Kyotaka duduk di perpustakaan tua yang besar, di mana jutaan buku terhampar, seolah menantang siapa pun yang berani menaklukkan waktu untuk membaca semuanya. Lampu-lampu pualam yang terbuat dari emas dan perak memantulkan cahaya lembut, menambah aura megah sekolah elit itu. Namun, bagi Kyotaka, semua kemewahan ini hanya hampa. Hidup orang-orang di luar sana, yang berlalu-lalang, tampak tak ubahnya seperti ritual harian tanpa makna. Sekolah, kerja, warnet—ritme hidup yang sama setiap hari, seperti roda yang berputar tanpa arah.
"Sungguh membosankan," gumamnya pelan.
Dia meraih sebuah buku putih dari rak, dengan sampul polos namun memancarkan aura aneh yang entah kenapa menarik perhatian. Begitu jari-jarinya membuka lembaran pertama, dunia di sekelilingnya tiba-tiba tersedot. Dalam sekejap, Kyotaka menemukan dirinya duduk di tengah salju yang dingin menusuk.
“Dimana...?” desisnya, bingung.
Salju itu licin dan lembut, lebih mirip lautan daripada daratan. Kakinya perlahan tenggelam, rasa dingin mulai merayap ke tulangnya. Dia berusaha bergerak, namun semakin dia berontak, semakin dalam tubuhnya tenggelam ke salju itu. Sebelum dia sempat merasakan kepanikan sepenuhnya, tubuhnya berhenti bergerak. Dingin luar biasa menyelimuti tubuhnya, membuatnya kaku dan hampir menyerah.
Namun, di saat terakhir, sesuatu di dalam dirinya bersinar. Cahaya putih mengalir dari jantungnya, menyebar ke seluruh pembuluh darahnya, memanaskan tubuhnya yang hampir beku. Rasa sakit luar biasa menyerangnya, seolah tubuhnya bertarung melawan suhu dingin yang mengancam nyawanya.
Di tengah rasa sakit itu, seekor naga es raksasa muncul dari bawah salju. Matanya yang tajam menatap Kyotaka sebelum melingkarkan tubuhnya dan menariknya keluar dari lautan salju itu. Naga itu terbang tinggi, membawa Kyotaka melewati awan-awan hingga mereka tiba di sebuah tempat yang belum pernah dia lihat sebelumnya—sebuah peradaban maju di puncak bukit, dikelilingi hutan indah, pohon-pohon putih besar, dan danau berkilauan.
Naga itu akhirnya melepaskan Kyotaka di sarangnya, di tengah anak-anak naga yang mengitari tubuhnya yang lelah. Dia merasa takut, tapi sebelum dia bisa bereaksi, salah satu naga berubah wujud menjadi seorang perempuan dengan rambut putih berkilauan, begitu cantik dan mempesona.
“Aku akan menjagamu,” bisiknya lembut sambil mengelus pipi Kyotaka.
Kelembutan yang tak pernah dia rasakan sebelumnya menyelimuti tubuhnya. Kyotaka pun jatuh tertidur di pangkuan perempuan itu, merasa terlindungi untuk pertama kalinya sejak dia terjebak dalam buku aneh itu.
Ketika dia terbangun, tubuhnya demam tinggi. Nafasnya berat, panas membara merasuk tubuhnya, membuatnya hampir kehilangan kesadaran. Perempuan itu, yang kini sudah menjadi pendampingnya, dengan lembut merawatnya. Dia memegang alat-alat aneh, memeriksa suhu tubuh Kyotaka, mengusap rambutnya yang basah oleh keringat, dan memberikan ketenangan melalui sentuhan lembutnya.
Saat Kyotaka mulai merasa tak tertahankan oleh panasnya tubuh, perempuan itu menelusuri pipinya dengan jari-jarinya yang dingin, mengalirkan cahaya lembut yang perlahan menyebar ke seluruh tubuh Kyotaka. Rasa sakit itu hilang seketika. Udara di sekitar berubah, lantai yang sebelumnya dingin dan keras, berubah menjadi kasur empuk yang terasa seperti awan.
"Tidur, Kyotaka. Mulai sekarang, aku akan selalu berada di sampingmu," ucapnya lembut.
Mimpi yang indah menyelimuti Kyotaka saat dia tenggelam dalam tidur yang menenangkan.
Ketika pagi datang, perempuan itu membangunkannya dengan panggilan lembut.
"Sayang, keluargaku akan datang hari ini," katanya sambil tersenyum. "Aku ingin kamu bertemu mereka."
Kyotaka tertegun, pipinya memerah. Rasanya, semua ini seperti mimpi yang indah namun nyata. Sejak bertemu dengan perempuan itu—yang dia ketahui bernama Flores—dia merasa hidupnya berubah. Mereka hidup bersama di dunia baru ini, saling melindungi dan saling menguatkan.
Namun, seperti segala sesuatu, ada akhir dari setiap cerita. Flores akhirnya memberitahu Kyotaka bahwa dia harus kembali ke dunia lamanya untuk sementara waktu, ada sesuatu yang harus dia selesaikan.
“Kamu akan jauh lebih kuat setelah ini, dan kita akan bertemu lagi,” kata Flores sambil mengecup kening Kyotaka. “Aku mencintaimu, Kyotaka.”
"Aku juga," jawabnya pelan.
Dengan perasaan berat, Kyotaka pun kembali ke dunia lamanya. Jalan yang dulu tampak biasa kini terasa berbeda, berkilauan dengan makna baru. Saat dia melangkah, satu pertanyaan terlintas di benaknya:
Rumah mana yang sebenarnya menjadi tempatku? Dunia lamaku atau dunia di mana Flores menantiku?
..Tobe continue..
Setelah pulang ke rumah, Kyotaka langsung menuju kamar, melemparkan tubuhnya ke kasur dengan perasaan lelah yang berat. Ia menghela napas panjang, merasakan betapa tubuhnya lemas dan pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang terjadi belakangan ini.
“Kenapa ibunya Flores melakukan ini padaku?” gumamnya, masih berusaha mencerna peristiwa yang baru saja dialaminya. Kyotaka menatap telapak tangan kanannya, di mana simbol-simbol mitologi naga terus berwarna-warni, berubah-ubah dari hitam, biru, dan putih. Simbol-simbol itu aneh, misterius, dan entah bagaimana, mereka terasa hidup.
"Apa ini elemenku?" Kyotaka berpikir keras sambil menatap tangannya yang kini dipenuhi cahaya samar. Perasaan bingung dan penasaran terus menyelimuti pikirannya.
"Aaarrgh... sudahlah, aku tidur dulu!" Tapi sebelum sempat beristirahat, ia teringat sesuatu dan langsung melangkah keluar kamar untuk menemui kakaknya, Sairn.
“Kak, coba lihat tangan kananku. Kelihatan nggak?” tanyanya dengan nada serius.
Sairn yang sedang sibuk dengan pekerjaannya hanya menatap sekilas, lalu mengucek mata lelahnya. “Kelihatan jelas. Memangnya kenapa?”
“Kelihatan nggak ada sesuatu di tanganku? Gambar atau simbol-simbol gitu?” Kyotaka menatap kakaknya dengan penuh harap.
Sairn mendekat dan memeriksa tangan Kyotaka lagi, tapi kemudian menggelengkan kepala. “Kyotaka, tanganmu kosong. Kamu kebanyakan imajinasi. Udahlah, aku lagi sibuk.”
“Tapi beneran, Kak...” protes Kyotaka, merasa ada yang tidak beres.
“Sudah, sana. Aku ada banyak kerjaan.” Sairn menutup obrolan dengan nada tegas. Kyotaka akhirnya keluar dari kamar kakaknya, masih menatap tangan kanannya yang bercahaya.
“Mungkin hanya orang-orang tertentu yang bisa melihat ini,” gumamnya. Dia kembali ke kamarnya, merebahkan diri lagi di kasur. "Main HP aja ah," pikirnya sambil mengambil ponsel dan membuka game favoritnya, Gangsing Impek. Jam terus berjalan, tanpa sadar sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi dia masih tidak bisa tidur.
"Ah, menyebalkan," gumamnya lagi. Merasa resah, Kyotaka memutuskan untuk keluar kamar dan berjalan-jalan di sekitar rumah. Dengan hati-hati, dia keluar secara sembunyi-sembunyi, menghindari para penjaga yang bertugas.
Namun, di tengah malam itu, sesuatu yang tak terduga menarik perhatiannya. Dari balik semak-semak, ia melihat para penjaga dan seorang maid yang sepertinya terlibat dalam hubungan yang tidak seharusnya dilihat.
“Apa-apaan ini...” bisik Kyotaka, merasa canggung dan sedikit malu melihat pemandangan itu. Pipinya memerah saat ia berbalik dan berjalan pergi dengan cepat, berusaha melupakan apa yang baru saja dilihatnya.
Jalanan malam itu gelap dan sepi. Taman bermain yang biasa ramai kini tampak seperti tempat yang menyeramkan, terutama dengan pohon besar yang menjulang tinggi, memberikan suasana horor. Tapi Kyotaka mencoba tetap tenang. “Aku nggak takut hantu. Kalau berani, datang saja,” katanya pada diri sendiri.
Saat dia berjalan lebih jauh, perutnya mulai terasa lapar lagi. Banyak toko makanan sudah tutup, tetapi untungnya, toko roti favoritnya masih buka. Dia masuk dengan senyum di wajahnya, merasa beruntung.
“Selamat datang di toko roti Re—" sapaan penjual disambut dengan anggukan Kyotaka.
“Roti kepang cokelat satu, sama yang keju dan susu,” pesan Kyotaka.
Setelah membayar, dia keluar dari toko, melihat ponselnya yang sudah menunjukkan pukul 00.00. Rasa takut sedikit menjalar di pikirannya, tapi dia menepisnya. Setelah berjalan-jalan sebentar, dia menemukan tempat di bawah pohon besar yang tampak nyaman. Di situ, dia duduk, menikmati roti yang baru dibelinya.
Namun, belum lama dia menikmati makanannya, matanya tertuju pada sekelompok orang yang tampak berbahaya. Kyotaka segera bersembunyi di balik pohon, berusaha mencari tahu siapa mereka. Ternyata, mereka bukan penjahat, melainkan keluarga miskin yang tampak kelelahan dan kelaparan.
Hatinya tersentuh melihat pemandangan itu. Seorang ibu bersandar di dinding dengan dua anak, satu perempuan dan satu laki-laki, yang tampak sangat lemah.
Tanpa berpikir panjang, Kyotaka mendekati mereka dengan hati-hati. Sang ibu langsung waspada, matanya terbuka lebar, melindungi anak-anaknya.
“Tenang, Bu, aku bukan penjahat. Kebetulan aku bawa makanan,” ucap Kyotaka sambil menunjukkan roti yang dibawanya.
Ibu itu masih tampak curiga, namun setelah Kyotaka membuktikan bahwa roti itu tidak beracun dengan memakannya terlebih dahulu, ia pun perlahan percaya.
Anak-anaknya yang kelaparan segera ingin mengambil roti, tapi sang ibu berkata, “Biar ibu dulu yang coba.” Setelah mencicipi, senyum terbit di wajah ibu itu. “Ini enak sekali, terima kasih banyak, Nak.”
Kyotaka tersenyum, merasa bahagia bisa membantu. Mereka makan bersama dengan penuh canda tawa, dan Kyotaka berjanji akan membantu mereka lebih lagi. Keesokan harinya, dia bahkan membeli sebuah rumah untuk keluarga itu dan memenuhi kebutuhan mereka setiap hari. Ibu itu menangis penuh rasa syukur, memeluk Kyotaka erat-erat.
“Terima kasih, Nak. Terima kasih banyak,” ucap ibu itu dengan suara penuh haru.
Saat Kyotaka pulang, perasaannya begitu bahagia. Namun tiba-tiba, sebuah panel muncul di hadapannya, mirip dengan sistem game yang biasa dia mainkan.
“Eh, apa ini?” tanyanya bingung.
Panel itu menunjukkan statusnya:
Nama: Kyotaka
Umur: 16
Level: 4
Kekuatan: 33
Kecerdasan: 32
Kelincahan: 21
Vitalitas: 12
Dengan keterampilan elemen yang tercantum di panel, Kyotaka merasa semakin penasaran dengan kekuatan yang ada di dalam dirinya. Tapi sebelum dia sempat mendalami, Flores tiba-tiba muncul.
"Kyotaka, ayo masuk ke portal sebelum ada yang melihat," ucap Flores.
Tanpa berpikir panjang, Kyotaka mengikutinya melalui portal yang membawa mereka kembali ke dunia para naga. Di sana, dia merasa lebih dekat dengan takdirnya, dan bersama Flores, dia tahu petualangannya baru saja dimulai.
Kyotaka terbangun perlahan, mengucek matanya dan merasa sedikit bingung. Air liurnya mengalir mengenai rambut lembut Flores yang tidur di sampingnya. Aroma masakan dari dapur mulai tercium, membuat perutnya sedikit keroncongan. Kyotaka melirik jam dinding dan terkejut.
"Sudah siang!" gumamnya. "Mau bangunin Flores, tapi kasihan juga… Hmm, lebih baik siapin makanan dulu."
Dengan langkah ringan, Kyotaka pergi ke dapur. Betapa terkejutnya ia ketika melihat sudah ada makanan di atas meja.
"Siapa yang masak?" tanyanya dalam hati sambil tersenyum kecil. "Tentu saja Flores."
Melihat makanan yang sudah siap, ia merasa ini waktu yang tepat untuk membangunkan istrinya. Kyotaka pun kembali ke kamar.
"Flores, sayang. Ayo bangun, sudah siang."
Flores menggeliat di bawah selimut, "Satu hari lagi..."
Kyotaka tertawa kecil. "Kalau kelamaan, makanannya keburu dingin, lho."
"Tapi aku masih ngantuk," jawab Flores sambil menutupi wajahnya dengan selimut.
Saat Kyotaka hampir pergi, tiba-tiba tangannya ditarik oleh Flores.
"Jangan pergi, aku kesepian. Aku tak bisa hidup tanpamu," kata Flores dengan suara lembut, namun memohon.
Kyotaka tersenyum. "Katanya mau tidur satu hari lagi?"
Mereka pun berpelukan, dan Kyotaka mengelus lembut kepala serta pipi Flores. Rasanya nyaman dan penuh kehangatan.
"Aku cinta kamu, Kyotaka," bisik Flores di antara ciuman mereka.
"Aku juga cinta kamu, Flores. Apa sekarang sudah merasa lebih baik?" tanya Kyotaka sambil tersenyum lembut.
Flores mengangguk kecil. "Tapi aku masih belum puas," ujarnya manja.
"Baiklah, sesuai keinginanmu, sayang. Kita lakukan sampai kamu puas."
Dan dengan lembut, mereka kembali saling membalas cinta, hingga akhirnya Flores merasa cukup.
---
Setelah selesai, Flores memeluk Kyotaka dengan penuh kasih sayang. "Rawat aku dengan kelembutanmu, Kyotaka. Aku sangat mencintaimu."
Kyotaka membalas pelukan itu dan mencium pipi istrinya. "Aku bahagia banget bisa menjadi suamimu, Flores."
Setelah itu, mereka berdua menikmati makanan bersama. Romantis, mereka saling menyuapi dan bercanda satu sama lain.
"Kyotaka sayang," kata Flores sambil tersenyum lembut, "setelah ini, ayo kita ke hutan suci. Kita bisa berburu monster dan bertualang bersama."
Kyotaka mengangguk antusias. "Baiklah, tapi kamu nggak berubah jadi naga dulu?"
"Tidak kali ini, sayang. Kita ke sana dengan lari saja, biar terasa petualangannya."
Kyotaka menelan ludah. "Lari? Berapa jauh?"
"Ah, cuma sekitar 70 kilometer dari sini. Tenang saja, kalau kamu lelah, kita bisa istirahat," kata Flores sambil tertawa kecil.
Kyotaka hanya bisa pasrah. "Baiklah, ayo kita terjun payung dulu kalau begitu."
Mereka pun terjun dari ketinggian menembus awan. Angin kencang menerpa wajah Kyotaka, membuatnya merasa bebas. Ketika hampir menyentuh tanah, gerakan mereka melambat dan mendarat dengan anggun.
"Hebat!" seru Kyotaka kagum.
Mereka kemudian mulai berlari, tetapi kecepatan Flores jauh melebihi Kyotaka. Setelah berlari sekitar 10 kilometer, Kyotaka merasa napasnya tersengal-sengal.
"Kyotaka, kamu kelihatan makin ganteng kalau keringatmu bercucuran," kata Flores dengan senyuman menggoda. "Aku sungguh menyukainya."
Flores menggenggam erat tangan Kyotaka. "Aku tak bisa menahan diri. Malam ini akan menjadi malam yang tak terlupakan, sayang."
Kyotaka tersenyum lelah, tapi penuh cinta. "Kalau itu keinginanmu, aku akan berusaha sebaik mungkin."
---
Setelah mereka saling memuaskan, Kyotaka tanpa sadar tertidur. Flores mendekapnya erat, mencium keningnya dengan lembut.
"Aku bahagia sekali memiliki suami sepertimu," bisik Flores sambil tersenyum melihat wajah tenang Kyotaka yang tertidur.
Dengan kecepatan bintang jatuh, Flores pindah tempat, mengeluarkan kapsul kecil berbentuk segi empat. Kapsul itu dilempar ke tanah, dan seketika berubah menjadi villa yang indah. Penjaga es muncul di sekitar mereka, menjaga wilayah tersebut.
Flores masuk ke dalam rumah, menggerakkan tangan kanannya dan lampu-lampu di dalam villa menyala dengan cahaya yang lembut. Dia kemudian masuk ke kamar, menaikkan piano, dan hujan pun mulai turun perlahan di luar jendela.
Flores membaringkan Kyotaka di kasur dengan hati-hati, mendekap tubuhnya erat sambil mencium pipinya.
"Melihatmu tertidur dengan senyuman di wajahmu sudah cukup membuatku bahagia, Kyotaka," ucapnya pelan.
"Aku akan selalu melindungi dan mencintaimu."
Mereka pun tertidur dengan damai, berpelukan erat satu sama lain, terbuai dalam mimpi indah.
---
Arigatou gozaimasu yang telah meluangkan waktunya untuk membaca. Semoga bermanfaat dan membawa kebahagiaan.
Bye-bye!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!