" U, uh, hu, hu!"
" Hu, hu.hu, hu,!"
" Pak, Eee, Mbok, Eee!"
Terdengar suara anak yang menangis di pagi buta di sebuah dusun yg tidak terlalu ramai.
Dari arah kejauhan terlihat asap hitam yg mulai menipis dari bekas bekas pembakaran yang terjadi pada tadi malam.
Dan bocah lelaki yg sedang menangis itu masih menatap ke arah bekas-bekas rumah yg terbakar itu.
Hatinya sangat sedih sekali sebab tidak menemukan kedua orang tuanya di rumah nya.
Ia hanya menemukan sisa-sisa bekas bakaran rumahnya itu yg hampir ludes terbakar.hanya ada beberapa bagian saja yg tersisa dan yg lainnya habis menjadi karang abang.
Bahkan rumahnya pun telah rata dengan tanah ketika bocah kecil itu mulai mencari dan memanggil-manggil kedua orang tuanya. Tetapi tetap saja ia tidak menemukan nya.
Hingga ia pun berusaha untuk melihat ke rumah-rumah tetangganya, akan tetapi nasib nya pun tidak jauh berbeda, semua nya musnah hancur menjadi arang, dan kini tinggal puing -puingnya saja.
Dan tanpa tujuan yg jelas bocah lelaki yg mungkin berusia hampir sebelas tahun ini pun berjalan menuju pertigaan yg merupakan regol masuk ke dusun nya itu.
Memang warga dusun winanga ini tidak lah terlalu banyak jumlah nya mungkin hanya sekira beberapa rumah saja.
Karena semuanya telah musnah terbakar tanpa meninggalkan siapa pun, bocah itu pun hendak berniat meninggalkan desanya itu.
Akan tetapi kemana, ia sendiri pun bingung hingga duduk bersandar di bawah pohon waru dan menangis.
Ia terus saja menangis , saat seseorang datang mendekati nya.
" Hu, hu, hu, Pak, Ee, Mbok, Eee".
Dan bocah itu tetapi saja menangis sambil memanggil-manggil ayah dan ibunya .
Hingga lelaki yang baru datang ini tiba di tempat ia duduk sambil menangis.
" Mengapa kamu menangis?"
Orang baru datang ini bertanya kepada bocah lelaki yg duduk bersandar di bawah pohon waru itu.
Ketika ada seseorang yg mendekati dan bertanya kepadanya, bocah lelaki ini berhenti menangis nya yg tinggal hanya isak nya saja, sesaat orang itu bertanya maka dengan asalnya saja bocah lelaki ini mengarahkan telunjuk ke dalam dusun nya yg telah musnah terbakar itu.
" Kamu berasal dari dusun Winanga , nak?" tanya orang yg baru datang ini lagi kepada si bocah.
Dengan masih dalam keadaan nya semula yg duduk bersandar pada pohon waru , dengan kedua lutut nya yg menjadi tumpuan kepalanya, bocah lelaki ini mengangguk .
" Apa yg terjadi dengan tempat tinggalmu?" tanya orang itu lagi kepada si bocah.
Dan kali ini pun si bocah tidak menjawab nya , hanya menggelengkan kepalanya tanda ia pun tidak tahu apa yg telah terjadi di desa nya itu.
Orang yg baru datang itu pun mengarahkan pandangan matanya ke dalam dusun winanga yg masih ter lihat asap yg membubung ke udara meski kini sudah sangat kecil.
Akan tetapi sisa sisa pembakaran itu masih juga terlihat.
Penasaran orang yg datang ini yg merupakan lelaki paruh baya dengan postur tubuhnya sedang dan memakai ikat kepala berwarna lurik, di pinggang nya terselip senjata yg berupa pedang.
Dari cara nya bersikap kentara sekali bahwa orang ini setidaknya memiliki ilmu Kanuragan ataupun ilmu silat.
Ia pun mengajak bocah lelaki itu untuk kembali ke dalam dusun winanga dan melihat apa yg telah terjadi .
Dan bocah lelaki itupun setuju seraya mengikuti nya dari belakang.
Setibanya di dalam dusun nya, lelaki paruh baya ini meminta kepada bocah lelaki itu untuk menunjukkan rumahnya.
" Siapa nama mu,benarkah ini adalah rumah mu?" tanya lelaki paruh baya itu kepada si bocah.
" Orang-orang di sini memanggilku Kinangkin , sedangkan namaku sebenarnya adalah Wisanggra Kinangkin" sahut bocah lelaki itu.
Dan baru kali ini ia mengeluarkan kata-kata, padahal sedari tadi ia hanya menggunakan isyarat saja.
" Lalu siapa nama orang tuamu?" tanya lelaki paruh baya ini kepada bocah lelaki itu.
" Bapak ku bernama Arya Rangkana,.. sedangkan mbok ku bernama Endang Shintani" sahut bocah lelaki yg mengaku bernama Wisanggra Kinangkin itu.
" Jadi kau adalah putra dari Angger Rangkana?" tanya Lelaki paruh baya itu sambil menatap penuh selidik ke arah bocah lelaki itu.
Memang wajahnya memiliki kemiripan dengan wajah angger Rangkana, berkata dalam hati lelaki paruh baya itu.
" Lalu kau tidak tahu dimana kedua orang tua mu berada?" tanya nya lagi kepada si bocah.
Dan si bocah pun kembali menggelengkan kepalanya.
" Tunggu disini sebentar, biar eyang periksa dahulu keadaan rumah mu itu" kata lelaki paruh baya ini.
Ia pun mendekati bekas sisa sisa bakaran dari rumah yg menurut bocah lelaki itu adalah rumahnya bersama kedua orang tuanya.
Cukup lama lelaki itu melihat bekas puing puing dari rumah tersebut , akan tetapi ia tidak menemukan apa apa, selain sisa sisa bekas bakaran kayu saja.
Tidak terdapat sisa sisa bekas bakaran mayat atau pun yg lain nya.
Aneh,..berkata di dalam hati lelaki paruh baya ini setelah ia memeriksa semua rumah yg terbakar itu, tidak ada menyisakan seorang mayat pun, meski di jalanan terdapat bercak darah yg terlihat berceceran.
Aneh , siapakah pelaku nya dan mengapa bocah lelaki yg bernama Wisanggra Kinangkin itu bisa selamat,..apakah orang orang yg ada di dusun ini pergi melarikan diri atau tengah bersembunyi, itulah pertanyaan yg berseliweran di benak lelaki paruh baya itu.
Lantas ia pun kembali ke rumah dari si bocah yg bernama Wisanggra Kinangkin itu.
Ia pun bertanya kembali kepada sang bocah, apakah akan tetap berada di dusun winanga itu atau ingin ikut bersama nya.
"Di manakah rumah eyang?" tanya bocah yg bernama Wisanggra Kinangkin itu.
" Oh iya , panggil eyang dengan sebutan Eyang Ajar Smurup" sahut lelaki paruh baya itu.
Ia pun menjelaskan kepada Bocah yg bernama Wisanggra Kinangkin in bahwa rumah nya cukup jauh dari situ, menuju arah selatan.
"Apakah kamu mau ikut dengan eyang , Kinangkin?" tanya Ki Ajar Smurup.
Bocah itu terdiam, ia malah sedang melap ingusnya yg keluar dari kedua lobang hidung nya.
" Jika dirimu tinggal disini tidak ada yg akan menemani dan jika ikut dengan eyang , dirimu akan mempunyai banyak teman!" ungkap Ki Ajar Smurup
Ia menyebutkan bahwa dirinya memiliki tiga orang anak dan dua orang sebaya dengan dirinya.
" Sebaiknya engkau ikut dengan eyang, agar lebih aman dan dapat belajar di padepokan eyang" ajak Ki Ajar Smurup lagi
Bocah lelaki yang bernama Wisanggra Kinangkin ini pun bertambah bingung, memang saat ini sudah tidak ada lagi orang di dusun nya.
Akhirnya bocah lelaki yang berusia sekira sebelas tahun ini pun setuju untuk ikut dengan orang yg bernama Ki Ajar Smurup itu.
Sebab ia pun sudah tidak mendapatkan harapan lagi untuk bertemu dengan kedua orang tuanya yg entah pergi kemana atau kah mereka masih hidup ataupun sudah meninggal dunia, ia pun tidak tahu.
Menjelang wayah mentari mulai menggatalkan kulit, Ki Ajar Smurup pun mengajak Wisanggra Kinangkin untuk meninggalkan tempat itu menuju ke daerah asalnya.
Ki Ajar Smurup merupakan seorang pemimpin padepokan yg berada agak ke selatan dari kota Mataram, yg saat itu tengah di perintah oleh Raden Mas Rangsang atau lebih dikenal dengan julukan Sultan Agung dari Mataram.
Raja dari Mataram ini sudah dua kali melakukan peperangan melawan bangsa berkulit putih yg tinggal di Batavia , akan tetapi mengalami kegagalan.
Meski demikian , tetap saja penguasa bumi Mataram itu teguh pendirian nya untuk mengusir bangsa asing yang tengah menjajah negeri ini.
Demikian lah, setelah melakukan perjalanan satu hari satu malam dan melewati ibukota Mataram , tibalah Ki Ajar Smurup di padepokan yg berada di sebuah bukit yang bernama Bukit Panguk.
Begitu mendekati Regol padepokan nya terdapat tulisan,.. Padepokan Elang Canggah,..
Dengan gambar seekor burung Elang yg tampak mengepak kan kedua sayap nya diatas sebuah canggah , atau senjata yang berupa tombak bermata dua.
Padepokan milik dari Ki Ajar Smurup ini memang berada diatas puncak bukit.
Dan arah sebelah barat nya dari padepokan itu terdapat lembah yg cukup indah dan terdapat pula sebuah padepokan disana yg menjadi pesaing padepokan Elang Canggah ini.
Ki Ajar Smurup terus berjalan melalui regol padepokan nya ini hingga tiba di tempat nya .
Terlihat sebuah padepokan yg di pagari oleh dinding bambu untuk menjaga dari binatang buas atau seseorang yg ingin berbuat jahat masuk leluasa.
Memang pagar itu tidaklah terlalu tinggi namun cukuplah untuk menjadi pembatas lingkungan padepokan dengan wilayah luar.
Di balik pagar tersebut nampak lah berjejer rapi bangunan yg memanjang dari depan hingga belakang, mungkin jumlahnya puluhan, sedangkan di depan bangunan tersebut terdapat halaman yg lumayan luas , seperti nya halaman ini di peruntukkan bagi cantrik atau murid padepokan untuk belajar dan mengasah ilmu yg mereka terima dari sang guru.
Lumayan besar juga padepokan milik Ki Ajar Smurup ini, dan itu artinya ia pun memiliki cantrik dan murid yang banyak pula.
.Memang saat ini Mataram tengah gencar gencarnya melakukan pendadaran dan penerimaan prajurit baru, untuk itulah banyak padepokan dan perguruan silat yg berdiri di masa Sultan Agung ini bertahta, dari banyak nya padepokan dan perguruan silat inilah ia merekrut dan menjadikan nya sebagai seorang prajurit.
Dan untuk padepokan Elang Canggah sendiri pun telah banyak menghasilkan murid yang menjadi prajurit di Mataram.
Padepokan ini bersaing dengan padepokan yg berada di dekatnya yaitu Padepokan Kedung Jati yg dipimpin oleh Ki Ajar Dharma Jati.
Sehingga membuat Ki Ajar Smurup harus bekerja lebih keras lagi agar padepokan nya tetap di pandang oleh Kotaraja Mataram dengan menghasilkan murid -muridnya yg baik dan dapat diandalkan.
Setelah melewati halaman yg lumayan luas itu, Ki Ajar Smurup bergerak terus arah belakang dari bangunan tersebut hingga tiba pada satu tempat, yg merupakan bangunan panjang yg tidak terpisah,seperti bangunan yg di depan tadi.
Dan begitu ia pun tiba di depan pintu bangunan panjang yg menjadi bangunan paling ujung yg ada di wilayah padepokan Elang Canggah ini, seseorang datang menghampiri nya.
" Assalamualaikum, selamat datang,.Guru !" seru orang tersebut.
Seorang pria yang mungkin berusia dua puluh tahunan, tampaknya ia merupakan salah seorang murid kepercayaan dari Ki Ajar Smurup.
Dan begitu melihat sang guru datang ia pun langsung memberikan salam penghormatan.
Dan untuk selanjutnya Ki Ajar Smurup pun menjelaskan kepada muridnya itu mengenai seorang bocah yg datang bersama nya ini, ia ingin muridnya ini dapat memperlakukan nya dengan baik sebab ia sebagai pemimpin padepokan akan segera mengangkat murid terhadap bocah yg bernama Wisanggra Kinangkin ini.
" Beri dia makanan dan pakaian yg layak, dan perlakukan dirinya dengan baik, serta perkenalkan kepada para cantrik yg lain , agar mereka semua saling mengenal dan dapat bekerja sama dalam belajar di padepokan ini!" terang Ki Ajar Smurup kepada sang murid.
" Baik guru, semua perintah guru, akan murid laksanakan!" sahut sang murid.
Ia pun langsung menerima Wisanggra Kinangkin dan mengajak nya masuk ke dalam bangunan yang memanjang itu.
Sedangkan saat itu , keadaan dalam bangunan tersebut masih kosong.
Sehingga dengan bebas, Wisanggra Kinangkin dapat berganti pakaian dan makan dengan nasi yg di berikan oleh murid dari Ki Ajar Smurup itu.
Meski bocah lelaki ini merasa aneh dan terasa asing di tempat tersebut, di dalam hatinya merasa ingin kembali lagi ke dusun winanga di mana ia berasal, akan tetapi tempat itu teramat jauh, sedangkan ia pun tidak tahu jalan nya.
Sehingga setelah selesai makan, bocah ini hanya duduk diam mematung.
Hingga menjelang sore, saat dimana penghuni padepokan Elang Canggah ini kembali dari berbagai tempat.
Ada yg baru kembali dari sawah, ada yg dari tanah pategalan, sedangkan yg seumuran dengan Wisanggra Kinangkin , pulang dari angon kambing dan domba .
Sehingga keadaan padepokan itu menjadi ramai menjelang saat maghrib.
Kebanyakan memang mereka berusia masih sangat muda sekali, sekira berumur lima belas tahun ke bawah, hingga seumuran dari Wisanggra Kinangkin yaitu sepuluh dan sebelas tahun.
Jika dilihat jumlahnya cukup banyak, dan pondokan itu segera kembali terisi oleh mereka.
Sebahagian besar segera menyalakan obor-obor yg terletak di halaman padepokan , ada juga yg menyalakan lampu dlupak di dalam pondokan .
Wisanggra Kinangkin , bocah dari dusun winanga ini kelihatan senang sekali melihat nya banyak bocah-bocah seumuran dengan nya , sehingga ia yg tadinya cukup bersedih , menjadi riang kembali.
Hingga malam tiba, para murid dan cantrik padepokan Elang Canggah ini pun berkumpul di halaman padepokan guna mengadakan latihan.
Tidak terkecuali murid-murid yang masih berusia muda seperti Wisanggra Kinangkin.
Mereka di kumpulkan di tempatnya tersendiri dan disana ada empat orang yg menjadi guru nya.
Para cantrik utama padepokan lah yg akan menjadi pembimbing mereka.
Ki Ajar Smurup tampak hadir di kelompok murid yang masih berusia muda ini.
Ia membawa turut serta pula Wisanggra Kinangkin bersamanya.
Pemimpin padepokan Elang Canggah ini pun langsung memperkenalkan bocah lelaki yang ia temukan di Dusun Winanga ini kepada murid -muridnya yg ada disitu.
" Ia ini bernama Wisanggra Kinangkin,..dia akan menjadi seperti kalian menjadi muridku di padepokan ini , jadi untuk itulah kalian harus membantu nya dalam belajar silat disini,.kalian mengerti!" seru Ki Ajar Smurup.
" Kami mengerti, Eyang Guru!"
Terdengar lah teriakan dari para murid padepokan itu serempak.
Dan setelah memberitahukan kepada murid -muridnya dengan kehadiran bocah lelaki yang bernama Wisanggra Kinangkin ini, Ki Ajar Smurup kembali ke tempatnya.
Jadilah Wisanggra Kinangkin yg tinggal di tempatnya dan mulai mengikuti pelatihan yg di berikan oleh empat murid utama dari padepokan ini
Empat orang ini melakukan gerakan pembuka dari ilmu silat yang ada di padepokan itu.
Di mulai dengan tata gerak kaki yg membuka , kemudian dilanjutkan dengan gerakan tangan , baik memukul atau menangkis.
Semuanya itu di contohkan oleh empat orang yg ada dihadapan bocah-bocah seumuran dengan Wisanggra Kinangkin ini , termasuk pula dengan Wisanggra Kinangkin sendiri.
Akan tetapi bocah ini merasa kesulitan untuk mempraktekan dan memperagakan jurus silat yang dilihatnya dari kakak seperguruannya itu.
Hingga akhirnya bocah ini pun terduduk , dan hanya memandangi yg lainnya berlatih.
Cukup banyak memang bocah dan anak lelaki yg menjadi murid Ki Ajar Smurup ini.
Terbagi dalam tiga kelompok besar, yaitu yg berusia dari sekitar sepuluh dan sebelas tahun pada kelompok pertama, baru kemudian pada kelompok kedua mereka terdiri dari yg berusia remaja , sekira berumur tiga belas sampaj lima belas tahun.
Baru pada kelompok terakhir , mereka ini yg berusia dari tujuh belas tahun hingga yg sudah berusia dewasa.
Sedangkan yg sudah tuntas menyerap ilmu di padepokan ini sebahagian besar telah mengabdi di Kotaraja Mataram sebagai seorang prajurit atau ada pula yg masih tinggal di padepokan membantu Ki Ajar Smurup dalam banyak hal.
Demikian lah, pada malam pertama di padepokan Elang Canggah ini, Wisanggra Kinangkin merasa kelelahan , akan tetapi hatinya menjadi senang karena banyak teman yg seumuran dengan nya.
Dan pada keesokan harinya dimulai lah sebuah perjalanan hidup dari seorang anak manusia yg masih sangat muda usianya itu.
Yeah, Wisanggra Kinangkin memulai kehidupan baru nya di puncak bukit yg menjadi tempat berdiri tegak sebuah padepokan yg bernama Elang Canggah.
Pagi itu seperti biasa, penghuni padepokan segera melakukan kegiatan seperti biasanya.
Ada yang berani ke sawah, ke lahan pategalan , ke sungai dan banyak juga yang pergi menggembala hewan ternak yg terdapat di padepokan ini.
Untuk bocah seumuran dengan Wisanggra Kinangkin diserahi tugas untuk menggembalakan ternak , serta sebahagian yg lain mengarit rumput.
Sehingga bocah lelaki itu pun sangat senang sekali bersama beberapa orang bocah sebayanya melakukan tugas tersebut, meski diantara mereka usianya ada yang diatas dari Wisanggra Kinangkin.
Dan empat orang yg memimpin rombongan menggembala hewan ternak langsung matanya tertuju pada bocah lelaki yang tadi malam diperkenalkan oleh gurunya kepada mereka.
Keempat nya pun langsung berbisik satu dengan yang lain nya.
" Sebaiknya orang itu saja yg kita suruh untuk menggembalakan kambing -kambing ini!" ucap seorang bocah yg berbadan agak berotot kepada salah seorang temannya.
" Bagaimana kalau ia menolak nya!?" tanya teman nya itu balik.
Sambil memandangi wajah-wajah teman yang lain, ia dengan tegas menyatakan,
" Kalau ia menolak , maka akan kita paksa, sampai ia bersedia menerima nya!" jawab nya bocah yg sedikit lebih tua dari yg lainnya.
Dan ketiga temannya ini tampak terdiam saja, mereka sangat mengetahui watak dari teman nya itu yg juga merupakan pemimpin mereka dalam bertugas untuk menggembalakan ternak padepokan tersebut.
Perlahan bocah yg berotot dan agak lebih besar dari yg lainnya mendekati Wisanggra Kinangkin .
" He, kamu, siapa namamu?!" seru bocah itu kepada Wisanggra Kinangkin agak keras.
Yg di panggil pun langsung melihat ke arah suara itu seraya menjawabnya,.
" Nama ku Kinangkin, memang nya ada apa!?" jawab Wisanggra Kinangkin.
" Kemari kau!"
Terdengar seruan bocah lelaki ini lagi kepada Wisanggra Kinangkin dengan lambaian tangan nya.
Sedangkan saat itu, hewan ternak yg mereka bawa sudah pergi cukup jauh meningalkan mereka.
Wisanggra Kinangkin pun segera datang mendekati bocah lelaki yang bertubuh agak besar dan berotot itu.
Setelah cukup dekat, bocah itu pun kemudian berkata,
" Kau kan orang baru disini, jadi untuk hari ini adalah tugasmu angon kambing itu sendiri!" seru bocah itu sambil mendelik kan matanya.
Memang sebagai seorang pemimpin dari bocah yg bertugas untuk menggembalakan ternak , ia sangat di takuti.
Wisanggra Kinangkin yg melihat orang itu mendelikkan matanya sambil berkata, bukannya takut malah tertawa,.
" Ha ,ha, ha!"
Tubuh bocah lelaki yang berumur sebelas tahun ini sampai terguncang hebat akibat dari gelak tawanya yang sangat lepas pada pagi itu.
" He,mengapa kamu tertawa, mau aku pukul!" seru Bocah lelaki yang bertubuh agak besar dengan menarik leher baju yg di pakai oleh Wisanggra Kinangkin.
Ia mengacungkan kepalan tangan kirinya ke wajah Wisanggra Kinangkin yg mulai mereda ketawanya.
Memang entah mengapa, dengan cara bocah ini menakut -nakuti Kinangkin , bukannya menyeramkan melainkan malah menjadi lucu wajahnya di hadapan bocah lelaki sebelas tahun ini.
Akan tetapi begitu ia mendapatkan ancaman dari orang tersebut, seketika juga ia pun berhenti tawanya dan tidak berkata apa-apa lagi.
" Bagus, mulai saat ini kau harus patuh terhadap semua perintahku, Aku Aji Saka adalah pemimpin dalam rombongan ini, bagi siapa saja yang tidak patuh pada perintah ku maka ia akan mendapatkan hukuman dariku, termasuk kau!" seru Bocah yg menyebutkan namanya Aji Saka ini.
Ia pun melepaskan cengkeraman tangannya pada leher baju dari Wisanggra Kinangkin dan membiarkan nya berdiri tegak.
" Mengerti!?" bentak nya ke arah Wisanggra Kinangkin.
Dan bocah dari dusun Winanga ini pun menganggukkan kepalanya.
" Bagus, dan mulai hari ini adalah tugas mu untuk menggembalakan kambing -kambing ini dan juga memberi nya minum di lembah sana, cepat lakukan!" seru nya dengan keras ke arah Wisanggra Kinangkin.
Sedang bocah itu hanya diam mematung saja, tidak bergerak menuruti perintah dari Aji Saka ini.
" Apa yg kau tunggu lagi, apakah kau ingin melihat kambing dan itu mati dimakan srigala atau anjing hutan, sana cepat kejar!" perintah Aji Saka lagi kepada Wisanggra Kinangkin.
Ia merasa jengkel juga dengan sikap bocah lelaki yang masih baru di padepokan Elang Canggah ini.
Ketika lengan tangan nya ingin ia ayunkan ke arah wajah dari Wisanggra Kinangkin , tiba tiba saja bocah itu pun berkata pelan,
" Kinangkin tidak tahu tempat nya!" ucap bocah ini dengan polosnya.
" Ha, ha, ha, kau tidak tahu dimana letak padang penggembalaan, dasar bodoh,.kau jalan terus kemudian menuruni lereng bukit lalu bergerak ke arah utara , nah di sanalah ada sebuah ara -ara yg cukup luas!" terang Aji Saka .
Ia nampak tersenyum dengan ucapan nya tadi.
" Jadi disitulah aku akan angon?!" tanya Wisanggra Kinangkin.
" Ha, ha, ha, tidak , kau harus bergerak ke arah barat , dan menurun ke arah lembah dan disanalah kau menggembalakan nya dan jangan lupa beri minum pula semua kambing -kambing itu sebelum di bawa pulang, mengerti!"
Kembali bocah yg bernama Aji Saka berteriak kepada Wisanggra Kinangkin, hingga membuat semua temannya yang ada di situ terdiam mendengar nya.
Wisanggra Kinangkin hanya menganggukkan kepalanya dengan pelan, saat ia akan beranjak dari situ guna menyusul hewan ternak yg telah pergi mendahului mereka, tiba-tiba saja Aji Saka berseru lagi,
" Tunggu, sebelum pergi, mulai hari ini kami semua akan memanggil dan menggelari mu dengan nama Ciblek !" katanya kepada Wisanggra Kinangkin .
Anak dusun Winanga itu hanya diam tak mengerti dengan maksud dan tujuan kata -kata dari Aji Saka itu,.namun ketika ia memang sudah berlari meninggalkan tempat itu, sayup sayup terdengar di telinga nya Aji Saka memberi arti kata Ciblek.
" BoCah akeh BeLek!"
Itulah yg di dengar Wisanggra Kinangkin dengan pemberian gelar atas dirinya itu.
Tanpa memperdulikan apa yg tengah di ucapkan oleh Aji Saka itu, bocah lelaki sebelas tahun ini terus saja berlari guna mengejar kambing-kambing yg akan ia gembalakan itu.
Hehh, tampaknya mereka sudah cukup jauh,..berkata di dalam hatinya Wisanggra Kinangkin.
Karena ia sudah cukup lama berlari namun belum pun menemukan seekor hewan tersebut.
Sedangkan Aji Saka dan rombongan nya yg lain , yg berjumlah lebih sepuluh orang itu segera berembug untuk melanjutkan rencana nya.
" Lalu kita akan kemana Ji?" tanya temannya yg bernama Arshama.
" Kalau menurut kalian kita akan pergi kemana?!" balik Aji Saka yg bertanya.
" Apa tidak sebaiknya kita ke tanah pategalan milik dari padepokan Kedung Jati, kita curi jagung dan ketimunnya,.lalu kita makan dan sebagian lain nya kita bawa pulang,.!" ucap bocah lelaki yang bertubuh gemuk yg bernama Gundura.
" Apa itu tidak terlalu berbahaya,.sebaiknya kita mandi saja dekat tebing sebelah barat itu, akan sangat menyenangkan sekali kalau kita melompat dari atas dan masuk ke dalam kali , pasti akan terasa menyegarkan!" sahut temannya yang lain yg bertubuh agak kurus.
Bocah itu bernama Wiritala.
" Ah, nanti dirimu akan kintir terbawa arus ,Wir!" seru Aji Saka kepada temannya itu.
Dan mereka berempat inilah yg menjadi pemimpin rombongan dari penggembala kambing -kambing milik padepokan Elang Canggah itu.
Akhirnya di putuskan bahwa mereka akan melakukan pencurian jagung dan ketimun yg merupakan milik padepokan Kedung Jati, lalu selanjutnya mereka akan mandi di kali baru setelah nya itu mereka akan kembali.
Padahal sebenarnya di dalam hati Aji Saka ingin melihat orang yang bernama Wisanggra Kinangkin yg kini telah mereka gelari dengan Ciblek itu.
Sebab akan menjadi sangat menyenangkan kesulitan yg akan di dapat bocah itu ketika harus menggembala kambing seorang diri yg jumlahnya sangat banyak itu, mungkin mencapai hampir ratusan jumlahnya.
Mereka saja yang jumlahnya mencapai sepuluh orang , amat kesulitan untuk mengarahkan binatang itu juga dalam hal memberi minum nya.
Tetapi ketika hal itu ia sampaikan kepada teman-temannya tidak ada yg menyetujuinya.
Mereka lebih senang untuk menghabiskan hari itu dengan mencari makanan serta mandi di kali.
Terpaksa lah Aji Saka mengurungkan niatannya itu dan ikut dengan usulan teman temannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!