubuh Yara dengan jasnya.
"Kalau tidak bunuh diri, ngapain kamu berjalan di tengah jalan raya!" kata Farrel dengan nada sedikit meninggi.
Yara tersentak, dia menyembunyikan wajahnya di balik jas Farrel. Yara kemudian teringat sesuatu.
"Ma ... af, bisakah saya minta tolong?" Yara mengatupkan kedua tangannya.
"Apa?" Farrel sedikit melembut.
"Antarkan saya ke rumah sakit. Adik saya sakit parah. To ... long," Yara memohon.
"Rumah sakit mana?" Farrel mendekat karena suara Yara hampir tak terdengar karena gemetar.
"Rumah Sakit Sari Mulia." Jawab Yara.
"Anton, ke Rumah Sakit Sari Mulia." Perintah Farrel.
Dalam hitungan menit mereka tiba di rumah sakit. Yara masih dalam keadaan gemetaran masuk ke dalam rumah sakit, diikuti Farrel dan Assistennya Anton. Yara masuk ke dalam ruangan dimana Adiknya dirawat.
"Maaf Mba Yara, Sofia harus segera di operasi," kata Perawat.
"Tapi saya masih belum mendapatkan uangnya." Yara panik.
"Permisi Sus, sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Farrel.
"Nona Sofia harus segera di operasi usus buntunya karena sangat parah." Jawab Perawat.
"Baik, Assisten saya akan segera mengurus administrasinya."
"Baik, silakan ikut saya." Perawat itu mengajak Anton ke ruangan administrasi.
"Maaf, apa yang Anda lakukan?" tanya Yara.
"Aku ingin kamu bekerja untukku." Jawab Farrel.
"Kerja apa? Apakah gajinya bisa untuk membayar biaya operasi Adik saya?" tanya Yara.
"Bisa. Kamu harus nikah kontrak dengan saya," kata Farrel.
"Ni ... kah kontrak?" Yara memberanikan diri menatap ke arah Farrel.
"Iya. Tunangan saya menghilang. Besok hari pernikahan kami. Tidak mungkin saya membatalkan pernikahan kami."
"Tap-- ." Yara belum selesai menyelesaikan kata-katanya.
"Karena kamu mirip dengan tunangan saya," ucapan Farrel membuat Yara membelalakkan matanya.
"Nasib Adikmu ada di tanganmu!" Farrel sedikit memaksa.
"Semua beres Bos. Nona Sofia akan segera di operasi," ujar Anton.
"Bagaimana?" tanya Farrel.
"I ... ya, saya berse ... dia." Yara merasakan panas di sekujur tubuhnya.
Pandangan Yara mulai berputar-putar, kepalanya sakit, Yara merasa tubuhnya lemas. Farrel yang menyadari itu segera menghampirinya.
BRUUUK!
Yara pingsan di dalam pelukan Farrel. Farrel membawa Yara ke ruangan UGD. Baju Yara yang basah diganti dengan baju pasien khas rumah sakit, Yara diberikan cairan infus.
"Bagaimana Dok?" tanya Anton kepada Dokter yang memeriksa Yara.
"Pasien demam dan pola makannya tidak teratur. Pasien juga kekurangan cairan tubuh. Saya sering melihatnya di sini, mungkin terlalu memikirkan Adiknya yang sakit dia jadi begini. Baiklah saya permisi." Dokter pamit.
Sementara itu Farrel terlihat serius bicara dengan seseorang di telepon.
"Saya sudah menemukan Wanda. Kami akan menikah besok pagi. Tolong persiapkan semua." Farrel mematikan telepon.
"Bos, apa yang terjadi dengan Wanda?" Anton berdiri di samping Farrel.
"Aku juga tidak tahu. Wanda ada apa denganmu. Anton tolong kirim orang untuk mencari Wanda."
"Apa Bos yakin besok menikah dengan gadis itu?" tanya Anton.
"Tidak mungkin membatalkan pernikahan. Ayo kita lihat keadaan Yara." Farrel dan Anton menuju ruangan UGD.
"Bos apa itu Wanda?" tunjuk Anton.
"Wanda, Wanda!" Farrel dan Anton berlari mengejarnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Wanda, Wanda!" Farrel dan Anton berlari mengejarnya.
Farrel dan Anton tidak leluasa melangkahkan kaki karena saat itu rumah sakit dipenuhi kedatangan pasien baru. Mereka akhirnya ke luar rumah sakit mencari keberadaan Wanda.
"Kamu yakin itu Wanda?" tanya Farrel.
"1000 persen yakin Bos. Tapi dia bersama seorang pria." Anton dengan ragu-ragu mengatakan penglihatannya.
"Wanda!" Farrel mengepalkan kedua tangannya.
"Pernikahan besok bagaimana Bos?"
"Tetap dilaksanakan." Farrel dengan perasaan kesal masuk kembali ke dalam rumah sakit.
Farrel harap-harap cemas melihat kondisi Yara yang masih lemah terbaring dengan infus di tangannya dari kejauhan. Cuma Yara yang bisa menolongnya. Farrel harus melaksanakan pernikahan esok pagi bagaimanapun caranya. Walaupun harus dengan Yara.
Dokter yang menangani Yara duduk di samping Yara. Farrel melihat dari kacamata seorang pria, Dokter itu menyukai Yara. Terlihat jelas dari perhatian yang dia berikan. Dan Yara akhirnya tersadar. Yara tersenyum manis saat mengucapkan terima kasih kepada Dokter itu. Farrel segera menghampirinya.
"Bagaimana Dok keadaannya?" tanya Farrel.
"Dia sudah bisa pulang sekarang. Asal dijaga pola makan dan jangan sampai masuk angin lagi." Jawab Dokter.
"Ayo kita harus pulang. Ingat besok acaranya." Farrel mengingatkan Yara.
"Oh iya. Saya sudah baikan." Yara perlahan bangun dari tempat tidurnya.
"Permisi." Dokter itu membantu Yara duduk dan dengan hati-hati melepaskan selang infus dari tangan Yara.
"Terima kasih Dokter." Yara tersipu.
"Besok apa benar Adikmu akan di operasi?" Dokter memberikan goodie bag kepada Yara.
"Hmmm, saya belum tahu. Dan apa ini?" Yara mengintip ke dalam goodie bag.
"Pakaianmu basah, sudah saya masukkan ke dalam laundry. Dan ini untukmu. Apa perlu saya antar ke ruang ganti?" Dokter Ozil merangkul pundak Yara.
"Ehhhh, gak usah Dok. Saya bisa sendiri. Sekali lagi maaf merepotkan. Permisi." Yara dengan wajah memerah menuju ke kamar mandi di ujung ruangan.
Farrel sangat yakin Dokter Ozil menyukai Yara. Farrel merasa bersalah apakah keputusannya untuk nikah kontrak dengan Yara adalah keputusan yang tepat. Bagaimana dengan Yara. Farrel masih berpikir keras.
"Permisi Tuan Farrel."
Farrel berbalik menatap Yara yang cantik dengan dress overall yang diberikan Dokter Ozil, terlihat pas dan santai di tubuh Yara. Farrel menyadari Yara mempunyai wajah yang cantik walaupun tanpa riasan.
"Tuan Farrel. Apa saya tidak cocok dengan baju ini?" Yara memandangi dirinya dari pantulan cermin kecil di dinding.
"Ayo, banyak yang harus kita lakukan." Farrel dengan langkah panjangnya meninggalkan Yara.
Yara sedikit berlari menyusul Farrel masuk ke dalam mobilnya. Anton menyerahkan dokumen kepada Yara.
"Nona Yara, silakan baca dokumen pernikahan Anda dengan Tuan Farrel. Didalamnya tertulis setelah menikah Anda bebas melakukan kegiatan Anda seperti biasa asal jangan pacaran dengan pria lain sebelum masa kontrak habis. Dan Tuan Farrel akan membayar nafkah setiap bulan kepada Anda selama masa kontrak. Tuan Farrel yang akan menentukan kapan masa kontrak berakhir. Bukan begitu Bos?" Anton menatap Farrel dari balik kaca spion.
"Bagaimana Nona Yara?" tanya Farrel.
"Selama kita menikah, saya akan tinggal dimana? Saya masih ada Adik." Yara menoleh ke arah Farrel.
"Untuk sementara kamu dan Adikmu tinggal bersama saya, tapi kalian akan tinggal di kamar belakang. Ingat kita hanya nikah kontrak tidak akan ada kontak fisik. Kamu hanya pengantin pengganti." Farrel dengan kata yang tegas.
"Saya mengerti. Dan saya akan membayar kembali biaya operasi Adik saya." Yara menanda tangani dokumen nikah kontrak.
"Tidak perlu, anggap saja itu hadiah pernikahan dari saya. Ingat selama pernikahan wajah kamu akan ditutup. Setelah kita bercerai, tidak akan ada yang tahu kamu janda saya."
Kata-kata pedas yang dilontarkan Farrel, menyayat hati Yara. Tidak berdarah tetapi meninggalkan perih dan menyesakkan dada. Mobil mereka melaju di dalam kegelapan malam.
Sungguh Yara tidak pernah menyangka jalan hidupnya akan seperti ini. Nikah kontrak dengan pria asing demi biaya operasi adiknya.
Sementara itu Farrel masih mengutuk dirinya sendiri mengapa bisa jatuh cinta kepada Wanda. Gadis yang selama bertahun-tahun ini mengisi hari-harinya. Hanya karena Wanda adalah cinta pertamanya dan Farrel pernah berjanji untuk menikahi Wanda.
Wanda tidak pernah serius dengan Farrel. Tapi Farrel selalu melakukan apa saja demi mendapatkan cinta Wanda. Dan menjelang hari pernikahan mereka Wanda menghilang.
Mobil mereka kembali melewati jalan dimana Yara ditemukan pertama kali oleh Farrel. Yara menatap ke luar kaca mobil, Yara melihat pondokan kecil tempat dia berteduh dari derasnya hujan. Dan Yara melihat lagi rumah angker di belakang pondokan.
Samar-samar terlintas bayangan seorang pria memukul seorang wanita. Yara memegang kepalanya, menahan sakit yang tak tertahankan.
- Keesokan harinya -
"Yara, Yara." Bisik Farrel.
"AAAGGHHH! Orang itu ... orang itu!" teriak Yara.
"Minum dulu." Farrel memberikan segelas air putih kepada Yara.
"Tadi malam kamu pingsan. Sekarang siap-siap, sebentar lagi MUA akan datang. Kita akan menikah."
Yara masih belum sadar apa yang sebenarnya yang terjadi tadi malam. Tiba-tiba saja dia sudah berada di sebuah kamar yang besar. Yara cepat-cepat masuk ke dalam kamar mandi untuk mempersiapkan dirinya.
Setelah dua jam berlalu, Yara berdiri di depan cermin besar yang ada di kamarnya. Menatap pantulan bayangan dirinya yang terlihat sangat cantik hari ini. Menggunakan gaun pengantin internasional bak seorang Ratu. Farrel mengintip Yara dari balik pintu dan tersenyum.
"Yara, cantiknya dirimu hari ini. Tapi ini semua bukan untukmu. Kamu hanya pengganti. Semua ini palsu. Aku ingin sekali menikah sekali seumur hidupku dengan orang yang benar-benar aku cintai dan mencintaiku. Mungkin ini takdir yang harus aku jalani. Mama, Papa, hari ini Yara akan menikah. Walaupun hanya nikah kontrak. Doakan Yara agar Yara juga menemukan kebahagiaan."
Ada perasaan sedih dan bersalah saat Farrel mendengar isi hati Yara. Apakah ini keputusan yang benar untuk menikahi Yara. Farrel harus melakukan ini karena Papah Farrel dalam keadaan sakit dan ingin melihat Farrel menikah sebelum ajal menjemputnya.
Farrel mengetuk pintu, Yara menghapus air mata yang sedikit jatuh di sudut matanya. Yara tersenyum menatap Farrel yang sangat tampan hari ini. Yara berharap jika saya Farrel memang jodoh dadakan yang di kirim Tuhan untuknya. Yara pasti akan menerimanya.
"Yara kamu sangat cantik hari ini. Apa kamu ingin berubah pikiran? Aku tidak akan memaksa." Farrel bicara sangat lembut.
"Saya bersedia. Maaf Tuan Farrel, saya tidak ingin mempermainkan sebuah pernikahan. Ijinkan saya melakukan kewajiban saya sebagai seorang istri walaupun pernikahan kita hanya kontrak. Tentunya tanpa sentuhan fisik." Yara dengan mata yang berkaca-kaca.
"Iya aku ijinkan. Kamu boleh melakukan apapun sesukamu. Dan siapa bilang aku juga ingin mempermainkan pernikahan. Aku sudah melamarmu dan Om mu sekarang ada di sini sebagai saksi pernikahan kita," kata Farrel.
"APAAAA!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kilas Balik On
Yara merasakan pusing yang amat sangat di kepalanya dan tidak sadarkan diri. Farrel dalam keadaan panik menelpon Dokter Ozil dan memberitahukan kondisi Yara. Dokter Ozil menyarankan agar Yara banyak-banyak beristirahat dan diberi kompres untuk menurunkan demamnya.
Farrel semalaman dengan sabar merawat Yara mengganti kompres untuk menurunkan panasnya. Yara terus mengigau memanggil kedua orang tuanya. Air matanya selalu menetes. Ada perasaan sakit di hati setiap kali Farrel melihat butiran-butiran bening itu jatuh di pipi Yara.
Anton perlahan mengetuk pintu dan memanggil Farrel. Farrel meninggalkan Yara yang mulai tenang. Anton sudah pergi ke kediaman Omnya Yara. Tujuannya untuk melamar Yara. Ternyata Omnya Yara meminta sejumlah rupiah untuk menjadi wali dan saksi pernikahan Yara.
Farrel merasa marah. Entah apa yang dirasakannya saat ini. Yang jelas Farrel serius ingin menikahi Yara.
- Kilas Balik Off
* Di sebuah Hotel mewah *
"Bagaimana saksi? Sah?" tanya Penghulu.
"Sah," sahut para saksi.
Yara mencium punggung tangan Farrel yang sudah sah menjadi suaminya. Ya lebih tepatnya suami kontraknya. Farrel mengecup kening Yara dan mengusap lembut kepalanya.
Deg, deg, jantung Yara berdetak sangat cepat. Apa ini, bukannya di dalam kontrak tidak ada kontak fisik? Yara semakin tak karuan ketika Farrel menempelkan keningnya ke kening Yara. Yara membeku dan tersadar kembali setelah Farrel mengecup punggung tangannya.
Farrel membawa Yara untuk memasuki sebuah kamar yang di dalamnya terbaring seorang pria paruh baya. Dia adalah Papahnya Farrel.
"Pah, ini Farrel bawa menantu untuk Papah." Farrel menarik tangan Yara.
"Assalamualaikum." Yara mencium punggung tangan mertuanya.
"Wa'alaikum salam. Terima kasih sudah mau menikah dengan Farrel. Papah ingin menimang cucu secepatnya." Papah Hadi menepuk tangan Yara.
"Insya Allah Pah," jawab Yara.
"Kami menemui tamu undangan dulu Pah." Pamit Farrel.
Farrel menutupi wajah Yara dengan wedding veil yang terbuat dari kain sutra yang lebih tebal dari wedding veil pada umumnya. "Maaf, aku ingin melindungimu dengan menutupi wajahmu."
Yara mengangguk. Mereka kemudian menuju ke aula resepsi pernikahan. Yang hadir hanya keluarga besar dan kerabat dekat. Para wartawan yang hadir penasaran dengan wajah istri Farrel. Farrel memang dikenal tertutup tentang masalah pribadinya.
"Selamat atas pernikahan kalian," ucap Om Yudi sambil mengulurkan tangannya kepada Farrel.
Farrel tidak menanggapi, Farrel memilih menyapa tamu yang baru saja bergabung di pestanya. Om Yudi berdiri di samping Yara.
"Ternyata suami kamu orang kaya. Dia memberikan Om 50 juta." Yudi tertawa kecil dan meninggalkan Yara.
Yara kaget dan tidak percaya Yudi akan meminta sejumlah rupiah kepada Farrel. Yudi adalah adik kandung dari Papa Yara. Setelah Papa dan Mamanya meninggal, Yudi yang merawat Yara dan Sofia. Yudi selalu meminta bayaran sewa kamar yang di tempati Sofia dan Yara. Padahal rumah itu rumah peninggalan orang tua mereka. Dan Yudi juga sering meminta uang kepada Yara.
"Maaf, mungkin kamu sudah lelah. Ayo kita istirahat." Farrel menyadarkan Yara dari lamunannya.
"Terima kasih untuk hari ini. Kamu sangat cantik istriku." Bisik Farrel sambil merangkul pundak Yara.
Istriku? Aku hanya istri pengganti dirimu. Entah sampai kapan aku akan menjadi istrimu, batin Yara.
Farrel membawa Yara masuk ke dalam sebuah kamar yang khusus disiapkan untuk mereka berdua. Farrel tertegun memandang seseorang yang berada di dalam kamar mereka. Seorang wanita yang penuh kemarahan.
"Wanda."
Yara mendengar Farrel menyebut nama Wanda, Yara yang penasaran melihat ke arah Wanda. Mata Yara terbelalak, dia Wanda? Apa benar dia Wanda? Dia mirip dengan ku. Yang membedakan kami hanyalah Wanda mempunyai tahi lalat di bawah mata sebelah kanannya, batin Yara.
"Farrel, siapa dia?" tanya Wanda.
"Dia istriku," jawab Farrel.
"Kamu bohong, kamu berjanji akan menikah dengan ku!" teriak Wanda.
"Wanda, tenang. Aku juga akan menikahimu." Farrel berusaha menenangkan Wanda.
"Ceraikan dia! Atau kamu akan melihat jasad ku di sini!" Wanda mengambil pisau buah yang ada di nakas kamar itu.
Yara panik, Wanda akan melakukan hal yang nekat. Yara menarik-narik ujung jas Farrel.
"Yara, kamu istriku. Aku tidak akan menceraikanmu." Bisik Farrel.
Apa yang dimaksud Farrel? Aku hanya istri pengganti. Wanda lah yang seharusnya berada disisinya, Yara bicara dalam hati.
"Ceraikan dia sekarang!" Wanda menggores pergelangan tangannya.
"Wanda tenang." Farrel perlahan mendekati Wanda.
"Cepat ceraikan diaaaaa!" Wanda semakin histeris.
"Tuan, cepat dia akan bunuh diri!" teriak Yara.
"Yara," Farrel menggelengkan kepalanya.
"Oh, jadi kamu memilih dia!" Wanda kembali menyayatkan pisau ke pergelangan tangannya, darah segar menetes membasahi lantai.
"Tuan, cepat!" Yara mengatupkan kedua tangannya.
"Hiks, Yara aku menceraikan mu." Farrel dengan sangat terpaksa mengucapkan kata itu kepada Yara.
Yara langsung keluar dari kamar itu. Setelah berganti pakaian, Yara menitipkan baju pengantin, cincin dan juga ATM dalam sebuah tas ke resepsionis hotel untuk diberikan kepada Tuan Farrel.
Yara mendapatkan telepon dari Dokter Ozil. Yara bergegas menuju rumah sakit menggunakan taxi. Anton yang melihat keanehan pada Yara segera mengikuti dengan mobilnya. Yara terlihat berlari keluar dari dalam taxi.
Anton teringat hari ini jadwal operasi Sofia Adik Yara. Anton menuju ruangan Sofia. Anton melihat Yara menangis dalam pelukan Dokter Ozil.
"Permisi Dok, apa yang terjadi?" tanya Anton.
"Pak Anton, seharusnya hari ini Sofia akan di operasi. Tapi Sofia lebih dahulu meninggalkan kita," kata Dokter Ozil.
"Nyonya Yara, saya turut berdukacita." Anton menundukkan sedikit badannya.
"Iya, terima kasih." Yara mengusap air matanya
"Nyonya Yara?" Dokter Ozil mengernyitkan keningnya.
"Nyonya Yara baru saja menikah dengan Tuan Farrel," jawab Anton.
"Maaf, saya bukan lagi istri Tuan Farrel sejak satu jam yang lalu."
"Maksud Nyonya apa?" Anton sama sekali tidak mengerti.
"Tuan Farrel sudah menceraikan saya," jawab Yara.
"Oh, maaf. Izinkan saya mengurus administrasi Sofia." Pamit Anton.
Dokter Ozil menatap Yara yang masih berduka. Dokter Ozil penasaran apa yang terjadi dengan Yara dan Farrel. Memang hari ini Yara berbeda. Yara memakai riasan wajah yang semakin menampakkan kecantikannya. Baju yang dikenakannya pun terlihat bermerek. Dan apa maksud dengan kalimat 'Tuan Farrel sudah menceraikan saya?'
"Dokter mungkin penasaran apa yang terjadi kepada saya?" Yara terduduk di lantai. Badannya lemas.
"Iya. Saya akan selalu menjadi tempat bersandar untukmu. Jika kamu bersedia." Dokter Ozil membantu Yara berdiri dan mendudukkannya ke kursi yang ada di kamar itu.
"Maaf Dokter, saat ini saya hanya ingin menumpahkan air mata. Bolehkah?" Yara menatap Dokter Ozil dengan berkaca-kaca.
Dokter Ozil mengangguk. Yara menangis meratapi nasib diri. Di hari yang sama Yara mendapatkan kedukaan. Yara menikah dan dicerai suaminya, walaupun hanya pernikahan kontrak tapi Yara merasakan sakit teramat sakit di hatinya. Dan adik satu-satunya meninggalkan dunia untuk selama-lamanya.
Farrel menyaksikan itu semua. Farrel mengintip dari balik pintu. Farrel merasakan apa yang dirasa Yara.
Yara, beri aku waktu. Aku akan menyelesaikan semuanya. Aku akan kembali padamu, batin Farrel.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!