Di sebuah tempat bangunan yang belum selesai pengerjaan nya, seorang laki-laki sedang berbahagia. Bagaimana tidak? Istri yang dia nikahi setahun lalu, sedang mengandung buah hati mereka yang baru berusia 6 minggu.
"Wah, Bro. Dari tadi senyum-senyum terus, ada apaan Bro?" tanya teman si laki-laki.
Nathan tersenyum lebar, dia adalah pekerja kuli bangunan. Sudah setahun ini dia menjadi pekerja kasar, bahkan kuliahnya harus terhenti karena suatu hal.
"Istriku hamil, Syam."
"Alhamdulillah, selamat Bro!" Hisyam menepuk pundak Nathan dengan wajah bahagia, dia adalah seorang teman yang memberikan pekerjaan itu pada Nathan saat Nathan kesusahan mencari pekerjaan.
"Iya, Syam. Aku nggak nyangka bakal jadi seorang Ayah, rasanya aku pengen meluk istriku terus di rumah," mata Nathan berair, mengingat perjuangan cintanya dengan sang istri sampai detik ini.
"Kalian bisa bertahan sampai detik ini aja, sudah syukur Nat. Aku yang denger perjalanan cinta kalian pun salut banget, jadi tetap terus saling memperjuangkan ya." Hisyam menepuk punggung bergetar Nathan yang sedang menangis haru.
"Semoga ya... Syam, aku ingin bersama Asha selamanya," doa Nathan.
"Aamiin." Jawab Hisyam.
Drrttttt...
Ponsel Nathan bergetar di saku celananya.
"Halo? Ya, saya suaminya. Apa?!" Nathan segera berdiri membuka helm sebagai pelindung kepala apabila terkena jatuhan material, tangan yang memegang helm itu bergetar.
"Ada apa, Nat?" Hisyam ikut khawatir.
Panggilan terputus, tubuh Nathan bergetar hebat.
"Asha masuk rumah sakit, katanya ada yang menabraknya tapi untung saja ada orang yang menyelamatkan Asha tapi Asha tetap terluka, anakku... anakku Syam!" Nathan berlari menuju parkiran, dimana motor butut nya berada.
Namun satu panggilan menghentikan aksinya saat akan menyalakan motor.
"Halo? Siapa--"
Nathan terdiam saat orang di seberang menelepon, tangannya mengepal mendengar ucapan orang itu.
"Bajing_an!" umpat Nathan setelah panggilan berakhir.
"Arghhtttt... !!!!!" Nathan menjambak rambutnya frustasi.
.
.
Di rumah sakit seorang Dokter sudah selesai memeriksa keadaan Asha, untung saja janinnya berhasil diselamatkan.
"Terima kasih, Dok." Ucap Asha.
Dokter yang tak lain adalah Dokter Ramdan itu tersenyum ramah, "Bu Asha harus lebih berhati-hati ya, jangan sampai stres juga. Nanti saya akan datang kesini lagi untuk memeriksa."
"Baik, Dok."
"Kalau begitu saya permisi," Dokter Ramdan pun keluar ruangan bersama para perawat.
Setelah ditinggal Dokter, Asha mengelus perutnya.
"Maafin Mama ya sayang, Mama nggak hati-hati nyebrang tadi. Soalnya dagangan kue Mama ada yang borong, Mama terlalu seneng tadi pas mau pulang." Asha dengan wajah lembut keibuannya terus tersenyum.
Brakk!
Pintu kamar rawat terbuka dengan kasar dan menimbulkan bunyi keras.
Asha terlonjak kaget, wajah suaminya memerah dan menatapnya tajam berdiri di ambang pintu.
"Mas, kamu sudah datang. Hiks... Mas... untung saja anak kita baik-baik saja," Asha merentangkan tangan ingin dipeluk Nathan, suaminya. Namun hal aneh terjadi, Nathan memalingkan wajah bahkan tidak beranjak dari ambang pintu.
"Mas... ada apa?" Asha menurunkan kembali rentangan kedua tangan nya, wajah sedihnya nampak keheranan.
Nathan kembali menatap tajam Asha, bahkan kini dengan pandangan dingin seakan menusuk tulang Asha.
"Mas..." lirih Asha.
Nathan berjalan dengan perlahan, wajah lelaki itu benar-benar memerah dengan gurat-gurat kemerahan di matanya.
"Kau tidak becus menjadi seorang Ibu! Hanya menjaga janin di perutmu saja, kau hampir membunuhnya! Kau hampir membunuh anakku!" bentak Nathan dengan keras.
"M-mass..." bibir Asha bergetar, air mata sudah membasahi kedua pipinya.
"Aku muak memperjuangkan hubungan kita, Sha! Kamu bahkan terus membebani aku dengan sikap keras kepalamu itu! Aku bilang jangan berjualan! Aku yang akan mencari nafkah menghidupi kita! Tapi apa? Selama ini kau bahkan berjualan sembunyi-sembunyi dariku yang uang nya bahkan tak seberapa! Aku muak dengan sikap tidak menurutmu! Sebaiknya kita berpisah!"
Mata Asha terbelalak tak percaya, mulutnya terbuka bahkan dadanya terasa sesak.
"Mas Nathan! Apa yang kamu katakan, Mas!" teriak Asha yang masih terbaring di ranjang rumah sakit, berusaha menggapai tangan suaminya namun Nathan malah memundurkan tubuh.
"Aku menceraikan mu, Ashana! Mulai detik ini kau bukan lagi istriku!"
Setelah mengatakannya, laki-laki yang sudah membersamai hidup Ashana selama satu tahun sebagai suami itu berjalan pergi dari ruangan kamar rawat tanpa berbalik lagi.
Dua hari kemudian, Asha diperbolehkan pulang. Selama dua hari dirawat, Asha sendirian tanpa didampingi siapapun.
Asha keluar kamar rawat melewati lorong rumah sakit, dia menuju ruangan pribadi Dokter Ramdan. Kebetulan Wina sedang membawakan makan siang seperti biasa, melihat dokumen tentang Asha di meja kerja suaminya dia tertarik lalu membacanya.
Tok tok tok...
"Masuk," ujar Wina. Dokter Ramdan sendiri sedang anteng makan masakan istrinya yang sudah 10 tahun ini dia nikahi. Mereka sudah mempunyai dua orang anak, sepasang anak laki-laki dan perempuan yang berbeda usia 3 tahun.
Ceklek.
"Maaf, Nyonya. Saya ingin bertemu Dokter Ramdan untuk berpamitan dan berterima kasih." Kepala Asha menunduk saat mengatakannya.
"Masuklah, suami saya sedang makan. Tunggu sebentar," Wina menutup dokumen yang baru saja mau dia baca, lalu mempersilahkan Asha duduk di sofa.
Ruangan Dokter Ramdan kini sangat luas. Selain menjadi Dokter, laki-laki itu juga sudah menjadi seorang Direktur rumah sakit karena Ayah mertuanya sudah mengundurkan diri untuk pensiun. Wina sebagai salah satu pewaris rumah sakit selain Dokter Sheila, mempunyai saham di rumah sakit tersebut hingga dia terkadang memberikan masukan dan juga keputusan tentang masalah rumah sakit swasta itu.
"Baik, Nyonya." Asha lalu duduk.
Tak lama Dokter Ramdan datang, mereka berbasa-basi lalu Asha pergi dengan wajah sedihnya.
Setelah Asha pergi, Wina duduk di pangkuan suaminya. Meskipun sudah berkepala empat, mereka berdua selalu mengedepankan keromantisan, agar rumah tangga mereka selalu harmonis.
"Mas, dia kenapa?" tanya Wina seraya menyusuri rambut suaminya yang sudah mulai beruban karena faktor usia, meskipun hanya beberapa helai.
"Dia hampir kehilangan janinnya karena ada yang sengaja ingin menabraknya, untungnya Ibu dan janin selamat. Polisi sempat kesini meminta laporan dan juga bertemu denganku, juga lebih mirisnya dalam obrolan para perawat di grup, suaminya saat itu malah menceraikan nya bukannya menjadi garda terdepan untuk istrinya."
"Kenapa suaminya menceraikan nya?" tanya Wina.
"Dari chat-chat di room, katanya suaminya marah besar karena istrinya selalu berjualan meskipun sudah dilarang dan memang kejadian tabrak lari itu terjadi saat istrinya akan pulang ke rumah setelah berjualan. Suaminya mengamuk mengatakan dia tidak bisa menjadi Ibu yang becus untuk anak mereka, karena hampir membunuh anak mereka." Jelas Dokter Ramdan.
"Suami gila! Mungkin saja istrinya berjualan karena keuangan mereka mepet, karena banyak yang harus dibayar. Kenapa nggak menghargai istrinya saja dan mendampingi dalam kemalangan daripada mengamuk! Bahkan apa? Laki-laki itu malah menceraikan istrinya yang sedang dalam keadaan terpuruk! Laki-laki sialan!" rutuk Wina merasa ingin menghajar si suami.
"Aku juga merasa empati pada istrinya, jadi aku memberikan vitamin bagus gratis buat si janin. Mungkin perawat mengatakan nya pada Nyonya Asha, jadi dia datang untuk berterima kasih."
"Uhhh... suami terbaikku! Masukkan tagihan vitamin itu padaku, ya. Nanti aku yang bayar, jangan sampai dibilang kita nepo_tisme jadi bisa seenaknya memberikan obat gratis karena bagian dari keluarga rumah sakit ini." Wina mengecup bibir suaminya, namun sayang bagi Dokter Ramdan itu adalah pancingan.
Dokter Ramdan berdiri sambil memangku tubuh Wina yang sejak tadi duduk di pangkuan. Dokter Ramdan nampak tidak kewalahan membawa tubuh istrinya, karena dia sering Gym bersama Emilio dan Malik. Lalu Dokter Ramdan membawa tubuh berat Wina ke arah ranjang dan meletakkannya di atasnya.
"Mas... masa mau sih?" suara manja Wina terdengar.
"Kamu yang mancing sayang, sudah tau Mas-mu ini mudah terpancing gairahnya. Ck! Udah ayokkkk..."
Dokter Ramdan mengunci pintu lalu kembali ke ranjang dan disana Wina sudah membuka seluruh bajunya dan hanya terbaring polos.
"Wow!" seru Dokter Ramdan dan langsung mengeksekusi.
___
📌💃🏻Salam semuanya, kita kembali di novel terbaru othor... dengan tokoh-tokoh dari judul "OM...! Selingkuh YUK!" sebagai pelengkap novel ini.
🔥Semoga masih pada ingat pada tokoh-tokohnya, wkwk 😍
Dengan langkah gontai, Asha masuk ke dalam rumah kontrakan kecil yang menjadi saksi selama setahun lamanya dia berjanji suci bersama Nathan akan selalu bersama selamanya sampai akhir hayat mereka.
"Massss... huhu..." Asha membuka lemari baju yang terbuat dari plastik, pakaian suaminya sudah tidak ada disana bahkan benda-benda Nathan seperti sikat gigi atau pun alat cukur sudah tidak berada di tempatnya lagi.
"Kamu benar-benar pergi, hiksss... apa salahku berjualan, Mas? Aku hanya ingin menabung untuk Mas agar bisa melanjutkan kuliah lagi, aku ingin mimpimu terwujud. Karena aku lah... kamu harus berhenti kuliah dan diusir dari keluargamu. Mas, maafkan aku... aku mohon kembalilah... hikss..."
Tiba-tiba hawa ruangan terasa panas, asap terlihat memenuhi kamar Asha.
"Ya Allah! Mas! Mas Nathan! Tolong aku...!!!"
"Uhukkkkk..!!! Massss Nathan... panassss!!"
"Argghhttt!!!"
Tubuh Asha tergeletak tak sadarkan diri karena menghirup asap.
Baru beberapa jam Asha keluar dari rumah sakit, wanita muda yang tengah mengandung itu kembali dilarikan ke rumah sakit.
"Dokter Sheila! Pasien mengalami serangan panik, Dok!" Dokter Sheila sedang menjadi Dokter jaga, dia adalah Dokter Umum.
"Panggil Dokter Ramdan, cepat!"
Tak lama Dokter Ramdan datang, sebenarnya dia adalah Dokter spesialis saraf namun jika ada pasien urgent dia juga akan ikut menangani pasien.
"Ada apa? Loh, Nyonya Asha?" Dokter Ramdan terkejut melihat setengah wajah Asha yang masih bisa dikenali karena anggota tubuh yang lainnya terbakar.
"Dokter mengenalnya?" tanya Dokter Sheila, adik iparnya.
"Dia pasien yang saya tangani dua hari ini dan baru beberapa jam lalu keluar dari rumah sakit. Kenapa keadaan nya sampai seperti ini? Wajah dan tubuhnya terbakar sangat parah, ini hampir 75% luka bakar!"
"Benar, Dok. Tapi tidak ada keluarga yang bisa dihubungi, Dok. Bagaimana ini? Kita harus bergegas melakukan operasi." Dokter Sheila merasa iba.
"Bagaimana dengan janin nya?" tanya Dokter Ramdan.
"Masih bisa diselamatkan meskipun asap sudah terhirup oleh pasien, namun karena pasien terlalu banyak menghirup asap ada kemungkinan janin tidak bisa berkembang atau mengalami kelainan saat dilahirkan." Jelas Dokter Sheila.
"Kita selamatkan lebih dulu nyawa ibunya, luka bakar akan memperparah keadaan pasien dan dapat membahayakan nyawanya. Masalah janin yang dikandung, kita bisa pikirkan lagi nanti." Ujar Dokter Ramdan membuat keputusan.
"Tapi Dok, kita harus mendapatkan ijin keluarga pasien atau nantinya kita digugat seperti masalah 2 tahun lalu." Dokter Sheila masih ragu.
"Kita mempunyai tim pengacara yang kuat, jangan khawatir. Nyawa pasien lebih penting daripada mengkhawatirkan masalah yang belum terjadi! Cepat bawa pasien ke ruang operasi! Kita harus mencegah infeksi pada luka bakarnya!"
Tanpa menunggu lebih lama, Asha dimasukkan ke dalam ruang operasi.
.
.
Pintu rumah Wina terbuka, Dokter Ramdan berjalan kelelahan karena melakukan beberapa kali operasi hari itu.
Wina menyambut sang suami, memeluknya erat padahal siang tadi mereka baru saja bertemu dan melewati beberapa waktu dengan adegan panas.
"Loyo gini, capek ya Mas..." Wina mengambil tas kerja suaminya, kemeja putih yang dipakai Dokter Ramdan terlihat kusut.
"Hm, aku merasa kasihan dengan Nyonya Asha sayang. Kamu tau, hari ini dia kembali dilarikan ke rumah sakit karena luka bakar yang membahayakan nyawanya. Bayangkan tubuhnya terbakar hampir 75%, wajahnya tinggal separuh tapi untung saja matanya tidak terluka. Kalau matanya ikut kena api, sudah pasti dia akan buta." Dokter Ramdan memang selalu berwelas asih pada siapapun, dulu saat membuka klinik kecil setiap orang yang tidak mampu membayar akan dia lepaskan dari segala biaya.
"Apa?! Wanita muda yang tadi siang itu? Dia terbakar!!"
"Ya, satu jam lalu Mas baru selesai mengoperasi nya agar luka bakar tidak terinfeksi. Terlambat sedikit saja, nyawa Nyonya Asha nggak akan tertolong. Luka bakar tingkat berat 3, kasihan sekali."
"Ya Tuhan! Bagaimana kejadiannya, Mas?"
Dokter Ramdan menggeleng, "Belum ada pernyataan resmi yang aku dengar, hanya saja kabarnya rumah nya terbakar. Pegawai DAMKAR bergegas datang, hingga nyawa Nyonya Asha terselamatkan. Api pun hanya membakar rumah kontrakan kecil milik Nyonya Asha, karena posisi rumah-rumah disana memang berjauhan."
Wina sungguh merasa iba, dia berencana menjenguk Asha ke rumah sakit besok.
Divya, Ellia serta Mutiara membaca penjelasan dari Wina saat mereka ber-chat di grup yang hanya ada mereka berlima termasuk Vanny di dalam chat room. Mutiara sudah menikah dengan Max tiga bulan lalu di usia mereka 29 tahun dan mereka sedang masa-masa pengantin baru.
Divya - [ Gue besok ikut jenguk!]
Ellia - [ Aku juga ikut ya.]
Mutiara - [ Me too, aku ijin sama si Abang dulu ya.]
Wina - [ Oke, kalo kalian semua mau ikut. Cieee, pengantin baru yang udah manggil Abang sama suaminya. Ahayyy...]
Mutiara : [ Ish, jangan bikin malu dong Tan! Aku off dulu ya mau masak, Abang Max bentar lagi pulang kerja.]
Mutiara meninggalkan obrolan khusus para istri, kemudian Ellia dan dua orang lainnya pun keluar dari grup setelah sepakat akan pergi ke rumah sakit pukul 9 pagi setelah suami mereka berangkat kerja dan anak-anak mereka pergi sekolah.
Esok harinya, ternyata orang yang ingin dijenguk oleh mereka semua sudah tidak ada. Dari kabar yang didapat oleh Dokter Ramdan, seseorang yang mengaku keluarga dari Asha telah membawa Asha pergi dari rumah sakit.
"Yah, kita terlambat. Padahal pengen ketemu sama wanita itu yang kata Luh hidup dengan berjualan dan malah dicerai suaminya. Dasar laki-laki dajjall!!" geram Divya yang langsung mengelus perut buncitnya yang berusia 8 bulan. Ya, dia sedang mengandung untuk ketiga kalinya karena kali yang kedua dia dan suaminya telah gagal mendapatkan baby twins sesuai keinginan Emilio. Akhirnya dia mengandung kembali dan berharap kehamilan nya yang ketiga kali ini bisa melahirkan anak kembar.
"Ya sudah kita pulang ke rumahku yuk, biar anak-anak dijemput dari sekolah sama supir. Kita rujakan ya, moga aja perut Tiara sudah isi setelah nikah 3 bulan ini." Usul Divya.
"Oke gasss!" serentak para wanita setuju, kecuali Vanny karena baru saja melahirkan anak keduanya.
Para ibu-ibu riweh itu pun sedang berghibah ria di Mansion Divya tentang berita hari itu, dimana suami dari artis sandra dewu ditahan akibat korup_si.
Anak-anak mereka sedang mengemil tak jauh dari mereka seraya bermain game di ponsel.
Hingga sore hari, para suami menjemput istri dan anak mereka di Mansion Divya.
Emilio pulang lebih awal, tak lama Malik dan Max.
Gadis kecil anak pertama dari Ellia dan Malik bersorak melihat suami dari Bibinya, yaitu Max suami dari Mutiara. Tiara dan Malik adalah saudara sepupu dari pihak Ayah mereka.
"Om Max datang!" seru bocah yang bernama Gladys itu lalu memeluk setengah badan Max karena tubuh Gladys masih pendek. "Om! Om! Gendong!"
Max tersenyum senang lalu memangku Gladys yang berusia 10 tahun, bukan karena Gladys adalah putri dari wanita yang pernah menjadi cinta pertamanya yaitu Ellia... namun karena Max sudah menyayangi Gladys seperti anaknya sendiri sejak Gladys lahir.
"Gladys turun! Kamu sudah bukan anak kecil lagi! Umurmu sudah 10 tahun! Kamu nggak malu adik-adikmu melihatmu!" tegur Ellia, sang Mama.
"Ish Mama nggak asik! Kita kan saling menyayangi ya, Om." Gladys malah semakin menjadi-jadi, bergelayut manja di leher sang Paman.
"Iya, biarin aja El." Ujar Max mencubit hidung Gladys gemas.
"Om MAX...! Selingkuh Yuk!" celoteh Gladys membuat mata semua orang melotot pada bocah itu.
"Gladys..!!! Bahasa dari mana kamu ngomong kayak gitu!" kini giliran Malik, sang Ayah yang menegur.
"Dari drakor yang sering ditonton Mama lah, Pah. Gladys juga udah ngerti! Tunggu Gladys 10 tahun lagi ya Om, nanti Gladys jadi pengantin nya Om! Pisah aja sama Tante Tiara atau Gladys jadi istri kedua gapapa kok!"
Max tergelak mendengar ucapan Gladys, dia pikir bocah itu hanya bercanda karena usia Gladys yang masih kanak-kanak.
"Om hanya mau setia sama Tante mu, jadi jangan menjadi pengantin Om tapi cari laki-laki yang bisa mencintaimu nanti." Max menurunkan tubuh Gladys lalu memeluk pinggang istrinya yang memang sudah berdiri di sebelahnya. "Cinta Om hanya untuk Tante Tiara, paham."
"Enggak! Lihat aja! Suatu hari Om Max bakal cinta sama Gladys!" bibir bocah 10 tahun itu memberengut kesal.
Akhirnya semua orang tertawa karena mengira hanyalah lelucon biasa, padahal tidak ada yang tau apa yang akan terjadi 10 tahun ke depan.
.
.
Lima tahun kemudian...
Seorang wanita dengan penampilan modis keluar dari bandara, seorang asisten membawa koper di belakangnya.
"Nona Belvina, kita langsung ke Mansion keluarga suami Anda?" tanya sang asisten.
"Ya, aku sudah merindukan putraku. Operasi kali ini adalah yang terakhir, aku nggak perlu bolak-balik pergi ke Brazil lagi. Saatnya aku membalas orang-orang yang menyakitiku, termasuk pria itu. Laki-laki yang telah menggoreskan luka paling dalam padaku."
Mata Asha yang kini sudah berubah indentitas menjadi Belvina Gania berkilat penuh dendam, seorang istri dari keluarga Danilo. Istri dari Arkan Danilo, seorang Pengusaha jajaran teratas tak kalah tenar dari mantan suaminya Nathan Adhitama.
Mobil Aston Martin yang bernilai 7 miliar yang membawa pergi Asha dari bandara, berhenti di depan sebuah Mansion megah milik keluarga Danilo.
"Silahkan, Nyonya."
Supir keluarga Danilo membuka pintu mobil, kaki jenjang milik Asha nampak keluar.
Sang putra yang berusia empat tahun lebih meloncat senang melihat Ibunya datang. "Mommy! Mommy!"
Asha keluar dari mobil dengan cepat.
"Baby-ku! Tiga bulan Mommy tinggal, sudah tambah besar rupanya!" Asha menciumi wajah tampan anaknya yang bernama Devano Danilo, wajah anak itu versi kecil Nathan. Jadi Devano jarang dibawa keluar, karena wajahnya mirip sekali dengan Ayah kandungnya.
"Mommy!" teriak seorang anak perempuan, usia anak itu tidak jauh dari Devano hanya lebih tua 6 bulan bernama Devana Danilo.
Kedua anak itu dijadikan anak kembar, Devano mengikuti usia Devana yang sudah lima tahun.
Devana adalah putri dari Arkan dengan istri aslinya yaitu Belvina Gania. Karena suatu kecelakaan mobil, Belvina yang sedang mengandung 7 bulan harus dilarikan ke rumah sakit dan melahirkan prematur.
Sampai saat ini tidak ada yang mengetahui jika Belvina asli sedang terbaring koma selama lima tahun lamanya setelah kecelakaan dan digantikan oleh Belvina palsu yaitu Asha.
Lima tahun lalu, keluarga Arkan lah yang membawa Asha dari rumah sakit setelah operasi luka bakar.
Demi balas dendam pada keluarga yang membuat istrinya koma, Arkan membawa Asha yang seluk beluk identitasnya sudah laki-laki itu kantongi.
"Putri Mommy, imutnya. Kenapa kecantikan princess-ku ini sekarang melebihi cantiknya Mommy." Asha memeluk kedua anaknya, baginya keduanya adalah anaknya dan semenjak menandatangani surat perjanjian bersama Arkan dia sudah menganggap Devana juga putri kandungnya.
"Pecalnan Vana mana, Mom?" Devana masih belum lancar berbicara dan belepotan tidak seperti Devano yang sudah lancar.
Namun Devano juga mempunyai masalah, meskipun saat dilahirkan tubuh anak itu sangat normal dan tidak kekurangan suatu apapun. Hanya saja karena saat dalam kandungan Devano terkena paparan asap saat kebakaran, sejak lahir anak dari Asha itu mengalami penurunan sistem imun tubuh sehingga akan berisiko terinfeksi oleh virus atau bakteri penyebab pneumonia. Maka dari itu, Asha sangat menjaga kesehatan tubuh Devano dengan ketat.
"Ada sama Paman Carl, ambil sana. Mommy mau bicara dengan Daddy kalian dulu, oke."
Asisten Asha mendekat membawa dua paper bag besar, satu berwarna biru langit dan satu lagi paper bag berwarna merah muda.
"Holeee!!" teriak Devana.
"Makasih... Mom!" tak kalah dengan Devana, Devano berteriak senang.
Asha tersenyum melihat kedua anaknya bahagia.
"Carl, temani mereka bermain. Aku ingin bicara dengan Tuan-mu."
Sang asisten mengangguk, dua babysitter pun mendekat untuk kembali menjaga Nona kecil dan Tuan muda mereka.
Asha menyusuri lorong menuju ruangan dimana Belvina asli tertidur panjang seperti Snow White si Putri Salju. Arkan, suami palsunya biasanya akan ada disana di jam 4 sore setelah pulang dari Perusahaan.
Tok tok tok.
"Arkan, ini aku."
"Masuklah..." suara lembut Arkan terdengar.
Asha mendorong pintu sampai terbuka, seketika aroma bunga Gardenia menyeruak menguarkan aroma wangi ke segala penjuru ruangan. Arkan mengatakan padanya jika istrinya sangat menyukai bunga Gardenia sejak kecil.
"Kau sudah pulang, bagaimana operasinya? Tubuhmu sudah sempurna?" Arkan bangun dari pinggir ranjang tempat istrinya koma, menghampiri Asha yang berjalan ke jendela besar pembatas antara kamar dan taman diluar.
"Ya, kita sudah siap. Kapan kita bergerak? Bukankah kamu sudah bekerjasama dengan Perusahaan Nathan?" kata Asha.
"Tiga hari lagi acara pertunangan Nathan dan wanita ib_lis itu akan dilaksanakan, kau baik-baik saja jika kita datang?" Arkan menyelipkan sehelai rambut Asha berwarna cokelat kemerahan yang terurai dari ikatan itu ke telinga.
Asha sontak menjauh, wajahnya kesal. "Apa yang kau lakukan! Jangan kurang ajar!"
"Kita sudah lama akan melakukan rencana ini, selama lima tahun kita bersama meskipun hanya sebagai orang tua bagi anak-anak kita tapi sekarang kita harus mulai bersandiwara sebagai suami istri, Asha. Aku nggak ingin ada kegagalan, mereka semua harus hancur!" Arkan menekankan kata-katanya dengan rahang yang mengeras.
"Iya, iya. Tapi kamu harus beri kode, jangan tiba-tiba menyentuhku! Aku nggak suka!" keluh Asha.
"Haha!!! Kau masih saja naif, Asha! Mana latihan mu selama bertahun-tahun ini?! Aku bahkan mendatangkan ahlinya untuk mengajarimu menjadi wanita tak berperasaan dan wanita angkuh. Ingat, kini kau adalah kembaran dari istriku. Wajahmu dan wajah Belvina sangat mirip indentik, aku lah yang merubah wajahmu sesuai ijin darimu. Jadi... mulai bersikap lah seperti Belvina, jangan bersikap lugu dan bodoh seperti Asha lima tahun lalu yang ditinggalkan suaminya hanya demi wanita lain! Kau mengerti!" suara Arkan meninggi, dia mengeratkan cekalan pada lengan Asha.
"Lepaskan cekalan mu! Aku mengerti!" Asha menatap tajam Arkan, memperlihatkan jika dia sudah mulai merubah sikapnya menjadi wanita kuat.
"Good! Ini baru wanita kuat." Arkan ingin mengelus kepala Asha, namun dia menyadarkan dirinya jika wanita di depannya yang mirip Belvina bukanlah istrinya dan akhirnya dia menghempaskan tangan nya.
"Dimana anak-anak?" tanya Arkan untuk melepaskan rasa aneh dalam hatinya saat menatap wajah Asha yang mirip istrinya itu.
"Diluar sedang bermain dengan Carl," jawab Asha.
"Ayo keluar, malam ini kita makan malam di restoran. Devana terus meminta makan di restoran Seafood, anak itu terlalu menyukai escargot." Arkan keluar kamar setelah mengecup kening istrinya di ranjang besar, sedangkan Asha sudah lebih dulu keluar.
Saat Arkan sampai di ruangan besar tempat anak-anaknya bermain, pemandangan di hadapannya membuat jantungnya berdegup kencang.
Di depannya Asha sedang memangku tubuh putrinya di dalam dekapan seperti menimang seorang bayi, wajah Devana terus diciumi Asha. Sejak bayi, Devana hanya mendapatkan kasih sayang dari Asha bukan dari Ibu kandungnya yang masih koma. Nampak Devano tidak cemburu dengan saudarinya yang dipeluk oleh Asha, putra dari Asha itu malah ikut tertawa seraya memeluk tubuh Asha dari belakang dan menciumi wajah Ibunya.
Sungguh pemandangan yang indah, andaikan mereka semua benar-benar sebuah keluarga yang nyata!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!