NovelToon NovelToon

Istri Paviliun

Bab 1. Masuk Perangkap

"Turun dari mobil!"

Seorang pria tengah memaksa seseorang turun dari mobil berwarna hitam keluaran terbarunya.

"Di rumahku ada bangunan baru? Kapan kamu membuatnya?" dua pertanyaan sudah mencecar pria di samping Raisa yang membawakan koper berisi baju-baju miliknya.

Pria dengan mengenakan jas hitam dengan kemejanya yang putih, serta gaya rambutnya yang rapih. Dia juga memiliki tinggi badan yang hampir sekitar 180 centimeter. Pria itu juga memiliki sisi maskulin yang selalu diidam-idamkan oleh banyak wanita. Bernama Erik Axilo Harunicution. Sepertinya saat ini Erik mengeluarkan ekspresi marah pada wanita yang baru beberapa menit yang lalu dinikahinya.

Masih berdiri di bangunan baru tersebut. Bangunan yang cepat berdiri untuk tempat tinggal Raisa dibangun oleh Erik yang sekarang menjadi suaminya.

"Masuk sekarang!" bentaknya.

Erik tidak menjawab pertanyaan Raisa, wanita itu menghentikan langkah agar mendapatkan jawaban dari suaminya.

"Jawab aku dulu, kenapa kamu membawa aku ke bangunan baru yang cukup kecil ini, sedangkan di dalam rumah sangat besar, apa kamu tidak berencana membawa aku ke dalam rumah? Aku sangat rindu kamar tidurku yang lama. Walau bagaimana rumah ini peninggalan dari ayahku sendiri," tuturnya masih ingin penjelasan dari suaminya.

Erik meletakkan koper tersebut tidak jauh dari pintu masuk ruangan terlihat tabu untuk Raisa.

"Aku bilang masuk! Kamu tidak perlu banyak tanya kalau aku tidak menjelaskan apa pun, lagipula kamu tidak memiliki hak untuk bicara di sini," balas Erik menunjukkan sedikit demi sedikit sifatnya yang begitu tidak menyukai jika dirinya ditanya-tanya.

Raisa melihat bola mata Erik yang menghindar darinya, tentu Raisa mengerti arti dari semuanya. Erik menunjukkan keasliannya dari sifatnya yang selama ini ditunggu-tunggu Raisa.

"Jadi ini sifat aslimu, Erik?"

Raisa lemas setelah Erik memberikan jawaban mengangguk, ternyata Erik tidak sebaik yang dia pikirkan.

"Kamu sudah tau sekarang, hiduplah di sini dengan tujuanmu yang sudah kamu janjikan pada diriku," kata Erik.

Raisa kesal mendengar Erik begitu angkuh dan sombong di depannya, wanita itu memukul-mukul tubuh bagian depan Erik.

"Kamu jahat! Jahat Erik!"

Erik menarik lengan Raisa sangat kencang, tidak peduli jika wanita itu akan kesakitan. Tenaganya kuat mencengkam lengan istrinya.

"Masuk kamu, Raisa!"

Raisa dipaksa masuk ke dalam paviliun yang sudah disediakan olehnya. Tentu, Raisa terpaksa harus menginjakkan kaki memasuki ruangan baru tersebut.

"Lepaskan aku, Erik! Kamu menyakiti aku sekarang!"

Sekuat-kuatnya Raisa ingin terlepas dari Erik. Akan tetapi, Erik begitu kuat dan tidak bisa dilawan.

"SUDAH HENTIKAN TINGKAHMU INI! Aku mau kamu masuk ke dalam kamar!" Suara Erik meninggi membuat Raisa ketakutan.

Paviliun itu isinya sangat mewah, Erik memberikan banyak fasilitas yang memadai untuk Raisa, termasuk beberapa alat olah raga agar wanita itu tidak jenuh, dan Erik juga bisa berolahraga di sana. Bukan hanya televisi, lemari pendingin, meja makan yang terbuat dari kaca menambah kesan elegan. Satu lagi, banyak sekali CCTV dan alarm yang dipasang di atas dinding dan sekitar ruangan itu agar memperlihatkan semua kegiatan Raisa nantinya.

"Lepaskan! Jangan sakiti aku Erik!"

Suara Raisa tidak juga membuat Erik melepaskannya, Erik mengeluarkan satu kain panjang berwarna hitam yang cukup untuk diikatkan.

"Duduk!"

Erik memaksa Raisa duduk di kursi dekat tempat tidur, Raisa terpaksa menuruti suaminya untuk duduk di kursi tersebut.

"Kamu mau apa?" pertanyaan Raisa yang kesekian kalinya untuk Erik. Namun, Erik tidak menghiraukannya.

Erik memperlihatkan kain panjang itu pada Raisa. Raisa juga terheran apa yang akan dilakukan lagi oleh suaminya.

"Gunakan ini. Jangan bergerak!"

Raisa hanya bisa pasrah saat suaminya memakaikan kain panjang itu untuk matanya, sekarang Erik bisa tenang melihat Raisa seperti ini.

"Ini untuk apa?"

Raisa tidak nyaman dengan tindakan Erik yang menurutnya tidak wajar. Sekarang dia ingin melepaskan kain panjang itu dari matanya.

"Jangan lepaskan itu! Setelah kita menikah, syarat untuk menjadi istriku adalah kehidupan dalam kegelapan, matamu akan menjadi buta, maka aku yang akan menjadi matamu."

Raisa merasa Erik konyol, untuk apa penutup mata itu? Bukankah dunia ini sangat indah untuk bisa dilihat? Itu juga sebelum kecelakaan keluarganya terjadi, kehidupan Raisa begitu sangat bahagia, tidak ada satupun yang membuatnya kacau, kecuali saat merindukan seorang ibu.

"Ini kenapa mataku ditutup? Aku punya mata sendiri, kenapa harus menggunakan matamu?"

Erik mengencangkan ikatan penutup mata tersebut agar Raisa tidak mudah melepaskannya. Tangan Raisa tentu gatal ingin melepaskan penutup yang tidak penting itu.

"Ingat tujuanmu menikah denganku, lakukan apa yang menjadi tujuanmu, ikuti aturanku," bisik Erik mendekatkan bibirnya ke dekat telinga Raisa.

Raisa berontak.

Dia berbalik badan ketika tiba-tiba berdiri, memukul sekuat mungkin di mana posisi Erik berada sekarang.

Buk!

"Jangan gila kamu Erik! Aku mau keluar dari sini! Aku tidak perlu menuruti segala yang kamu perintahkan, bukan? Tujuanku sudah hilang ketika tau sifat aslimu ini."

Raisa tidak mau terjebak dalam permainan Erik yang merencanakan hal yang tidak baik padanya, sorot mata Erik yang masih belum terlihat oleh Raisa semakin tajam. Raisa berlari dengan mata yang tertutup. Sehingga Raisa terjatuh.

"Haha, Rasakan itu Raisa! Kamu memang pantas terjatuh! Sudahlah turuti perkataan aku sebelum aku melakukan sesuatu yang membuatmu sakit!"

Erik jelas mengancam Raisa, dengan perlahan Raisa menggerakkan tubuhnya dengan tangan agar tidak tertangkap oleh Erik. Namun, Erik sudah berada di depannya.

"Sekali lagi kamu bersikap seperti ini, Aku akan menghabisi nyawamu!"

Cuih!

Raisa meludahi Erik, "Kamu pria yang jahat Erik! Aku menyesal sudah menikah denganmu, sikap dan sifatmu sangat kasar."

Penyesalan yang mendalam untuk Raisa menjadi awal pernikahan yang tidak dilandasi oleh cinta, mereka hanya bertemu dalam waktu yang singkat satu bulan lebih.

"Rasakan ini!"

Erik menarik rambut pendek Raisa dengan kuat, tangannya kasar seperti ingin melepaskan rambut dari akar kepala Raisa.

"Argh ...."

"Jangan pernah seperti ini lagi Raisa! Ini baru permulaan, kamu bisa merasakan yang jauh lebih kasar lagi, di sini dan ikuti semua yang aku mau. Itu saja masa kamu tidak bisa? Bodoh!"

Erik melepaskan tangannya dari rambut Raisa, terdorong kesakitan Raisa merintih bagian kepalanya.

"Panas! Sakit!"

Raisa mengeluh atas kehidupan barunya yang seperti ini. Dunia yang gelap digariskan oleh suaminya sendiri.

"Di mana dia? Kenapa harus seperti ini? Aku tidak mau hidup dalam kegelapan. Tapi, kalau aku melepaskan kain penutup ini, akan kah dia membunuhku? Aku sangat takut!"

Raisa berpikir ulang untuk melepaskan penutup tersebut. Dia membiarkan penutup hitam itu menempel di matanya. Kakinya berdiri dengan kedua tangan yang meraba dinding. Memastikan dirinya tiba di tempat tidur.

Sedangkan di dalam ruangan lain Erik menonton sebuah video dari laptop, di mana ada Raisa di dalamnya.

"Bagus, sepertinya dia sudah mau menerima apa yang aku lakukan. Dengan begini sangat mudah bagiku membalaskan dendam dan rasa sakit hatiku selama ini!"

Bab 2. Hari Kedua Menjadi Istri

Suara langkah kaki terdengar oleh Raisa, dengan cepat respon Raisa langsung ingin berdiri dan berbicara pada seseorang itu.

"Erik? Itu kamu kan?"

Raisa lebih dulu berdiri menghampiri Erik yang sudah lebih dekat beberapa jarak dengan istrinya.

"Benar."

Erik membawakan makanan dan minuman untuk Raisa, dari semalam Raisa tidak diberikan makanan atau minuman di sana, wanita itu terbilang kuat setelah terkurung dalam mata yang tertutup seperti sekarang.

"Erik aku mohon lepaskan aku. Setidaknya biarkan aku melihat dunia seperti biasanya, aku juga mau melihat kamu lagi. Aku ini istrimu kan, masa kamu tega membiarkan aku tertutup begini? Aku mohon Erik, berikan aku kebebasan."

Raisa memohon untuk pertama kali dalam hidupnya meminta pada manusia selain ayahnya. Tidak ada jalan lain kecuali memohon pada Erik.

"Itu, lagi! Sekarang makan dan minum apa yang sudah aku bawa ini, aku harus pergi kerja untuk mengurus perusahaan ayahmu."

Raisa menarik lengan Erik sampai nampan yang dibawa oleh Erik terjatuh. Erik begitu marah pada Raisa karena sudah mengacaukan pagi harinya.

"Oh, rupanya kamu masih belum kapok juga?"

Erik tidak akan mengampuni siapapun yang membuatnya marah, termasuk Raisa yang tidak lain hanya membuat masalah dalam kehidupannya.

"Maafkan aku Erik, tadi itu tidak sengaja. Aku tidak tau kamu masih membawa makanan, aku mengira kamu sudah meletakkannya di meja."

Jantung Raisa berdetak lebih cepat setelah mendengar suara suaminya marah, dia juga bersalah sudah memecahkan apa yang sudah dibawa oleh Erik.

"Kamu tidak bisa diampuni! Aku akan memberikan kamu sedikit pengertian untuk bisa lebih baik padaku!"

Tangan Erik mendorong kasar Raisa sampai tersungkur di lantai, suara kesakitan wanita itu semakin menyenangkan bagi Erik.

"Kamu harus tau satu hal, Raisa! Aku menikahi kamu karena terpaksa! Aku sudah memperingati kamu kemarin siang, tapi kamu masih berulah padaku, ini yang harus kamu dengar dariku. Jangan pernah menganggap dirimu itu istriku lagi, karena ada istri yang lebih pantas mendampingi aku untuk terlihat di dunia yang luas ini."

Raisa mendengarnya, dia segera bangkit dari lantai, mencerna sedikit apa yang dikatakan oleh suaminya.

"Apa maksudmu dengan ada istri yang lebih pantas itu?"

Erik berdecak, dia heran kenapa harus menikah dengan wanita bodoh seperti Raisa yang tidak langsung bisa paham dengan perkataannya.

"Bodoh tidak juga hilang dari otakmu! Jelas aku mengatakan kalau ada istri yang jauh lebih pantas, itu artinya bukan kamu Raisa. Apa kurang jelas?"

Raisa terkejut, ternyata dirinya bukan istri satu-satunya Erik. "Maksudnya kamu aku ini istri kedua?"

"Benar, kamu adalah istri kedua yang menurutku membawa kesialan dalam hidup! Rasanya aku menyesal sudah menikahi kamu!"

Erik blak-blakan tentang perasaannya selama ini, pernikahan bersama Raisa tidak layak dipertahankan jika tidak memiliki maksud tertentu.

"Jadi, selain kamu tipe orang yang manipulatif, sekarang kamu mengakui jika kamu adalah pria yang sudah memiliki istri sebelum menikah denganku?"

"Ya."

Erik membenarkan. Memecahkan air mata Raisa yang mengalir membasahi penutup hitam. Raisa sangat hancur sekarang. Entah apa yang disembunyikan lagi dari suaminya?

"Tega kamu, Erik! Kamu membohongi aku, bahkan ayahmu juga ikut berbohong tentang statusmu padaku, kalian tidak ada bedanya. Lepaskan aku sekarang! Aku tidak mau menjadi istri keduamu!"

Raisa sudah menaikkan tangannya untuk melepaskan penutup mata yang sudah satu hari membuatnya kesulitan menjalani apa pun.

Penutup sialan!

Pantas dibuang!

Ketika tangannya hampir melepaskan penutup kain, Erik menarik tangan Raisa agar tidak melepaskan penutup yang sudah menjadi syarat pernikahan tersebut.

"Semua salahmu sendiri, kamu meminta pada ayahku untuk menikah dan memberikan aku keturunan laki-laki. Lalu, di mana letak salahku itu? Ayahku juga bukan ayahmu yang harus jujur, dia adalah ayahku yang pasti akan membelaku. Bukan kamu! Ayahmu sudah mati bukan? Lalu, kenapa kamu tidak menyusulnya ke alam baka sana?"

Raisa kembali memukuli suaminya dengan kedua tangan yang masih berada dekat dengan Erik. Dia menangis ayahnya dibawa-bawa dalam permasalahannya ini.

"Tolong jangan membawa nama ayahku!"

Erik mendongakkan dagu istrinya, berharap perkataannya kali ini di dengar oleh Raisa. Suaranya pelan tetapi tegas.

"Kamu duluan yang membawa nama ayahku, kenapa sekarang kamu tidak terima jika aku melakukan hal yang serupa denganmu? Demikian wanita, kenapa selalu merasa paling benar di setiap permasalahan? Aku akan pergi kerja, aku hanya memastikan kamu baik-baik di sini. Rasanya makanan dan minumanmu memang pantas berada di lantai, selamat makan Raisa."

Erik melangkah pergi meninggalkan Raisa, emosi Raisa tidak bisa terbalaskan, hatinya sakit menerima kenyataan yang ada. Apalagi dia harus menjadi istri kedua, seorang pelakor dari rumah tangga yang mungkin sedang menjalani kehidupan dengan bahagia.

"Erik! Erik kamu jangan pergi!" serunya memanggil Erik dari tempatnya sekarang.

Raisa memiliki beban tentang bagaimana jika harus menjelaskan pada istri pertama Erik saat bertemu, bertatap muka bahkan bisa jadi istri pertama Erik akan memakinya sebagai seorang pelakor.

"Ada apa dengan kehidupanku? Kenapa berbalik seratus delapan puluh derajat seperti ini? Ayah, aku kangen."

Tangisnya masih belum mau berhenti, Raisa mencoba menyekanya sedikit demi sedikit.

Dari CCTV terlihat oleh laptop Erik yang dilihatnya di dalam mobil saat perjalanan ke perusahaan.

"Raisa, hidupmu ada ditangan aku. Sama sekali aku tidak ingin memiliki keturunan dari anak seorang yang sudah menyebabkan kedua orang tuaku bangkrut dulu."

Erik mencari file foto yang dia simpan di dalam ponselnya. Ternyata masih ada untuk menjadi penghilang rasa kerinduannya terhadap kedua orang tuanya selama ini.

"Kalian, aku tau bisa melihat apa yang aku lakukan pada wanita itu. Dia pantas mendapatkan apa yang seharusnya diperbuat oleh orang tuanya. Dia harus menderita sama seperti aku, hidup dalam kegelapan dan penyiksaan di tempat yang sempit."

Luka hati Erik begitu dalam, ada cerita lama yang belum terselesaikan di masa sekarang. Termasuk mengenai Raisa. Dia termasuk incaran Erik yang begitu membuatnya antusias.

Sedangkan Raisa di dalam ruangan itu kedinginan. Ruangan itu ber AC cukup kuat. Menggigil dan perutnya sakit dikarenakan belum makan dari semalam.

"Aku lapar, bagaimana bisa mencari makanan jika mataku tertutup seperti ini? Tapi, perutku akan semakin sakit jika aku terus diam."

Raisa mencari lantai tempat makanan yang dibawa oleh Erik, sudah berceceran bersama dengan pecahan piring dan gelas, tangannya meraba-raba mencari makanannya.

"Sakit!"

Tangannya terkena pecahan yang berceceran di sana, darah keluar sedikit dari jari manis Raisa.

"Tahan Raisa, kamu harus tetap makan untuk bertahan hidup sampai lepas dari Erik."

Raisa menemukan potongan roti yang sudah terlepas dari telur dan potongan dagingnya. Memungutnya, melahap tanpa sisa walaupun tangannya terkena lagi pecahan di sana. Dengan menangis meratapi nasibnya yang malang ini, Raisa mengunyah perlahan roti tersebut.

Bab 3. Aku Dendam!

Malam hari saat Raisa termenung masih menggunakan penutup kainnya, dia membuka jendela yang ada di dekatnya, semilir angin mengikuti ke mana arah tujuannya sudah kehilangan arah. Wanita itu sudah cukup hafal di mana dirinya harus melangkah saat berada di dalam sana untuk kebutuhannya.

"Sampai kapan aku terus di sini bersama pria kejam itu? Dia hampir membunuhku secara perlahan, aku rasa ingin menyusul ayah dan ibu," lirihnya mengeluh dengan apa yang sudah terjadi.

Ketika Raisa masih melamun, seseorang datang tanpa diketahui olehnya, dia masuk tidak mengetuk pintu.

"Raisa!"

Panggilan untuk dirinya, itu artinya Erik ada di dalam sana bersama dengannya. Ini kesempatan bagus dalam menyelesaikan semua permasalahan hidupnya.

"Erik?"

Erik menaruh makanan dan minuman kembali, kali ini dia langsung menaruhnya di atas meja. Dia tidak mau kejadian tadi terulang, Erik tidak menggunakan jas kerjanya, jauh lebih santai menggunakan piyama tidur yang selalu dia gunakan selama ini.

"Ya, aku di sini."

Raisa menangkap bagian piyama depan Erik, meraba setiap jengkal menuju wajah suaminya. Dengan cepat menahan bibir pria itu agar tidak berkata kasar padanya lagi.

"Erik, kita akan berhubungan sesuai perjanjian kita beberapa hari yang lalu. Asalkan kamu menepati janji agar melepaskan aku ketika semuanya selesai, aku melahirkan anak untukmu, Kita cerai!"

Erik meremas bagian atas lengan Raisa, wanita itu menahan rasa sakitnya dengan menangis.

"Sakit Erik!"

Raisa tidak bisa bergerak, cengkraman Erik sangat kuat dan tidak bisa dihentikan olehnya.

"Jangan mengaturku!" tangan yang diletakkan ke dagu Raisa cukup keras, Erik geram dengan tingkah Raisa semakin mengingatkan akan dendamnya selama ini.

Tidak ada yang bisa menolong Raisa di sana, Raisa masih memiliki kenangan pada ayahnya yang selalu ada untuknya walaupun ayahnya itu terbilang sangat sibuk dan membiarkan rumahnya selalu sepi. Namun, segala kebutuhan Raisa cukup terpenuhi, hidupnya tidak buruk, kasih sayang yang diberikan juga mengalahkan seorang ibu, pada dasarnya ayahnya itu sangat sayang pada dirinya.

"Lepaskan aku Erik, aku mohon. Ini sangat sakit!"

Raisa memohon dengan sangat pada suami yang sudah menyakiti dirinya, kedua tangan Erik berada pada atas lengan kembali setelah membuat lebam dagu dirinya.

"Makan dan tidurlah!" perintah Erik sangat jelas pada Raisa, dia datang hanya untuk memastikan itu. Rasanya Erik juga tidak mau berlama-lama melihat Raisa yang tidak semenarik seleranya.

Raisa menahan Erik dengan kedua tangannya. Dia mau penjelasan kembali untuk yang terakhir kalinya agar mengetahui motif apa yang sedang direncanakan oleh suaminya itu.

"Aku akan makan setelah kamu jelaskan, kenapa kamu melakukan ini sama aku?" tanya Raisa dengan berani dalam kesakitannya.

Erik menatap Raisa yang memaksanya mengaku. Mungkin sudah waktunya Erik mengatakan sesuatu yang dia pendam sendiri.

"Ayahmu Deri Hartito kan?!"

Raisa tercengang mendengar nama ayahnya disebut oleh Erik.

"Ya, itu nama ayahku. Ada apa?"

Raisa bertanya balik, memastikan jika ayahnya tidak ada hubungannya dari semua penderitaan hidupnya beberapa hari ini.

"Dia penyebabnya!" jawab Erik mengungkapkan perlahan.

Ada jeda dari Raisa belum juga memberikan respon. Wanita itu terheran dengan jawaban suaminya.

"Maksud kamu? Kenapa ayahku?" tanya Raisa tidak langsung mempercayai Erik yang selama ini kasar padanya.

Erik menarik rambut pendek Raisa sampai dirinya emosi sendiri. Kebodohan Raisa masih jauh dari ekspetasinya yang mengira jika Raisa licik seperti ayahnya.

"Kamu belum juga paham dengan jawabanku? Bodoh! Aku mengira kamu sama seperti ayahmu yang licik dan tidak berperasaan itu! Tapi, aku salah. Kamu memang anak yang bodoh dan tidak bisa berguna bagi siapapun."

Menusuk hati Raisa. Ucapan Erik masuk ke dalam hati dan pikirannya, tentang ayahnya yang dipikirkan oleh Erik.

Ayahnya licik?

Atau jahat?

Mungkin ayahnya memiliki masa lalu yang menyakiti orang lain?

Raisa terus memikirkan apa yang dikatakan oleh Erik, kepalanya semakin dibuat miring oleh Erik yang masih menarik rambut.

"Sakit Erik!"

Erik akan mengatakan semuanya di sini. Dia tidak tahan jika harus memendamnya sendiri, Raisa cukup pantas menanggung segala kesalahan ayahnya.

"Dengarkan aku baik-baik bodoh! Kamu harus mengetahui apa yang terjadi di masa lalu saat ayahmu merenggut segala yang orang tuaku punya, termasuk rumah tempat tinggal ini yang katanya menjadi tempat kenangan indah bersama ayahmu yang jahat itu. Dia pencuri harta kedua orang tuaku, bisnis yang dijalankan sekarang adalah hasil dari mencuri dengan cara licik agar saham ayahku diberikan oleh ayahmu! Paviliun ini mewakili permintaan ayahku yang dulu dikurung oleh ayahmu sampai dirinya sakit dan akhirnya meninggal."

Seketika itu keduanya mengeluarkan air mata, begitu cerita masa lalu yang menjadikan takdir Raisa sampai seperti ini, hancur dan penuh kegelapan. Lantas, mengapa tanggungan masa lalu ayahnya dilimpahkan pada dirinya saja? Begitu juga Erik yang bersedih harus menjadi jahat untuk membalaskan dendamnya.

"Itu urusan ayahku dan ayahmu, kenapa kamu menyimpan dendam sampai sejauh ini? Tolong lupakan dendammu Erik, kita sudah menikah, menyatu sebagai satu keluarga, maafkan kesalahan ayahku dulu."

Raisa mencoba menasehati Erik agar kembali ke jalan yang benar. Erik yang masih berambisi menyakitinya.

"Aku pikir pantasnya kamu berlutut padaku untuk memohon ampun atas kesalahan ayahmu dulu!"

Erik menekan tubuh Raisa untuk berlutut di kakinya, Raisa memegang kaki Erik, isak tangisnya tidak mau berhenti karena harus merendahkan diri di depan pria yang begitu tega padanya.

"Baiklah, aku mohon maafkan ayahku. Bila kamu sudi lepaskan aku juga, lupakan dendam ini Erik. Kamu tidak akan pernah hidup tenang bila masih terus menyimpan dendam di dalam hatimu, aku mau kamu berubah. Aku tidak masalah jika harus tinggal di paviliun ini," Raisa memohon dengan sangat pada Erik sesuai permintaan pria itu.

Bukannya Erik tersentuh pada kata-kata Raisa, dia mendorong kembali Raisa agar menjauh darinya.

"Maaf! Semudah itu? Kamu pikir nyawa ayahku akan kembali dengan omong kosong kamu, Raisa! Itu salahmu yang telah dilahirkan oleh ayah yang sudah merenggut kebahagiaan orang lain! Keluarga kecil yang seharusnya bahagia. Tapi, rusak akibat ayahmu yang jahat itu!" serunya masih mengungkapkan kekecewaan masa lalu pada Raisa.

Terdengar isak tangis Raisa, begitu juga Erik yang masih menangis setelah jujur mengatakan dendamnya pada Raisa. Raisa bangkit dari lantai untuk menghampiri kembali suami yang hatinya dihancurkan oleh ayahnya.

"Erik," panggilnya.

Belum sempat Raisa menemukan tempat Erik berdiri di sana, Erik melangkah pergi. Erik sudah cukup puas telah melimpahkan segalanya pada Raisa.

"Mampus kamu Raisa! Kamu memang pantas mendapatkan hasil dari perbuatan ayahmu!" pria itu menutup pintu paviliun, pergi dari sana sejauh mungkin agar bisa beristirahat kembali.

Sedangkan Raisa mendengar suara pintu tertutup sudah tahu jika Erik tengah pergi dari ruangan itu.

"Erik, sebenarnya dia juga tersiksa, tidak beda jauh dariku yang sekarang. Apa yang dia lakukan menyiksa dirinya sendiri, dendamnya merenggut segala kebaikan yang ada pada dirinya."

Raisa kembali menangis, meringkuk dan memikirkan hidupnya berujung seperti ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!