NovelToon NovelToon

Dark Desires Mr. Possessive

Prologue

Kehidupan glamor di kota T merupakan kebalikan dari hidup yang harus Ayana jalani.

hidup berpindah- pindah dari satu keluarga ke keluarga lainnya, membuat Ayana tumbuh menjadi sosok yang pendiam dan penurut.

Ayana tidak suka saat dia harus beradaptasi dengan lingkungan baru, lagi dan lagi, terutama apabila dia harus mendapatkan keluarga yang lebih buruk daripada keluarga yang sebelumnya.

Maka dari itu, sebisa mungkin Ayana membuat dirinya berguna. Bangun sangat pagi, mempersiapkan sarapan dan membersihkan rumah, sudah menjadi kewajiban Ayana setiap harinya.

keluarga ke enam yang menampungnya kini tidak mengizinkan Ayana untuk bersekolah dengan alasan; uang untuk biaya pendidikan Ayana sudah habis digunakan untuk biaya makannya.

Padahal mereka hanya memberi makan Ayana sekali sehari dengan porsi yang sangat kurang bagi perutnya yang kecil.

kini, Ayana sudah berusia delapan belas tahun, itu berarti sebentar lagi bantuan dari institusi, bagi anak- anak seperti Ayana, akan diberhentikan.

Bantuan ini berupa uang dengan jumlah yang lumayan.

salah satu motif keluarga- keluarga yang mengadopsi Ayana sebelumnya.

Mereka melepas Ayana karena mendapatkan anak adopsi lain yang jauh lebih penurut darinya.

itulah sebab, bagaimana Ayana mendapatkam sifatnya yang seperti ini.

"Ayana!!!" teriak Bertha dengan suaranya yang melengking tinggi.

Ayana terbangun dan terkejut karena matahari sudah tinggi di atas kepala.

Dia ketiduran.

Dengan sigap dan jantung berdegup, Ayana segera melompat turun dari ranjang, seperti cheetah yang mengejar mangsa.

Dengan langkahnya yang tertatih dan sedikit sempoyongan, Ayana berlari menuju sumber suara melengking ini.

Rumah dua lantai ini cukup besar bagi Ayana untuk sampai ke tempat Bertha berada dalam waktu singkat.

Tidak biasanya Ayana bangun sesiang ini kalau bukan karena kemarin dia harus menjalani hukuman dari Timothy, ayah angkatnya.

Timothy dan Bertha mengurung Ayana seharian dan lupa memberinya makan.

Mereka juga mungkin akan lupa padanya kalau saja mereka tidak butuh dirinya untuk mempersiapkan makan malam.

Ayana masih dapat merasakan tubuhnya yang sakit dan sedikit demam karena mereka mengurungnya tepat setelah menyiramkan air bekas cucian ke sekujur tubuhnya.

Tubuh Ayana yang kuyup harus menahan lapar hingga bajunya kering di badan.

Ayana pikir, mungkin karena itulah sekarang dia merasa sedikit demam.

Padahal, kesalahan Ayana hanyalah karena dia lupa membereskan kamar Lilian, putri mereka, tepat waktu, sehingga saat dia baru pulang dari kampus, kamar tersebut masih berantakan.

"Maaf ibu, Ayana akan siapkan sarapannya sekarang..." Ayana berkata takut- takut setelah dia sudah berdiri tepat di hadapan ibu asuhnya ini.

Tapi, wanita bertubuh gempal itu mengibaskan tangannya dengan tidak sabar, "sudah! ke ruang tamu sana!" sergah wanita itu.

Walaupun Ayana tidak mengerti apa yang Bertha inginkan, tetap saja dia menurut dan berjalan menuju ruang tamu.

Biar bagaimanapun juga, reaksinya ini lebih baik daripada yang Ayana perkirakan.

Di ruang tamu, Timothy tengah berbicara pada dua orang tamunya, yang keduanya adalah pria berjas hitam dan terlihat penting.

"Ayana buatkan minuman untuk mereka?" Ayana berbalik untuk bertanya pada Bertha, karena dia melihat tidak ada secangkir minuman apapun di meja untuk para tamu.

"Tidak usah!" gerutu Bertha dan lalu membalikkan tubuh Ayana, yang memiliki suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya, untuk menghadap para tamu dan suaminya.

"Ini Ayana," ucap Bertha, memperkenalkan Ayana pada mereka.

Dengan hampir bersamaan, ketiga orang yang duduk di sofa membalikkan badan mereka dan mengalihkan perhatiannya pada Ayana.

"Bagus, kan?" tanya Bertha seolah menunjukkan pajangan piring koleksinya alih- slih seorang gadis muda. "Jadi, berapa harganya?"

Dijual (1)

"Jadi, berapa harganya?" tanya Bertha dengan nada acuh. Kerutan samar tampak diantara kedua alisnya.

Untuk sesaat, Ayana hanya terdiam di sana, bingung.

Apa maksudnya dengan 'berapa harganya'? Tidak mungkin, kan kalau ibu tengah membicarakan aku...

Tapi, pertanyaan terakhir Ayana terjawab ketika salah satu dari pria berpakaian rapih itu berdiri dan memperhatikan Ayana dari ujung kaki hingga ke ujung kepala.

Dibawah tatapannya yang tajam, Ayana merasa tidak nyaman dan memilih untuk mengambil dua langkah mundur, hendak menyembunyikan dirinya di balik tubuh ibu asuhnya yang gempal.

Tapi, pria itu dengan cekatan mengulurkan tangannya dan menarik tubuh Ayana mendekat.

Ayana meronta, tapi usahanya untuk melepaskan diri pupus begitu saja ketika mendengar umpatan Bertha yang menyuruhnya untuk diam.

"Diam anak brengsek!" sambil bicara, Bertha mencengkeram bahu Ayana dengan sangat keras hingga membuat gadis itu meringis kesakitan.

Namun, pria kedua menegurnya dengan suara pelan dan terkesan tidak peduli.

"Jangan sampai luka, kalau tidak harganya bisa turun banyak." Pria itu memperingatkan dan kata- katanya ini mampu membuat bahu Ayana terselamatkan dari kuku- kuku tajam milik Bertha.

"Apa maksudnya itu?" Ayana baru menyadari kalau mereka tengah membicarakan dirinya, atau lebih tepatnya tengah 'menilai' dirinya.

Untuk apa?

Meskipun Ayana bertanya demikian, tampaknya dia sudah mengetahui jawabannya dan pemahaman ini membuat tubuhnya bergidik.

"Tidak usah banyak tanya!" sergah Bertha lagi. Dia selalu seperti ini, seolah dengan menjawab pertanyaan Ayana, waktunya akan terbuang dengan percuma.

Ayana tersentak begitu tangan pria itu, dengan kasar, menyentuh kulitnya; dari wajah, pipi, rahangnya hingga ke lehernya.

"Jangan sentuh!" seru Ayana dengan gusar. Dia menepis tangan pria itu ketika dia akan menyentuh dada Ayana.

Gadis itu melangkah mundur, berniat melarikan diri dari lelaki kurang ajar ini dan juga kedua orang tua asuhnya yang tidak melakukan apapun saat dirinya hendak dilecehkan.

Namun, cengkeraman Bertha yang erat di pergelangan tangannya membuat Ayana harus mengurungkan niatnya.

Beruntung bagi Ayana kali ini karena pria itu tidak lagi berniat untuk maju dan mendekati gadis itu lagi.

Pria kedua kemudian bangkit dari sifa dan berjalan mendekat, berdiri disamping pria pertama. "Bagaimana?" tanyanya.

"Dadanya kurang besar," jawab pria itu singkat.

Mendengar kalimat tersebut, lagi- lagi Ayana terkesiap.

Bagaimana mungkin seorang pria bisa berkata hal seperti itu dengan sangat santai?!

Tanpa bisa Ayana hindari, wajahnya menjadi panas dan memerah.

melihat reaksi alami Ayana, membuat pria kedua tersenyum penuh makna. Dia mengangguk dengan ekspresi wajah yang puas.

"Tapi, dia memiliki hal lain yang lebih menarik," gumamnya. "Baiklah kalau begitu, kami akan membayar sesuai kesepakatan," putusnya sambil menatap Ayana kembali.

Ada sesuatu di dalam tatapan itu yang memvuat Ayana sama sekali tidak nyaman, walaupun jarak mereka sekitar empat langkah, tapi Ayana merasa pria ini mampu menelanjanginya hanya dengan menatapnya saja.

"Kami akan datang lagi nanti malam, siapkan saja dia." Pria kedua itu mengangguk pada Ayana, sebelum akhirnya melangkah pergi bersama temannya.

"Ibu, apa maksudnya ini?" Ayana menelan ludah dengan susah payah, tidak yakin kalau dia mau mendengar jawaban ibu asuhnya.

"Mulai nanti malam kamu tidak akan tinggal di sini lagi," Bertha berkata sambil berjalan ke arah suaminya yang masih duduk di sofa sambil merokok dengan asap yang pekat.

"Ayana... Ayana dikembalikan ke institusi lagi?" Ayana bertanya dengan raut wajah yang sulit dibaca.

Namun, tidak ada jawaban dari Bertha dan Timothy.

Tepat pada saat itu, Ayana berharap dia bisa dikembalikan ke institusi penampungan yang mewadahi anak-anak seperti dirinya saja, karena dia menyadari perbuatan ilegal apa yang akan dilakukan sepasang suami isteri ini.

Dijual (2)

Di kota T ini, kasus perdagangan manusia masih sangat tinggi. Menjadi Ibukota, kota T sangatlah padat dengan berbagai macam kasus kejahatan.

Beberapa orang mungkin tidak menyadari hal ini, karena kemewahan dan pola hidup yang berlimpah harta mampu menghindarkan mereka dari takdir mengerikan yang bisa menjadikan mereka barang dagangan.

Seperti halnya takdir yang akan Ayana alami tidak lama lagi.

Ayana pernah mendengar hal ini. Bahkan bisa dikatakan sering.

Saat anak- anak remaja seusianya beranjak dewasa dan tidak memiliki keluarga yang cukup baik untuk benar- benar menjadikan mereka bagian dari keluarga, maka mereka akan dijual ke pasar gelap.

Sayangnya, tidak ada yang pernah benar- benar kembali untuk menceritakan lagi apa yang mereka alami di sana.

beberapa orang mengatakan mereka akan di siksa sampai mati, dilecehkan dan tindakan- tindakan brutal lainnya yang jauh lebih mencekam, bahkan, dari mimpi terburuk mereka.

Itu hanya praduga saja, tapi lebih mendekati seperti kenyataan dan Ayana tidak mau berakhir seperti setragis cerita- cerita tersebut.

Maka dari itu, dia berniat untuk melarikan diri.

Tidak peduli dia memiliki tujuan atau tidak, yang pasti Ayana harus keluar dari rumah ini lebih dulu.

Kalaupun nanti dia tertangkap pihak berwenang, hal tersebut jauh lebih baik daripada berakhir di pasar gelap tempat mereka memperdagangkan manusia seperti barang.

Permasalahannya adalah; Ayana telah dikurung di kamarnya sepanjang pagi dan siang ini. Bahkan dia hanya di izinkan ke kamar mandi dua kali.

Kamarnya tidak memiliki balkon ataupun pintu lain yang dapat memungkinkannya agar bisa pergi dari tempat ini.

Hanya ada satu jendela dengan teralis lapuk di salah satu dinding kamarnya.

Berbekal keputus asaan dan nekat, Ayana menggunakan koin untuk membuka sekrup- sekrup dari besi- besi tua tersebut.

Dia mengerjakan hal ini sepanjang siang.

Begitu matahari hampir terbenam dan hari semakin gelap, pekerjaannya hampir selesai.

Ayana mengeluarkan pekikkan tertahan saat dia mendengar suara kunci pintu kamarnya diputar dan sosok Lilian masuk kedalam.

Dengan sigap dan cekatan, Ayana segera menyembunyikan sekrup- sekrup yang sudah terlepas dari engselnya dan memasang wajah yang tak terbaca.

"Ini baju yang akan kamu pakai malam ini." Lilian meletakkan gaun tanpa lengan berwarna putih di tangannya ke atas tempat tidur dan duduk dengan seenaknya tanpa menunggu dipersilahkan. "Selamat menikmati, ya." Dia memberikan Ayana senyum miringnya sambil tertawa sinis.

"Apa maksudmu?" Walaupun mengetahui jawabannya Ayana tetap saja bertanya.

"Jangan pura- pura tidak tahu," ucapnya lamat- lamat. "Kamu pasti sudah menduga kemana kamu akan berakhir malam ini."

Ayana terdiam, air matanya sudah menggenangi matanya, tapi berusaha untuk dia tahan agar tidak terjatuh.

Lagi- lagi dia mendapatkan keluarga yang tidak menginginkannya. Bukan hanya itu, mereka juga ingin menjualnya, padahal keluarga ini sudah berkecukupan.

"Selentingan yang ku dengar, disana tidaklah begitu buruk. Kamu hanya perlu melayani beberapa pria setiap malamnya."

lalu Lilian tertawa kecil sambil menutupi bibirnya yang kemerahan. Tawa mengejek yang sudah Ayana dengar sejak lima tahun lalu dia berada di rumah ini.

"Kalau memang sebegitu menyenangkannya, kenapa tidak kamu saja yang pergi?!" Ayana berkata dengan gusar. Entah darimana datangnya keberanian ini, tapi langkah ini bukanlah sikap yang bijak untuk Ayana ambil dalam situasinya yang seperti ini.

Karena apa yang dia dapat setelahnya sama sekali tidak sepadan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!