NovelToon NovelToon

Dikhianati Suami, Dinikahi Mantan Kemudian

Ujian Saat Hamil

"Permisi pak, kita sudah mau tutup"

ucap seorang pelayan bar, sembari menepuk pundak Ryan, pria itu sudah kehilangan setengah kesadarannya karna pengaruh minuman beralkohol.

"Hem" Ryan hanya bergumam sambil terus menenggak minuman memabukan itu lagi, sudah 3 botol dia habiskan seorang diri.

Dengan terhuyung-huyung, pria itu melangkahkan kakinya menuju pintu keluar bar.

"Ryan? lo kenapa bisa kayak gini?"

Tanya Bobby yang tanpa sengaja bertemu dengan teman kerjanya itu saat hendak pulang.

Karna tidak memungkinkan untuk pulang sendiri, dengan terpaksa Bobby pun mengantarkan Ryan pulang.

Bobby hanya berdecak sembari menggelengkan kepala saja saat melihat keadaan temannya itu sekarang.

Tok..tok..tok

Tepat jam setengah dua pagi Rinjani terbangun dari tidurnya karna mendengar suara ketukan pintu yang cukup keras.

Wanita yang tengah hamil muda itu sengaja tidak tidur di kamar. Dia menunggu suaminya yang belum pulang di sofa ruang tamu, sampai akhirnya dia ketiduran.

Sebelumnya, Rinjani sudah menelpon Ryan berkali-kali, namun tak ada jawaban. Mana Rinjani tahu kalau suaminya itu sedang mabuk-mabukan di sebuah bar.

Dengan perasaan gelisah Rinjani berjalan menuju pintu utama, dan bergegas membukanya.

Ceklek

"Mas Ryan? Kamu kenapa mas?"

Teriak Rinjani saat melihat suaminya itu pulang diantar oleh Bobby dalam keadaan setengah sadar, bau alkohol menyeruak dari tubuh lelaki itu.

"Mas Bobby, Kenapa suami saya pulang dalam keadaan mabuk seperti ini?"

Tanya Rinjani dengan wajah gusarnya.

"Kurang tau saya juga mbak Rin, tadi gak sengaja ketemu Ryan di jalan. Keadaannya udah kayak gini"

Jawab Bobby apa adanya.

"Sebaiknya di bawa masuk kedalam dulu mbak" Ucap Bobby lagi.

"Oh, iya.. Tolong bantu saya membawa Mas Ryan ke kamar ya mas, maaf merepotkan"

Pinta Rinjani, karna tak mungkin ia membawa Ryan menuju kamarnya seorang diri. Bobby pun menyanggupinya.

"Terima kasih ya mas sudah membawa suami saya pulang"

Ucap Rinjani dengan sungkan.

"Sama-sama mbak Rin, saya permisi dulu ya"

Balas Bobby, pria itupun berlalu pergi hingga luput dari pandangan Rinjani.

***

Malam itu Rinjani tidak bisa tidur lagi, dia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi pada suaminya. Rasanya seperti mimpi buruk melihat suaminya pulang dalam keadaan mabuk berat seperti ini.

Untuk menenangkan hatinya, Rinjani memutuskan untuk membuat segelas susu coklat hangat.

Huhf...

Napas panjang Rinjani hembuskan, sembari terus menatap lekat pada wajah lelaki yang telah menikahinya beberapa bulan yang lalu itu.

Rinjani tidak pernah menduga kalau suaminya suka minum-minuman beralkohol sampai mabuk berat seperti ini.

"Apa kamu punya masalah yang kamu pendam sendiri mas?"

Tanya Rinjani, namun hening tak ada jawaban dari suaminya yang sudah tertidur pulas itu.

Pagi harinya..

Matahari pagi ini bersinar cerah, Ryan terbangun karna pancaran sinar sang surya tepat menerpa wajahnya, kepalanya terasa berat dan seakan mau pecah saja akibat mabuk semalam.

"kamu sudah bangun mas?"

Rinjani tidak langsung marah dengan kelakuan Ryan semalam, dia memilih untuk tetap tenang. Tapi akan tetap mencari tau, apa yang terjadi dengan suaminya itu dengan caranya sendiri.

"Kalau kamu masih pusing, tidur lagi saja. Sebaiknya kamu minta izin untuk tidak bekerja hari ini, sarapan sudah aku siapkan di meja makan"

Ujar Rinjani dengan muka datarnya. Sebenarnya di hatinya ada begitu banyak pertanyaan, tapi jika seseorang bicara dalam keadaan emosi itu tidaklah baik, pasti hanya pertengkaran saja yang akan terjadi di antara mereka nanti.

"Aku pergi kerja dulu ya Mas"

Pamit Rinjani.

"Hem"

Ryan hanya menjawabnya dengan anggukan kecil saja.

Usai mencium punggung tangan sang suami Rinjani berlalu dari kamarnya, meninggalkan Ryan seorang diri yang masih terbaring lemah di atas Ranjang.

Sejak tahu istrinya hamil Ryan memang jadi sering mabuk-mabukan. Tapi biasanya tak sampai separah mabuk semalam.

Trauma masa lalunya saat di tinggal sang ibu yang sedang mengandung adiknya saat masih kecil, kembali bangkit saat melihat istrinya hamil.

***

***

"apa iya Ryan mabuk-mabukan seperti itu?"

Mila seakan tak percaya saat mendengar cerita yang di dengarnya dari Rinjani, karna yang ia tahu suami sahabatnya itu adalah orang yang baik dan taat beragama.

"Mungkin bawaan hamil, ada sebagian kasus saat istrinya sedang hamil, malah suaminya yang berulah. Mungkin suami kamu itu salah satunya"

Ujar Maya sembari mengernyitkan dahinya.

"Atau jangan-jangan dia punya wanita lain lagi?" Sambung Maya lagi.

"Hust! Jangan ngomong sembarangan, positif thinking aja. Jangan bikin Rinjani tambah kepikiran"

Hardik Mila sambil melotot kearah Maya.

Teman mereka yang satu itu memang tidak punya filter dalam berucap. Dia akan mengucapkan apa saja yang dipikirkannya.

Tapi sungguh teman seperti Maya ini adalah teman yang paling baik, karna wanita itu selalu berkata apa adanya dan tidak pernah munafik seperti orang-orang kebanyakan.

Rinjani hanya menghembuskan napas panjang saat mendengar ucapan Maya, mencoba menenangkan jiwanya yang gundah gulana.

"Bagaimana kalau ucapan Maya itu benar?" Batin Rinjani.

***

***

keesokan harinya...

"Kamu itu, selalu menolak tiap diajak berhubungan badan, tugas istri itu melayani suaminya. Paham!"

Ryan tak terima mendapat penolakan dari Rinjani, saat ia hendak meminta haknya sebagai suami.

"Tapi aku sedang hamil muda mas, kandungan aku juga lemah. Dokter bilang untuk sementara tidak boleh berhubungan badan dulu"

Rinjani menjelaskan alasannya menolak ajakan Ryan untuk bersenggama.

Mata wanita yang tengah hamil muda itu mulai berkaca-kaca saat melihat sosok suami dihadapannya yang seolah menjelma menjadi monster. Padahal Ryan tidak pernah semarah ini sebelumnya saat Rinjani menolak ajakannya untuk bersenggama.

"Ah, alasan saja! Memangnya yang suami kamu itu, aku atau dokter itu?"

Ryan membanting tubuh wanita yang tengah mengandung benihnya itu ke atas ranjang, dan mengeksekusinya dengan kasar.

Rinjani hanya bisa pasrah, menolak pun dirasa akan percuma karna tenaganya tak sebanding dengan tenaga Ryan.

Tak ada kehangatan dan kenikmatan yang Rinjani rasakan dari sentuhan suaminya kali ini.

Setelah puas melampiaskan hasratnya, Ryan pergi begitu saja meninggalkan Rinjani, entah akan pergi kemana pria itu sekarang.

Rinjani hanya bisa menangis menahan sakit disekujur tubuhnya. Darah segar pun mulai mengalir dibagian pahanya.

"Tolong aku..."

Rinjani mengirimkan pesan singkat pada Maya dan Mila sahabatnya. Tidak ada sosok lain  yang terlintas dipikirannya, untuk dimintai tolong selain sahabatnya itu. Setelah mengirim pesan pada Maya dan Mila, Rinjani pun kehilangan kesadarannya.

***

***

Maya mengendari sepeda motornya dengan tergesa-gesa, menembus dingin dan pekatnya malam.

Setelah menerima pesan dari Rinjani, yang ada dipikirannya hanya segera menemui sahabatnya itu secepat mungkin.

Sesampainya di rumah Rinjani, Maya segera masuk kedalam. kebetulan pintu rumah itu tidak terkunci.

"Astagfirullah, Rinjani!"

Teriak wanita itu histeris setelah melihat kondisi sahabatnya yang sudah bersimbah darah.

Tidak tau apa yang harus dia lakukan, Maya pun berlari keluar rumah dan berteriak sekeras-kerasnya.

"Tolooong...tolonnnggg!"

Beberapa warga datang karna mendengar teriakan Maya.

"Ada apa mbak?"

Tanya salah seorang tetangga Rinjani.

"Tolong teman saya di dalem pak"

Ucap Maya sembari terisak dan bercucuran air mata.

Dengan sigap para warga pun segera memberi pertolongan pada Rinjani.

Atas pertolongan Maya dan tetangga disekitar rumahnya, akhirnya Rinjani mendapatkan perawatan di rumah sakit.

"Apa yang terjadi Rin, apa ini ulahnya si Ryan?"

Rinjani hanya bisa menangis, tidak mampu untuk menjawab pertanyaan Maya.

"Aku telepon orang tua kamu ya?"

"Jangan! Aku takut mereka khawatir"

"Tapi mereka berhak tau kondisi kamu sekarang Rin, untung aja kandungan kamu gak kenapa-napa, emang brengsek si Ryan itu!"

Rutuk Maya sembari mengepalkan tangannya.

"Sayang, kamu gak papakan?"

Ryan langsung masuk ke ruangan rawat dan menghampiri istrinya, setelah mendengar kabar Rinjani dibawa ke rumah sakit dari tetangganya, Pria itu langsung menyusul ke rumah sakit tempat istrinya di rawat.

Maya menatap sosok lelaki itu dengan penuh amarah dan kebencian.

***

Selamat membaca 🥰 Jangan lupa kasih like and komentnya ya 🙏

Tujuh Bulanan

Tak ingin kemarahan menguasai dirinya lebih jauh lagi, Maya memutuskan untuk pergi keluar dari kamar tempat Rinjani di rawat.

Maya memilih untuk menunggu di koridor rumah sakit saja. Sahabat Rinjani itu tidak tega jika harus pulang meninggalkan Rinjani bersama suaminya, apalagi Ryan yang sekarang bukanlah Ryan yang dulu ia kenal.

Ryan yang dulu mana tega menyakiti istrinya sendiri, apalagi sampai masuk rumah sakit seperti ini.

"Maya, terima kasih sudah menolong dan membawa istriku kerumah sakit, kalau tidak ada kamu entah apa yang akan terjadi pada Rinjani dan kandungannya"

ucap Ryan yang secara tiba-tiba sudah berdiri di samping Maya.

Maya menatap sengit pada sosok suami dari sahabatnya itu, rasanya dia ingin menerkam pria itu saja kalau bisa.

"Kamu dari mana saja Yan?! Rinjani itu sedang hamil, harusnya kamu melindungi dan menjaga dia, bukan malah menyakitinya seperti ini!"

Sentak Maya sembari menekan suaranya, seolah sedang menahan amarah.

"Maaf, tadi aku cuma cari angin sebentar."

Jawab Ryan sembari menundukan wajahnya.

Maya mengalihkan pandangannya ke tempat lain, entah mengapa melihat laki-laki itu membuat sisi lain dalam dirinya ingin keluar.

Kalau tidak mengingat sedang berada ditempat umum. Maya pasti sudah menghajar lelaki itu habis-habisan.

Maya pun berlalu meninggalkan Ryan yang masih mematung di tempatnya berdiri, Maya kembali menemui Rinjani di dalam kamar rawat inapnya.

"Rin, kamu yakin gak mau ngasih kabar ke orang tua kamu kalau kamu sedang di rawat di rumah sakit?"

"Gak May, bapak aku lagi sakit. Aku gak mau membuat mereka khawatir."

"Tapi aku gak yakin, kalau harus meninggalkan kamu disini hanya dengan dia saja"

Mata Maya melirik tajam ke arah Ryan yang masih berdiri di koridor depan kamar Rinjani. Namun masih bisa terlihat olehnya, karna pintu tempat Rinjani di rawat terbuka lebar.

"Gak papa, kan disini ada dokter dan perawat yang jagain aku. Kalau kamu mau pulang, pulang saja. Maaf ya sudah ngerepotin kamu seperti ini" Lirih Rinjani.

Maya sudah menganggap Rinjani dan Mila seperti saudarinya sendiri. Melihat kondisi salah satu sahabatnya menderita seperti ini, Maya seakan ikut merasakan sakitnya juga.

"Ya udah, aku pulang dulu ya. Bentar lagi aku harus pergi ke kantor soalnya"

Maya melirik jam yang melingkar di tangannya, hampir menunjukan pukul 07.00 pagi.

"Nanti aku kabarin orang kantor kalau kamu lagi sakit. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk kabarin aku ya."

Hatinya begitu berat untuk meninggalkan Rinjani dengan Ryan saja. Tapi pekerjaan di kantor sudah menumpuk menanti untuk Ia kerjakan. Ditambah lagi Rinjani sedang sakit sekarang, pasti pekerjaan Maya hari ini akan dua kali lebih banyak.

"hem..makasih ya"

Rinjani mengangguk pelan diiringi dengan senyuman terbaiknya.

***

Tak lama setelah Maya pergi, Ryan kembali menghampiri sang istri.

Rinjani memalingkan pandangannya, ketika tatapan mereka saling bertemu.

"Sayang, maafin mas ya. Mas sungguh menyesal"

Ryan menundukan wajahnya sembari menggenggam dan menciumi tangan Rinjani.

Pria itupun sampai menitikan air matanya. Entah benar-benar menyesali perbuatannya atau cuma ingin mencari simpati Rinjani saja.

Rinjani masih terdiam tak memberi respon apapun, membuat pria itu semakin tenggelam dalam kesedihannya.

***

***

Beberapa bulan berlalu begitu saja, kini kehamilan Rinjani sudah memasuki usia tujuh bulan.

Acara syukuran kecil-kecilan telah selesai di gelar demi mensyukuri kehadiran si jabang bayi yang masih ada di dalam rahimnya.

Rinjani tak lagi ambil pusing dengan perubahan sikap dari suaminya sekarang, yang ia pedulikan hanya kesehatan dari bayi dalam kandungannya saja.

Acara pun berlangsung dengan hikmat, hanya sekedar acara sederhana untuk memanjatkan doa-doa agar ibu dan jabang bayi selalu diberi kesehatan dan keselamatan.

"Rin, Kenapa kamu gak mau mengadakan acara tujuh bulanan di rumah ibu saja sih? kebetulan hasil panen kita melimpah tahun ini. Ibu bisa bikin acara yang lebih pantas, sesuai adat dan budaya kita!"

Kata Bu Dewi, Ibunya Rinjani di penuhi rasa kecewa.

Bu Dewi datang kerumah putrinya itu sejak kemarin sore, sedangkan ayah Rinjani tidak bisa ikut karna masih sakit.

"Gak usah bu, mubazir. Uangnya disimpen aja buat kebutuhan mendesak. Apalagi bapak sedang sakitkan"

Tepis Rinjani sembari menggenggam tangan sang ibu.

"Ah, susah ngomong sama kamu!"

Bu Dewi berlalu kearah dapur, sambil membawa piring-piring kotor sisa acara tadi. Maya dan Mila pun sibuk membantu acara sahabatnya itu sedari tadi.

"Terima kasih pak, bu atas kehadirannya"

Ucap Rinjani, ketika para tetangga yang hadir mulai membubarkan diri dan kembali kerumahnya masing-masing.

"Sama-sama mbak Rin. Sehat- sehat ya untuk Ibu dan calon bayinya, semoga di lancarkan sampai hari persalinannya nanti"

Salah seorang tetangga Rinjani mendoakan.

"Aamiin..." Tetangga yang lain ikut mengaminkan pula.

Sedangkan Maya dan Mila tidak langsung pulang, seusai acara selesai mereka sibuk membantu membereskan rumah dari sisa acara syukuran 7 bulanan Rinjani.

Bahkan mereka berdua memutuskan untuk menginap di rumah Rinjani, itupun atas usulan dari Bu Dewi.

"Sudah jam sebelas malem nak, kalian nginep saja disini. Gak baik anak gadis keluyuran malem-malem"

Nasehati Bu Dewi pada Maya dan Mila.

"Iya bu.."

Jawab Maya dan Mila serentak, besok hari minggu jadi mereka tidak keberatan untuk menginap di rumah Rinjani.

Malam itu mereka tidur bersama-sama. Menggelar karpet tebal di ruang tengah bersama bu Dewi juga.

Maya dan Mila memiringkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri untuk mencari posisi tidur yang nyaman. Kedua sahabat Rinjani itu mencoba memejamkan mata, tapi tidak bisa. Rasa perih karna lapar mulai terasa diperut keduanya.

Sedari tadi, mereka sibuk membantu mempersiapkan acara syukuran untuk kehamilan Rinjani, sampai lupa mengisi perut sendiri.

Semua makanan sisa acara syukuran, sudah dibagi-bagikan pada yang membutuhkan, agar tudak mubazir.

Akhirnya tak ada satupun makanan berat yang tersisa, hanya ada beberapa kue kering saja. Sudah pasti tidak akan mampu memadamkan kelaparan yang kini menyerang mereka.

***

"Kamu gak usah ikut ya Rin. Kamu kan sedang hamil besar, pamali wanita hamil keluar malam-malam begini"

Ucap Mila sembari menstarter motor maticnya.

Karna rasa lapar yang tak kunjung hilang, Maya dan Mila memutuskan untuk membeli nasi goreng yang mangkal di depan kompleks perumahan Rinjani.

"Iya..tapi kalian hati-hati ya"

Pesan Rinjani kepada Maya dan Mila. Merekapun mengangguk sembari tersenyum.

Bruummm....

Suara bising mesin motor memecah heningnya malam itu.

Lokasi penjual nasi goreng memang tidak begitu jauh dari rumah Rinjani, cukup lima menit dengan mengendarai sepeda motor dan merekapun sudah sampai tujuan.

***

"Bang, nasi gorengnya empat ya. Dibungkus!"

Teriak Maya setibanya di tempat tujuan.

"Siap Mbak" Balas penjual nasi goreng itu.

"Kok banyak banget May pesennya? Buat siapa?"

"Buat Bu Dewi, sama Rinjani. Siapa tau mereka mau juga"

"Oh. Ryan gak sekalian di pesenin juga?"

"GAK USAH!!!"

Sejak Rinjani dirawat dirumah sakit tempo hari. Sudah hilang respek Maya pada suami dari sahabatnya itu.

Setelah menunggu sekitar 15 menit pesanan merekapun selesai.

Maya dan Mila melipir dulu ke sebuah mini market yang buka 24 jam untuk membeli minuman dingin.

"Stop...stop...!"

Mendengar teriakan Maya, Mila pun menghentikan laju motornya secara tiba-tiba. Untunglah jalanan kala itu sudah sepi, jadi tidak sampai menimbulkan kecelakaan.

"Aduh! Kenapa sih May?"

Hardik Mila yang merasa kesal dengan tingkah Maya yang menyuruhnya berhenti secara tiba-tiba.

"Itu lihat disana, bukannya itu Ryan ya? Tapi kok dia sama cewek?"

Ucap Maya sembari menunjuk ke arah seorang pria yang di kiranya Ryan suami Rinjani.

Sejak acara syukuran tujuh bulanan selesai, mereka memang tidak melihat sosok Ryan lagi di rumah Rinjani. Namun mereka mengira, Ryan sedang menemani Rinjani di dalam kamar, karna sebelumnya Rinjani mengeluh sedikit pusing.

"Ah masa sih?! Salah lihat kali lo."

Mila tak percaya begitu saja dengan sahabatnya itu, namun netranya ikut memperhatikan sosok yang dikiranya Ryan itu.

Pria itu sedang membonceng seorang wanita dan berlalu entah kemana.

Ketahuan

#Flashback#

Malam itu seperti biasanya, Ryan menghabiskan waktunya di sebuah bar.

Dengan meneguk minuman beralkohol, pria itu merasa masalah dalam hidupnya hilang walau hanya sesaat.

Ryan menatap lekat pada seorang wanita cantik yang sedang bernyanyi di bar tersebut, tak hanya cantik wanita itu juga memiliki suara yang merdu.

Sepertinya wanita cantik itu adalah salah satu penyanyi di bar tersebut. Karna setiap Ryan datang bar, wanita itu juga ada di sana.

Tak di sangka, wanita yang Ryan pandangi sedari tadi kini datang menghampirinya.

"Selamat malam..."

Sapa wanita cantik itu dengan manja.

"Malam juga"

Balas Ryan sembari menarik bibirnya dan membentuk sebuah senyuman.

"Sendirian aja nih? Boleh aku temani"

Kata wanita itu lagi.

Karna Ryan terus menatap lekat ke arahnya, membuat wanita cantik itu merasa percaya diri untuk mendekati pria di hadapannya lebih dulu.

"Eh, Iya..silahkan duduk"

Ryan mengangguk sembari menarik kursi untuk wanita itu duduk.

"Namaku Laura, nama kamu siapa?"

Tanya Laura manja sembari mengulurkan tangan putih mulusnya.

"Ryan, Adryan Pratama"

Balas Ryan, sembari menyambut uluran tangan dari wanita cantik di hadapannya itu.

perkenalan singkat itupun terus berlanjut. Mereka saling bertukar no ponsel, kemudian saling berbalas pesan.

Kehadiran Laura membawa warna baru dalam hidup Ryan yang terasa membosankan sejak sang istri mengandung benihnya.

Agar Rinjani tidak curiga, Ryan selalu menghapus history chatnya dengan Laura dan menyimpan no kontak Laura dengan nama laki-laki.

Merasa nyaman satu sama lain, hubungan merekapun terus berlanjut lebih jauh lagi.

Tanpa sepengetahuan Rinjani, Ryan sering menemui Laura, bahkan mereka sudah beberapa kali menghabiskan malam hangat bersama di sebuah hotel.

Penolakan sering pria itu dapatkan dari Rinjani saat ia hendak meminta haknya sebagai suami.

Membuat pria berusia 25 tahunan itu mencari pelarian diluar rumah. Dan ia medapatkan kepuasan itu dari Laura.

Rinjani masih merasa trauma atas perlakuan kasar sang suami tempo hari, karna sikap kasar pria itu Rinjani sampai harus dirawat di rumah sakit karna mengalami pendarahan hebat di awal kehamilannya.

Tak ingin kejadian yang sama menimpanya lagi, membuat Rinjani jadi sering menghindar dari lelaki itu dan tak memberi kesempatan pada Ryan bisa menyentuhnya lagi.

#Flasback off#

"Sayang aku kangen, kamu bisa kesini gak malam ini?"

Ryan membaca pesan chat dari Laura.

"Gak bisa sayang, di rumah lagi ada acara tujuh bulan istriku" Balas Ryan.

Laura sudah tahu kalau Ryan sudah memiliki istri, bahkan Laura juga tahu kalau istri dari kekasihnya itu kini sedang mengandung.

Tapi hal itu tidak menjadi penghalang bagi Laura untuk tetap menjalin hubungan dengan lelaki itu.

"Hem, tapi kalau acaranya sudah selesai, kamu kesini ya..Aku kangen banget nih.."

Goda Laura. Wanita itu juga mengirim Fotonya dengan pakaian Sexy, membuat keimanan Ryan yang lemah semakin goyah saja.

"Ok, aku usahakan sayang"

Balas Ryan di akhiri Emotikon hati berwarna merah.

Setelah acara 7 bulanan istrinya selesai, Ryan izin untuk pergi keluar pada Rinjani karna ada suatu urusan.

Rinjani yang pada dasarnya sudah tidak begitu peduli dengan lelaki itu, membiarkan saja sang suami pergi tanpa rasa curiga sedikitpun.

***

Ryan menjemput Laura di kostannya, kemudian membawa wanita itu menuju hotel langganan mereka, tempat mereka biasa menghabiskan malam hangat bersama.

"Muach...muach...muachhh"

Laura menghujani pria itu dengan ciuman bertubi-tubi sesampainya di kamar hotel.

"Hey. pelan-pelan saja sayang"

Ucap Ryan, namun Ia begitu menikmati setiap sentuhan dari Laura.

Laura menjatuhkan tubuh kekar pria itu diatas ranjang tanpa melepaskan tautan bibir mereka.

Laura membakar lelaki itu dengan gairah yang membara, setiap mereka bersenggama Laura memang selalu mendominasi. Dan Ryan menyukai itu.

Hal itu tidak pernah Ryan rasakan saat bersenggama dengan Rinjani.

Selama berhubungan badan dengan Rinjani, Ryanlah yang lebih banyak memimpin.

Emhh...Sshh... Achh...

Desahan Laura menggema di kamar itu, kala tubuh mereka mulai menyatu.

***

***

Sesampainya di rumah Rinjani. Maya, Mila, Rinjani serta Bu Dewi, sedang menikmati nasi goreng yang tadi di beli oleh Maya dan Mila.

Walau sudah lewat tengah malam, tapi mereka semua masih terjaga.

Namun baik Maya atau pun Mila tidak bisa menikmati makanan yang di santapnya, pikiran mereka terus saja tertuju pada kejadian yang tadi mereka lihat di jalan.

"Aku udah kenyang.."

Ucap Maya sembari menaruh piring berisi nasi goreng yang masih untuh dihadapannya.

"Loh, tadi katanya laper?"

Tanya Bu dewi, keheranan.

"Gak papa bu, udah keburu ilang lapernya, mungkin karna lapernya udah dari tadi"

Jawab Maya sembari menggaruk lehernya yang tak gatal.

"BTW Ryan dimana ya? Nasi gorengnya kasih ke dia aja, belum aku sentuh sama sekali kok"

Kata Maya lagi sembari mengedarkan pandangannya ke seisi rumah untuk mencari keberadaan pria itu.

"Mas Ryan ada dikamar kok, dia sudah tidur"

Dusta Rinjani, Ia tidak ingin dihujani pertanyaan macam-macam jika mengatakan suaminya itu tidak ada di rumah saat ini.

"Tuh kan, Ryan ada dirumah. Berarti tadi kita salah lihat dong" bisik Mila di telinga Maya.

Tapi entah kenapa Maya tidak bisa percaya begitu saja dengan ucapan Rinjani. Apalagi setelah melihat gestur tak biasa yang ditunjukan Rinjani saat membicarakan suaminya.

Sebenarnya mulut Maya sudah gatal ingin menceritakan kejadian yang tadi dia saksikan dengan mata kepalanya sendiri pada Rinjani, namun Maya menahannya. Maya tidak ingin merusak kedamaian di malam itu, dengan mengatakan sesuatu yang belum pasti.

Terlebih Rinjani baru saja selesai menggelar acara tujuh bulanan atas kehamilannya.

"Ibu hamil gak boleh stress!" Pikir Maya, di dalam hati.

***

***

Malam berikutnya..

Drrrd drrrd drrrt

Sebuah pesan Chat muncul di layar ponsel Ryan saat lelaki itu tengah tertidur, Rinjani yang kebetulan masih terjaga tanpa sengaja membaca notifikasi pesan Chat tersebut.

Rinjani mengambil ponsel Ryan yang terletak tak jauh dari tempat pria itu tertidur, sepertinya Ryan sedang memainkan ponselnya sampai ketiduran.

"Tumben pake di kunci segala?"

Rutuk Rinjani saat tidak bisa membuka kunci ponsel suaminya itu.

"Sejak kapan Mas Ryan mengunci Hpnya?"

Rinjani mencoba memasukan beberapa tanggal penting, yang menurutnya akan di gunakan Ryan sebagai kata sandi di ponselnya itu.

"Berhasil" Sorak Rinjani saat berhasil membuka kunci ponsel suaminya itu menggunakan kombinasi tanggal lahir sang suami. Klasik sekali jadi dengan mudah Rinjani bisa menebaknya.

"kamu udah tidur belum sayang?"

Rinjani membuka pesan Chat yang baru masuk itu, tertulis nama Fahri sebagai pengirimnya.

Ryan memang sengaja menyimpan no Laura dengan nama Fahri. Apa lagi tujuannya kalau bukan untuk mengelabui istrinya jika sampai ketahuan seperti ini.

"Masa pesan chat dari cowok, tapi pake sayang-sayangan segala?!"

Umpat Rinjani, Ia bukan wanita bodoh yang tidak mengerti apa-apa.

Selama ini Ryan selalu bermain cantik, namun sepertinya kali ini dia sedang sial, hingga pesan chat dari Laura terbaca oleh Rinjani.

Karna penasaran Rinjani mencoba mencari tahu siapa pemilik no handphone itu lewat sebuah aplikasi.

Laura cantik

Laura sexy

Laura sang biduan

Laura sayang

Begitulah, nama kontak no handphone Fahri tersimpan dikontak orang-orang yang menyimpan no tersebut.

"Laura? siapa Laura"

Lirih Rinjani penuh rasa curiga.

"Kok cuma di baca sih sayang, kenapa gak dibales!"

Fahri atau Laura kembali mengirim pesan chat.

Iseng Rinjani pun membalasnya.

"Maaf, tadi aku udah tidur" Prsan chat terkirim.

"Oh, kirain lagi sama istri kamu yang buncit itu?"

Balas Laura disertai emotikon tertawa.

Membaca pesan tersebut membuat rona wajah Rinjani memerah karan marah.

"Kenal saja tidak, bagaimana orang itu bisa mengatakan aku buncit? Apa dia tahu kalau aku sedang hamil besar?" Rinjani tak habis pikir.

"Sini dong, aku kangen nih. Aku udah beli lingerie baru loh. Kamu pasti suka.."

Rinjani sampai ingin muntah saat membaca isi Chat tersebut.

"Ok, aku kesana"

Balas Rinjani, biarlah si Fahri atau Laura itu menunggu sesuatu yang tak akan pernah datang.

Rinjani menghapus history pesan chat tersebut sebelum mengembalikan ponsel Ryan ke tempat semula.

Sebelumnya Rinjani sudah mengscreen shoot semua pesan chat tersebut dan mengirimkan ke ponselnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!