NovelToon NovelToon

Subhanallah Cinta Ini...

Di hari pertama setelah pernikahan

"Mas Arlan, tungguin Daniah!"

Daniah berlari dari dalam kamar menuju ruang tamu menyusul Arlan, untuk berangkat bersama-sama. Gadis berusia 18 tahun, berwajah manis dan putih serta memiliki tahi lalat ditengah-tengah alisnya, matanya bulat, dan rambutnya yang terbungkus oleh jilbab putih menambah keindahan dirinya itu berlari secepat mungkin, agar tidak tertinggal oleh Arlan-suaminya.

"Yah, makannya jangan lambat jadi orang! Ditinggal baru tahu rasa!" Dengus Arlan dingin dan datar.

Arlan adalah pria berusia 30 tahun yang dingin dan sangat pemarah. Memiliki wajah tampan dengan tinggi badan 175cm serta perawakan yang seperti atlet, itu menyilangkan kedua tangannya sambil menatap dingin isteri mudanya itu.

"Ih, Mas Arlan! Kok, ngomongnya gitu sama Daniah! Jangan suka marah-marah, nanti tuanya kecepetan. Daniah kan masih muda, malu dong kalau pas gandengan, Mas Arlan nya keliatan tua," sahut Daniah melepas canda dengan Arlan.

Arlan hanya menyipitkan matanya kesal. Lalu, menggeleng pelan dan berbalik kembali melangkah meninggalkan Daniah.

"Eh, tunggu!" seru Daniah kembali mengejar langkah Arlan yang cepat.

Mereka pun segera berangkat bersama-sama. Kini Arlan harus mengantar Daniah sekolah sebelum pergi ke kantornya. Baginya mempunyai isteri yang masih sekolah itu sangat merepotkan dirinya.

Tidak ada perbincangan apapun selama dalam perjalanan. Ketika Arlan tiba mengantar Daniah hingga gerbang sekolahnya. Daniah mencoba bersalaman pada Arlan sebelum turun dari mobil.

"Mau ngapain?" tanya Arlan datar dan ketus.

"Salam. Daniah kan isterinya mas Arlan. Jadi, mulai sekarang Daniah harus hormat sama Mas Arlan," jawab Daniah dengan tatapan polosnya.

"Gak usah. Kamu gak perlu bersikap seperti seorang isteri. Dan sebisa mungkin, coba tolonglah untuk tidak mengangguku. Jika tidak penting jangan bicara padaku."

Daniah cemberut kesal karena pernyataan Arlan. "Yasudah, kalau begitu."

Daniah hendak akan keluar dari mobil. "Dan yah. Mulai besok, pergilah kesekolah sendiri. Jangan manja!" ujar Arlan.

"Yah, gak bisa gitulah, Mas Arlan! Rumah Mas Arlan kan jauh dari sekolahan Daniah. Ibu bilang, mulai sekarang akau tanggung jawab mas Arlan, kan? Jadi, Mas harus melakukan tanggung jawab Mas Arlan le Daniah," rengek Daniah memelas.

Arlan menghela nafas kasar dan memijat kepalanya pelan. "Daniah, kamu harus tahu! Aku sama sekali tidak pernah menganggap pernikahan kita. Bagiku, kamu hanyalah orang asing, dan aku tidak pernah menganggapmu sebagai tanggung jawabku. Sekarang turun!"

Daniah merasa sesak ketika Arlan mengatakan hal itu kepadanya. Ia tahu, bahwa pernikahannya itu bukan keinginan mereka berdua. Melainkan ada sebab mengapa pernikahan ini harus terjadi. Dan akan sangat bagi Daniah, untuk bisa membuat Arlan menerima dirinya. Ia membisu sambil menatap Arlan dengan berbinar-binar.

Arlan memalingkan wajahnya tidak peduli. "Pergilah! Atau kamu akan terlambat."

Dengan hati sedih Daniah turun dari mobil. Sejenak ia menatap berlalunya mobil Arlan sampai benar-benar menghilang dari pandangannya.

Daniah menghela nafas dan segera masuk. Ketika ia sampai di kelas, ia dapati Kevin tengah duduk di bangkunya sedang mengobrol dengan Ega sohibnya.

"Maaf, bisa kamu bangun? Aku mau duduk," ucap Daniah dengan lembut.

Lelaki bertubuh jangkung, dan penuh pesona itu pun berdiri dan segera menyingkir. Daniah segera duduk di bangkunya. "Oh, maaf. Silahkan!"

"Kenapa wajahmu ditekuk begitu pagi-pagi?" tanya Kevin ketika mendapati Daniah yang terlihat murung.

"Tidak papah. Suasana hatiku lagi kacau, jadi jangan ganggu aku!" balas Daniah.

"Hei hei hei! Ada apa? Kamu terlihat kesal?" sambar Ega menggoda Daniah.

"Kalian ini! Jangan ganggu Daniah, pergi pergi!" Seru Astrid mengusir mereka berdua sambil mendorong tubuh Ega agar menyingkir dari hadapan mereka.

"Daniah!" panggil Kevin. Daniah menoleh kepadanya. "Nanti siang saat istirahat, bisa kamu datang ke pohon besar dibelakang sekolah? Aku mau mengatakan sesuatu yang penting kepadamu," ujar Kevin.

Sejenak Daniah terdiam dan berpikir. "Baiklah."

***

Daniah pergi ke pohon besar dibelakang sekolah setelah istirahat tiba. Namun, ia datang tidak seorang diri. Melainkan bersama Astrid. Sebab, Daniah tidak mau kalau pergi sendirian. Apalagi ke tempat sepi seperti itu.

Tidak lama Kevin pun datang. "Daniah! Maaf, membuatmu menunggu."

"Tidak papah. Apa yang mau kamu katakan?"

Kevin sejenak terdiam dan melirik pada Astrid. Tatapannya itu membuat Astrid peka akan apa yang Kevin pikirkan saat ini.

"Ah, baiklah. Gue akan nungguin lo disana," ucap Astrid segera beranjak pergi meninggalkan mereka berdua.

"Eh Trid!" seru Daniah merasa tidak nyaman berduaan dengan Kevin disana.

"Daniah!" panggil Kevin begitu serius memberikan tatapan lekat pada Daniah.

"Hah?" sahut Daniah merasa begitu canggung.

"Sudah sangat lama aku ingin mengatakannya kepadamu. Daniah... Aku menyukaimu. Maukah kamu jadi pacarku?" ucap Kevin menatap Daniah penuh harapan.

Daniah tercengang bukan main. Jujur saja, Daniah pernah menyukai Kevin, dan perasaan itu masih ia simpan sampai sekarang. Namun, Daniah sudah memiliki komitmen, karena kini ia sudah menjadi seorang isteri. Tidak mungkin, jika ia harus menerima Kevin. Itu melanggar hukum agama. Daniah takut berdosa karena durhaka terhadap suami dengan berpcaran dengan lelaki lain.

"Maaf, Kevin. Aku tidak bisa," tolak Daniah meredupkan harapan yang terpnacar dari wajah Kevin.

"Kenapa? Kamu tidak menyukaiku?" tanya Kevin lagi.

"Bukan. Bukan begitu. Tapi, aku hany tidak bisa," jawab Daniah gelagapan dan kebingungan harus memeberi alasan apa karena telah menolaknya.

Ia tidak bisa menjelaskan situasinya saat ini. Karena ia dan Arlan sudah membuat janji, untuk tetap merahasiakan pernikahannya itu.

"Lalu, karena apa? Apa karena ada lelaki lain?" tanya Kevin lagi menyelidiki.

Daniah terbungkam rapat. Ia benar-benar tidak tahu harus memberi alasan apa pada Kevin.

"Maaf, Kevin. Aku tidak menjawab apapun. Intinya aku tidak bisa," balas Daniah sambil melangkah pergi meninggalkan Kevin menggantung pertanyaan Kevin.

"Daniah!" panggil Kevin mencoba menghentikan langkah Daniah. Namun, Daniah tidak peduli dan terua melangkah pergi meninggalkannya.

Astrid merasa keheranan dengan ekspresi dan langkah Daniah yang terburu-buru pergi seperti itu setelah bicara dengan Kevin. Ia pun segera menyusul langkah Daniah.

"Daniah! Ada apa?" tanya Astrid menyelidiki.

Daniah terhenti dan menatap Astrid dengan mata yang berkaca-kaca seolah tidak tahan menahan bendungan air matanya. Lalu, Daniah memeluk Astrid.

Astrid sangat kebingungan saat ini. Ada apa ini? Pikir Astrid. Sementara dalam hati Daniah, ia merasa begitu sangat terluka dengan semua ini. Daniah merasa begitu terluka.

Menunggu kepulangan Arlan

Hari menjelang malam. Daniah masih terpikirkan dengan penolakannya pada Kevin. Sekilas terlintas rasa sesal dalam hati Daniah ketika memikirkannya. Ia begitu menyukai Kevin, namun rasa suka itu ternyata harus ia simpan dan sembunyikan entah sampai kapan.

Saat ini Daniah tengah memasak untuk Arlan. Setelah shalat magrib dan mengaji ia langsung pergi ke dapur dan membuat makan malam untuk suaminya-Arlan. Namun, pikiran tentang Kevin kembali terlintas ditengah-tengah aktivitasnya saat memotong cabai. Membuat pikirannya kembali kacau.

"Astagfirullah, Daniah! Tidak, lupakan Kevin. Sekarang kamu sudah punya Mas Arlan. Fokuslah!" Daniah menggeleng cepat mencoba menyingkirkan pikiran tentang Kevin saat ini.

Daniah benar-benar terganggu oleh pikirannya tentang Kevin. Sampai-sampai, ia pun tidak sadar pisau itu malah mengiris jarinya hingga berdarah.

"Aww!" serunya seraya mengisap jarinya yang berdarah karena terkena irisan pisau. "Ya ampun, Daniah! Makannya fokus! Aduhh... Perih sekali!" gerutunya menegur dirinya sendiri.

Lalu, ia pun segera pergi mencari kotak P3K. Kemudian segera ia obati lukannya itu dan membalutnya dengan plester. Daniah kembali melanjutkan aktivitas memasak makan malam untuk Arlan. Tidak terasa waktu pun menjumpai waktu Isya.

Daniah segera menunaikan shalat Isya setelah selesai memasak. Tidak lupa ia selalu berdo'a dan meminta yang terbaik, bagi dirinya dan Arlan, juga bagi pernikahannya. Namun, yang paling ia utamakan dalam do'anya adalah meminta agar Allah membuka pintu hati Arlan, agar dapat menerima dirinya sebagai seorang isteri bagi Arlan.

Selesai shalat Isya, Daniah tidak langsung makan meski perutnya sudah keroncongan. Ia menunggu Arlan, agar ia bisa bisa makan malam bersama. Ia duduk dimeja makan, sambil sesekali melirik jarum jam yang terus berputar.

"Mas Arlan mana yah? Kenapa dia belum pulang? Daniah lapar banget!" gumam Daniah mencoba untuk tetap menahan rasa laparnya.

Waktu terus berputar dan berjalan. Hingga tidak terasa malam sudah mempekat. Daniah masih menunggu Arlan, sampai ia tertidur dimeja makan.

Pukul 10: 15, Arlan baru saja tiba dirumah. Tidak sengaja ia dapati Daniah yang tertidur dimeja makan, karena menunggunya. Arlan hendak akan membangunkan Daniah. Namun, ia urungkan niatnya itu ketika ia lihat makanan yang masih utuh diatas meja. Juga jari telunjuk Daniah yang diplester.

"Anak ini. Sudah aku bilang, dia tidak perlu melakukan semua ini. Mengapa terkekeh sekali? Dasar keras kepala," gumam Arlan.

Lantas, Arlan pun membiarkan Daniah tertidur disana dan meninggalkannya. Ia bersih-bersih, dan segera bersiap untuk tidur. Ia bahkan tidak peduli dengan apa yang telah Daniah lakukan untuknya.

Jam 02:45 Daniah terbangun. Ia terkejut ketika pandangannya melirik ke benda bulat yang menempel di dinding. Sontak Daniah terhenyak kaget mendapati malam hampir menjelang pagi.

Daniah celingak-celinguk mencari Arlan. Lalu, menatap makanan yang masih utuh diatas meja. Daniah menghela nafas kecewa, karena Arlan sama sekali tidak menghargai apapun yang Daniah lakukan untuknya.

"Sepertinya Mas Arlan tidak pulang malam ini," ucapnya lesu. Ia pun segera bangkit berdiri untuk pergi ke kamar.

Dengan mata yang masih mengantuk, Daniah berjalan menuju ranjang tidur. Lalu, tanpa melihat-lihat Daniah berbaring disamping Arlan dan melanjutkan tidurnya.

Tidak lama suara adzan shubuh berkumandang masuk kedalam telinga Daniah dan membangunkannya. Ketika Daniah membuka matanya, ia terbelalak kaget melihat wajah Arlan yang begitu dekat sekali dengan wajahnya. Mata Daniah turun menelusuri tubuh Arlan yang tidak memakai baju dan bertelanjang dada.

"Aaaaaaaa....!!" Daniah menjerit histeris dan langsung melompat karena terkejut.

"Berisik! Ada apa denganmu?!" seru Arlan ikut melompat terkejut karena suara ribut teriakan Daniah yang menggema hebat ditelinganya.

"Mas Arlan? Kapan Mas Arlan pulang? Dan kenapa Mas Arlan tidur disamping Daniah? Terus, kenapa Mas tidak memakai baju?" tanya Daniah begitu bertubi-tubi.

Arlan pun baru ingat kalau dirinya tengah bertelanjang dada. Arlan segera mengambil selimut dan menutupi tubuhnya. Ia menjadi gelagapan dan salah tingkah karena hal itu.

"Semua ini salahmu!"

"Kok, jadi salah Daniah?"

"Yah, siapa suruh kamu tidur disini? Kita kan sudah sepakat, kalau kamu akan tidur disofa, dan aku tidur disini!"

"Yah itu karena.." Daniah mencoba memberi alasan yang tepat untuk membela diri.

"Itu karena Daniah pikir, Mas Arlan gak pulang semalam. Jadi, Daniah pikir akan tidur diranjang karena Mas Arlan tidak pulang," jawab Daniah mengecilkan nada suaranya dan menunduk.

Arlan mendengus kesal dan mengerutkan alisnya. "Lupakan saja!"

"Tapi, kalau mas Arlan tadi malam pulang. Kenapa gak bangunin Daniah?" tanya Daniah.

"Sudah ku bilang, aku tidak peduli dengan apapun yang kamu lakukan. Jadi, jangan lakukan apapun untukku lagi, dan urus saja dirimu sendiri. Anggap kita adalah orang asing," balas Arlan begitu dingin.

"Cih, dasar pria tua jahat dan nyebelin," umpat Daniah pelan. Tanpa Daniah sadar umpatannya itu terdengar oleh Arlan.

"Apa katamu?"

"Hah? Apa? Daniah tidak mengatakan apa-apa?" sangkal Daniah. "Sudah shubuh, Daniah shalat shubuh duluan yah," tambahnya sambil pergi keluar kamar untuk menggunakan kamar mandi yang ada dibelakang dan tentunya mencoba untuk menghindari amarah Arlan saat ini.

Arlan menghembus nafas berat mencoba untuk tetap tenang dan sabar. "Ada apa dengan hidupku? Bagaimana bisa aku terjebak dengan gadis seperti Daniah? Sangat kekanak-kanakan sekali," gumamnya sambil pergi menuju kamar mandi.

****

Matahari mulai menampakkan dirinya. Daniah sudah selesai bersiap untuk pergi ke sekolah sejak shubuh tadi. Ia sengaja bersiap pagi-pagi agar tidak ditinggal oleh Arlan.

Daniah pergi ke dapur untuk membuat sarapan roti dan susu sambil menunggu Arlan bersiap. Namun, Daniah tidak menduga kalau Ajeng-ibunya Arlan ternyata sudah menyiapkan sarapan untuk mereka.

"Bu Ajeng? Kapan Ibu datang? Kok, Daniah tidak tahu?" tanya Daniah.

Ajeng memandang Daniah teduh. "Pertama, jangan panggil Ibu. Sudah berapa kali harus Mamah peringatkan! Kedua, pintunya tidak terkunci, jadi Mamah masuk saja," jawab Ajeng.

Daniah tersenyum canggung. "Ah iyah. Daniah lupa tidak mengunci pintu semalam," balas Daniah menepuk jidatnya pelan.

"Sudahlah, apa Arlan belum siap?" tanya Ajeng mengalihkan pembicaraan sambil menatap kearah kamar mereka.

"Sepertinya belum," jawab Daniah begitu polos.

Ajeng menghela nafas dan tersenyum."Daniah..." panggil Ajeng.

"Iyah, Mah?"

"Apa Arlan baik sama kamu?" tanya Ajeng begitu cemas karena tahu, seperti apa sikap putranya itu.

Daniah tersenyum lebar. "Mas Arlan baik, kok Mah. Namun, hanya saja dia sedikit sulit," jawabnya dengan ceria.

Ajeng bersyukur dan merasa begitu lega mendengar jawaban Daniah yang dengan ceria ia tunjukkan pada mertuanya itu."Yasudah, kalau begitu kamu sarapan dulu," sahut Ajeng.

Ajeng tetap bersyukur meski ia tahu, bahwa Daniah pasti sangat kesulitan menghadapi putranya itu. Melihat makanan yang sudah basi dan masih utuh diatas meja saat tiba disana, Ajeng bisa menerka apa yang terjadi semalam. Dan itu pasti sangat sulit bagi Daniah.

Tanpa mereka sadari, Arlan ternyata mendengar obrolan mereka. Sejenak, Arlan merasa kesal karena Daniah tidak bicara jujur pada ibunya atas sikap dirinya pada Daniah.

Tidak lama Arlan pun segera menunjukkan diri dihadapan mereka dan langsung duduk dimeja makan. "Mamah mau apa datang kemari?" tanya Arlan dengan dinginnya melirik ataupun melihat Ajeng.

"Arlan, Mamah ingin bicara sama kamu," ujar Ajeng seraya melangkah pergi menuju halaman belakang rumahnya.

Arlan memutar malas kedua bola matanya sambil mendengus kesal. Lalu, ia segera bangkit lagi dan menyusul Ajeng.

Moment disaat harus menghadapi sebuah keputusan yang sulit

"Mamah mau bicara soal apa? Cepatlah, aku tidak punya banyak waktu," ujar Arlan

"Sayang, bersikap baiklah sama Daniah. Walau bagaimana pun juga, dia itu isteri kamu. Tolonglah, jangan bersikap seperti ini padanya," balas Ajeng memohon sambil meraih pundak putranya itu dan menatapnya penuh akan harapan.

Arlan melirik tangan Ajeng yang mendarat dipundaknya itu dengan sinis. "Isteri?" ulang Arlan tersenyum geli dan jijik.

"Yang benar saja. Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah menganggap dia sebagai isteriku. Cih, isteri apanya? Mamah bahkan tidak bertanya, apakah aku ingin menikahinya atau tidak? Tapi, Mamah terus memohon dan mengancamku untuk tetap menikahinya, meskipun aku tidak tahu apa alasan Mamah melakukan ini padaku."

"Mamah selalu bertindak sesuka hati Mamah. Dan selalu menyuruhku melakukan ini, melakukan itu. Tanpa bertanya dulu padaku. Dan sekarang, Mamah ingin aku bersikap baik kepadanya? Yang benar saja." sahut Arlan meluapkan segala amarahnya yang tersimpan selama ini terhadap Ajeng.

"Maafkan Mamah Arlan. Mamah tanpa sadar sudah membuatmu menderita. Tapi kali ini percayalah sama Mamah. Daniah, adalah gadis yang sangat baik. Dan Mamah yakin, Daniah adalah wanita yang tepat untuk kamu," balas Ajeng lagi terus saja memberi alasan yang sama pada Arlan.

"Sudahlah, Mah. Jika Mamah tidak mau mengatakan alasan yang sebenarnya mengapa Mamah begitu ingin aku menikahinya, tidak papah. Tapi, yang jangan pernah memintaku untuk bersikap baik kepadanya, karena hal itu tidak akan pernah terjadi."

Arlan merasa muak dengan percakapan ini. Ia pun hendak akan beranjak pergi untuk berangkat bekerja. Namun, pertanyaan Ajeng menghentikan langkahnya.

"Lalu, apa yang akan kamu lakukan sekarang? Apa yang akan kamu lakukan pada Daniah? Jawab Mamah!"

Arlan menoleh dan menatap tajam Ajeng. Ia terbungkam rapat tidak tahu apa yang harus ia katakan untuk menjawab pertanyaan Ajeng. Lantas, ia kembali berbalik dan melangkah pergi tanpa menjawab pertanyaan yang Ajeng ajukan untuknya.

Apa yang akan ku lakukan? Tentu saja, aku akan membuat gadis itu merasa sangat menderita. Sehingga ia akan merasa muak dan meminta untuk berpisah dariku. Kita lihat saja, sampai kapan ia akan bertahan denganku. bathin Arlan.

Arlan melangkah dengan cepat dan melewati meja makan. Daniah langsung bangkit beridiri saat melihat Arlan yang berjalan menuju keluar rumah.

"Mas Arlan, gak sarapan dulu?" tanya Daniah begitu polosnya.

Ajeng baru saja kembali setelah Arlan melewati pintu keluar rumah. "Mah, Daniah berangkat dulu, yah. Assalamu'alaikum!" seru Daniah tergesa-gesa sambil bersalaman pada Ajeng, lalu berlari keluar menyusul Arlan.

Arlan hampir saja akan meninggalkan Daniah. Untunglah Daniah sempat mengejar Arlan dan menghadang mobilnya dari depan.

"Apa-apaan gadis ini? Sudah gila apa dia?" ucap Arlan merasa kesal karena tindakan bodoh Daniah itu. Beberapa kali ia membunyikan klakson agar Daniah menyingkir dari jalannya.

"Pokoknya, Mas Arlan harus anterin Daniah dulu! Atau Daniah tidak akan menyingkir!" seru Daniah.

Arlan menghela nafas, dan mengepal erat setir mobil miliknya itu karena kesal. Lalu tidak lama ia membuka jendela mobilnya. "Naiklah, cepat!" seru Arlan akhirnya mengalah.

Daniah merekah senyum lebar dan segera bergegas naik kedalam mobil. "Ini untuk terakhir kalinya, mengerti?" geram Arlan melirik tajam Daniah.

"Kita lihat saja, nanti," balaa Daniah. Arlan hanya bisa menahan segala emosinya saat ini. Lalu, ia pun segera melajukan mobilnya dan mengantar Daniah ke sekolah.

Saat ditengah perjalanan menuju sekolah, Daniah terus melirik canggung pada Arlan. Menyadari hal itu membuat Arlan merasa sangat tidak nyaman.

"Ada apa? Berhentilah melirikku. Dan lihat saja kedepan!"

"Maaf, tapi aku punya satu pertanyaan buat Mas Arlan."

"Apa? Sudan ku bilang. Jika tidak penting jangan berusaha untuk bicara denganku," ketus Arlan mengingatkan.

"Justru, pertanyaan ini sangat penting."

"Yaudah apa?"

Sejenak Daniah terdiam dan menelan ludahnya sendiri. Ia merasa ragu untuk menanyakan hal itu pada Arlan. "Semalam, Mas Arlan tidak ngapa-ngapain Daniah kan, pas lagi tidur?"

Mendengar pertanyaan itu dari Daniah, Arlan mendadak menginjak rem karena kebetulan sedang lampu merah dan membuat dirinya dan Daniah terdorong kedepan.

"Aduh! Mas Arlan hati-hati dong!" seru Daniah meraba jidatnya yang terbentur pelan.

"Apa kamu bilang?" ulang Arlan begitu tercengang akan pertanyaan Daniah. "Hei! Kamu pikir aku akan melakukan apa padamu? Yang benar saja, ish!"

"Yah, Daniah kan cuma nanya ajah."

"Hei! Memangnya siapa yang akan bernafsu melihat dirimu?"

"Apa?! Memangnya kenapa dengan Daniah?"

"Lihatlah dirimu. Cantik nggak, dada kecil, pinggul rata. Memang ada pria yang benafsu melihatmu?" ledek Arlan begitu puas mengejek fisik Daniah.

"Apa? Jadi, selama ini diam-diam Mas Arlan selalu memperhatikan tubuh Daniah? Dasar pria mesum!" kesal Daniah sambil menyilang kedua tangannya didepan dada.

"Apa? Mesum? Wahhh... Bukankah, ucapanmu itu terlalu kasar? Kau bilang kau menghormatiku? Menghormati apanya?" geram Arlan begitu sangat-sangat kesal karena telah disebut mesum oleh Daniah.

"Astagfirullah, maaf Mas Arlan. Daniah salah," sahut Daniah beristigfar dan meminta maaf. Namun, tidak Arlan hiraukan permintaan maafnya itu.

Lampu hijau pun menyala, segera Arlan kembali melaju. Ketika tiba disekolah, Daniah segera turun tanpa bersalaman pada Arlan. Jujur, Daniah memang tidak menyukai Arlan, apalagi mencintainya. Namun, sebagai seorang isteri, ia hanya menjalankan kewajibannya, dan apa yang sudah semestinya ia lakukan untuk suaminya.

Lagi pula, Daniah tidak mau sampai mengecewakan almarhumah ibunya. Jadi, sebisa mungkin Daniah akan mencoba yang terbaik untuk hubungannya dengan Arlan. Dan ia bertekad akan mencoba untuk belajar memahami Arlan sedikit demi sedikit.

"Siapa dia?" tanya Astrid berbisik ditelinga Daniah dan mengejutkannya. Daniah mengerjap kaget.

"Astagfirullah, Astrid! Bikin kaget ajah!" sahut Daniah.

Astrid menyeringai penuh. "Maaf. Tapi siapa pria tadi? Kulihat 4 hari ini dia sering nganterin kamu?" tanya Astrid sambil berjalan masuk kedalam bersama Daniah.

"Aku tidak bisa memberitahumu," jawab Daniah.

"Kenapa? Apa dia pacar lo? Tapi dia terlihat lebih tua," terka Astrid bercanda.

"Jangan ngaco deh!" sahut Daniah.

"Hehe... Sensitif amat sih! Gue kan cuma bercanda," ujar Astrid.

Lantas, mereka pun segera bergegas ke kelas. Setibanya dikelas, Daniah terkejut melihat bangkunya dipenuhi cat bergambar hati dan tulisan I LOVE YOU.

"Apa-apaan ini? Siapa yang melakukan ini?" tanya Daniah membuat paginya serasa sangat buruk.

Lalu, tiba-tiba dari sebuket bunga mawar terulur dari samping kanannya. Daniah menoleh pada orang yang memberinya bunga.

"Kevin? Kamu ngapain, sih? Apa semua ini?" tanya Daniah merasa sangat risih dengan apa yang Kevin lakukan. Bukannya terharu, atau senang. Daniah malah merasa sangat terganggu dengan semua ini.

"Aku mencintaimu. Sebelum aku tahu alasan, mengapa kamu menolakku. Aku tidak akan menyerah, sampai kamu bilang 'yah' "

Daniah menghela nafas berat. Ia bingung apa yang harus ia lakukan terhadap Kevin. Situasi ini membuat Daniah sangat bingung. Apa yang harus kulakukan sekarang? Pikir Daniah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!