NovelToon NovelToon

Terpikat Pesona Su Wanwan

Kotak Misterius

Di Jiangnan Apartement

“Apa ini?” Dengan suara yang terdengar merdu dan dahi berkerut dalam, netra Su Wanwan tidak sengaja menangkap benda asing tergeletak tepat di depan pintunya.

Dia yang mengenakan off shoulder dress berwarna putih dengan aksen ikat pinggang longgar melekat pada pinggang kecilnya, baru saja pulang dari pusat perbelanjaan. Bahkan, tangannya saat ini sudah dipenuhi dengan beberapa kantong belanjaan.

Wanita yang merupakan putri bungsu sekaligus permata di dalam keluarga Su mengurungkan niatnya untuk membuka pintu apartemen, dia jauh lebih penasaran terhadap kotak kayu yang terbuat dari benda berkualitas tinggi di bawah kakinya saat ini.

Wanita yang memiliki paras cantik dan tubuh seksi seperti boneka barbie itu sangat ingin mengambil kotak tersebut hanya untuk memastikan isinya, tetapi dia ragu dan khawatir kotak itu berisi benda berbahaya yang mungkin saja dikirimkan oleh penguntit seperti di beberapa drama yang pernah ditontonnya.

Namun, Su Wanwan tidak bisa menahan diri untuk tidak merasa penasaran sehingga dia memutuskan mengambil kotak yang tidak memiliki nama pengirim itu.

‘Kepada Su Wanwan’, hanya kalimat itu satu-satunya yang tertera hingga Su Wanwan semakin yakin kotak tersebut memang dikirim untuknya.

Su Wanwan tidak langsung membuka kotak yang membuat rasa penasarannya melambung tinggi, karena barang bawaannya dari pusat perbelanjaan yang tidaklah sedikit. Wanita itu memasuki unit apartemennya dan duduk setelah meletakkan barang belanjaannya di atas meja yang terdapat di depan sofa.

Su Wanwan membolak-balikkan kotak misterius itu, berharap mendapatkan sedikit saja petunjuk sang pengirimnya.

Namun, nihil!

Tidak ada petunjuk sama sekali.

Wanita itu pun tidak menunggu lebih lama lagi untuk mengeksekusi kotak itu dan alangkah terkejutnya dia saat mendapati foto-fotonya dengan berbagai ukuran hampir memenuhi isi kotak.

“Apa maksudnya semua ini?” Jantung Su Wanwan sudah berdebar tidak menentu ketika dirinya membuka satu per satu lembaran foto yang terdiri dari berbagai pose dengan mengenakan pakaian yang berbeda-beda.

Membuktikan bahwa foto-foto itu diambil secara diam-diam setiap harinya. Bahkan, foto saat dirinya berada di dalam apartemen dengan pakaian mini pun ada di sana. Su Wanwan panik, dia langsung menatap ke sekeliling ruangan karena takut ada kamera tersembunyi di dalam apartemen yang dihuninya saat ini.

Namun, dia tidak menemukan apa pun. Dengan tangan yang gemetaran Su Wanwan kembali memilah-milah foto dirinya yang berjumlah lebih dari tiga puluh lembar itu dan di saat bersamaan, dia menemukan secarik kertas kecil terselip di sana.

“Jangan menikah dengan Li Yunhan, jika kau tidak ingin foto-foto ini tersebar di media sosial!” Debaran jantung Su Wanwan semakin kencang saat membaca tulisan tangan yang tergores rapi di atas secarik kertas itu.

Su Wanwan kemudian membalik kertas tersebut ketika menyadari di belakangnya masih terdapat goresan tinta dan dia kembali membacanya dengan suara rendah. “Kau tahu? Aku masih mempunyai lebih banyak foto-foto yang bahkan lebih seksi daripada ini semua!”

Su Wanwan tanpa sengaja menjatuhkan semua foto beserta secarik kertas peringatan yang dikirimkan oleh orang misterius tepat di depan pintu rumahnya, wanita itu terlihat sangat ketakutan.

Dia sungguh tidak menduga ternyata selama ini ada orang yang menguntit, bahkan diam-diam mengambil foto dirinya. Di sisi lain, Su Wanwan benar-benar tidak mengerti tujuan penguntit yang tidak hanya mengambil fotonya tanpa izin, tetapi juga berani mengancam dirinya untuk tidak menikahi Li Yunhan—pria yang mengencaninya sejak dua tahun lalu.

Su Wanwan tidak habis pikir, entah apa salah dirinya atau Li Yunhan sehingga mereka tidak boleh menikah. Padahal, dia tidak merasa berbuat salah atau sudah menyinggung siapa pun hingga harus mendapatkan teror seperti ini. Namun, tidak ada yang bisa Su Wanwan lakukan selain memendam kegundahannya sendirian.

Hari demi hari berlalu, Su Wanwan hidup dalam ketakutan hingga dia merasa seperti tengah dihantui oleh arwah penasaran yang membuat hidupnya semula damai, menjadi tidak tenang.

Ingin rasanya Su Wanwan berbagi kegundahan dengan Li Yunhan, tetapi dirinya terlalu takut untuk melakukan hal itu. Takut Li Yunhan berpikir macam-macam dan tidak bisa menerima dirinya, lebih takut lagi jika penguntit misterius itu bertindak semakin jauh.

“Sayang, ada apa?” Suara Li Yunhan menyentak Su Wanwan dari lamunan panjangnya.

Saat ini sepasang kekasih yang akan melangsungkan pernikahan tidak lama lagi, tengah menikmati makan malam di Luxury Resto. Beberapa saat lalu, Li Yunhan menjemput Su Wanwan di apartemen dan mengajaknya berkencan. Akan tetapi, sikap Su Wanwan malah tidak seperti biasanya.

Wanita yang biasanya tidak bisa diam ketika bertemu dengan Li Yunhan kini seakan-akan sudah kehilangan semua kata-kata sehingga tidak ada satu pun cerita yang menemani perjalanan mereka dari apartemen ke restoran.

Li Yunhan sudah berkali-kali menanyakan penyebab diamnya Su Wanwan, tetapi berkali-kali juga wanita itu mengatakan tidak ada apa-apa. Alhasil, Li Yunhan hanya bisa menghela napas pasrah karena tidak ingin memaksa calon istrinya bicara. Dia yakin, Su Wanwan pasti akan bicara jika ingin dan akan tetap diam jika dia tidak ingin bicara.

“Ha, kenapa?” Su Wanwan tersentak kaget dan dengan raut bingung mengajukan pertanyaan pada sang tunangan.

Li Yunhan menghela napasnya sebelum berbalik bertanya, “Kamu kenapa?”

“Aku kenapa?” Su Wanwan malah berbalik bertanya, bahkan dengan sengaja memasang wajah polos tanpa dosa untuk menutupi apa yang ingin dia tutupi.

Li Yunhan berdiri dan berpindah duduk di sebelah Su Wanwan, pria itu kemudian mengelus pipi sang calon istri dengan penuh kasih sayang dan berkata dengan penuh kelembutan. “Akhir-akhir ini kamu lebih banyak diam dan wajahmu juga terlihat murung. Ada apa, hmmm?”

Su Wanwan gugup, menyadari tidak mudah menyembunyikan perasaannya dari Li Yunhan yang terlalu peka. Wanita itu memaksakan sebuah senyuman terbit di wajah cantiknya, lalu berkata, “Aku tidak apa-apa, hanya sedikit lelah karena mengurus segala persiapan untuk pernikahan kita.”

Su Wanwan pun terpaksa menggunakan pernikahan mereka sebagai alasan untuk menutupi kegundahannya agar tidak terdeteksi oleh Li Yunhan hingga pria itu menghela napas sembari menggelengkan kepalanya.

“Sudah aku katakan, kamu tidak perlu turun tangan untuk mempersiapkan pernikahan kita. Biarkan saja ibuku dan wedding organizer yang menyiapkan segalanya,” ujar Li Yunhan masih dengan kelembutan yang selama ini dia tunjukkan kepada Su Wanwan hingga membuat wanita itu merasa benar-benar dicintai.

Su Wanwan senang mendengar penuturan Li Yunhan, tetapi dia memasang wajah cemberut dan berucap dengan manja. “Tapi pernikahan impianku juga harus ada campur tangan dariku.”

Bagaimanapun, dia adalah salah satu dari sekian banyak wanita yang memiliki pernikahan impian dan ingin mewujudkannya sendiri meski ada campur tangan dari orang lain. Setidaknya, dia yang harus memilih tempat, gaun dan cincin pernikahan.

“Baiklah, lakukan apa pun yang membuatmu senang.” Li Yunhan akhirnya hanya bisa pasrah dengan keinginan sang pujaan hati. “Namun, kamu benar-benar tidak menyembunyikan apa pun dariku, kan?

Mata Li Yunhan semakin menyipit ketika memberikan tatapan penuh selidik kepada Su Wanwan hingga membuat wanita itu kembali gugup.

“Kamu tidak mau jujur padaku?” desak Li Yunhan.

“Aku—”

Kehadirannya Tidak Diharapkan

Su Wanwan berhenti bicara ketika merasakan getaran dan mendengar ponselnya yang ada di atas meja berdering. Dia menatap Li Yunhan sejenak, sebelum akhirnya kembali melihat ke arah ponsel untuk memastikan siapa penelpon yang sudah menyelamatkan dirinya dari penyelidikan sang tunangan.

“Ibu,” ucap Su Wanwan memberi tahu Li Yunhan mengenai identitas penelpon.

Li Yunhan menghela napas pasrah, “Angkatlah,” ucapnya lembut sembari membalas tatapan Su Wanwan dengan penuh cinta seolah-olah hanya dirinyalah di dunia ini yang memiliki cinta untuk wanita itu.

“Halo, Ibu, ada apa?” Su Wanwan tidak berbasa-basi lagi ketika mengetahui Mu Yanrao—sang ibu tercinta yang menjadi dewa penyelamatnya saat ini.

“Apa menghubungimu pun harus punya alasan?” balas Mu Yanrao dengan sengit.

Jika Su Wanwan saat ini berhadapan langsung dengan Mu Yanrao, dia pasti sudah mendapatkan tatapan sengit juga dari wanita itu.

"Tidak, aku pikir ada sesuatu hal yang penting,” sanggah Su Wanwan cengengesan. Dia bicara pada Mu Yanrao, tetapi tatapan penuh cinta dia layangkan pada Li Yunhan yang masih setia duduk di sisinya.

Pria itu dengan penuh kelembutan dan kasih sayang menggenggam jemari tangan Su Wanwan dan membalas tatapannya dengan cinta yang lebih besar lagi.

Setidaknya, kehadiran Li Yunhan sedikit banyak bisa mengurangi kegundahan di hati Su Wanwan.

“Oh, kalau tidak ada hal penting, Ibu tidak boleh menghubungimu?” Lagi-lagi nada suara Mu Yanrao terdengar sarkas saat berbalik melemparkan pertanyaan pada putri yang sudah sangat dia rindukan.

Su Wanwan memutar bola matanya, ‘Salah lagi,’ batinnya menggerutu. “Boleh, Ibu boleh menghubungiku kapan dan di mana pun Ibu mau,” sahut Su Wanwan pada akhirnya.

Berdebat dengan sang ibu tidak akan memberikannya kemenangan karena wanita itu tidak akan pernah mau mengalah. Jadi, lebih baik dia mengalah daripada membuang tenaga secara sia-sia.

Untuk mengalihkan pembicaraan, Su Wanwan menanyakan kabar Mu Yanrao. Akan tetapi, wanita itu tidak membiarkannya lepas begitu saja.

Mu Yanrao malah memarahi Su Wanwan karena sudah setahun terakhir tidak pulang hingga mengatakan putrinya itu sudah lupa arah jalan pulang. Bahkan, dia juga memarahi sang putri karena jarang memberi kabar.

Su Wanwan menghela napas lelah. Berhasil menghindari pertanyaan Li Yunhan, dia malah dihadapkan dengan pertanyaan Mu Yanrao yang terus beranak pinak. Bahkan, wanita yang sudah melahirkannya itu mengungkit masalah pulang yang ingin dilupakannya.

Jika bukan karena mengingat kedua orang tuanya yang semakin hari semakin renta, Su Wanwan pasti sudah benar-benar melupakan arah jalan pulang.

Karena sejak berseteru dengan keponakannya, Su Wanwan memilih pergi dari rumah dan tinggal di kota yang berbeda dengan orangtuanya. Wanita itu beralasan ingin berdikari, padahal dia hanya ingin menghindar dan hanya akan pulang ketika dia ingin.

Dampaknya, kini Su Wanwan merasakan sesaknya rindu!

“Aku merindukanmu, Ibu.” Mata Su Wanwan sudah berkabut karena belum menemukan obat penawar rindunya.

Melihat Su Wanwan bersedih, Li Yunhan merangkul dan mengelus kepala calon istrinya itu.

Su Wanwan tersenyum pada Li Yunhan, lalu lanjut bicara pada sang ibu. "Aku bukannya tidak mau pulang, tapi pekerjaanku belum bisa ditinggalkan. Apalagi ini sudah mendekati akhir tahun, perusahaan semakin sibuk.”

“Ibu bosan dengar alasan kamu,” ketus Mu Yanrao. Pasalnya, Su Wanwan memang selalu menggunakan alasan yang hampir sama setiap kali ditanya masalah kapan pulang.

“Aku tidak beralasan, Ibu.” Su Wanwan dengan sabar memberikan pengertian pada ibunya.

“Hmmm” Mu Yanrao menghela napas kasar, dia enggan memperpanjang perdebatannya dengan sang putri. “Tahun baru nanti, kamu pulang, kan?”

“Aku tidak—”

Belum selesai Su Wanwan bicara, Mu Yanrao sudah lebih dulu memotong dan bertanya cepat, “Kenapa?”

“Aku sibuk, Bu,” sahut Su Wanwan menggigit bibir bawahnya, dia merasa bersalah karena sudah membohongi sang ibu.

Tanpa dipertanyakan, Mu Yanrao sudah bisa menebak Su Wanwan pasti menolak pulang dan putrinya itu akan memuntahkan beberapa patah kata untuk dijadikan alasan ketidakpulangannya seperti tahun lalu.

Jadi, kali ini Mu Yanrao memaksa Su Wanwan. “Ibu tidak mau tahu, pokoknya kamu harus pulang sebelum malam tahun baru nanti!"

“Bu, aku benar-benar tidak bisa pulang. Aku—”

"Ibu tidak mau mendengar alasanmu lagi!" Mu Yanrao menyela ucapan Su Wanwan, tidak memberikan kesempatan pada sang putri untuk memuntahkan lebih banyak omong kosong. "Cukup tahun kemarin saja kamu tidak ikut kumpul keluarga, tahun ini kamu wajib ikut dan bawa juga tunanganmu!”

Mu Yanrao tidak ingin dibantah, dia tidak ingin putri kesayangannya kesepian pada malam tahun baru seperti tahun lalu. Dia bukannya tidak tahu alasan Su Wanwan enggan pulang dan berkumpul bersama keluarga besar, padahal di saat bersamaan putrinya itu juga merasa sedih.

Namun, Mu Yanrao memilih pura-pura tidak tahu agar tidak membuat Su Wanwan merasa semakin tidak nyaman.

Untuk beberapa saat Su Wanwan membungkam hingga akhirnya dia bertanya dengan hati-hati. “Apa … dia pulang juga?”

‘Dia’ yang dimaksud oleh Su Wanwan, Mu Yanrao jelas tahu siapa orangnya.

Dialah Gu Linchao—keponakan yang dihindari oleh Su Wanwan selama beberapa tahun belakangan.

Su Wanwan akan menghindari setiap pertemuan keluarga atau hal apa pun yang berkaitan dengan Gu Linchao. Entah apa penyebabnya, Mu Yanrao tidak tahu pasti, hanya sekadar tahu pria itulah yang sedang dihindari oleh sang putri.

Mu Yanrao menghela napasnya, lalu berkata, “Gu Linchao tidak pulang, dia pergi ke luar negeri untuk perjalanan bisnis.”

Mendengar itu, Su Wanwan menghela napas lega. Dia pun bertanya dengan nada suara yang terdengar antusias. “Benarkah?”

“Iya, mungkin akan pulang setelah tahun baru,” sahut Mu Yanrao. "Jadi, kamu pulang, ya?" bujuknya dengan lemah lembut. Bahkan, wanita itu hampir menangis. "Ibu dan ayah sudah sangat merindukanmu."

Mata indah Su Wanwan berkedip dan setetes cairan bening keluar dari sana, "Aku juga merindukan Ibu dan ayah."

"Kalau gitu, kamu dan Li Yunhan akan pulang, kan?"

Su Wanwan tidak menjawab, dia masih enggan pulang. Bukan karena tidak ingin bertemu dengan kedua orangtuanya, Su Wanwan hanya takut Gu Linchao yang dikabarkan tidak pulang tiba-tiba muncul di depan matanya.

"Su Wanwan." Mu Yanrao mendesak.

“Iya, aku akan pulang bersama Li Yunhan,” sahut Su Wanwan pada akhirnya.

Setelah bertukar beberapa patah kata lagi dengan sang ibu, sambungan telepon berakhir.

“Ibu minta kamu pulang bersamaku?” Li Yunhan langsung bertanya setelah Su Wanwan meletakkan kembali ponselnya di atas meja.

Su Wanwan mengangguk dengan tatapan tertuju tepat pada manik coklat Li Yunhan.

“Memang kita seharusnya pulang, kan? Orang tua kamu juga seharusnya ikut serta dalam perencanaan pernikahan kita.”

Sebelumnya, Li Yunhan sudah membawa keluarganya menemui keluarga besar Su Wanwan untuk melamar wanita itu. Hanya saja, mereka belum kembali bertemu untuk membicarakan pernikahan Li Yunhan dan Su Wanwan. Akan tetapi, keduanya malah sudah sibuk mempersiapkan segala keperluan untuk pernikahan mereka yang akan diadakan dua bulan lagi.

Su Wanwan tersenyum senang, “Kamu setuju pulang bersamaku?”

"Tentu saja. Aku mencintaimu dan harus pulang bersamamu untuk membicarakan pernikahan kita.”

Perasaan cinta Li Yunhan, sudah tidak Su Wanwan ragukan lagi!

“Terima kasih, aku juga sangat mencintaimu.” Su Wanwan memeluk Li Yunhan dengan erat.

***

Suasana di kediaman Su cukup meriah setelah beberapa saat lalu Mu Yanrao menyambut kepulangan Su Wanwan dengan tangisan. Su Wanwan juga menangis di dalam pelukan sang ibu dan isak tangis mereka pada akhirnya mengundang rasa sedih semua orang hingga tidak ada yang bisa menahan diri untuk tidak menangis juga.

Saat ini, mereka tengah duduk di ruang keluarga, sementara jamuan makan malam belum dimulai karena ada beberapa anggota keluarga yang belum datang.

“Jadi, Li Yunhan, kapan kamu akan menikahi anak saya?” Tuan Su—ayah Su Wanwan—membuka suara.

Su Wanwan sudah lebih dari setahun terikat janji pernikahan dengan Li Yunhan, tetapi Tuan Su sama sekali belum mendengar pria muda yang tengah duduk sembari menggenggam tangan putrinya dengan mesra, membicarakan hari pernikahan.

Dia sudah tua dan tidak ingin putrinya terus berada dalam hubungan yang tidak mengalami kemajuan. Setidaknya, Tuan Su ingin melihat putrinya bahagia menikah dengan pria pilihan sebelum dirinya menutup mata.

Bahkan, keinginan terbesar Tuan Su adalah mengantarkan Su Wanwan naik ke atas altar sebelum akhirnya menyerahkan tangan sang putri kepada calon menantunya untuk dijaga dengan sepenuh hati.

“Saya akan menikahi Su Wanwan dua bulan dari sekarang, Paman,” sahut Li Yunhan penuh percaya diri, membuat semua orang kaget.

Meski begitu, semua orang berbahagia untuk Su Wanwan.

"Apa aku mengganggu kebahagiaan semua orang?"

Ketika suara dingin itu melayang masuk ke ruang keluarga, kebahagiaan Su Wanwan langsung melayang tak berjejak.

Su Wanwan membeku tanpa sadar, dia pun mengangkat kepala hanya untuk menatap seseorang yang kehadirannya tidak diharapkan.

Gu Linchao ....

Apa Kau Sudah Menerima Paket Dariku?

‘Bukankah Ibu bilang dia tidak akan datang karena berada di luar negeri? Kenapa tiba-tiba muncul di sini?’ Su Wanwan bergumam, sementara hatinya sudah merasa tidak nyaman dengan kehadiran sang keponakan yang hanya tiga tahun lebih muda darinya.

Dialah Gu Linchao, orang terakhir di dunia ini yang ingin Su Wanwan temi. Akan tetapi, kini pria itu sudah berdiri di depan pintu Kediaman Su seperti patung es, bahkan aura dingin mencekam yang dibawanya sampai menyebar hingga ke seluruh penjuru ruangan yang semula terasa hangat.

Pria yang memancarkan keagungannya itu tengah mengenakan kemeja putih berbalut jas hitam dan dipadukan dengan celana panjang yang juga berwarna hitam.

Di sisi lain, seorang wanita mengenakan maxi dress tali spaghetti berwarna hitam dengan belahan yang memperlihatkan paha mulus dan betis jenjangnya, tengah menggandeng mesra lengan Gu Linchao.

Sepasang anak manusia yang berpakaian formal dan terlihat sangat serasi itu memasuki Kediaman Su dengan segala pesona yang mereka miliki hingga hampir menghipnotis semua penghuni di sana.

Gu Linchao membawa wanita dalam gandengannya untuk menyapa keluarga besar ibunya, kemudian duduk di sofa yang ada di depan Su Wanwan sembari menyapa wanita itu.

"Bibi." Nada suara Gu Linchao terdengar sarkastik ketika menyapa Su Wanwan yang sedang bergandengan tangan dengan Li Yunhan. Tatapan pria itu pun begitu tajam mengalahi belati, seolah-olah hendak memutuskan pegangan erat antara Li Yunhan dan Su Wanwan.

Su Wanwan semakin tidak nyaman ketika mendengar sapaan Gu Linchao yang terdengar tidak bersahabat, ditambah dengan tatapan membunuh seolah-olah dirinya punya segudang kesalahan pada pria itu.

Namun, Su Wanwan mencoba mengabaikannya dan hanya tersenyum tipis penuh paksaan untuk membalas sapaan Gu Linchao sebagai formalitas agar ketidaknyamanannya tidak menular pada orang lain yang juga hadir di sana.

Tidak hanya Su Wanwan, Yanrao juga terkejut dengan kehadiran Gu Linchao yang begitu tiba-tiba. Jadi, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, "Linchao, kamu bilang tidak bisa pulang?"

Wanita yang sudah lansia itu ingin menunjukkan pada Su Wanwan bahwa dirinya tidak berbohong, bahkan dia juga tidak menginginkan kehadiran sang cucu merusak suasana hati putrinya.

Tatapan Gu Linchao hanya seperkian detik tertuju pada Yanrao, sebelum akhirnya pria itu menatap Su Wanwan dan menjawab, “Aku merindukan keluarga.”

Kalimat Gu Linchao tentu saja mengandung makna yang dalam dan hanya tertuju untuk Su Wanwan yang semakin tidak nyaman.

Kemudian, Gu Linchao berbalik menatap Yanrao dan bertanya dengan sikap acuh tak acuh. "Kenapa? Nenek tidak suka aku pulang?"

Wajah Yanrao berubah pias, tetapi dia tetap menyunggingkan senyumannya. "Bukan begitu, Nenek pikir kamu masih di luar negeri dan tidak akan pulang karena kesibukanmu."

"Meskipun sibuk, aku harus meluangkan waktu untuk berkumpul bersama keluarga," sahut Gu Linchao datar, tetapi tatapannya kembali lurus ke arah Su Wanwan. "Lagipula, kalian akan membahas tentang pernikahan bibiku, bagaimana mungkin aku tidak hadir?" Tatapannya yang semakin dalam tertuju lekat pada Su Wanwan saat dia dengan sengaja menekankan kata 'bibiku'.

Su Wanwan kesal pada tingkah Gu Linchao yang mencoba memojokkannya berkali-kali dan merasa dia begitu penting hingga harus ikut hadir dalam acara makan malam keluarga. Bahkan, melihat tatapannya saja Su Wanwan mengira Gu Linchao sedang meminta penjelasan, kenapa tidak mengajak dia untuk berdiskusi.

Padahal, pembicaraan pernikahan antara Li Yunhan dan Su Wanwan sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan keberadaan Gu Linchao dan akan tetap berjalan lancar meskipun dia tidak hadir.

"Sudahlah, sebaiknya kita makan dulu, nanti baru lanjut bicara lagi," ujar Isabella—ibunya Gu Linchao—wanita yang meminta Tuan Su menunda acara makan malam sampai Gu Linchao tiba.

Dan penyebab penundaan itu tentu saja tidak diketahui oleh Yanrao, apalagi Su Wanwan hingga keduanya dibuat terkejut akan kehadiran pria itu.

Begitu saja, acara makan malam tetap berlanjut sebagaimana mestinya meskipun dalam suasana yang cukup canggung sebelum akhirnya Li Yunhan berhasil mencairkan suasana dan pembicaraan mengenai pernikahannya dengan Su Wanwan pun berjalan lancar.

Di saat bersamaan, Su Wanwan juga merasa lebih tenang setelah mengetahui Xu Yingwei—wanita yang selalu melekat pada Gu Linchao seperti perangko adalah tunangan dari sang keponakan.

'Baguslah, dia sudah punya tunangan dan itu artinya … dia sudah menyerah, kan?' batin Su Wanwan merasa lega karena berpikir dengan adanya tunangan, Gu Linchao tidak akan mengganggunya lagi seperti di masa lalu.

Dengan begitu, Su Wanwan pun mengabaikan keberadaan Gu Linchao seolah-olah sang keponakan adalah makhluk tak kasap mata dan sebagai gantinya, dia hanya terus menikmati kemesraan yang Li Yunhan suguhkan sepanjang malam itu.

Tanpa Su Wanwan sadari, bahaya tengah mengintai!

Gu Linchao yang duduk tidak jauh dari Su Wanwan, tengah memberikan tatapan dingin dan penuh peringatan atas aksi Li Yunhan yang menebar kemesraan tanpa sungkan.

Di sana, Li Yunhan menyampirkan jas yang dia kenakan ke bahu Su Wanwan agar calon istrinya itu tidak kedinginan. Bahkan, Li Yunhan juga menggosok telapak tangan Su Wanwan dan menghembuskan uap dari mulutnya.

Entah apa yang mereka bicarakan dengan senyum mesra yang tidak pernah luntur dari wajah keduanya, Gu Linchao tidak peduli, dia hanya menatapnya saja dengan hati memanas, juga kepala berasap.

Jika saja hati Gu Linchao tidak terlindungi oleh rongga dadanya, pastilah bau hangus karena terbakar cemburu sudah menyeruak ke mana-mana.

'Kenapa Gu Linchao melihat bibinya seperti itu?' Xu Yingwei yang senantiasa berada di sisi Gu Linchao tentu saja menyadari perbedaan sikap dari sang tunangan.

Dia berkali-kali bergantian menatap Su Wanwan dan Gu Linchao, bahkan memberikan tatapan permusuhan pada Su Wanwan yang tidak melakukan kesalahan apa pun.

'Dia bahkan tidak pernah melihatku seperti itu.' Selain kesal, Xu Yingwei tentu saja cemburu pada Su Wanwan yang diperhatikan sedemikian rupa oleh Gu Linchao.

Pada saat itulah, Xu Yingwei merasa posisinya sebagai tunangan Gu Linchao mulai terancam. Padahal, selama bertunangan dengan Gu Linchao, tidak ada wanita mana pun yang bisa mengancam Xu Yingwei hingga dia harus waspada pada Su Wanwan yang bahkan tidak memperdulikan kehadiran tunangannya itu.

"Li Yunhan, aku ke toilet dulu." Su Wanwan berbisik di dekat telinga Li Yunhan dan di mata Gu Linchao, itu malah terlihat seperti Su Wanwan sedang memberikan kecupan mesra pada Li Yunhan.

Detik berikutnya, Su Wanwan sudah berdiri, tetapi Li Yunhan belum melepaskan genggamannya dari sang tunangan. "Aku temani?"

Li Yunhan terlihat enggan melepaskan Su Wanwan pergi ke mana pun sendirian meski mereka saat ini berada di rumah wanita itu.

Su Wanwan tersenyum hangat, lalu menggelengkan kepalanya dan berkata, "Jangan, aku bisa sendiri."

"Baiklah, aku menunggumu di sini dan kalau terjadi apa-apa, kabari aku segera."

Su Wanwan tidak mengatakan apa pun dia hanya menggelengkan kepalanya, merasa ucapan Li Yunhan cukup konyol.

Apa yang bisa terjadi pada Su Wanwan di rumahnya sendiri?

Di sisi lain, Gu Linchao langsung meraih ponsel dan meletakkan benda pipih itu pada telinganya seolah-olah ada yang menghubunginya ketika melihat Su Wanwan berdiri dan berjalan menjauh dari Li Yunhan.

"Aku angkat telepon dulu," ujar Gu Linchao pada Xu Yingwei tanpa mengeluarkan suara, hanya menggerakkan bibir dan lidahnya saja.

Pria itu pergi tanpa menunggu respon dari Xu Yingwei dan berbelok arah ke kamar mandi untuk menghampiri Su Wanwan. Dia sudah cukup lama menunggu kesempatan untuk mendekati wanita itu. Jadi, dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada.

Selama menunggu Su Wanwan keluar, Gu Linchao bersandar pada dinding sembari menghisap rokok dan ketika menyadari pintu kamar mandi terbuka, pria itu langsung memadamkan dan membuang puntung rokoknya ke dalam tempat sampah yang berada di sebelahnya.

Gu Linchao berdiri tegap sekaligus menghalangi langkah Su Wanwan yang tampak terkejut karena kehadiran dan tindakannya itu.

"Gu—Gu Linchao," sapa Su Wanwan terbata-bata. "Apa yang kau lakukan di sini?" Dalam sekejap wanita itu bisa menguasai dirinya agar tidak lagi terlihat gugup berada di dekat Gu Linchao.

"Tentu saja menunggumu, Bibi," sahut Gu Linchao dengan senyum miring yang tersungging di wajah tampan dan selalu memberikan kesan dingin pada siapa pun.

"Apa yang kau inginkan?" Su Wanwan mendongakkan kepalanya, bersikap seakan-akan tengah menantang Gu Linchao. Padahal, dia bersikap begitu karena tubuh Gu Linchao menjulang tinggi, sementara dirinya hanya sebatas dada pria itu.

"Apa kau sudah menerima paket dariku?" Gu Linchao menaikkan sebelah alisnya, sementara sebelah sudut bibirnya masih terangkat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!