NovelToon NovelToon

Perjalanan Pulang Menuju Ajal

Selamat Pagi

Di sebuah perkotaan yang padat ada seorang anak berusia 8 tahun ia adalah ridwan anak dari budi dan aisyah, sejak lahir ridwan dibesarkan oleh kakek dan neneknya karena orang tua ridwan sudah berpisah setelah ibunya ridwan melahirkan. Dan aku di sini sebagai ridwan. 

Aku dibesarkan dan di didik dengan baik oleh kakek dan nenek, aku tidak sedikit pun merasa kesepian atau pun sedih karena kedua orang tuaku tidak pernah datang menjenguk.

Aku adalah anak yang rajin dan ramah dan tidak pernah membuat onar dengan anak-anak lain yang sebaya dengannya, kakek dan nenekku selalu mengajari kebaikan padaku.

 Aku sering di ejek oleh teman-teman karena tidak punya orang tua, tapi aku tidak pernah marah pada teman-teman justru selalu membalas ejekan temanku itu dengan senyuman tulus.

"eh..anak ga punya orang tua ngapain sekolah di sini, mending kamu pindah dari sini!!"hardik sebuah suara dari belakangku. 

"aku punya kakek dan nenek yang baik"jawabku sambil membalikkan badan dan ternyata itu suara yanto teman kelasku di sekolah, dia memang cukup terkenal pembuat onar dikelasnya.

"alah cuma kakek dan nenek apa enaknya"ejek lagi yanto padaku. 

"kalau sudah selesai saya mau pulang duluan ya"balasku lagi terus melangkahkan kaki pergi menjauh.

Aku sudah di didik oleh kakek dan nenek sejak usia balita dan karena keadaan yang menurut orang lain hina tapi tidak bagiku, tetapi itu justru membuatku memiliki pemikiran dewasa sebelum waktunya.

Aku bahagia tinggal bersama kakek dan nenek, tidak kekurangan kasih sayang yang  aku terima dari kakek dan nenek.

Ketika sampai di rumah aku menemui nenek yang sedang berjualan lontong sayur.

"assalamualaikum nek"sapaku pada sang nenek.

"walaikumsalam,eh kamu sudah pulang toh nak kok tumben pulangnya cepat"balas sang nenek padaku sambil melempar tanya.

"iya nek, hari ini ibu guru mau rapat ke sekolah lain, jadi aku pulang cepat"jawabku sambil meletakan tas sekolah di bangku lalu salim pada nenek.

"ya sudah sana ganti baju terus kamu makan"balas sang nenek memintaku untuk makan.

Setelah selesai aku ganti baju dan makan siang aku keluar dari rumah menemui nenek lagi.

"nenek aku bantuin ya"pintaku sambil duduk di bangku dekat nenek.

"kamu sudah mengerjakan tugas sekolah kamu? "tanya sang nenek sambil tersenyum.

"hari ini bu guru tidak memberi tugas sekolah nek, jadi aku bisa bantu nenek jualan"balasku menjelaskan pada sang nenek.

"tidak usah kamu istirahat saja di dalam, kamu kan baru pulang sekolah pasti lelah"pinta sang nenek agar aku mau istirahat.

"aku tidak lelah kok nek, aku bantuin ya nek? "rengekku pada nenek.

"ya sudah kamu duduk di sini saja dulu, nanti kalau sudah ada yang beli kamu ambilkan piring di dapur"perintah sang nenek padaku. 

"iya nek"jawabku singkat sambil menganggukkan kepala.

Selang beberapa lama ada pembeli yang datang, aku dengan cepat bangkit dari dudukku dan pergi ke dapur untuk mengambil piring.

"nek lontong sayurnya 5 ya di bungkus"pinta sang pembeli pada nenek.

"iya mba, ini pakai sambal atau ga ya? "tanya sang nenek pada pembeli.

"sedikit aja nek jangan banyak-banyak sambalnya"balas si pembeli pada nenek.

"ini nek piringnya sudah aku ambilin"ridwan memberikan piringnya pada sang nenek.

"mbanya beli di bungkus nak ga pakai piring"balas sang nenek pada budi yang masih berdiri memegang piring.

"kamu taruh aja piringnya di sana nanti kalau ada yang beli lagi tidak usah ambil ke dapur"tunjuk sang nenek pada meja disebelahku. 

Setelah selesai melayani pembeli, tiba-tiba saat sedang duduk santai ada seorang laki-laki mendekat ke arah mereka jalannya gontai sempoyongan.

Daat laki-laki itu sudah dekat ia berkata pada sang nenek.

"bu ridwan aku ajak pulang kerumah ya,  tinggal sama aku? "pinta lelaki itu pada sang nenek tanpa mengucapkan salam.

"kamu dari mana aja budi, sini duduk dulu ibu buatkan lontong sayur buat kamu ya? "tawar sang nenek pada lelaki itu dan ternyata lelaki itu adalah ayahnya ridwan. 

"ga usah bu saya buru-buru, ayo ridwan ikut ayah kerumah"pinta budi pada ridwan yang masih badannya bergerak kesan kemari.

"kamu jangan paksa anakmu untuk ikut denganmu, kelakuan kamu saja begitu bagaimana nanti kamu urus ridwan? "tanya sang nenek dengan tegas pada ayahku. 

"ibu ga usah khawatir, aku bisa urus ridwan"balas budi dengan suara letoy nya. 

"ga..ibu ga izinkan kamu bawa ridwan, ia juga sudah sekolah di sini"balas sang nenek masih dengan ketegasan.

"ibu jangan larang aku untuk bawa anakku bu? "bentak budi pada sang nenek.

Aku yang melihat hal itu menjadi ketakutan, dan aku lari masuk kedalam rumah. Aku menangis di balik pintu dengan tangan memeluk kedua lutut.

"lihat itu budi anakmu jadi nangis seperti itu? "tegaskan lagi sang nenek pada budi.

"ya sudah kalau seperti ini aku yang ngalah"jawab budi pada sang nenek.

"tapi aku akan kembali lagi untuk mengajak ridwan pulang kerumahku"lanjut lagi budi menegaskan sambil berlalu pergi. 

"iya budi ibu ga akan larang kamu ajak ridwan pulang bersamamu, tapi ibu mohon tidak untuk saat ini"balas sang nenek dengan wajah memelas dan merasa khawatir denganku. 

Setelah kepergian budi ayahnya ridwan, sang nenek masuk ke dalam dan melihat aku yang tertidur dibalik pintu dengan tangan masih memeluk kedua lutut.

Sang nenek mencoba membangunkanku.

"ridwan...nak bangun pindah ke kamar yuk"pinta nenek dengan lembut padaku. 

Aku terbangun mendengar panggilan dari nenek, lalu aku berdiri dan berjalan gontai menuju kamar.

Sang nenek yang melihat hal itu hatinya menjadi sangat tersentuh dengan cucunya, kakek yang baru datang pulang dari bekerja melihat istrinya berdiri melamun di depan kamarku. 

"bu kamu ngapain berdiri melamun di sana? "tanya sang kakek pada nenek.

"eh.. Bapak sudah pulang, ok ga ucapin salam sih? "balas nenek di tambah bertanya pada kakek.

"bapak sudah ucap salam berkali-kali tidak ada jawaban jadi bapak langsung masuk aja"jawab kakek menjelaskan.

"terus ibu ngapain melamun di depan kamar ridwan? "tanya lagi kakek pada nenek.

"itu tadi ada budi ke sini, mau ajak ridwan pulang dengannya"balas nenek menjelaskan.

"ridwan menangis ga mau di ajak pulang sama ayahnya"lanjut nenek menjelaskan.

"ibu jadi kasihan melihat ridwan, orang tuanya sama sekali tidak peduli dengan perasaan anaknya"timpal nenek lagi dengan wajah sedih.

"ibu jangan merasa sedih seperti itu, justru kita sebagai kakek dan neneknya harus memberi rasa kasih sayang pada ridwan"timpal kakek panjang lebar pada nenek.

Kehilangan Pekerjaan

Setelah beberapa tahun aku tinggal bersama kakek dan nenek, aku pindah dan ikut dengan ayah.

Ayah hanya pekerja lepas bangunan penghasilannya tidak cukup besar, tapi ia berharap bisa merawat aku sebagai anaknya.

Ayah mendaftarkan aku ke sekolah swasta terdekat dari rumah kami, agar aku tidak jalan jauh saat pulang pergi ke sekolah.

Ayah tidak bisa selalu antar jemputku dari sekolah"

, karena ayah harus bekerja. 

"ridwan kamu sekolah disini ya, nanti ayah yang biayain sekolahnya? "pinta ayah padaku.

"iya ayah aku mau sekolah di sini"jawabku singkat dan tersenyum.

"ya sudah ayo masuk biar ayah daftarkan kamu di sana"ajak ayah padaku. 

"nanti setelah mendaftar, ayah antar kamu beli perlengkapan sekolah"ayah berkata padaku sambil merangkul bahuku. 

Setelah semua pendaftaran selesai, ayah memberikan kertas pendadtaran padaku.

Agar aku yang menyimpannya.

"nak ini berkas pendaftarannya kamu yang simpan saja ya"ucap ayah sambil menyerahkan berkasnya.

"kalau ayah yang simpan takut ayah lupa naruhnya"lanjut ayah berbicara padaku, di selingi tawa dari ayah. 

"iya ayah nanti aku simpan di lemari, aku gabung dengan berkas yang lain"jawabku sambil memasukkan berkasnya ke dalam tas.

Perjalanan yang cukup jauh akhirnya mereka sampai di depan toko perlengkapan sekolah, ayah membelikan semua berbagai perlengkapan sekolahku.

Hampir semua tas bawaan ayah dan aku penuh dengan perlengkapan sekolah, hatiku sangat senang memiliki ayah yang baik dan pengertian.

Di sepanjang jalan hatiku di penuhi dengan senyuman riang, karena hatiku sangat bahagia.

Aku sesekali melihat tas bawaan yang ku bawa sambil tersenyum, aku sangat senang membawanya hingga tak terasa seberat apapun tas itu.

 Sesampainya di rumah ayah memintaku untuk menyimpan semua belanjaannya di kamar.

"nak kamu simpan semuanya dikamarmu ya, kamu siapkan apa saja yang besok mau kamu pakai"pinta ayah padaku. 

"iya ayah, aku ke dalam dulu ya simpan perlengkapan ini"jawabku lalu pergi membawa semua tasnya ke dalam kamar.

Tak berapa lama aku selesai merapikan perlengkapan sekolahku, lalu setelah itu pergi keluar kamar menemui ayah.

"ayah aku lapar dari pagi aku dan ayah kan belum makan"rengek ku pada ayah.

"oh.. Iya nak ayah lupa, ya sudah kamu ke warung beli mie sama telur saja dulu ya"jawab ayah sambil menyerahkan sejumlah uang padaku.

Selesai mereka makan bersama, ayah duduk kembali ke depan teras rumah sambil mengisap rokok kretek.

Ayah melamun entah apa yang ada di pikirannya, "duh..kira-kira besok mandor kasih aku kerjaan lagi ga ya? "budi bertanya pada diri sendiri didalam lamunannya.

Ke esok harinya pagi-pagi aku sudah bangun untuk mandi dan membersihkan kamar, aku sudah terbiasa bangun pagi karena kakek dan nenek selalu mengajariku agar terbiasa bangun pagi.

Aku melihat ayah masih tertidur di bangku ruang tamu, lalu aku mencoba membangunkan ayah.

"ayah bangun, sudah pagi"ucapku memegang bahu ayah.

"iya nak, kamu sudah mandi? "balas ayah dengan bertanya.

"aku sudah mandi dan siap berangkat yah"balasku penuh semangat.

Setelah mereka sarapan bersama ayah mengantarkanku ke sekolah, sesampainya di sekolah ayah berpesan padaku.

"nanti kalau kamu sudah pulang sekolah langsung pulang ya, kunci rumah ayah simpan di atas pintu"nasehat ayah padaku. 

"iya ayah nanti aku langsung pulang ke rumah"balasku yang masih di penuhi semangat.

Setelah aku masuk ke kelas ayah melangkahkan kakinya pergi dari sekolah, ia pergi ke rumah mandor bangunannya ingin menanyakan ada pekerjaan atau tidak untuk dia.

"assalamualaikum..."ucap salam budi pas di depan rumah mandor.

"walaikumsalam... "balas suara perempuan dari dalam rumah.

"eh bang budi silahkan duduk dulu, sebentar saya panggilkan bapak"pinta istri mandor pada budi.

"iya terima kasih mba"balas budi sambil duduk di kursi yang ada di teras depan rumah mandor.

Tak berapa lama orang yang di tunggu-tunggu akhirnya keluar menemui budi.

"eh budi, tumben kamu main kerumahku ada apa? "tanya mandor pada budi.

"gini bang ke datangan saya ke  sini, mau menanyakan apa ada kerjaan untuk saya? "balas budi lansung ke intinya, tanpa berbasa basi terlebih dahulu.

"kalau untuk proyek yang sekitar dekat-dekat sini kayaknya sudah selesai semua bud"jawab mandor menjelaskan, sambil mengingat-ingat proyek yang belum selesai.

"kalau di luar kota masih ada bud, di sana lagi butuh banyak orang untuk kejar target"lanjut mandor lagi memberi penjelasan.

"apa kamu mau kalau keluar kota? "tanya lagi mandor memberi penawaran pada budi.

"kalau di luar kota anak saya sama siapa bang,  kasian kalau di tinggal sendirian"jawab budi memasang wajah bingung.

"apa tidak ada yang dekat-dekat saja bang, biar saya bisa pulang pergi? "lanjut budi bertanya pada mandornya.

"kalau dekat-dekat sini belum ada bud, tapi nanti kalau ada pekerjaan yang dekat-dekat sini pasti saya tawarin ke kamu bud"balas mandor memberi angin segar untuk budi.

"tapi kira-kira berapa lama bang, saya dapat pekerjaan lagi? "tanya budi dengan wajah masih bingung.

"kalau pastinya saya belum tahu juga"balas mandor yang tak bisa berkata-kata lagi.

"diminum dulu bang airnya, maaf cuma teh hangat saja"tawar istri mandor yang datang membawa dua gelas cangkir berisi teh hangat.

"iya mba terima kasih, jadi repot-repot segala"jawab budi yang merasa canggung.

"ga repot kok bang, ya sudah saya tinggal ke dalam lagi ya"balas istri mandor lalu meninggalkan mereka berdua.

Sekian lama berbincang budi pamit pulang ia merasa kecewa dengan hasil rundingannya bersama mandornya, budi bingung harus cari kerja apa lagi sedangkan sekarang ia sudah ada ridwan yang kini tinggal bersamanya.

Dalam perjalanan pulang budi melihat selembaran lowongan pekerjaan, lalu ia mendekati selembaran lowongan pekerjaan itu.

 *LOWONGAN PEKERJAAN*

Budi membaca sampai akhir ia agak bersemangat kembali setelah membaca semuanya, lalu budi ingin mencoba melamar pekerjaan itu. 

Setelah sampai di rumah ayah melihatku sedang tidur di kamarnya, ayah tidak mau mengganggu anakku yang sedang tidur. 

Lalu ayah pergi ke lemari di mana semua berkas di simpan di sana, ayah mencari ijazah sekolahnya tapi tidak ia temukan.

Disaat itu aku terbangun karena mendengar suara kegaduhan di dekat lemari berkas, lalu aku berdiri melangkah kan kaki mendekati lemari itu.

Aku melihat ayah sedang mengacak-acak isi lemari berkas yang ada di dalamnya.

"ayah sedang cari apa? Kok berkasnya berserakan begini? "tanyaku pada ayah.

"ini nak ayah sedang mencari ijazah ayah, kok ga ada ya? "balas ayah pada anakku.

"terakhir ayah simpan di mana? "tanyaku lagi pada ayah. 

"seingat ayah di dalam lemari ini"jawab ayah lagi menyakinkan.

"coba aku bantu, cariin ya yah? "tawarku pada ayah.

"iya nak, coba bantu ayah cariin ijazahnya"balas ayah singkat, tangannya masih mengacak-acak isi lemari.

Lama mencari akhirnya aku menemukan ijazah yang sedang di cari ayah.

"apa ini ijazah yang ayah cari? "tanyaku singkat sambil menyodorkan berkas bertulisan ijazah pada ayah. 

"iya ini nak, yang sedang ayah cari"balas ayah dengan wajah bahagia. 

Di Tinggal Sendiri

Setelah sudah lengkap persyaratan lamarannya, ayah berangkat ke kantor pagi-pagi sekali.

Ayah takut akan datang terlambat, karena di kota kalau kesiangan pasti terjebak macet di jalan.

Sekian lama ayah di perjalanan akhirnya ia sampai di depan gerbang kantor, yang mau budi lamar. Terlihat security sedang berjaga di posnya, budi mendekati pos security.

"selamat pagi pak, saya budi mau melamar di kantor ini apa masih buka lowongannya pak? "tanya budi pada security yang berjaga.

"selamat pagi..iya pak untuk lowongannya masih ada, bapak mau melamar di sini? "jawab security sambil bertanya. 

"iya pak"balas budi singkat. 

"mohon di isi dulu form tamu kunjungannya ya pak"balas security memberi buku tamu. 

"bapak tunggu di sana ya, nanti di panggil kalau sudah gilirannya"pinta security pada budi.

"baik pak, terima kasih"balas budi singkat sambil duduk di ruang tunggu.

Budi melihat banyak pelamar yang berdatangan ia kira hanya sedikit yang mau melamar ternyata banyak yang minat, tak berapa lama budi di panggil masuk ke ruang interview.

"selamat pagi saya tia bagian hrd, bisa tunjukan berkas lamarannya pak? "pinta bagian hrd pada budi.

"selamat pagi bu, ini bu lamaran saya"balas budi menyerahkan berkas lamarannya.

"bapak bersedia kalau di terima ditempatkan di luar kota? "tanya bagian hrd pada budi membuat pilihan.

"saya bersedia bu"jawab budi yang sedikit ragu karena asal jawab pertanyaannya.

"baik pak budi besok datang lagi untuk tanda tangan kontrak ya"balas bagian hrd lagi.

"ba..baik bu"lanjut jawab budi dengan gugup karena ragu.

Setelah perjalanan yang melelahkan budi sampai di depan rumah, ia tidak langsung masuk tapi budi duduk di depan teras rumahnya sambil melamun.

ia merasa bersalah karena mengambil keputusan bekerja ke luar kota, budi berdiri berjalan masuk rumah dengan jalan lunglai.

Ayah melihatku sedang duduk di ruang tamu.

"ayah sudah pulang? "tanyaku yang berlari memberi salim pada budi.

"iya nak ayah baru sampai"jawab budi berbohong, padahal ia dari tadi sudah datang hanya saja budi tidak langsung masuk.

"di terima yah kerjanya? "lanjut tanya lagi pada ayah.

"ayah di terima kerjanya nak tapi... "jawab budi namun terpotong karena budi ragu menjawabnya.

"tapi apa yah"cecarku lagi pada ayah.

"tapi ayah ditugaskan di luar kota nak"jawab budi dengan wajah lemas.

"ga apa yah ambil saja pekerjaannya, aku berani kok di rumah sendiri"timpalku dengan senyuman khasnya.

"tapi..."budi ingin menjawab namun di potong olehku. 

"ga usah tapi-tapian yah, yang penting ayah bisa kerja lagi"ucapku memberi semangat pada ayah.

Ayah menatap wajahku dengan lekat, ia hampir meneteskan air mata. Budi tidak menyangka anak yang dulu pernah ia sia-siakan, kini bisa berpikir dewasa. Walau budi kadang masih suka mabuk-mabuk tapi tidak seperti dulu yang hampir setiap hari.

Ada keraguan pada hati budi untuk berangkat ke luar kota, ia akan meninggalkan ridwan di rumah sendiri.

Kalau ia tidak berangkat bekerja, ia dan ridwan butuh biaya yang banyak. Budi terus melamun semalaman, hingga ia tertidur di bangku ruang tamu karena kelelahan.

Di pagi harinya seperti biasa aki yang bangun terlebih dahulu, aku membersihkan tempat tidurku lalu pergi mandi.

Setetel selesai mandi aku duduk tepat di depan ayah, aku tidak berani membangunkan ayah. Aku terus mandangi wajah ayah, ada perasaan yang membuat hatiku tidak tenang.

Merasa ada yang memperhatikan, akhirnya ayah terbangun dan melihatku sedang tersenyum.

"kamu sudah siap berangkat sekolah nak? "tanya ayah membenarkan duduknya.

"iya ayah aku sudah mau berangkat sekolah"balasku pada ayah.

"nak ayah mau minta maaf sama kamu, mungkin kamu akan ayah tinggal beberapa hari kalau ayah libur ayah pasti pulang"ayah mencoba memberikan pengertian padaku.

"iya ayah aku di sini berani kok sendirian"jawabku dengan polosnya.

Perbincangan pagi itu cukup mengharukan, sekarang aku berangkat sekolah sendiri tidak lagi diantar ayah.

Sedangkan ayah berangkat ke kantor waktu ia pernah di interview, sesampainya budi di kantor ia menanda tangani kontrak kerja sama.

Kini budi sudah resmi menjadi karyawan disana, siang itu budi sudah siap untuk berangkat tugas ke luar kota. 

Ia ditugaskan dari perusahaan ke kota tujuannya yaitu kota surabaya, budi melakukan perjalanannya memakai travel dari perusahaan.

Dalam perjalanan tidak diceritakan hal apa pun karena tidak ada hal yang menarik.

Sesampainya budi di kota tujuan yaitu kota surabaya, mobil travel berhenti di depan gerbang sebuah bangunan berlantai dua.

Budi masuk ke dalam mess yang sudah disediakan dari perusahaan, budi langsung merebahkan tubuhnya yang lelah setelah perjalanan jauh.

Di tempat lain.

Aku pulang sekolah bareng dengan teman-temanku, yang satu arah denganku. Di setiap persimpangan satu per satu temanku berbelok, karena sudah tidak satu arah lagi denganku.

Tiba ridwan di depan rumah, aku langsung masuk dan berganti pakaian. Lalu aku pergi ke dapur untuk mencari makanan, tapi tidak aku temukan apa pun disana.

Aku masih terus mencari di setiap sudut sisi dapur, tetapi hasilnya tetap tidak menemukan makanan apa pun.

"ayah nyimpan makanannya di mana sih? "gumamku pada diri sendiri.

Lama aku mencari tapi tidak menemukan makanan apa pun, aku duduk di ruang tamu sambil melamun. Aku bingung harus bagaimana, sedangkan perutnya sudah sangat lapar kerena tadi pagi tidak sarapan.

"kenapa tadi pagi aku tidak tanya ayah di mana simpan makanannya ya?"gumam ridwan bertanya pada diri sendiri.

Aku duduk di bangku ruang tamu, tak berapa lama aku tertidur karena menahan rasa lapar dan lelah seharian di sekolahan.

Hari sudah mulai gelap, aku masih tertidur di bangku ruang tamu. Aku terbangun kaget karena pintu rumah ada yang mengetuk.

tok..tok..tok

"assalamualaikum.."suara laki-laki terdengar dari luar rumah.

"walaikumsalam.."balasku sambil berdiri menyalakan lampu dan membukakan pintu.

Hati ridwan sangat senang ayahnya sudah pulang, ternyata setelah di buka pintunya yang datang tetangganya yaitu ak ibnu.

"nak kok tumben tadi maghrib lampunya masih mati emangnya kamu ke mana? "tanya pak ibnu padaku. 

"aku tadi pas pulang sekolah ketiduran pak, jadi lupa nyalahin lampu"jawabku menjelaskan sambil menggaruk kepala yang tidak gatal. 

"memang ayah kamu kemana kok ga kelihatan?"tanya lagi pak ibnu padaku. 

"ayah sedang kerja pak, ke luar kota"balasku lagi menjelaskan. 

"lalu kamu di tinggal sendirian gitu? "lanjut tanya lagi pak ibnu dengan nada kaget.

"iya pak saya sendirian di rumah"jawabku lagi singkat.

"kamu sudah makan nak? "tanya pak ibnu dengan lembut dan senyum. 

"itu yang sedang aku cari-cari pak, ayah menyimpan makanannya di mana aku tidak tahu? "jawabku menceritakan semuanya.

"berarti kamu belum makan dari siang? "tanya lagi pak ibnu padaku. 

"dari pagi aku belum sarapan pak, aku kira ayah sudah menyiapkan makanan buat aku"balasku lagi dengan lemas, karena menahan lapar.

"ya allah tega sekali kamu budi, pergi ke luar kota tapi tidak meninggalkan makanan apa pun untuk anakmu"gumam pak ibnu yang merasa iba padaku. 

Pak ibnu mengajak ku ke rumahnya, untuk makan bersama dengannya. Aku tidak menolak ajak kan pak ibnu, karena memang aku sudah sangat lapar. 

Saat ridwan makan di rumah pak ibnu, aku makan dengan sangat lahap mungkin karena aku sudah sangat lapar.

Aku pun di bekali bungkusan kantung plastik untuk di bawa pulang, pak ibnu dan istrinya memang sangat terkenal dengan kebaikannya yang suka menolong orang lain.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!